• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Anak Autis

4. Penanganan Anak Usia Dini dengan Gangguan Autis

Penanganan suatu tindakan atau pertolongan yang bisa dilakukan oleh pendidik anak usia dini terhadap anak yang mengalami gangguan autis. Menurut Wiyani (2014:200-206) beberapa jenis terapi bagi anak dengan gangguan autis dapat

dilakukan oleh pendidik anak usia dini bekerja sama dengan orang tua mereka sebagai berikut:

a. Terapi Perilaku

Terapi ini merupakan terapi yang penting bagi anak usia dini yang mengalami gangguan autis. Terapi perilaku bertujuan untuk:

1) Mempelajari cara anak autis bereaksi terhadap suatu stimulus dan apa yang terjadi sebagai akibat dari reaksi spesifik tersebut. Kemudian, apakah terapi ini juga mempengaruhi atau mengubah perilaku yang akan datang.

2) Membangun kemampuan secara sosial yang tidak dimiliki dan mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang menjadi masalah bagi anak dengan gangguan autis.

b. Terapi Bermain

Terapi bermain untuk anak dengan gangguan autis ini ditujukan untuk mengembangkan kekuatan otot, motorik, meningkatkan ketahanan organ tubuh bagian dalam, mencegah dan memperbaiki sikap tubuh yang kurang baik, untuk melepaskan anak dari energy yang berlebih yang dapat merugikan diri sendiri, dan untuk melatih anak dalam berinteraksi sosial.

c. Terapi Wicara

Terapi wicara ini menjadi suatu keharusan dalam penanganan anak dengan gangguan autis karena semua penyandang autis memiliki keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa, baik yang bersifat verbal, non-verbal, maupun kombinasi diantara keduanya.

Sedangkan, menurut Dr. Handojo (dalam Jaja dan Ruwanti, 2013:121-123) penanganan terpadu yang dilakukan pada penderita autisme dapat dilakukan dengan menggunakan terapi:

a. Terapi perilaku. Terapi perilaku digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak lazim. Terapi perilaku ini dapat dilakukan dengan cara terapi okuvasi, dan terapi wicara. Terapi okuvasi dilakukan dalam upaya membantu menguatkan, memperbaiki dan menibngkatkan keterampilan ototnya. Sedangkan terapi wicara dapat menggunakan metode ABA (Applied Behaviour Analysis).

b. Terapi Biomedik. Terapi biomedik yaitu dengan cara mensuplay terhadap anak-anak autis dengan pemberian obat dari dokter spesialis jiwa anak. Jenis obat, food suplement dan vitamin yang sering dipakai saat in adalah risperidone, ritalin, haloperidol, pyrodoksin, DMG, TMG, magnesium, Omega -3, dan Omega -6 dan sebagainya.

c. Terapi Fisik. Terapi fisik bagi anak-anak autis bertujuan untuk mengembangkan, memelihara, dan mengembalikan kemampuan maksimal gerak dan fungsi anggota tubuh sepoanjang kehidupannya. Dalam terapi ini, terapis harus mampu mengembangkan seoptimal mungkin kemampuan gerak anak, misalnya gerakan meneukuk kaki, menekuk tangan, membungkuk berdiri seimbang, dan berjalan hingga berlari.

d. Terapi sosial, dalam terapi sosial, seorang terapis harus membantu memberikan fasilitas pada anak-anak autis utnuk bergaul dengan teman-teman sebayanya dan mengajari cara-caranya secara langsung, karena biasanya anak-penyandang autis memiliki kelemahan dalam bidang komunikasi dan interaksi.

e. Terapi bermain, terapi berrmain bertujuan agar anak-anak autis selalu memiliki sikap yang riang dan gembira terutama dalam kebersamannya dengan teman-teman sebayanya. Hal ini sangat berguna untuk membantu anak autisme dapat bersosialisasi dengan anak-anak yang lainnya.

f. Terapi perkembangan. Dalam terapi perkembangan anak akan dipelajari minatnya, kekuatannya, dan tingkat perkembangannya. kemudian ditingkatkan kemampuan sosial emosional dan intelektualnya sampai benar-benar anak tersebut mengalami kemajuan sampai dengan interaksi simboliknya.

g. Terapi visual. Terapi visual bertujuan agar anak-anak autis dapat belajar dan berkomunikasi dengan cara melihat (visual learner) gambar-gambar yang unik dan disenangi. Misalnya dengan metode PECS (Picture Exchange Communication System).

h. Terapi musik. Terapi musik dapat juga dilakukan untuk membantu perkembangan anak. Musik yang dipakai adalah musik yang lembut dan dapat dengan mudah dipahami anak.

