BAB II LANDASAN TEORI
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka memperoleh data, data yang diperlukan untuk menujang penelitian ini, peneliti mengunakan teknik pengumpulan data yang terdiri dari :
1. Observasi
Jenis obsevasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi nonpartisipan dimana peneliti sebagai observer tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan subjek yang diteliti dan hanya bertindak sebagai pengamat. Berdasarkan observasi tersebut peneliti dapat melihat bagaimana cara guru dalam membimbing, menfasilitasi, dan memotivasi anak autis. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ahmadi (2014: 169) bahwa observasi non partisipan adalah seorang pengamat biasa melakukan pengumpulan data tanpa harus melibatkan diri langsung kedalam situasi dimana peristiwa itu berlangsung, melainkan dengan menggunakan media tertentu.
2. Wawancara
Wawancara adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan untuk mengumpulkan data penelitian kualitatif. Wawancara memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari pararesponden dalam berbagai situasi dan konteks. Wawancara tersebut penulis lakukan secara langsung dengan wakil kurikulum, dan guru anak usia dini di Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar.
Wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara tidak terstruktur, Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2012 :72).
E. Teknik Analis Data
Analisis data adalah upaya peneliti untuk memahami apa yang terdapat di balik data yang menjadikannya sesuatu informasi yang utuh dan mudah dimengerti serta menemukan suatu pola umum yang timbul dari data tersebut. Pengertian lain dari analisis data adalah proses mencari dan menyusun data sistematis. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan cara di organisasikan kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, dan menyusun kedalam pola. Sehingga penulis mendapatkan secara umum mengenai bagaimana peranan guru anak usia dini dalam menangani anak autis di Sekolah Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar diantaranya:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, kemudian membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dibanding data yang sebelumnya, dan mempermudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Dari hal tersebut reduksi data sangat berpengaruh dalam hal pengumpulan data, karena dengan adanya reduksi data akan bisa membantu penulis untuk menganalisis data-data yang sudah di kumpulkan.
2. Penyajian Data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dalam teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data,
maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkandata, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2014 : 412).
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.
F. Teknik Penjamin Keabsahan Data
Yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus mendemonstrasikan nilai yang benar, menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusannya (Moleong, 2010 : 321). Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas). Derajat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik tringulasi yang banyak digunakan adalah melalui sumber lain. Menurut Patton (Moleong, 2010 : 330) tringulasi dengan sumber berarti
membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
Dalam hal ini informasi yang peneliti dapat dari guru anak usia dini dan wakil kurikulum dengan cara wawancara dan observasi yang dilakukan pada waktu tertentu. Kemudian dicek pada waktu yang berbeda untuk pemeriksaan keabsahan data.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum Penelitian 1. Profil Sekolah Autiscare Snec
Sekolah Autiscare Snec adalah sekolah yang melayani anak yang berkebutuhan khusus, mulai dari anak yang mengalami autis, down syndrome, tunarungu, tunagrahita, speech delay, dan sebagainya.
Sekolah Autiscare Snec berdiri pada tahun 2009 yang didirikan oleh seorang guru SLB yang bernama Fitri Yeni, M.Pd. Adapun di sekolah Autiscare Snec ada beberapa jalur pendidikan diantaranya pendidikan anak usia dini, SD LB, dan SMP LB. Jadwal pembelajaran di sekolah Autiscare Snec berdasarkan sesi waktu yang telah ditentukan oleh guru dengan kesepakatan orangtua. Satu sesi sama dengan 3 jam.
Jadwal pembelajaran sehari-hari setiap anak berbeda-beda, tidak semua anak masuk pagi, tetapi ada juga anak yang masuk siang.
Jadwal ini ditentukan oleh guru di sekolah. Anak-anak masuk sekolah setiap hari senin-sabtu dan waktunya sesuai dengan yang telah ditentukan oleh guru di sekolah. Setiap anak-anak diwajibkan membawa bekal ke sekolah. Ketika jam istirahat, guru membimbing anak untuk makan. Ketika ada anak belum mampu makan sendiri, maka guru akan menyuapi anak tersebut untuk makan dan mengajarkan anak tersebut agar bisa makan sendiri. Orangtua murid boleh mengambil waktu dua sesi atau satu sesi dalam pembelajaran di sekolah Autiscare Snec, hal ini tergantung kepada kesepakatan guru dan orangtua.
