• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Peranan Dana BLM PUAP Terhadap Penguatan Modal

4. Pencapaian Kemandirian Keuangan Organisasi

Kemandirian keuangan organisasi menunjukkan kemampuan organisasi dalam membiayai sendiri kegiatan keorganisasian, pembangunan, dan pelayanan kepada anggotanya. Kemandirian keuangan organisasi ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan organisasi dibandingkan dengan pendapatan organisasi yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Kemandirian keuangan organisasi juga menggambarkan tingkat partisipasi petani anggota dalam pengembangan organisasi.

Penggalian data pencapaian kemandirian keuangan organisasi dapat melalui perspektif bagaimana diversifikasi sumber pendanaan organisasi digali, bagaimana kemampuan organisasi untuk menghasilkan modal atau pendanaan sendiri, dan bagaimana kemampuan untuk selalu memperoleh keuntungan sepanjang waktu. Dari beberapa perspektif tersebut kemudian diuraikan kedalam beberapa parameter. Parameter-parameter ini sebagai acuan dalam proses

77 penggalian data penelitian yang berhubungan dengan atribut pencapaian kemandirian keuangan organisasi. Parameter-parameter tersebut dilakukan uji validasi. Hasil uji validasi untuk indikator kinerja Gapoktan yang dilihat dari aspek pencapaian kemandirian keuangan organisasi, disajikan pada Tabel 30.

Hasil pengujian validasi pada Tabel 30, untuk masing-masing indikator pada aspek pecapaian kemandirian keuangan organisasi, seluruh r-hitung menunjukkan lebih besar dari r-tabel (0,304) pada selang kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pernyataan dalam kuisioner adalah signifikan dan dapat dinyatakan valid.

Tabel 30. Hasil uji validasi aspek pencapaian kemandirian keuangan organisasi

No. Indikator r-hitung Nilai Validitas

1. Gapoktan membuat program tabungan bagi anggota 0,993 Valid 2. Gapoktan membuat program iuran pokok dan wajib bagi anggota 0,993 Valid 3. Gapoktan memiliki modal awal (modal keswadayaan) 0,368 Valid 4. Gapoktan memiliki sumber modal dari pihak luar 0,993 Valid 5. Gapoktan memiliki anggota yang berinvestasi ke organisasi 0,368 Valid 6. Gapoktan memiliki kerjasama dengan pihak lain dalam

memperbesal modal (finansial) organisasi

0,993 Valid 7. Gapoktan memfasilitasi pemasaran hasil anggota 0,993 Valid 8. Gapoktan memiliki kerjasama dengan pihak lain dalam

melengkapi fasilitas (saprodi) organisasi 0,993 Valid

9. Tingkat bunga pinjaman yang diterapkan Gapoktan 0,368 Valid 10. Capaian pelayanan usaha simpan pinjam Gapoktan 0,993 Valid 11. Gapoktan menginvestasikan sebagian modal atau keuntungan di

Bank 0,850 Valid

12. Gapoktan memiliki perkembangan jumlah anggota 0,834 Valid Nilai r-tabel=0,304 (df=58 dan selang kepercayaan 95%)

Lebih lanjut, dilakukan pengujian reliabilitas. Pengujian reliabilitas tujuannya mengetahui kestabilan suatu alat ukur. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan internal consistency reliability yang menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Hal ini untuk mengidentifikasi seberapa baik item-item dalam kuisioner berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Wijaya (2011), mengemukakan bahwa sebuah faktor dinyatakan reliabel/andal jika koefisien Alpha lebih besar dari 0,6. Sebagaimana uji validitas, uji reliabilitas juga dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 17. Adapun hasil pengujian reliabilitas selengkapnya disajikan pada Tabel 31. Tabel 31. Hasil uji reliabilitas

No. Indikator Alpha Reliabilitas 1. Efektifitas Organisasi 0,974 Reliabel 2. Efisiensi Organisasi 0,947 Reliabel 3. Relevansi Organisasi 0,703 Reliabel 4. Pencapaian Kemandirian Keuangan Organisasi 0,949 Reliabel

Hasil uji reliabilitas yang disajian pada tabel 21, seluruh indikator dalam pernyataan kuisioner memiliki nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6, artinya semua data yang dikumpulkan melalui instrumen penelitian adalah reliabel/andal.

