• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagaimana dipahami bahwa citra politik adalah sebagai gambaran seseorang tentang politik yang memiliki makna, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang sebenarnya. Citra politik tersusun melalui persepsi yang bermakna tentang gejala politik dan kemudian menyatakan makna itu melalui kepercayaan, nilai dan pengharapan dalam bentuk pendapat pribadi yang selanjutnya dapat berkembang menjadi opini publik. Citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian, pengidentifikasian peristiwa, gagasan tujuan atau pemimpin politik. Citra politik membantu bagi seseorang dalam memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya tentang referensi politik.

Para politikus atau pemimpin dalam politik sangat berkepentingan dalam pembentukan citra politik dirinya melalui komunikasi politik dalam usaha menciptakan stabilitas sosial dan memenuhi tuntutan

rakyat. Misalnya pernyataan presiden atau wakil presiden dalam konferensi pers atau dalam sebuah pidato mengenai kesulitan perekonomian yang telah teratasi akibat sebuah kebijakan. Oleh sebab itu, pencitraan merupakan hal penting bagi setiap orang sebagai makhluk sosial. Melalui pencitraan, manusia memilih hal yang akan dilakukan dan juga apa yang seharusnya tidak dilakukan atau ditinggalkan. Dengan upaya pencitraan positif, setiap orang berharap bisa terlihat sempurna di mata orang lain. Dalam pembentukan citra positif, bahkan tidak jarang seseorang melakukan cara apapun untuk mengemas sikap dan perilakunya sehingga memberikan kesan positif di mata orang lain. Citra, membantu manusia untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya dalam lingkungan sosialnya.

Dalam komunikasi politik, proses kerja pembentukan citra politik dapat dilakukan dengan cara mengemas pesan politik untuk kemudian disebarkan kepada masyarakat. Kemudian keberadaan media massa dijadikan bagian dari instrumen pembentukan dan penyampaian pesan politik tersebut. Potret seperti inilah yang disebut Stayer sebagai bagian dari cara baru dalam mengkomunikasikan politik. Artinya kampanye yang dilakukan melalui komunikasi interpersonal (direct-campaign), mulai ditinggalkan dan digantikan oleh bentuk kampanye di media (mediated-campaign).115

Kampanye dengan menggunakan media, banyak dilakukan` para politisi, terutama dengan menggunakan media massa. Bila dirujuk ke dalam berbagai literatur, tidak diragukan lagi bahwa media massa memiliki peran strategis dalam kehidupan sosial. Dennis McQuail misalnya, menjelaskan ada delapan peran media massa dalam kehidupan sosial masyarakat. Pertama, media massa sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar ataupun pada diri mereka sendiri. Kedua, juru bahasa yang menjelaskan dan memberi makna terhadap peristiwa atau hal yang terpisah dan kurang jelas. Ketiga, pembawa atau pengantar informasi atau pendapat. Media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan

115 Akhmad Danial, Iklan Politik TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde

umpan balik. Keempat, jaringan interaktif yang menghubungkan pengirim dengan penerima pesan melalui berbagai macam umpan balik. Kelima, sebagai papan penunjuk jalan yang secara interaktif menunjukkan arah, memberikan bimbingan dan instruksi. Dalam kaitan ini, media sering dipandang sebagai penerjemah penunjuk arah atas berbagai ketidakpastian yang tidak beragam. Keenam, penyaring yang memilih bagian pengalaman yang perlu diberi perhatian khusus dan menyisihkan aspek pengalaman lainnya. Ketujuh, cermin yang memantulkan citra masyarakat terhadap masyarakat itu sendiri. Biasanya pantulan citra itu mengalami perubahan (distorsi) karena adanya penonjolan terhadap segi yang ingin dilihat oleh para anggota masyarakat. Kedelapan, tirai atau penutup yang menutupi kebenaran demi pencapaian tujuan propaganda atau pelarian dari suatu kenyataan.116

Selain penggunaan media massa, kampanye politik dapat juga dilakukan melalui media lainnya, seperti media baru yang terus berkembang dengan pesat. Media baru yang dimaksud misalnya internet yang sekarang menjadi trend dan dipandang sangat ketinggalan jika tidak menggunakannya. Sejumlah lembaga sangat berkepentingan membuat web dalam internet dengan tampilan visual yang menarik. Tujuannya adalah untuk pencitraan dan penyebarluasan informasi tentang program-program yang mereka tawarkan. Sejumlah lembaga juga memanfaatkan media sosial yang dibantu oleh internet dalam penggunaannya, misalnya facebook, blog,

twitter dan sebagainya.

Maraknya penggunaan internet dan media sosial sebagai media komunikasi kata Subiakto dan Ida, menyebabkan media tersebut menjadi public sphere (ruang publik) yang relative fenomenal. Media sosial digunakan secara aktif dalam politik, mengingat media tersebut bisa dipakai oleh siapa pun. Di dalamnya ada kebebasan, ada partisipasi dan jangkauannya pun makin meluas dan terinterkoneksi.117 Media sosial menjadi media interaktif untuk

116 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, terj. Agus Darma dan Aminuddin (Jakarta: Penerbit Air Langga, 1994), h. 53.

