• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendaftaran, Pengalihan dan Lisensi Pendaftaran, Pengalihan dan Lisensi Hak Paten

MENURUT UNDANG-UNDANG N0.14 TAHUN

C. Pendaftaran, Pengalihan dan Lisensi Pendaftaran, Pengalihan dan Lisensi Hak Paten

Pendaftaran Hak Paten

Paten diberikan atas dasar permohonan dan memenuhi persyaratan administratif dan substantif. Suatu permohonan paten sebaiknya diajukan secepat

mungkin, akan tetapi sebelum mengajukan permohonan paten, sebaiknya inventor melakukan beberapa tahap sebagai berikut:

a. Melakukan Penelurusan. Tahap ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang sama

(state of the art) yang memungkinkan ada kaitannya dalam invensi yang diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut maka inventor dapat melihat perbedaan antara invensi yang akan diajukan permohonan patennya dengan teknologi terdahulu;

b. Melakukan Analisa. Tahapan ini dimaksudkan untuk menganalisa apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan diajukan permohonan patennya dibandingkan invensi yang terdahulu;

c. Mengambil Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan tersebut mempunyai ciri tekhnis dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka invensi tersebut sebaiknya diajukan permohonan. Sebaliknya jika tidak ditemuka n ciri khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu diajukan untuk menghindari kerugian dari berbagai pengajuan paten.

Tahap yang harus dilalui oleh inventor dalam suatu permohonan paten adalah:

a. Pengajuan permohonan; b. Pemeriksaan administrasi; c. Pengumumn permohonan paten; d. Pemeriksaan substantive;

e. Pemberian atau penolakan.

Permohonan paten ini diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Ditjen HaKI dengan menggunakan formulir permohonan paten yang memuat:

a. Tanggal, bulan, dan tahun permohonan;

b. Alamat lengkap dan alamat jelas orang yang mengajukan permohonan paten;

c. Nama lengkap dan kewarganegaraan inventor;

d. Nama lengkap dan alamat kuasa (apabila permohonan paten diajukan melalui kuasa);

e. Surat kuasa khusus dalam hal permohonan melalui kuasa; f. Pernyataan permohonan untuk dapat diberi paten;

g. Judul invensi;

h. Klaim yang terkandung dalam invensi;

i. Deskripsi tentang invensi yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan invensi;

j. Gambar yang disebutkan dalam deskripsiyang diperlukan untuk memperjelas invensi (jika ada); dan

k. Abstrak invensi.

Permohonan paten dapat juga diajukan pemohon melalui kuasanya. Kuasa dalam hal ini adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar di Direktorat jenderal. Dalam hal ini Konsultan Hak Kekayaan Intelektual memiliki

kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi dan seluruh dokumen permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan yang bersangkutan.

Dalam rangka perlindungan hukum, ada dua macam sistem pendaftaran paten yaitu:

a. Sistem first to file adalah suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang mendaftar pertama atas invensi baru sesuai dengan persyaratan. Sebelum menganut prinsip ini, Indonesia menerapkan prinsip first to use yang lebih mengutamakan penemu pertama sebagai pemegang hak atas suatu tersebut untuk menggunakan temuan tersebut, mendapat royalty dan hak lisensi wajib. Prinsip first to file

dapat dijabarkan lebih jauh dalam prakteknya, prinsip ini dilaksanakan dengan jalan melalui pendaftaran ke Dirjen HKI di Jakarta atau melalui Sentara HKI di perguruan tinggi yang ada di daerah.

b. Sistem first to invent adalah suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang menemukan inovasi pertama kali sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

Di negara kita Indonesia, sistem pendaftaran yang kita anut adalah sistem pendaftaran first to file. Oleh karena itu, inventor harus secepat mungkin melakukan permohonan atas suatu invensinya dengan memperhatikan beberapa tahap agar inventor tidak mengalami kerugian.

Pengalihan Hak Paten

menemukan hal sesuatu agar supaya buah pikiran dan pekerjaannya tidak dipergunakan begitu saja oleh orang lain dan menikmati hasilnya dengan melupakan jerih payah mereka yang telah bekerja keras, berpikir dan mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya.

Pengertian pengalihan hak adalah penyerahan kekuatan/kekuasaan (atas suatu benda) kepada badan hukum, orang, negara (pihak lain).14

(1) Paten dapat beralih atau dialihkan baik selurunya maupun sebagian karena:

Penyerahan itu dapat dibedakan lagi atas “penyerahan secara nyata dan penyerahan secara juridis.” Penyerahan secara nyata adalah mengalihkan kekuasaan atas sesuatu kebendaan secara nyata, sedangkan penyerahan secara juridis adalah perbuatan hukum pada mana atau karena hak memiliki (atau hak kebendaan lainnya ) dialihkan.

Paten atau pemilikan paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian. Hal ini terlihat jelas dalam Pasal 66 Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten, yang menyatakan:

a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wasiat;

d. Perjanjian tertulis;

e. Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

14

Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.254

(2) Pengalihan paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dan huruf c, harus disertai dokumen asli paten berikut hak lain yang berkaitan dengan paten itu.

(3) Segala bentuk pengalihan paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenakan biaya

(4) Pengalihan paten yang tidak sesuai dengan kerentuan pasal ini tidak sah dan batal demi hukum.

