BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA
F. Perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan)
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan
dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu
dengan lingkungannya, khususnya menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Perilaku
kesehatan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perilaku sakit dan perilaku
sehat. Perilaku sehat dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan individu
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Menurut Mechanic (cit.,
Sarwono, 1997), perilaku sakit adalah reaksi optimal dari individu jika terkena
suatu penyakit, reaksi ini sangat ditentukan oleh sistem sosialnya.
Wanita lebih mudah sakit dibanding pria, dengan hipotesis wanita
mempunyai ambang nyeri dan ketidaknyamanan lebih rendah sehingga wanita
lebih banyak mencari pengobatan dan menggunakan obat. Wanita dengan kelas
sosial atas lebih banyak melakukan pengobatan sendiri dan kelas sosial bawah
melakukan pengobatan medis. Hal itu berlawanan dengan yang terjadi pada kelas
sosial pria. Orang-orang dengan usia tua biasanya semakin banyak menggunakan
obat-obatan termasuk obat tanpa resep karena semakin banyak gejala-gejala yang
dirasakan mengganggu, padahal pada orang tua kemungkinan terjadinya interaksi
dan efek samping obat juga semakin besar karena menurunnya kinerja
Perilaku dan usaha yang dilakukan oleh masyarakat ketika terserang
penyakit ada bermacam-macam, diantaranya adalah tanpa tindakan atau no action.
Masyarakat memilih no action dengan alasan kondisi yang dialami tidak
mengganggu kegiatan atau pekerjaan mereka sehari-hari dan mungkin mereka
beranggapan bahwa tanpa bertindak apa-apa gejala yang dideritanya akan lenyap
dengan sendirinya. No action itu juga bisa disebabkan fasilitas kesehatan yang
diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes,
tidak responsif dan sebagainya. Alternatif berikutnya adalah mengobati sendiri
(self treatment) dengan alasan yang sama seperti di atas, ditambah dengan
kepercayaan terhadap diri sendiri untuk mengobati penyakit yang diderita
berdasarkan pengalaman-pengalaman pengobatan sendiri yang sudah
menimbulkan kesembuhan. Self treatment yang dilakukan ada dua macam, yaitu
mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional dan mencari
pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung. Obat-obat yang digunakan
umumnya adalah obat-obat tanpa resep. Tindakan lainnya adalah mencari
pangobatan ke fasilitas pengobatan modern, baik itu dokter praktek, rumah sakit,
balai pengobatan, atau puskesmas (Notoatmodjo, 1993).
Lima macam reaksi dalam proses individu mencari pengobatan
(Suchman cit., Sarwono, 1997), yaitu :
a. shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna
menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosis dan pengobatan
b. fragmentation, adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan
pada lokasi yang sama, contohnya: berobat ke dokter, sekaligus ke sinse
dan dukun,
c. procrastination, adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun
gejala penyakitnya sudah dirasakan,
d. self medication, adalah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai
ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya,
e. discontinuity, adalah penghentian proses pengobatan.
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa
seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya.
Pengetahuan akan menimbulkan suatu gambaran, persepsi, konsep, dan fantasi
terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca inderanya
(Dharmmesta dan Handoko, 2000).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa,dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 1993).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengalaman dan penelitian
membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan, meliputi tahu (know), paham
(comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis),
dan evaluasi (evaluation).
2. Sikap
Sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan
yang menguntungkan atau tidak menguntungkan yang bertahan lama dari
seseorang terhadap beberapa obyek atau gagasan (Kotler, 1997). Menurut
Dharmmesta dan Handoko (2000), sikap biasanya memberikan penilaian
(menerima atau menolak) terhadap obyek atau produk yang dihadapinya.
Sikap dikatakan sebagai respon. Respon hanya akan timbul apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi
individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk respon yang dinyatakan sebagai
sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberi
kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam berntuk baik atau buruk, menyenangkan
atau tidak menyenangkan, suka dan tidak suka, yang kemudian mengkristal
sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 1988).
Dilihat dari strukturnya, sikap terdiri atas tiga komponen yang saling
menunjang, yitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan
komponen konatif (conative) (Azwar, 1988).
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh
individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak
berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman
pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi
atau lembaga pendidikan, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 1988).
3. Tindakan
Teori aksi yang juga dikenal sebagai teori bertindak ini pada mulanya
dikembangkan oleh Max Weber. Weber berpendapat bahwa individu melakukan
suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan
penafsiran atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini
merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran
dengan sarana – sarana yang paling tepat (Sarwono, 1997).
G. Teori tentang Perilaku