• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

D. Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah dimasukkannya komponen lain ke dalam udara, baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun akibat proses alam sehingga kualitas udara turun sampai tingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya. Setiap substansi yang bukan merupakan bagian dari komposisi udara normal disebut sebagai polutan (Chandra, 2007).

Zat-zat pencemar yang paling sering dijumpai diantaranya sulfur dioksida, karbon monoksida, nitrogen dioksida, hidrokarbon, khlorin, partikel debu, timbal (AnonimB, 2010).

Polutan yang berkontribusi dalam pencemaran udara berasal dari sektor transportasi mencapai 60%, selebihnya sektor industri 25%, rumah tangga 10% dan sampah 5% (Asmawi, 2000).

Faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain: perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial), tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada, pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat akibat terpusatnya kegiatan-kegiatan perekonomian dan perkantoran di pusat kota, selain itu akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada, misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota, kesamaan waktu aliran lalu lintas, jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor, faktor perawatan kendaraan, jenis bahan bakar yang digunakan, jenis permukaan jalan, siklus dan pola mengemudi (driving pattern).

1. Pencemaran udara oleh emisi gas buang kendaraan bermotor

Kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di daerah perkotaan dan menyumbang 70% emisi NOx, 52% emisi VOC (senyawa organik volatil) dan 23% partikulat lainnya (Department of Environment & Conservation, 2005).

Kendaraan bermotor dengan bahan bakar minyak (BBM) merupakan penyebab utama pencemaran udara, sebab BBM yang diproduksi pertamina seperti premix, premium dan jenis lainnya masih mengandung bahan aditif timbal. Sumber utama penyebab timbulnya pencemaran pada kendaraan bermotor adalah

gas buang yang dikeluarkan melalui knalpot, disamping sumber-sumber lain seperti tanki bensin, karburator, dan pernafasan mesin (Yuswono, 1997).

Bahan pencemar yang utama terdapat di dalam gas buang kendaraan bermotor adalah gas karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hidrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat debu termasuk timbal (Pb). Emisi gas buang seperti hidrokarbon dan timbal organik, dilepaskan ke udara karena adanya penguapan dari sistem bahan bakar (Girsang, 2008).

Pada emisi gas buang kendaraan bermotor mengandung timbal karena penggunaannya sebagai campuran bahan bakar bensin. Timbal yang digunakan sebagai bahan aditif dalam bentuk tetra-etil sebanyak 62%. Timbal yang mencemari udara terdapat dalam bentuk padatan atau partikel-partikel. Penggunaan timbal disini sebagai antiketukan/antiknock compound. Antiknock

adalah bahan tambahan yang digunakan untuk mempertinggi ketahanan bahan bakar terhadap kemungkinan terjadinya detonasi, yang sekaligus berarti mempertinggi bilangan oktan pada bahan bakar. Detonasi adalah suara seperti pukulan atau benturan pada saat pembakaran terjadi (Palar, 1994. Suyanto, 1989.). Timbal bersama bensin dibakar di dalam mesin. Sisanya kurang lebih 70% keluar bersama emisi gas buang hasil pembakaran. Tidak musnahnya Pb dalam peristiwa pembakaran pada mesin menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan bermotor menjadi sangat tinggi dan menjadi salah satu diantara zat pencemar udara (Palar, 1994; Putri, 2010).

Di dalam bahan bakar bensin selain ditambahkan suatu antiknock juga ditambahkanhalogenated scavenger yang terdiri dari 18% etilendikhlorida, 18%

etilendibromida. Senyawa scavenger dapat mengikat residu timbal yang dihasilkan setelah pembakaran, sehingga di dalam gas buangan kendaraan bermotor mengandung timbal halida berupa PbCl2, PbClBr, PbBr2 (Manahan, 2005; Palar, 1994).

Timah hitam (Pb) yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor rata-rata berukuran 0,02-0,05 μm. Semakin kecil ukuran partikelnya semakin lama waktu menetapnya. Partikel logam berat timah hitam yang berasal dari emisi kendaraan bermotor akan mencemari tanah, tanaman, hewan, dan manusia dengan berbagai cara seperti sedimentasi, presipitasi dan inhalasi (Parsa, 2001).

2. Cemaran logam berat (timbal) terhadap tanaman

Logam berat di lingkungan berisiko bagi kesehatan karena keberadaanya yang terus menerus, bioakumulasi, dan toksisitas pada tanaman, binatang dan manusia (Yap, Adezrian, Khairiah, Ismail, and Ahmad-Mahir, 2009). Whatmuff (2002) and Mcbride (2003) menemukan bahwa meningkatnya konsentrasi logam berat di tanah menyebabkan peningkatan pengambilan logam berat dalam hasil panen. Perkebunan yang berada di daerah dekat dengan jalan raya akan terpapar polusi yang membawa logam berat lewat udara yang nantinya akan terdepositkan ke dalam tanah. Bersaman dengan penyerapan unsur hara oleh tanaman, logam berat tersebut akan ikut terserap dalam tanaman dan diserap oleh tumbuhan dan yang pada akhirnya terdepositkan ke daun dan buah. Dengan dikonsumsinya daun atau buah sebagai salah satu sumber pangan pada manusia dan hewan menyebabkan berpindahnya logam berat yang dikandungnya dan terakumulasi ke dalam tubuh makhluk hidup lainnya (Charlena, 2004).

Daun merupakan organ tumbuhan yang peka terhadap pencemar karena paling sering dan mudah terpapar oleh sumber pencemar udara (Nugroho cit., Tanjung, 2010). Menurut Siregar (2005), pencemaran timbal dalam tanaman terjadi karena timbal melekat pada permukaan daun atau masuk melalui stomata dan berikatan dengan kloroplas. Masuknya partikel timbal dalam jaringan daun bukan karena timbal diperlukan tanaman, tetapi hanya sebagai akibat ukuran stomata daun yang cukup besar dan ukuran partikel timbal yang relatif kecil dibanding ukuran stomata (Widirianicit.,Siregar, 2005).

Jenis tumbuhan secara genetik sangat beragam dalam kemampuannya untuk toleran atau tidak toleran terhadap unsur-unsur tidak esensial seperti Ag, Al, Cd, Hg, Pb, Pt dalam jumlah yang meracuni (Salisbury and Ross, 1995).

Bioakumulasi timah hitam terhadap daun pada tanaman akan lebih banyak terjadi pada tanaman yang tumbuh di pinggir jalan besar yang padat kendaraan bermotor (Sastrawijaya, 1996). Kandungan Pb lebih banyak pada tanaman di tepi jalan yang padat kendaraan bermotor dibandingkan dengan kandungan Pb pada tanaman sejenis dari lokasi yang jauh dari pinggir jalan. Oleh karena itu, tumbuhan dapat dijadikan sebagai salah satu bioindikator terhadap pencemaran udara.

Timah hitam yang diserap oleh tanaman akan memberikan efek buruk apabila kepekatannya berlebihan. Pengaruh yang ditimbulkan antara lain dengan adanya penurunan pertumbuhan dan produktivitas tanaman serta kematian. Penurunan pertumbuhan dan produktivitas pada banyak kasus menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan klorosis (Antari dan Sundra, 2002)

Dokumen terkait