Paten pada dasarnya adalah hak milik perorangan yang tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektual manusia. Sebagai hak milik, paten dapat pula dialihkan oleh penemunya atau yang berhak atas penemuan itu. Paten dapat dialihkan kepada perorangan atau kepada badan hukum. Paten beralih atau dialihkan baik dengan cara pewarisan, hibah, wasiat maupun dengan cara perjanjian. Khusus mengenai pengalihan dengan perjanjian, sebainya dialihkan dengan bentuk akta notaris. Hal ini mengingat begitu luasnya aspek yang dibuka oleh undang-undang yang perlu mengaturnya secara rinci. Misalnya kepemilikan paten karena pembubaran badan hukum yang semula sebagai pemegang paten. Lisensi Paten

Dalam praktik permintaan paten di Indonesia, secara kumulatif dapat dijelaskan bahwa permintaan paten hanya sedikit yang berasal dari dalam negeri selainnya jumlah terbesar berasal dari luar negeri. Ini menunjukkan bahwa kemampuan orang-orang Indonesia untuk menghasilkan penemuan baru yang dapat memperoleh hak paten belum memperlihatkan angka yang menggembirakan. Dalam keadaan seperti ini, untuk menunjang dan mempercepat

laju industrialisasi, perjanjian lisensi sangat penting artinya. Masuknya paten dan lahirnya berbagai perjanjian lisensi merupakan konsekuensi logis dari diundangkannya undang-undang paten. Lebih dari itu, hal ini merupakan bagian dari globalisasi perekonomian dunia. Negara Indonesia yang berambisi menjadi negara industri sudah seharusnya melakukan perjanjian lisensi ini semaksimal mungkin.

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasrkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu paten yang diberi perlindungan dalm jangka waktu dan syarat tertentu.

Menurut Pasal 19 Undang-Undang Paten No.14 tahun 2001, pemegang paten wajib melaksanakan patennya di wilayah Negara Republik Indonesia. Akan tetapi, pemegang paten berhak mengalihkan kepemilikan patennya melalui lisensi.

Ini merupakan perjanjian antara pemegang paten dengan pihak lain yang diizinkan menjalankan atau menggunakan paten tersebut.

Ada empat macam lisensi yang sering ditemui dalam praktik, yaitu:15 a. Lisensi eksklusif

Dalam perjanjian ini hanya pemegang lisensi yang boleh menjalankan menggunakan invensi yang dipatenkan. Setelah menyetujui perjanjian ini, pemegang patenpun tidak lagi berhak menjalankan invensinya. b. Lisensi Tunggal

15

Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Penghantar, PT.Alumni, Bandung, 2006, hal.200-201

Dalam perjanjian ini pemegang paten memberikan lisensi kepada pihak lain untuk menjalankan patennya, tetapi pemegang paten tetap boleh menjalankan haknya sebagai pemegang paten.

c. Lisensi Non-Eksklusif

Melalui perjanjian ini pemegang paten mengalihkan kepemilikannya kepada sejumlah pihak dan juga tetap berhak menjalankan atau menggunakan invensinya.

d. Lisensi Wajib

Sebagaimana halnya dengan undang-undang paten lainnya di dunia, Undang-Undang Paten Indonesia mengatur mengenai peralihan kepemilikan paten sebagai suatu kewajiban (lisensi wajib). Permohonan lisensi wajib paten dapat diajukan ke Dirjen HaKI jika paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan di Indonesia oleh pemegang paten, padahal kesempatan melaksanakannya secara komersial sepatutnya ditempuh, atau telah dilaksanakan oleh pemegang paten dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingn masyarakat.

Dalam Undang-Undang Paten No.14 tahun 2001 perjanjian lisensi ini datur dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 73.

Pasal 69 berbunyi:

(1) Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16;

(2) Kecuali jika diperjanjikan lain, lingkup lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia

Ketentuan-ketentuan mengenai pengaturan lisensi akan berperan penting dalam pembangunan industri selama kemampuan bangsa Indonesia untuk menghasilkan penemuan baru yang berhak untuk diberikan paten belum memadai.

Pasal 71 undang-Undang paten menyatakan:

(1) Perjanjian lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia untuk memuat pembatasan yang menghanbat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan berkaitan dengan invensi yang diberi paten tersebut pada khususnya.

(2) Permohonan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditolak oleh Direktorat Jenderal.

Sayangnya dalam penjelasan Pasal 71 Undang-Undang Paten tidak memberikan penjelasan yang jelas terutama mengenai tiga macam larangan tersebut mengenai apa yang dimaksud dan apa pengertiannya.

Dalam pasal 72 disebutkan:

(1) Perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya (2) Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatat di Direktorat Jenderal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

Masalah yang timbul dalam hal pendaftaran lisensi ini adalah apabila ternyata para pihak yang melakukan perjanjian itu tidak mendaftarkan lisensi di kantor paten dengan dalil kebebasan berkontrak, apakah perjanjian itu batal demi hukum atau kontrak paten memiliki keberanian moril untuk menindaknya.

Satu-satunya cara untuk menegakkan ketentuan ini adalah melalui ancaman pidana. Pembatalan perjanjian bukanlah kewenangan pemerintah, sebab hubungan hukumnya bukanlah hukum publik melainkan hukum privat.

Ternyata, dalam ketentuan pidana Undang-Undang Paten N0.14 Tahun 2001 tidak menyatakan bahwa pelanggaran Pasal 72 tersebut bukanlah tindak pidana. Oleh karena kewajiban untuk mendaftarkan perjanjian lisensi menurut pasal 72 tersebut hanyalah sekedar anjuran saja, tidak jelas arah dan sasaran yang ingin dicapai oleh ketentuan pasal ini.

D. Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah Dilihat dari Segi