Sistem pembelajaran di sekolah Autiscare Snec yaitunya satu orang guru untuk satu orang anak, sehingga pembelajaran bisa lebih efektif dan efesien. Di sekolah Autiscare Snec guru mengajarkan anak sesuai dengan kebutuhan anak ataupun masalah yang ada pada diri anak tersebut, sehingga adanya peningkatan perkembangan anak yang
45
mengalami kebutuhan khusus tersebut. Di Sekolah Auticare Snec tersebut guru berperan sebagai pembimbing yaitu, guru membimbing peserta didik menjadi manusia cakap, dewasa dan mempunyai sikap yang arif dalam menghadapi perkembangan dan perubahan dirinya.
Guru sebagai fasilitator yaitu, memberikan fasilitas yang memungkinkan dan memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam belajar jika, ruangan kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan akan membuat anak malas belajar. Dan guru sebagai motivator yaitu, guru memotivasi anak didik agar lebih bersemangat dan aktif dalam mengikuti pembelajaran.
Dalam pembelajaran tersebut, dilaksanakan terapi bagi anak yang berkebutuhan khusus, contohnya saja, pada anak yang mengalami gangguan autis guru melakukan terapi dengan metode ABA ( Applied Behavior Analysis) kepada anak agar mampu menguatkan, memperbaiki, dan meningkatkan keterampilan ototnya. Ketika sudah bisa mencapai tahap perkembangannya dalam terapi yang dilakukan oleh guru, maka guru juga mengajarkan anak tersebut untuk menulis, membaca, berhitung, mengaji dan lain-lain. Dengan adanya hal ini maka permasalahan yang ada pada diri anak dapat teratasi dan aspek-aspek perkembangannya dapat meningkat dari sebelumnya. Di sekolah Autiscare Snec, pembelajaran yang diberikan guru mengacu kepada tahap-tahap perkembangan anak dan mengacu kepada aspek perkembangan, diantaranya perkembangan kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, agama dan moral, dan seni. Ketika anak sudah berusia 8 tahun tetapi tahap perkembangannya masih sama dengan anak yang berumur 5 tahun, maka guru akan mengajarkan anak sesuai dengan anak yang berumur 5 tahun.
Tabel 4.1
Profil Sekolah Autiscare Snec Batusangkar Profil Sekolah Autiscare Snec Batusangkar 1 Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SLB AUTISCARE SNEC
NPSN : 10310499
Jenjang Pendidikan : SLB
Status Sekolah : Swasta
Alamat Sekolah : Jl. Simonai No. 8
RT / RW : -
Kode Pos : 27219
Kelurahan : Limakaum
Kecamatan : Kec. Lima Kaum
Kabupaten/Kota : Kab. Tanah Datar
Provinsi : Prov. Sumatera Barat
Negara : Indonesia
Posisi Geografis
: -0.4558 Lintang 100.5837 Bujur
Nomor telepon : 085274158539
Nomor fax : (0752)72650
Website
: http://www.autiscaresnec.s ch.id
2. Visi dan Misi Sekolah Autiscare Snec
Adapun visi Sekolah Autiscare Snec yaitu mewujudkan sekolah sebagai pusat pendidikan berkarakter, terapi, dan life skill bagi anak berkebutuhan khusus. Untuk mewujudkan visi sekolah maka sekolah Autiscare Snec mempunyai misi-misi yaitu memberikan pelayanan pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik, memberikan pelayanan pendidikan karakter sesuai dengan norma-norma yang berlaku, memberikan berbagai pembinaan atau terapi sesuai dengan kebutuhan peserta didik, memberikan berbagai life skill sebagai persiapan karir peserta didik.
Gambar 4.1 Gedung Sekolah Autiscare Snec
(Sumber: Dokumen peneliti, 2020) 3. Data Guru Sekolah Autiscare Snec
Sekolah Autiscare didirikan oleh Fitri Yeni M. Pd pada tahun 2009. Tenaga pendidik di Sekolah Autiscare Snec terdiri dari 9 orang yang berasal dari latar pendidikan yang berbeda-beda. Berikut ini data guru sekolah Autiscare Snec.
