BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA
B. Diare
6. Penatalaksanaan diare
Diare yang diakibatkan infeksi umumnya dapat sembuh dengan
sendirinya. Mengurangi sakit dan mengembalikan hilangnya cairan dan elektrolit
umumnya mampu mengatasi diare yang ringan hingga sedang. Pengaturan awal
bagi orang dewasa dan anak-anak perlu dipusatkan pada penggantian cairan dan
elektrolit dengan cairan oral dalam dosis yang tepat. Secara simultan,
menghilangkan rasa sakit karena diare sebenarnya dapat dicapai dengan
menggunakan obat antidiare yang bukan berasal dari resep dokter, seperti
sembuh dan berfungsi normal kembali antara 24 sampai 72 jam tanpa pengobatan
tambahan, sedangkan diare yang cukup parah membutuhkan pemeriksaan dan
perawatan medis (Longe, 2005).
a. Tujuan terapi
Terdapat 5 tujuan terapi diare (Longe dan Di Piro, 2005), yaitu :
1) memperbaiki atau mencegah kehilangan cairan dan elektrolit dan
gangguan asam basa,
2) rehidrasi dengan memberikan oralit sebagai upaya rehidrasi oral,
3) menghilangkan tanda atau gejala,
4) mengidentifikasi dan mengobati diare, jika dimungkinkan,
5) mengontrol penyakit lain yang juga diderita oleh pasien selain diare.
b. Sasaran terapi
1) Cairan tubuh dan elektrolit.
2) Gejala.
3) Penyebab
c. Strategi terapi
Strategi pengobatan diare yaitu dapat dilakukan dengan menggunakan
obat (terapi farmakologis) dan atau tanpa menggunakan obat (terapi non
farmakologis). Apabila telah diketahui penyebabnya maka strategi terapi
1) Terapi non-farmakologis
a) Cairan dan elektrolit
Terapi yang utama pada diare adalah terapi rehidrasi. Oral Rehydration
Solution adalah campuran NaCl 3,5 gram, KCl 1,5 gram, Natrium sitrat 2,5 gram
dan glukosa 20 gram dalam 1 liter air matang. Pasangan glukosa dan garam Na
dapat diserap baik oleh usus penderita diare. Natrium memiliki kemampuan
meningkatkan pengangkutan dan meninggikan daya absorbsi gula melalui
membran sel. Gula dalam larutan NaCl juga berkhasiat meningkatkan penyerapan
air oleh dinding usus. Pasien dengan dehidrasi berat membutuhkan larutan
rehidrat secara intravaskuler untuk pertolongan pertama, dan larutan ORS saat
bisa minum, diteruskan dengan ORS tunggal saat gejala dehidrasi hilang.
Perawatan secara oral dapat dilakukan dalam 2 tahap tergantung pada
kondisi pasien, yaitu rehidrasi dan pemeliharaan terapi. Rehidrasi dilakukan untuk
menggantikan cairan yang kurang didalam tubuh, setelah rehidrasi terapi sudah
dilakukan, elektrolit yang diberikan untuk pemeliharaan agar komposisi elektrolit
tubuh normal kembali. Jika pasien sudah tidak mengalami dehidrasi, untuk
pemeliharaan cairan dan elektrolit terapi tetap dilakukan (Longe, 2005).
Tabel IV. Takaran pemakaian oralit pada diare (Anonim, 2000)
Umur < 1 tahun 1-4 tahun 5-12 tahun Dewasa
Tidak ada dehidrasi Terapi A :
Mencegah dehidrasi Dengan dehidrasi Terapi B :
Mengatasi dehidrasi
Tiap kali buang air besar 100 ml
(0,5 gelas)
3 jam pertama beri oralit 300 ml
(1,5 gelas)
Selanjutnya setiap buang air besar beri oralit
100 ml (0,5 gelas) 200 ml (1 gelas) 600 ml (3 gelas) 200 ml (1 gelas) 300 ml (1,5 gelas) 1,2 L (6 gelas) 300 ml (1,5 gelas) 400 ml (2 gelas) 2,4 L (12gelas) 400 ml (2 gelas)
b) Pengaturan makanan
Pasien dengan diare osmotik disarankan untuk menghindari makanan
berlemak, dan makanan kaya akan gula sederhana. Pasien dengan diare sekretori
disarankan untuk menghindari makanan atau minuman yang mengandung kafein
karena kafein dapat meningkatkan cAMP yang dapat menimbulkan jumlah cairan
sekresi dan dapat memperparah diare (Longe, 2005).