117 Henri Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media dan Demokrasi (Jakarta: Kencana, 2012), h. 25.

berkomunikasi telah membuktikan efektifitasnya dalam komunikasi sosial dan komunikasi politik. Akurasi pesan yang disampaikan melalui telepon seluler (layanan pesan pendek), twitter, facebook, koran, radio dan televisi sangat urgen. Peran strategis media sosial dan media massa dalam komunikasi politik, telah ditunjukan keberhasilan dan kemampuanya untuk menggalang kekuatan, dukungan terhadap gerakan untuk membangun citra positif. Melalui media massa seseorang akan memperoleh informasi tentang benda, orang, citra dan tempat yang tidak dialami secara langsung. Keberadaan media sengaja dihadirkan untuk menyampaikan berbagai pesan tentang lingkungan sosial dan politik. Semua pesan yang mengandung muatan politik dapat membentuk dan mempertahankan citra politik dan opini publik suatu partai. Di era banjir informasi saat ini, seorang kandidat atau partai yang tidak menggunakan sarana media massa dengan baik hampir pasti akan gagal meraih dukungan publik. Argumentasi ini mempertegas bahwa keberadaan media memiliki peran penting terhadap efektivitas penyampaian pesan politik serta membentuk citra dan opini publik yang positif bagi partai politik atau kandidatnya.

Di tengah keberagaman media saat ini, sesungguhnya masyarakat mendapatkan kemudahan terhadap akses berbagai informasi. Berbeda pada era sebelumnya pada era Orde Baru, komunikasi politik tidak berkembang secara terbuka seperti saat ini. Fenomena perkembangan komunikasi politik di Indonesia saat ini, memperlihatkan dampak cukup nyata terhadap cara-cara berkampanye para tokoh politik menjelang kontestasi politik, misalnya pemilihan Calon Anggota Legislatif, Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden. Sebagaimana misalnya yang terjadi pada menjelang Pemilu Presiden RI tahun 2014. Terlihat secara jelas, sajian media yang mempertontonkan, hampir semua tokoh politik yang memproklamirkan diri sebagai capres maupun cawapres. Hal itu didukung melalui dalam iklan-iklan politik dan pemberitaan media sebagai sosok pribadi yang baik dan berpihak kepada rakyat.

Melalui berbagai simbol visual, slogan-slogan berupa frasa, para calon kandidat membangun pencitraan. Misalnya, Prabowo Subianto sebagai kandidat capres dari Partai Gerindra membangun pencitraan

melalui slogan seperti “Pengabdian Bagi bangsa dan Negara”. Pasangan Wiranto – Hary Tanoe capres dan cawapres dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) juga membangun pencitraan lewat slogan “Win HT Bersih, Peduli, Tegas”, dibarengi dengan gambar yang meperlihatkan kepedulian terhadap masyarakat miskin. Hatta Rajasa meskipun belum secara tegas memproklamirkan diri sebagai capres 2014, tetapi melalui iklan politik Partai Amanat Nasional (PAN), membangun pencitraan dengan slogan “PAN Merakyat”. Iklan politik tersebut tampak secara terselubung menampilkan Hatta Rajasa sebagai sosok yang tepat sebagai kandidat capres dari PAN, sementara Aburizal Bakrie dengan Partai Golkar membangun pencitraan dengan mengangkat slogan “Suara Golkar, Suara Rakyat”.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, media dalam konteks komunikasi politik memiliki peranan yang strategis. Posisi atau kedudukan media massa dalam masyarakat demokrasi secara ideal memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: Pertama, fungsi monitoring, memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang sedang berlangsung dalam masyarakat. Kedua, fungsi mendidik (educate), memberikan kejujuran atas makna dan signifikansi dari fakta-fakta yang terjadi. Ketiga, memberikan platform terhadap diskursus politik publik, memfasilitasi atau mengakomodir pembentukan opini publik dan mengembalikan opini itu kepada publik. Keempat, fungsi watchdog, media memublikasikan institusi pemerintah dan institusi politik, menciptakan keterbukaan (transparansi) pada institusi-institusi public tersebut. Kelima, fungsi advocacy, menjadi channel untuk advokasi politik.

Bila melihat peran dan fungsi media massa tersebut, media massa memiliki posisi strategis dan penting dalam kehidupan politik di suatu negara. Media massa juga sering digunakan sebagai alat propaganda, pencitraan politik, dan membangun opini publik terkait dengan politik. Penggunaan media massa juga sering digunakan sebagai bagian dari strategi politik. Sebagaimana jika ditinjau dari sudut kajian teori SMCR dari Rogers. Rogers menyebutkan, komunikasi sebagai sebuah proses dimana pesan-pesan dioperkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah tingkah

laku mereka.118

Source (sumber) pesan dalam praktik politik, yakni pihak partai

politik, bisa juga secara khusus calon yang sedang mengikuti kontestasi politik. Message (pesan) adalah pesan-pesan yang disampaikan oleh partai kepada masyarakat melalui komunikasi antarpribadi, kelompok, komunikasi massa dan bentuk komunikasi lainnya. Pesan yang disampaikan berupa program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat mampu menentukan pilihan. Pesan politik ialah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun non verbal yang mengandung bobot politik. Channel (media), yaitu saluran atau media politik yang digunakan oleh partai sebagai komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya baik melalui media elektronik maupun media cetak. Receiver (komunikan atau penerima), yaitu orang-orang yang menerima pesan dari komunikator politik. Penyampaian informasi ataupun kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan citra positif partai. Pencitraan merupakan isi pesan yang hendak diberikan komunikator, melalui media internet, ataupun media cetak sebagai media penghubung antara pihak partai dengan masyarakat.

118 Proses komunikasi untuk mempengaruhi orang lain kata Rogers, dapat digambarkan dengan model S-M-C-R, yaitu sumber (source), mengirim pesan

(message), melalui saluran (channel), kepada penerima (receiver). Lihat, Rogers dan