Tabel 4.2
Data guru sekolah Autiscare Snec
No. Nama L/P Pendidikan
Terakhir
Alamat
1. Fitri Yeni M.Pd P S2 BK Batusangkar 2. Aswandi S.sos.I,
S.Pd
L S1 PLB Batusangkar
3. Nenem Elvia, S.E P S1 Ekonomi Simabur
4. Arise, S.Pd P S1 PLB Koto Baru
5. Fadila Mauliani, S.Pd
P S1 PIAUD Lintau
6. Nora Oktavia P D1 Sekretaris Lima Kaum
7. Zulazmi, S.Pd L S1 BK Lima Kaum
8. Junaida Sari Hsb, S.Sos
P S1 BK Tiga Tumpuk
9. Tiara Aulia Rahmi, S.Pd
P S1 BK Manunggal
B. Temuan Khusus Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di sekolah Autiscare Snec Balai Labuah Bawah Lima Kaum Batusangkar tentang peranan guru anak usia dini dalam menangani anak autis. Terlebih dahulu peneliti menyajikan subjek penelitian yang didapatkan. Berikut dipaparkan data subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 4. 3
Profil Guru Sekolah Autiscare Snec No Responden Latar Belakang Responden
1. R2 Tempat/tanggal lahir Jenis kelamin 2. R3 Tempat/tanggal lahir
Jenis kelamin
Di sekolah Autiscare Snec peneliti menemukan seorang anak laki-laki yang mengalami gangguan autis yang berinisial JDA berumur 8 tahun. JDA jarang sekali berbicara, bahkan kontak mata sangat pendek bisa dihitung hanya beberapa detik, 2-5 detik saja. JDA sangat sulit dalam berkomunikasi dengan dua arah. Saat berbicara apa yang dikatakan terkadang tidak jelas, sehingga tidak dimengerti oleh orang di sekitarnya. Dalam berbicara cenderung menggunakan kalimat pendek yang tidak jelas. JDA hanya bisa berbicara perkata atau satu kata, jika ia sudah berbicara dengan satu kalimat, ucapan tersebut menjadi tidak jelas.
Dalam belajar JDA sangat sulit sekali dalam berkonsentrasi, sehingga membuat guru harus berjuang keras untuk menarik perhatiannya dalam
belajar. Pada usianya saat sekarang ini, seharusnya ia sudah bisa mengucapkan satu kalimat dengan jelas, akan tetapi saat ini ia hanya bisa berbicara perkata atau satu kata. Ketika bermain dengan teman-temannya, JDA jarang sekali berbicara. Berdasarkan gangguan autis yang sedang dialami oleh JDA, maka peran yang diberikan guru di Sekolah Autiscare Snec yaitu guru berperan sebagai pembimbing atau konselor, guru berperan sebagai fasilitator, dan guru berperan sebagai motivator.
Di Sekolah Autiscare Snec sistem pembelajarannya yaitu pembelajaran individual, maksudnya yaitu satu orang guru untuk satu orang anak.
Tabel 4.4 Profil Anak
Nama Julian Dofa Anwar
Umur 8 tahun
Alamat Lintau Buo
Gambar 4.2 Foto JDA
(Sumber: Dokumen peneliti, 2020)
Peranan guru anak usia dini dalam menangani anak autis. Guru anak usia dini berperan juga dalam mengangani anak autis tidak kalah hebatnya juga seperti guru yang profesional yang berlatarbelakang dengan pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB). Guru anak usia dini juga mampu dan memahami tentang anak autis. Beberapa peran yang disandang oleh guru anak usia dini dalam menangani anak autis adalah guru sebagai pembimbing. Sebagai pembimbing guru tentunya mampu membimbing anak ke arah perubahan yang lebih baik dari pada keadaan sebelumnya. Guru Sebagai fasilitator guru mampu menfasilitasi semua kebutuhan anak supaya anak merasa dicukupi saat berada di sekolah.
Guru sebagai motivator. Sebagai pemberi motivasi guru mampu memotivasi anak dengan cara menanyakan apa keinginan atau cita-citanya. Dengan begitu tentu guru tahu bagaimana cara supaya anak termotivasi atas cita-citanya tersebut. Disitulah peran guru yang sangat dibutuhkan. Dari beberapa narasumber yang peneliti wawancarai tentang peranan guru anak usia dini yaitu, guru sebagai pembimbing atau konselor, guru sebagai fasilitator dan guru sebagai motivator. Untuk jelasnya peneliti memperoleh informasi tentang peranan guru anak usia dini dalam menangani anak autis sebagai berikut:
1. Peranan sebagai pembimbing bagi anak autis meliputi:
a. Pendekatan yang dilakukan guru dalam mengajar anak autis
Anak autis butuh pelayanan yang khusus. Guru harus memilih pendekatan yang cocok digunakan untuk anak tersebut. Dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada guru anak usia dini dan wakil kurikulum mendapatkan informasi.