c) Pencegahan
Infeksi bakteri terjadi disebabkan oleh kuman dalam gastrointestinal. Hal
tersebut terjadi karena kurangnya perawatan di rumah dan lingkungan sekitar
yang tidak higienis. Pencegahan untuk diare yaitu mencuci tangan, dan
menggunakan teknik sterilisasi yang mungkin dapat mencegah terjadinya infeksi
kuman. Menjaga makanan agar tetap terjaga sanitasi untuk menghindari kuman
yang mungkin muncul (Longe, 2005).
2) Terapi farmakologis
Antidiare adalah obat yang bila diminum pada saat terserang diare akan
menunjukkan efek menghentikan diare. Zat-zat yang menekan peristaltik
sebetulnya tidak begitu layak untuk digunakan karena pada waktu diare
pergerakan usus sudah banyak berkurang, lagipula virus dan toksin perlu
dikeluarkan secepat mungkin dari dalam tubuh. Obat-obat untuk pengobatan diare
sebaiknya jangan diberikan lebih dari 7-10 hari, karena bisa jadi diare yang
diderita bukan benar-benar diare tetapi merupakan gejala dari penyakit yang lain
Sebagai penunjang dapat digunakan adsorbensia (arang aktif,
silikondioksida koloida, kaolin), zat pengembang (pektin) atau adstringensia
(preparat yang mengandung tannin seperti garam bismuth atau garam perak).
Norit atau arang aktif (karbo adsorben) adalah arang halus (nabati atau hewani)
yang telah diaktifkan melalui proses tertentu. Norit mempunyai daya serap pada
permukaannya (adsorpsi) yang kuat, terutama terhadap zat-zat yang molekulnya
besar, misalnya alkaloida, toksin bakteri atau zat-zat beracun yang berasal dari
makanan (Tjay dan Rahardja, 2002).
a) Loperamid
Loperamid sangat popular, efektif dan merupakan obat antidiare yang
aman untuk meringankan gejala diare akut dan diare spesifik (Longe, 2005). Obat
yang termasuk antimotilitas ini dapat digunakan pada pasien yang mengalami
diare akibat gangguan motilitas.
(1) Mekanisme aksi, loperamid merupakan turunan opiat yang mempunyai
efek antidiare dengan menstimuli reseptor μ opioid yang berlokasi di otot sirkulasi intestinal. Aksinya yaitu menghambat motilitas saluran cerna,
membantu mengabsorspi cairan dan elektrolit melalui saluran cerna.
(2) Indikasi, loperamid efektif sebagai agen antidiare yaitu diare perjalanan,
diare akut nonspesifik, atau diare kronik yang dihubungkan dengan adanya
peradangan pada perut. Tidak diindikasikan untuk anak-anak di bawah umur
6 tahun dan juga pada diare berdarah.
(3) Efek samping yaitu rasa pusing dan konstipasi. Efek samping lainnya yaitu
dan reaksi hipersensitivitas. Apabila terjadi distensi abdominal, konstipasi
dan ileus, penggunaan loperamid dihentikan.
(4) Interaksi obat, jarang dilaporkan, tetapi loperamid dapat meningkatkan
efek penekan sistem saraf pusat.
(5) Kontraindikasi, loperamid tidak digunakan untuk pasien yang fecal
leukosit, demam tinggi dan disentri (Longe, 2005).
b) Adsorben
Adsorben gastrointestinal contohnya yaitu attapulgit, kaolin, pektin,
telah digunakan untuk penatalaksanaan diare akut nonspesifik yang ringan
(Longe, 2005). Bubuk kaolin biasanya dikombinasikan dengan pektin dan
digunakan secara luas sebagai bubuk adsorben. Penggunaan yang rasional dari
obat tersebut pada diare akut nonspesifik didasarkan pada kemampuannya
mengadsorpsi beberapa toksin bakteri yang menyebabkan kondisi tersebut
(Gangarosa,-). Obat golongan adsorbensia ini dapat digunakan untuk terapi
diare sekretori akibat toksin.