Tujuan dari terapi musik ini adalah agar anak dapat menanggap melalui pendengarnnya, lalu diaktifkan di dalam otaknya, kemudian dihubungkan ke pusat-pusat saraf yang berkaitan dengan emosi, imajinasi dan ketenangan.

i. Terapi obat. Dalam terapi obat penderita autis dapat diberikan obat-obatan hanya pada kondisi-kondisi tertentu saja, pemberiannya pun sangat terbatas karena terapi obat tidak terlalu menentukan dalam penyembuhan anak-anak autis.

j. Terapi Lumba-lumba. Terapi dengan menggunakan ikan lumba-lumba dapat dilakukan dalam durasi sekitar 40 menit, dengan tujuan untuk menyeimbangkan hormon endoktrinnya dan sensor yang dikeluarkan melalui suara lumba-lumba dapat bermanfaat untuk memulihkan sensoris anak penyandang autis.

k. Sosialisasi ke sekolah reguler. Anak autis yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik dapat dicoba untuk memasuki sekolah normal sesuai dengan umurnya, tetapi terapi perilakunya jangan ditinggalkan.

l. Sekolah pendidikan khusus. Sekolah pendidikan khusus salah satu bentuk terapi terhadap anak autis juga adalah dengan memasukannya di sekolah khusus anak-anak autis karena di dalam pendidikan khusus biasanya telah mencakup terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okuvasi. Pada pendidikan

khusus biasanya seorang terapis hanya mampu menangani seorang anak pada saat yang sama.

Berdasarkan hal di atas, penanganan atau tindakan yang bisa dilakukan oleh pendidik anak usia dini dalam menghadapi anak autis dengan berbagai macam terapi, yaitu terapi perilaku, terapi bermain, terapi wicara, terapi biomedik, terapi fisik, terapi sosial, terapi perkembangan, terapi visual, terapi musik, terapi obat, dan terapi lumba-lumba.

C. Peranan Guru Anak Usia Dini dalam Menangani Anak Autis

Guru memiliki banyak peran baik yang terkait oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Peran guru menurut Pidarta (dalam Suprihatiningrum, 2014:26-27) sebagai berikut:

1. Guru berperan sebagai manejer pendidikan atau pengorganisasian kurikulum.

2. Guru berperan sebagai fasilitator pendidikan.

3. Guru berperan sebagai pelaksana pendidikan.

4. Guru sebagai pembimbing dan supervisor.

5. Guru sebagai penegak disipin.

6. Guru menjadi model perilaku yang akan ditiru anak didik.

7. Guru sebagai pengajar untuk meningkatkan profesi secara berkelanjutan.

8. Guru menjadi anggota organisasi profesi pendidikan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru sangatlah penting untuk kelancaran proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai manejer pendidikan, sebagai fasilitator pendidikan, pelaksana pendidikan, sebagai pembimbing dan supervisor, dan sebagai penegak disipin.

Berikutnya, menurut Prawoto (dalam Zakiya & Nurhafizah, 2019:361) dijelaskan peran guru anak usia dini dalam menangani anak autis sebagai berikut:

1. Peran guru sebagai pembimbing

Peran guru sebagai pembimbing lebih diutamakan, karena kehadiran guru di sekolah merupakan kehadirannya untuk membimbing peserta didik menjadi manusia cakap, dewasa dan mempunyai sikap yang arif. Tanpa bimbingan guru tentunya peserta didik akan mengalami berbagai kesulitan dalam menghadapi perkembangan dan perubahan dirinya.

Tetapi dengan beriringnya waktu peserta didik akan mampu menjadi pribadi yang mandiri.

2. Peran guru sebagai fasilitator

Peran guru sebagai fasilitator memberi fasilitas yang dapat memungkinkan dan memberi kemudahan kepada peserta didiknya dalam belajar. Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, jika suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan tentunya membuat anak malas belajar.