Pendekatan yang digunakan saat menghadapi anak autis dijelaskan oleh wakil kurikulum.
Ibu Arise menyatakan “Di dalam kurikulum pembelajaran. Dalam dunia pendidikan harus menggunakan metode (PAKEM) yaitu pendidikan aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Guru menerapkan (PAKEM) tersebut, jika guru sudah menerapkan itu maka anak akan mudah tertarik untuk mau dididik oleh guru tersebut. Jadi, di dalam (PAKEM) juga termasuk pendekatan dengan kasih sayang”. (Ibu Arise, S.Pd 3 Januari 2020).
Ibu Fadila juga menyatakan selaku guru anak usia dini “Kepada anak autis guru menggunakan pendekatan dengan kasih sayang, berbicara kepada anak dengan lemah lembut, beri anak perhatian, mengerti kondisi dan situasi anak karena setiap anak pasti berbeda-beda karakternya.
Guru mampu memahami keadaan anak”. Dengan begitu anak akan merasa nyaman dan senang saat bersama guru tersebut”. (Fadila Mauliani, S.Pd 23 Desember 2019).
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan pendekatan yang guru lakukan kepada anak autis adalah pendekatan yang sesuai dengan kurikulum, yaitu pendidikan menggunakan metode (PAKEM) pendidikan dengan guru yang aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan. Guru menggunakan pendekatan dengan kasih sayang, dengan begitu anak akan merasa senang dengan guru tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa guru menerapkan pendekatan kepada anak autis dengan cara pemberian kasih sayang, berbicara dengan anak lemah lembut dengan nada yang rendah. Memberikan anak reward atau pujian ketika anak berhasil melakuan apa yang diperintahkan oleh guru dan tidak marah ketika anak tidak melakukan apa yang diperintahkan guru. Dengan kasih sayang yang diberikan anak merasa aman dan nyaman saat bersama guru, dengan begitu anak akan lebih bersemangat mengikuti pembelajaran.
b. Tindakan guru sebagai pembimbing ketika memanggil anak autis, tetapi tidak ada respon dari anak tersebut
Upaya yang dapat dilakukan oleh guru yang ada di Sekolah Autiscare Snec ketika guru tersebut memanggil anak tetapi tidak ada respon dari anak tersebut. Peneliti melakukan wawancara dengan guru anak usia dini dan wakil kurikulum.
Seperti yang dijelaskan oleh guru anak usia dini ketika guru memanggil anak tetapi tidak ada respon dari anak tersebut.
“Menghadapi anak autis harus penuh dengan kesabaran. Kesabaran guru diuji saat, misalnya guru memanggil anak tetapi tidak ada respon dari anak tersebut maka guru akan mengulang kembali untuk memanggil anak tersebut. Jika masih tidak ada respon baru guru bertindak untuk mendekatinya, didekati anak dulu baru ulang kembali memanggilnya”. (Fadila Mauliani, S.Pd 23 Desember 2019).
Informan selanjutnya wakil kurikulum di Sekolah Autiscarae Snec menyatakan upaya guru ketika memanggil anak tetapi tidak ada respon dari anak tersebut.
“Ketika guru memanggil anak dengan jarak dekat, biasanya guru memanggil langsung dengan memberi sentuhan, misal memegang tangan atau pundak anak tersebut. Dengan jarak dekat ini anak langsung merespon.
Tetapi jika guru memanggil dengan jarak jauh anak kurang merespon butuh beberapa kali panggilan baru ada respon bahkan, sudah berulangkali guru memanggil tetapi masih tidak ada respon maka guru langsung mendekati dan mengunjungi anak tersebut” (Ibu Arise, S.Pd 3 Januari 2020).
Berdasarkan wawancara di atas dapat peneliti simpulkan bahwa ketika guru memanggil anak tetapi tidak ada respon dari anak tersebut. Guru akan berupaya untuk memanggil dengan berulang-ulang kali sampai ada respon dari anak tersebut. Jika masih tidak ada respon dari anak
tersebut guru akan mendekatinya. Jadi, jika tidak ada respon dengan suara maka guru akan bergerak mendekati anak tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa anak autis itu senang dengan dirinya sendiri, bahkan ketika guru memanggil dia tidak tahu. Strategi guru ketika memanggil anak, yaitu memanggil dengan pengulangan jika anak tidak dengar dengan satu kali panggilan, maka guru akan mengulang kembali. Jika masih tidak didengar guru akan mendekati anak tesebut. Dengan begitu anak akan langsung tahu kalau guru tersebut sedang memanggilnya. Menghadapi anak autis harus begitu caranya, jika dia tidak ada respon dengan jarak jauh langkah berikutnya dekati anak tersebut baru berbicara.
c. Kesulitan-kesulitan yang sering dialami guru saat membimbing anak autis
Menghadapi anak autis tentunya tidak sama saat menghadapi anak normal pada umumnya, anak autis butuh pelayanan yang khusus tentu guru juga mengalami kesulitan-kesulitan tertentu. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru dan wakil kurikulum.