(1) Mekanisme aksi, adsorpsi kaolin tidak selektif. Ketika diberikan secara
oral, mungkin menyerap nutrisi dan enzim pencernaan, seperti halnya toksin,
bakteri dan berbagai material toksin di saluran cerna. Mereka juga mungkin
mengadsorpsi obat-obat di saluran cerna.
(2) Efek samping, konstipasi, bengkak, fullness (perut terasa penuh).
(3) Interaksi obat, penurunan absorpsi di saluran cerna untuk clindamycin,
c) Bismuth subsalisilat (BSS)
Obat ini hanya digunakan OTR di USA, efektif untuk menanggulangi
diare akut (Longe, 2005). Bismuth subsalisilat mengikat toksin pada intestinal
dan menutupi permukaan mukosal yang teriritasi. Penggunaan obat ini dapat
menyebabkan feses berwarna abu kehitaman dan pigmen berwarna coklat pada
lidah secara temporer atau sementara (Gangarosa,-).
(1) Mekanisme aksi, bismut oksiklorid tidak dapat larut dan kurang diabsorpsi
dengan baik dari traktus GI. Dan asam salisilat dengan mudah dan efektif
diabsorpsi. Efek terapik bismut dihubungkan dengan efek antimikroba
bismut untuk melawan enterooksigenik dan enterogregatif E.coli dan
C.jejuni serta kuman patogen lainnya. Bismuth subsalisilat juga mengikat
secara langsung enterotoksin yang dihasilkan oleh E.coli dan kuman patogen
lainnya.
(2) Indikasi, bismuth subsalisilat diindikasikan untuk mengurangi gejala diare
nonspesifik. Bismuth Subsalisilat juga diindikasikan untuk gangguan
pencernaan dan sebagai adjuvant antibiotik untuk mengatasi H.pylori yang
berhubungan dengan penyakit tukak peptik.
(3) Efek samping, pasien yang sensitif aspirin tidak boleh menggunakan BSS.
Konsentrasi bismut dalam darah di atas 50mg/L telah dapat disebut sebagai
keadaan ensefalopati yang ditandai dengan melambatnya tremor,
ketidakstabilan postural, ataksia, mioklonus, menurunkan konsentrasi,
kebingungan, kerusakan memori, epilepsi, visual dan halusinasi, psikosis,
(4) Kontraindikasi, produk ini kontraindikasi untuk wanita menyusui dan
wanita hamil dan oleh karena itu tidak boleh digunakan tanpa
pemberitahuan. Bismuth subsalisilat tidak dapat digunakan untuk pasien
AIDS karena akan berisiko terjadi neurotoksisitas.
(5) Interaksi obat, BSS mungkin berinteraksi dengan antikoagulan oral,
methotrexate, probenecid, dan obat-obat lanilla yang potensial berinteraksi
dengan aspirin (Longe, 2005).
d) Polikarbopil
Polikarbopil adalah serbuk kering laksatif yang telah digunakan untuk
mengatasi diare.
(1) Mekanisme aksi, polycarbophil dan mengabsorpsi hingga 60 kali berat
aslinya dalam air.
(2) Indikasi, karena sifat absorptifnya maka polycarbophil direkomendasikan
untuk semua jenis diare.
(3) Efek samping, ringan dan jarang, termasuk nyeri epigastrik yang
bergantung pada dosis, dan menjadi bengkak.
(4) Interaksi obat, polycarbophil dilaporkan menurunkan absorpsi dari
warfarin, digoxin, tetrasiklin, dan siprofloksasin (Longe, 2005).
e) Enzym pencernaan
Untuk pasien dengan defisiensi enzym laktase di saluran pencernaan,
tersedia cedían enzym laktase. Sediaan ini dapat ditambahkan (dalam tetes) pada
produk susu atau ditelan (dalam tabel) dengan susu pada waktu makan untuk