78

Hal ini dapat dikatakan juga bahwa terjadinya kesalahan ukur dalam kuisioner yang diisi oleh responden adalah cenderung rendah.

Perbandingan Kinerja Gapoktan PUAP dan Non PUAP

Penilaian kinerja Gapoktan ditinjau dari empat atribut kinerja organisasi, sebagaimana yang sudah dikemukakan sebelumnya. Hasil penilaian memfokuskan pada explorasi bagaimana perspektif responden tentang kinerja Gapoktan, dimana responden merupakan petani anggota dari Gapoktan tersebut. Hasil penilaian terhadap kinerja Gapoktan PUAP dan non PUAP disajikan pada Tabel 32.

Tabel 32. Skoring terhadap kinerja Gapoktan sampel

No. Atribut Kinerja Gapoktan

Skor

Gapoktan PUAP Gapoktan Non PUAP

A B C X Y Z 1. Efektifitas Organisasi 95 98 120 76 66 74 2. Efisiensi Organisasi 46 42 57 28 28 34 3. Relevansi Organisasi 22 20 26 16 17 16 4. Pencapaian Kemandirian Keuangan Organisasi 39 48 81 46 46 46 Jumlah Skor 202 208 284 166 157 170 Kelas Gapoktan:  Baik (Skor: 234 – 300)  Cukup (Skor: 168 – 233)  Kurang (Skor: 100 – 167) Cukup (B) Cukup (B) Baik (A) Kurang (C) Kurang (C) Baik (B)

Pada Tabel 32, perbandingan skor kinerja Gapoktan PUAP dan non PUAP nampak jelas, bahwa skor kinerja Gapoktan PUAP lebih tinggi. Dengan kata lain kinerja Gapoktan PUAP lebih unggul. Berdasarkan hasil observasi, hal ini disebabkan karena tingginya modal sosial yang melekat dalam kehidupan para petani anggota. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Lesmana et al. (2009). Menurutnya, modal sosial yang dimiliki petani anggota, berpengaruh terhadap pengembangan kinerja kelembagaan tani. Sehingga potensi dampak negatif selama menjalankan aktivitas keorganisasian secara relatif dapat dikurangi. Maksud dari modal sosial khususnya dalam konteks masyarakat petani dalam penelitian ini adalah hubungan kerjasama yang berupa kerelaan untuk saling berbagi dan saling menjaga keberlangsungan fasilitas umum, seperti kas Gapoktan dan asset atau sarana serta prasarana pertanian yang dimiliki Gapoktan.

Selain itu, terungkap beberapa hal yang menyebabkan Gapoktan PUAP memiliki kinerja sangat baik, diantaranya: (1) pengurus Gapoktan maupun petugas pendamping (PMT dan Penyuluh) sudah mendapatkan pembelajaran dari pelaksanaan PUAP tahun sebelumnya, (2) Gapoktan sudah terbentuk terlebih dahulu sebelum adanya program, dan memiliki modal keswadayaan yang kuat, (3) adanya hubungan yang solid dan sinergi antara petani anggota dengan pengurus, (4) transparansi dalam pengelolaan modal (pemasukan dan pengeluaran) termasuk keuntungan yang diperoleh organisasi, (5) kesadaran yang tinggi dari aktor-aktor yang bermain didalam Gapoktan untuk mewujudkan organisasi petani di perdesaan yang mandiri, berkembang, dan mampu mensejahterakan para pelakunya, (6) sikap pengurus yang tegas dalam mengawal dan mendampingi para petani dalam hal pemanfaatan pinjaman, (7) membangun jaringan (networking)

79 dalam rangka menjalin kerjasama dengan pihak luar, baik untuk memperkuat permodalan, sarana produksi, informasi teknologi, maupun pemasaran hasil produksi, serta (8) diterapkannya reward dan punishment yang jelas bagi pengurus dan anggota dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan modal (bantuan dana BLM PUAP). Kedelapan hal tersebut, dapat dijadikan sebagai pembelajaran serta referensi bagi Gapoktan lainnya, dalam upaya peningkatan kinerja organisasi.