3. Peran guru sebagai motivator

Peran guru sebagai motivator ini guru lebih bisa memotivasi anak didik agar lebih bersemangat dan aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan peran guru anak usia dini dalam menangani anak autis anak guru berperan sebagai pembimbing yaitu, guru harus mampu membimbing anak atas kekurangan maupun kelebihan yang ada pada anak, karena anak autis harus mendapatkan bimbingan yang khusus dan lebih dibandingkan anak normal pada umumnya. Guru berperan sebagai fasilitator yaitu, guru

harus menfasilitasi semua kebutuhan aank dan menyediakan suasana belajar yang menyenangkan. Dan guru berperan sebagai motivator yaitu, guru hendaknya mampu mendorong anak agar semangat dan aktif dalam belajar.

D. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang peneliti lakukan ini tidak terlepas dari penelitian yang terdahulu. Adapun penelitian yang relevan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh:

1. Tesis dari Istiqamah Khusna, tahun 2015 dengan judul “Studi Kasus Penanganan Anak Autis Menggunakan Pendekatan Religi di Pesantren Al-Achsaniyyah di Kabupaten Kudus”. Hasil penelitian diperoleh penanganan anak autis dengan terapi menggunakan metode Applied Behavior Analisis (ABA) mempunyai keefektifan dalam menghilangkan kebiasaan anak yang tidak sesuai, misalkan kebiasaan anak yang sering menggerak-gerakan tangannya tanpa sebab. Serta mempertahankan hasil yang telah dicapai oleh anak serta mengajarkan anak tentang hal baru yang harus dilakukannya, seperti anak yang awalnya melakukan buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) di celana diajarkan untuk melakukannya di kamar mandi. Simpulan dari penelitian ini adalah anak yang sudah mendapatkanterapi beberapa kali dari terapis mengalami kemajuan yang baik.

2. Persamaan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sama-sama membahas mengenaicara penanganan anak autis menggunakan metode terapi. Perbedaan penelitian Khusna dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu penelitian ini tentang penanganan anak autis pendekatan religi, sedangkan penelitian yang penulis lakukan yaitu peranan guru anak usia dini dalam menangani anak di Sekolah Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar. Tesis dari Farhan Setyawan, tahun 2010 dengan judul “ Pola Penanganan Anak Autis di Yayasan Sayap Ibu (YSI) Yogyakarta”. Dengan hasil

penelitian diperoleh penanganan anak autis tidaklah sama dengan menangani orang yang sakit pada umumnya, selain membutuhkan kesabaran, keuletan, serta keaktifan dan kreatifitas yang lebih.

Memberikan instruksi seorang terapis haruslah berulang-ulang hingga anak autis melaksanakan apa yang diinstruksikan oleh terapis (pengasuh). Semakin dini anak mendapatkan penanganan, maka semakin mudah mengatasinya.

Jadi, antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini memiliki persamaan yaitu sama-sama membahas tentangcara penanganan anak autis dengan menggunakan metode terapi secara berulang-ulang, sedangkan perbedaan penelitian skripsi terdahulu dengan peneliti adalah penelitian Farhan Setyawan membahas tentang pola penanganan anak autis, pada penelitian penulis tentang peranan guru anak usia dini dalam menangani anak autis.

3. Jurnal dari Randi Wahyu Merianto, tahun 2016 dengan judul “Peran Orang Tua Dalam Menangani Anak Autis di kota Pekanbaru”.

Dengan hasil penelitian yang diperoleh penerimaan ibu terhadap anak autisme memerlukan pengetahuan yang luas tentang autisme, sehingga ibu akan memahami arti dari autisme yang sebenarnya.

Sesuai dengan pemahaman ibu, maka ibu akan menerima kondisi anak yang memberikan kasih sayang, perhatian, dan memahami perkembangan anak sejak dini.

Persamaan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sama-sama membahas tentang penanganan anak dengan gangguan autis.

Sedangkan perbedaanya pada penelitian skripsi peneliti adalah membahas tentang peran guru anak usia dini menangani anak autis, sedangkan penelitian terdahulu membahas tentang peran orang tua dalam menangani anak autis.