Guru anak usia dini menyatakan bahwa guru mengalami kesulitan-kesulitan saat menghadapi anak auits.
“Anak autis memang tidak sama dengan anak normal biasanya. Tentu cara menghadapinya juga berbeda, hambatan yang sering dialami saat menghadapi anak yaitu ketika mood anak tidak baik, mood anak autis sering naik turun ketika moodnya tidak baik anak akan sering mengamuk, anak sering menolak apa yang diperintahkan oleh guru bahkan anak sering menangis secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas dan mondar-mandir tanpa arah.
Dalam hal komunikasi anak tidak mampu berkomunikasi dua arah. Maka itulah yang harus dikembangkan oleh guru agar anak mampu merubah keadaan sebelumnya menjadi lebih baik”. (Fadila Mauliani, S.Pd 23 Desember 2019).
Wakil kurikulum juga menyatakan bahwa terdapat kesulitan-kesulitan saat menghadapi anak autis.
“Kesulitan yang sering guru alami saat menghadapi anak autis adalah moodnya. Mood anak autis tidak tentu arah kadang naik kadang turun. Saat moodnya tidak baik anak sering mengamuk, menangis tiba-tiba.
Usaha guru untuk mengembalikan suasana yang normal kembali guru membujuk anak, dengan cara merangkul atau memeluk anak tersebut perlahan akan kembali seperti semula” (Ibu Arise, S.Pd 3 Januari 2020).
Berdasarkan hasil wawancara, dapat peneliti simpulkan bahwa hambatan atau kesulitan yang sering dialami guru saat menghadapi anak autis di sekolah Autiscare Snec ini mut anak tidak baik mutnya naik turun. Jika mood anak sedang tidak bagus anak sering mengamuk, anak selalu tidak mau atau menolak apa yang diperintahkan guru dan anak kesulitan dalam berkomunikasi dua arah.
Berdasarkan hasil observasi, dapat peneliti simpulkan bahwa guru di Sekolah Autiscare Snec menemukan atau mengalami kesulitan dalam menghadapi anak autis, yaitu dalam hal kondisi, suasana dan mood anak tersebut. Anak autis moodnya tidak jelas naik turun jika begitu anak sering mengamuk, anak sering menolak apa yang diperintahkan oleh guru dan anak sulit untuk berkomunikasi dua arah tetapi, guru sudah berusaha supaya anak mampu untuk berkomunikasi dua arah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa guru sering mengalami kesulitan-kesulitan dalam menghadapi anak autis. meskipun guru sudah melakukan pendidikan sesuai dengan kurikulum (PAKEM) yaitu, pendidikan aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan. Tetapi guru masih menghadapi kesulitan dalam mengajar anak autis. Yang menjadi kendala bagi guru menghadapi anak autis tersebut adalah ketika mut anak tidak
baik. Jika mut anak tidak baik, anak sering mengamuk, berlari-lari tanpa arah, menangis tanpa sebab, sering menolak apa yang diperintahkan oleh guru. Walaupun begitu guru sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan tindakan supaya anak bisa patuh dan mau mengkuti apa yang diperintahkan guru.
d. Upaya guru ketika anak autis menyampaikan atau berbicara sesuatu tetapi dengan ucapan yang kurang jelas
Peneliti melakukan wawancara dengan guru di Sekolah Autiscare Snec dengan guru anak usia dini dan wakil kurikulum, dari wawancara tersebut diperolah informasi.
Dijelaskan oleh wakil kurikulum upaya guru ketika anak menyampaikan sesuatu kepada guru tetapi dengan ucapan yang kurang jelas.
Ibu Arise menyatakan “Ketika anak mengucapkan atau menyampaikan sesuatu kepada guru tetapi ucapannya tidak jelas. Salah satu keterbatasan oleh anak autis adalah
Ibu Arise menyatakan “Ketika anak mengucapkan atau menyampaikan sesuatu kepada guru tetapi ucapannya tidak jelas. Salah satu keterbatasan oleh anak autis adalah