Menurut Suprapto (2012) bahwa keberhasilan Gapoktan pelaksana PUAP disebabkan beberapa faktor antara lain: (1) Gapoktan memiliki struktur organisasi, AD/ART dan rencana kerjanya mengacu pada Pedoman Umum, Juklak dan Juknis PUAP serta berbadan hukum; (2) Anggota penerima dana BLM PUAP dipilih secara selektif oleh pengurus Gapoktan; (3) Adanya kerjasama Gapoktan dengan pemangku kepentingan dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan petani dan (4) Tim Pembina Provinsi, Tim Teknis Kabupaten/Kota, Penyelia Mitra Tani dan Penyuluh Pendamping mempunyai kepedulian dan tanggung jawab terhadap Program PUAP. Sementara penyebab ketidakberhasilan Gapoktan ialah: (1) Kurangnya kemampuan pengurus Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola modal usaha anggota; (2) Adanya persepsi dari anggota bahwa pinjaman dana PUAP tidak perlu dikembalikan, karena merupakan Bantuan Langsung Tunai (BLT); (3) Dana pinjaman tidak digunakan sesuai dengan Rencana Usaha Anggota, melainkan untuk kebutuhan lain; (4) Seleksi dan verifikasi Rencana Usaha Bersama oleh Tim Teknis kurang memperhatikan kelayakan usahatani/usaha anggota dan (5) Kurangnya pembinaan dan pendampingan oleh Penyelia Mitra Tani dan Penyuluh Pendamping kepada Gapoktan.

Lebih lanjut, keunggulan kinerja Gapoktan PUAP yakni tidak terlepas dari unit usaha produktif yang dikembangkan oleh Gapoktan PUAP. Secara deskriptif dapat dijelaskan unit usaha produktif tersebut, yang menentukan kinerja Gapoktan PUAP di lokasi penelitian, sebagai berikut:

a) Unit Usaha Produksi atau Budidaya

Unit usaha produksi merupakan lembaga yang langsung mengorganisir para petani anggota dalam mengembangkan usahataninya. Dengan adanya program PUAP, kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan sudah berjalan aktif sesuai dengan fungsinya, pertemuan kelompok sudah terjadwal dengan baik, administrasi organisasi sudah tertata dengan baik dan program kerja kelompok sudah ada.

b) Unit Usaha Sarana Produksi

Unit usaha sarana produksi seperti kios saprodi sangat diperlukan dalam berusahatani padi sawah. Dengan adanya kios saprodi yang dikelola oleh Gapoktan, petani merasa terbantu. Jika ada petani anggota yang memerlukan sarana produksi seperti benih, pupuk, dan pestisida, petani dapat membeli saprodi tersebut dengan harga yang lebih murah, serta tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi, yang kesemuanya itu dapat membebani biaya produksi. Disini petani sangat diuntungkan, sehingga dapat meminimalisir biaya transaksi petani dalam menjalankan aktivitas usahataninya.

80

c) Unit Usaha Jasa Alsintan

Unit usaha jasa alsintan merupakan unit usaha yang diperlukan untuk pelayanan jasa penyewaan alat dan mesin pertanian. Setelah adanya PUAP, unit usaha ini terbentuk dan dikelola oleh Gapoktan, dimana uang sewanya akan menambah modal Gapoktan. Sebelum adanya unit usaha ini, petani anggota dalam penggunaan alsintan harus menyewa dari petani lain atau tengkulak yang juga memiliki alsintan, dan tentunya harganya relatuf lebih mahal.