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian

Berdasarkan masalah yang diungkapkan sebelumnya, penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian studi kasus. Studi kasus adalah suatu kajian yang rinci tentang satu latar, atau subjek tunggal, atau satu tempat penyimpanan dokumen, atau suatu peristiwa tertentu. Studi kasus yaitu eksaminasi sebagian besar atau seluruh aspek-aspek potensial dari unit atau kasus khusus yang dibatasi secara jelas (Ahmadi, 2014 : 69). Suatu kasus itu dapat berupa individu, keluarga, pusat kesehatan masyarakat, atau suatu organisasi.

Alasan pemilihan penggunaan metode kualitatif adalah agar pembaca lebih mudah dan mengerti mengenai substansi dari penelitian ini, karena disajikan dengan kata-kata yang lebih mudah dipahami dari pada menggunakan angka-angka. Data juga dikumpulkan dari latar yang alami (natural setting) sebagai sumber data langsung. Selain itu berkaitan dengan tema penelitian ini yaitu peranan guru anak usia dini dalam menangani anak autis.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah instrument kunci, teknik pengumpulan data secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2012 : 1). Tujuan dari penggunaan metode kualitatif yaitu untuk mendapatkan data secara mendalam yang mengandung makna.

Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain (Moleong, 2010 : 6).

39

Adapun yang penulis maksud dalam penelitian ini yaitunya mengungkapkan dan mendeskripsikan tentang suatu keadaan dengan cara terjun langsung untuk melakukan observasi dan wawancara tentang peranan guru anak usia dini dalam menangani anak autis di Sekolah Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dan data yang valid mengenai peranan guru anak usia dini dalam menangani anak autis di Sekolah Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar.

B. Latar dan Waktu Penelitian 1. Latar Penelitian

Adapun yang menjadi latar ataupun tempat penelitian yang peneliti lakukan adalah di Sekolah Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar.

2. Waktu Penelitian

Adapun waktu yang dilakukan dalam penelitian ini pada bulan Desember 2019 sampai bulan Januari 2020.

C. Sumber Data

Adapun sumber data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah satu orang wakil kurikulum, satu orang guru anak usia dini di Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar.

2. Sumber Data Sekunder

Informasi pendukung yang peneliti dapatkan dalam penelitian setelah mendapatkan informasi dari data primer, adapun sumber informasi yang peneliti jadikan sebagai sumber data pendukung adalah dokumen-dokumen berupa foto.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka memperoleh data, data yang diperlukan untuk menujang penelitian ini, peneliti mengunakan teknik pengumpulan data yang terdiri dari :

1. Observasi

Jenis obsevasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi nonpartisipan dimana peneliti sebagai observer tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan subjek yang diteliti dan hanya bertindak sebagai pengamat. Berdasarkan observasi tersebut peneliti dapat melihat bagaimana cara guru dalam membimbing, menfasilitasi, dan memotivasi anak autis. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ahmadi (2014: 169) bahwa observasi non partisipan adalah seorang pengamat biasa melakukan pengumpulan data tanpa harus melibatkan diri langsung kedalam situasi dimana peristiwa itu berlangsung, melainkan dengan menggunakan media tertentu.

2. Wawancara

Wawancara adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan untuk mengumpulkan data penelitian kualitatif. Wawancara memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari pararesponden dalam berbagai situasi dan konteks. Wawancara tersebut penulis lakukan secara langsung dengan wakil kurikulum, dan guru anak usia dini di Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar.

Wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara tidak terstruktur, Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2012 :72).

E. Teknik Analis Data

Analisis data adalah upaya peneliti untuk memahami apa yang terdapat di balik data yang menjadikannya sesuatu informasi yang utuh dan mudah dimengerti serta menemukan suatu pola umum yang timbul dari data tersebut. Pengertian lain dari analisis data adalah proses mencari dan menyusun data sistematis. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan cara di organisasikan kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, dan menyusun kedalam pola. Sehingga penulis mendapatkan secara umum mengenai bagaimana peranan guru anak usia dini dalam menangani anak autis di Sekolah Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar diantaranya:

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, kemudian membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dibanding data yang sebelumnya, dan mempermudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

Dari hal tersebut reduksi data sangat berpengaruh dalam hal pengumpulan data, karena dengan adanya reduksi data akan bisa membantu penulis untuk menganalisis data-data yang sudah di kumpulkan.

2. Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dalam teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data,

maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkandata, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2014 : 412).