d) Unit Usaha Pemasaran Hasil Pertanian

Sebelum adanya unit usaha ini, umumnya petani memasarkan hasil pertaniannya masih menjual sendiri ke tengkulak atau pedagang pengumpul yang masuk ke desa untuk membeli hasil panennya. Setelah terbentuknya unit usaha ini, petani mengumpulkan hasil panennya melalui Gapoktan, dan Gapoktan membelinya dengan harga yang lebih tinggi. Selanjutnya Gapoktan memasarkan sendiri ke pasar, baik yang ada di dalam maupun luar Kabupaten Subang. Melalui kegiatan ini Gapoktan menerima keuntungan yang lebih tinggi, karena langsung melakukan transaksi dengan penjual di pasar (tanpa pelantara).

e) Unit Usaha Permodalan/Usaha Simpan Pinjam (USP)

Unit usaha ini sangat diperlukan untuk menunjang jalannya aktivitas usahatani padi sawah. Dengan adanya PUAP, Gapoktan dituntut untuk menumbuhkembangkan LKM-A. Lembaga ini yang menyediakan sumber permodalan petani anggota. Modal yang dipinjamkan kepada petani berbentuk uang. Pelunasan peminjaman dibayar setelah produksi petani terjual. Sebelum petani menerima uang dari penjualan padinya, terlebih dahulu dipotong dengan jumlah hutang (pokok + bunga), agar uang yang telah dipinjamkan kepada petani lunas. Melalui USP, Gapoktan mendapatkan keuntungan dari bunga pinjaman, yang pada ahkirnya dapat menambah modal Gapoktan.

f) Unit Usaha Penangkaran Bibit Padi

Unit usaha ini awalnya dibentuk untuk mencukupi bibit unggul bagi petani anggota. Namun seiring berjalannya waktu, benih yang dihasilkan oleh Gapoktan mampu menjadi benih unggul yang bersertifikat. Sekaligus membuat ketertarikan dari pihak luar untuk membeli bahkan menjalin kerja sama. Salah satu perusahaan BUMN yang sudah melakukan kerjasama perbenihan dengan Gapoktan yakni PT. Syang Hiang Sri (SHS). Melalui unit usaha ini Gapoktan mendapatkan keuntungan ganda, diantaranya keuntungan dari sisi pemasaran hasil produksi benih sudah jelas, dan keuntungan dari sisi keuangan (finansial), sehinngga penguatan modal Gapoktan sangat terjaga. g) Unit Usaha Pascapanen/Pengolahan Hasil

Penumbuhan unit usaha ini sangat penting karena akan menekan kehilangan hasil panen, meningkatkan nilai tambah produk dan memperlancar hasil pertanian yang diproduksi petani sesuai dengan kebutuhan pasar. Setelah adanya unit usaha ini Gapoktan menjual produk akhirnya sudah dalam bentuk beras dan sudah dibubuhi label Gapoktan. Untuk mendukung unit usaha ini, Gapoktan sudah melengkapinya dengan mesin penggilingan padi, lantai jemur dengan mesin pemanas uap, serta gudang penyimpanan. Produk ahkir yang disediakan Gapoktan cukup bervariatif, mulai dari kemasan beras

81 ukuran 5 kg, 25 kg, dan 50 kg. Melalui kegiatan ini Gapoktan mampu mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi, sehingga menambah modal Gapoktan.

Perbandingan Usahatani Padi antara Petani PUAP dan Non PUAP Perbandingan usahatani digunakan untuk melihat seberapa besar perbandingan tingkat pemakaian input dan biaya produksi serta penerimaan, dan pendapatan yang diperoleh masing-masing petani, baik petani PUAP maupun non PUAP. Hasil perbandingan tersebut digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh adanya tambahan dana PUAP terhadap pendapatan petani padi.

Penggunaan Input Produksi untuk Usahatani Padi

Sarana produksi merupakan input yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usahatani. Jenis sarana produksi yang digunakan antara petani PUAP dengan Non PUAP pada dasarnya adalah sama, tetapi berbeda dalam hal kuantitas dan kualitas, seperti halnya benih. Petani PUAP sebagian besar menggunakan benih berlabel atau benih unggul . Sarana produksi yang digunakan umumnya terdiri dari lahan, benih, pupuk (urea, TSP/SP36, NPK, Organik, ZPT, Limbah Jamur), obat-obatan (Furadan, Altarek, Elsan, Agroxon, Antrakol, Ponstan, Pestisida Nabati, Perangsang Daun), dan Tenaga Kerja. Komparasi penggunaan input produksi antara petani PUAP dan non PUAP disajikan pada Tabel 33.

Tabel 33. Komparasi penggunaan input produksi berdasarkan kuantitas

Komponen Input

Produksi Satuan

Jumlah Penggunaan Input Produksi

Petani PUAP Petani non PUAP PUAP dan non PUAP Perbedaan Petani

Lahan Ha 26,82 23,57 3,25

Benih Kg 16,83 16,33 0,50

Pupuk Kg 1.063,26 775,09 288,17

Pestisida Liter 15,00 9,00 6,00

Tenaga Kerja Hok 66,07 55,24 10,83

Berikut dikemukakan keragaan penggunaan input produksi yang terjadi pada setiap komponen input produksi.

Penggunaan Lahan

Luas lahan yang digarap oleh kedua grup responden rata-rata kurang dari 1 Ha. Petani PUAP rata-rata penguasaan luas lahan 0,89 Ha. Sedangkan petani non PUAP rata-rata pengguasaan luas lahan sekitar 0,79 Ha. Secara rata-rata penguasaan luas lahan untuk usahatani padi antara petani PUAP dengan petani non PUAP hampir sama, hanya selisih 0,11 Ha. Penguasaan sumberdaya lahan pertanian bagi petani PUAP maupun non PUAP relatif cukup luas. Hal ini menunjukkan adanya indikasi kuatnya akses lahan bagi petani. Luasnya lahan pertanian yang digarap oleh responden mengakibatkan keluaran output hasil pertaniannya juga akan lebih banyak dan layak untuk diusahakan.

82

Penggunaan Benih

Varietas benih yang digunakan oleh responden petani PUAP dan non PUAP adalah varietas ciherang dan mekongga. Idealnya jumlah benih yang digunakan adalah sekitar 20 -25 kg per hektar (Purwono dan Purnamawati, 2007). Namun rata-rata penggunaan benih yang digunakan oleh responden lebih sedikit, hal ini dikarenakan responden menerapkan pola tanam model SRI, sehingga dipandang lebih efisien dalam penggunaan benih per hektar.

Petani PUAP, rata-rata menggunakan benih per Ha lebih banyak dan berlabel, dibandingkan dengan petani non PUAP. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, murahnya harga benih yang dijual oleh Gapoktan membuat petani menggunakan lebih banyak benih untuk ditebar. Harga yang lebih murah ini menyebabkan petani PUAP cenderung merasa aman untuk menggunakan benih lebih banyak, dengan harapan akan menghasilkan bibit yang lebih baik. Harga yang ditawarkan Gapoktan untuk benih berlabel yakni Rp. 10.000 per kg. Harga ini lebih murah dibandingkan dengan harga di kios. Kios menawarkan benih berlabel dengan harga Rp. 12.000 per kg, sedangkan benih yang tidak berlabel harganya berkisar antara Rp. 5.000 hingga Rp. 6.000 per kg.

Petani non PUAP, rata-rata menggunakan benih per Ha lebih sedikit, dan benih yang tidak berlabel. Berdasarkan hasil wawancara, petani non PUAP terpaksa menggunakan benih yang tidak berlabel dan petani non PUAP tidak memiliki kecukupan modal dalam membeli benih berlabel. Petani non PUAP memperoleh benih tersebut dari kios, dimana harganya lebih mahal, sehingga petani non PUAP menggunakan benih tidak berlabel untuk berusahatani padi, karena harganya lebih murah.

Penggunaan Pupuk

Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Oleh karena itu anjuran (rekomendasi) pemupukan harus dibuat lebih rasional dan berimbang berdasarkan kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman itu sendiri, sehingga efisiensi penggunaan pupuk dan produksi meningkat tanpa merusak lingkungan akibat pemupukan yang berlebihan. Dari uraian di atas terlihat bahwa pemakaian pupuk secara berimbang sampai saat ini masih merupakan pilihan yang paling baik bagi Petani dalam kegiatan usahanya untuk meningkatkan pendapatan. Percepatan peningkatan produksi pangan harus dilaksanakan secara konsepsional melalui program sosialisasi yang terpadu.