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

F. Teknik Penjamin Keabsahan Data

Yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus mendemonstrasikan nilai yang benar, menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusannya (Moleong, 2010 : 321). Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas). Derajat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik tringulasi yang banyak digunakan adalah melalui sumber lain. Menurut Patton (Moleong, 2010 : 330) tringulasi dengan sumber berarti

membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

Dalam hal ini informasi yang peneliti dapat dari guru anak usia dini dan wakil kurikulum dengan cara wawancara dan observasi yang dilakukan pada waktu tertentu. Kemudian dicek pada waktu yang berbeda untuk pemeriksaan keabsahan data.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum Penelitian 1. Profil Sekolah Autiscare Snec

Sekolah Autiscare Snec adalah sekolah yang melayani anak yang berkebutuhan khusus, mulai dari anak yang mengalami autis, down syndrome, tunarungu, tunagrahita, speech delay, dan sebagainya.

Sekolah Autiscare Snec berdiri pada tahun 2009 yang didirikan oleh seorang guru SLB yang bernama Fitri Yeni, M.Pd. Adapun di sekolah Autiscare Snec ada beberapa jalur pendidikan diantaranya pendidikan anak usia dini, SD LB, dan SMP LB. Jadwal pembelajaran di sekolah Autiscare Snec berdasarkan sesi waktu yang telah ditentukan oleh guru dengan kesepakatan orangtua. Satu sesi sama dengan 3 jam.

Jadwal pembelajaran sehari-hari setiap anak berbeda-beda, tidak semua anak masuk pagi, tetapi ada juga anak yang masuk siang.

Jadwal ini ditentukan oleh guru di sekolah. Anak-anak masuk sekolah setiap hari senin-sabtu dan waktunya sesuai dengan yang telah ditentukan oleh guru di sekolah. Setiap anak-anak diwajibkan membawa bekal ke sekolah. Ketika jam istirahat, guru membimbing anak untuk makan. Ketika ada anak belum mampu makan sendiri, maka guru akan menyuapi anak tersebut untuk makan dan mengajarkan anak tersebut agar bisa makan sendiri. Orangtua murid boleh mengambil waktu dua sesi atau satu sesi dalam pembelajaran di sekolah Autiscare Snec, hal ini tergantung kepada kesepakatan guru dan orangtua.

Sistem pembelajaran di sekolah Autiscare Snec yaitunya satu orang guru untuk satu orang anak, sehingga pembelajaran bisa lebih efektif dan efesien. Di sekolah Autiscare Snec guru mengajarkan anak sesuai dengan kebutuhan anak ataupun masalah yang ada pada diri anak tersebut, sehingga adanya peningkatan perkembangan anak yang

45

mengalami kebutuhan khusus tersebut. Di Sekolah Auticare Snec tersebut guru berperan sebagai pembimbing yaitu, guru membimbing peserta didik menjadi manusia cakap, dewasa dan mempunyai sikap yang arif dalam menghadapi perkembangan dan perubahan dirinya.

Guru sebagai fasilitator yaitu, memberikan fasilitas yang memungkinkan dan memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam belajar jika, ruangan kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan akan membuat anak malas belajar. Dan guru sebagai motivator yaitu, guru memotivasi anak didik agar lebih bersemangat dan aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Dalam pembelajaran tersebut, dilaksanakan terapi bagi anak yang berkebutuhan khusus, contohnya saja, pada anak yang mengalami gangguan autis guru melakukan terapi dengan metode ABA ( Applied Behavior Analysis) kepada anak agar mampu menguatkan, memperbaiki, dan meningkatkan keterampilan ototnya. Ketika sudah bisa mencapai tahap perkembangannya dalam terapi yang dilakukan oleh guru, maka guru juga mengajarkan anak tersebut untuk menulis, membaca, berhitung, mengaji dan lain-lain. Dengan adanya hal ini

Dalam pembelajaran tersebut, dilaksanakan terapi bagi anak yang berkebutuhan khusus, contohnya saja, pada anak yang mengalami gangguan autis guru melakukan terapi dengan metode ABA ( Applied Behavior Analysis) kepada anak agar mampu menguatkan, memperbaiki, dan meningkatkan keterampilan ototnya. Ketika sudah bisa mencapai tahap perkembangannya dalam terapi yang dilakukan oleh guru, maka guru juga mengajarkan anak tersebut untuk menulis, membaca, berhitung, mengaji dan lain-lain. Dengan adanya hal ini

Dokumen terkait