Panduan kalender tanam terpadu (KATAM), yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian, rekomendasi pemakaian pupuk untuk komoditas padi sawah di Kecamatan Ciasem dan Patokbeusi, Kabupaten/Kota Subang, terdiri atas pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk Tunggal diantaranya pupuk urea (275 – 300 kg/ha), TSP/SP36 (25 – 75 kg/ha), KCL (30 – 50 kg/ha). Sedangkan pupuk majemuk diantaranya NPK (150 – 225 kg/ha) dan urea (225 – 250 kg/ha). Rekomendasi pemakaian pupuk berdasarkan KATAM di Kecamatan Ciasem dan Patokbeusi disajikan pada Tabel 34.

83 Keragaan pemupukan yang diterapkan oleh responden yaitu dengan menambahkan pupuk organik, sehingga dosis yang seharusnya dipakai berdasarkan KATAM adalah Urea (275 kg/ha), TSP/SP-36 (25 kg/ha), dan pupuk organik (2 ton/ha). Sedangkan jika memakai pupuk majemuk, komposisi NPK (150 kg/ha) ditambah Urea (255 kg/ha).

Tabel 34. Rekomendasi pupuk padi sawah di Kecamatan Ciasem dan Patokbesi

Sumber Bahan Organik

Rekomendasi Pupuk (Kg/ha)

Pupuk Tunggal Pupuk Majemuk

Urea TSP/SP-36 KCL NPK Urea

Tanpa bahan organik 300 75 50 225 225

Kompos Jerami 2 ton/ha 280 75 0 225 255

Pupuk organik 2 ton/ha* 275 25 30 150 250

Sumber: Kementerian Pertanian (2014)

Namun kondisi dilokasi penelitian, penggunaan pupuk oleh petani responden petani PUAP maupun non PUAP sangat bervariasi, artinya ada yang melebihi dan kurang dari dosis yang sudah dianjurkan. Penggunaan dosis yang melebihi antara lain penggunaan pupuk TSP/SP-36. Sedangkan untuk yang dosis pupuknya masih kurang antara lain penggunaan pupuk Urea, NPK dan organik. Penggunaan pupuk oleh responden di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 35. Tabel 35. Penggunaan pupuk oleh responden pada usahatani padi sawah

Jenis Pupuk Jumlah Pemakaian Pupuk (kg/ha) Dosis Pemupukan Petani PUAP Petani non PUAP

Urea 200,00 167,00 Kurang TSP/SP-36 168,33 107,41 Lebih NPK 15-15-15 137,93 108,62 Kurang Organik 556,00 350,00 Kurang

Semua responden, baik petani PUAP maupun non PUAP menggunakan pupuk Urea sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan satu dan dua. Pemupukan biasanya dilakukan antara 2 hingga 3 kali selama musim tanam. Responden di lokasi penelitian, pupuk yang digunakan antara lain Urea, TSP/SP36, NPK, Organik. serta pupuk tambahan lainnya seperti ZPT dan limbah jamur.

Pada petani PUAP, walaupun penggunaan pupuk Urea, NPK dan organik dosisnya belum mencukupi, namun secara rata-rata hampir mendekati dari dosis yang dianjurkan. Sebut saja pupuk urea kurang 75 kg/ha, pupuk NPK/SP-36 kurang 12,07, dan organik kurang 1.444 kg/ha. Lain halnya dengan petani non PUAP, untuk ketiga pupuk tersebut pemakaiannya betul-betul jauh dari dosis yang dianjurkan. Dengan kata lain lag-nya cukup besar, misalnya dosis Urea kurang 108 kg/ha, pupuk NPK kurang 41,38, dan pupuk organik kurangnya 1.650 kg/ha. Jika dibandingkan antara petani PUAP dan non PUAP dalam hal pemakaian pupuk, terlihat jelas petani PUAP menggunakan pupuk dengan dosis yang lebih banyak. Hal ini mengindikasi, adanya peran tambahan modal PUAP terhadap usahatani padi pada petani PUAP, dalam hal pemakaian pupuk per hektarnya. Sedangkan jika dilihat dari sisi dosis pemupukan yang kurang, hal ini disebabkan karena tambahan modal PUAP untuk usahatani padi memang masih kecil, artinya masih jauh untuk menutupi kebutuhan biaya usahatani padi per

84

hektar. Sedangkan untuk pemakaian pupuk TSP/SP-36, baik petani PUAP maupun non PUAP, keduanya mengaplikasikan pupuk tersebut melebihi dosis yang dianjurkan. Hal ini disebabkan, adanya asumsi dari petani responden bahwa dengan tercukupinya pupuk TSP/SP-36 bahkan lebih, akan menyebabkan jumlah anakan dan bulir padi lebih banyak, serta hasil kualitas gabahnya menjadi lebih bagus. Mengingat fungsi dasar dari pupuk TSP/SP-36 adalah untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.

Penggunaan Obat-obatan

Pada Gapoktan sampel, semua petani anggota sebenarnya sudah dianjurkan untuk tidak menggunakan obat-obatan atau pestisida, karena penggunaan yang berlebihan dapat merusak ekosistem alam. Utama petani PUAP, petani PUAP sudah mendapatkan pembelajaran dari program SL-PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tananan Terpadu) dan SL-PHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu). Melalui kedua program tersebut, sebenarnya petani sudah didorong untuk berusahatani kearah pertanian organik, yakni pertanian yang lebih ramah lingkungan atau Good Agriculture Practise (GAP). Namun kembali lagi, jika kita memperhatikan karakteristik dasar SDM petani, cenderung menggunakan cara-cara yang sebelumnya petani pakai dan diyakini dapat mengatasi semua persoalan dalam kegiatan usahatani. Yang terpenting bagi petani, bagaimana caranya bisa menghasilkan panen yang bagus. Maka tidak heran, ketika ada serangan OPT (organisme pengganggu tanaman), petani langsung mengambil tindakan yang petani anggap cukup efektif dan efisien, yakni dengan menyemprot. Intensitas penyemprotan pun disesuaikan dengan banyak tidaknya serangan OPT, jika banyak maka semakin sering pula petani akan melakukan penyemprotan. Terutama pada musim tanam 2013/2014, dimana terjadinya perubahan yang sangat ekstrim terhadap iklim, sehingga menuntut petani untuk melakukan adaptasi.

Hasil wawancara dengan responden, bagi petani PUAP dalam menghadapi banyaknya serangan OPT pada musim tanam 2013/2014. Petani PUAP sering melakukan penyemprotan, hampir 8 hingga 10 kali penyemprotan. Berbeda dengan petani non PUAP, yang melakukan penyemprotan 5 hingga 6 kali penyemprotan. Jika dilihat dari dosis yang digunakan untuk penyemprotan, pada petani PUAP maupun non PUAP untuk satu kali semprot pada luasan satu hektar adalah sama saja, karena pada dasarnya petani mematuhi aturan pakai yang tertera pada botol atau kemasan pestisida tersebut. Namun yang membedakan adalah frekuensi penyemprotan untuk satu kali musim tanam.

Banyaknya frekuensi penyemprotan yang dilakukan oleh petani PUAP disebabkan oleh adanya tambahan modal. Petani PUAP dengan mudah meminjam ke Gapoktan. Lain halnya dengan petani non PUAP, melakukan penyemprotan dengan frekuensi lebih sedikit bukan karena ingin hemat, tapi lebih dibatasi oleh faktor modal usaha, sehingga uang untuk membeli obat-obatan sangat kurang. Bagi petani non PUAP, dalam melakukan adaptasi terhadap serangan OPT, petani non PUAP menunggu banyak dulu serangan, barulah dilakukan penyemprotan. Namun sebenarnya petani non PUAP ingin melakukan hal yang sama seperti

Dokumen terkait