• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENURUT UNDANG-UNDANG N0.14 TAHUN

E. Tinjauan Kepustakaan

2. Pengertian Tindak Pidana Paten

Istilah “tindak” pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar fait”. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dengan demikian juga WvS Hindia-Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar fait itu. Karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat. Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah:

a. Tindak Pidana, dapat dikatakan beberapa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita. Dalam hampir seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana. Misalnya

b. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya Mr.Tresna dalam bukunya “Asas-Asas Huku m Pidana”.

c. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin “Delictum” yang digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan

strafbaar feit.

d. Perbuatan pidana, digunakan oleh Moeljatno misalnya dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana”. Secara literlijk kata “straaf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan. Dalam kaitannya dengan istilah strafbaar feit secara utuh, ternyata straf diterjemahkan juga dengan kata hukum, padahal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht, seolah-olah arti straf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya. Untuk kata “baar” ada dua istilah yang digunakannya yakni boleh dan dapat secara literlijk bisa kita terima. Sedangkan untuk kata “feit” digunakan empat istilah, yakni: tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.3

Jenis-Jenis Tindak Pidana

Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu: a. Kejahatan dan Pelanggaran

Apakah dasar pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran? Mengenai hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan MvT, bahwa pembagian itu didasarkan pada alasan, bahwa pada kenyataanya banyak dalam masyarakat terdapat perbuatan-

3

Adami Chazami, Pelajaran hukum Pidana I, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 67-69

perbuatan yang pada dasarnya memang sudah tercela dan pantas untuk dipidana, bahkan sebelum dinyatakan demikian oleh undang-undang, dan juga ada perbuatan yang baru bersifat melawan hukum dan dipidana setelah undang- undang menyatakan demikian.

Kejahatan adalah memperkosa suatu kepentingan hukum (krenkings delicten) seperti pembunuhan, pencurian dan sebagainya atau juga membahayakan suatu kepentingan hukum dalam pengertian yang konkret, seperti Pasal 489 KUHP tentang kenakalan terhadap orang atau barang, Pasal 497 KUHP tentang membahayakan kepentingan umum akan bahaya kebakaran.

Sedangkan pelanggaran adalah hanya membahayakan kepentingan hukum dalam arti abstrak seperti penghasutan dan sumpah palsu. Namum kadang-kadang dapat dikatakan bahwa sumpah palsu itu merupakan suatu kejahatan.

Kejahatan dan pelanggaran itu dapat dibedakan karena sifat dan hakikatnya berbeda, akan tetapi ada pula pembedaan kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas ukuran pelanggaran itu dipandang dari sudut kriminologi tidak begitu berat dibanding dengan kejahatan. Perbedaan yang demikian itu disebut perbedaan secara kuantitatif dan kualitatif. Perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran dalam KUHP ada kecenderungan untuk mengikuti pandangan kuantitatif, sekalipun ada penyimpangan dalam beberapa hal kejahatan dan pelanggaran mempunyai derajat yang sama. Beberapa ketentuan KUHP yang mengandung ukuran secara kuantitatif adalah : dalam hal percobaan, yang dapat dipidana hanyalah terhadap percobaaan melakukan kejahatan saja, dan bukan pada tindakan percobaan pelanggarannya. Contoh lain, misalnya mengenai

pembantuan, yang dapat dipidana adalah pembantuan dalam hal kejahatan, dan tidak dalam hal pelanggaran.

Dasar pembedaan lainnya dari kejahatan terhadap pelanggaran yang dikemukakan adalah pada berat atau ringannya pidana yang diancamkan. Seyogianya untuk kejahatan diancamkan pidana yang berat seperti pidana mati atau penjara atau tutupan. Ternyata pendapat ini memenuhi kesulitan karena pidana kurungan dan denda diancamkan, baik pada kejahatan dan juga pelanggaran. Dari sudut pemidanaan, pembagian kejahatan sebagai delik hukum atau pelanggaran sebagai delik undang-undang, tidak banyak faedahnya sebagai pedoman. Demikian juga dari sudut berat ringannya ancaman pidana terhadapnya, sangat sulit untuk dipedomani. Dalam penerapan hukum positif tiada yang merupakan suatu kesulitan, karena penempatan kejahatan dalam buku II dan pelanggaran dalam buku III sudah cukup sebagai pedoman, untuk menentukan apakah suatu tindakan merupakan kejahatan atau pelanggaran.4

b. Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materil

Tindak pidana formil yaitu tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memberikan arti bahawa inti laranagan yang dirumuskan itu adalah melakukan sutu perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan dan tidak memerlukan timbulnya suatu akaibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata perbutannya. Sebaliknya pada tindak pidana materil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat

4

S.R.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indinesia dan Penerapannya, Penerbit Alumni, Jakarta,1996, hal. 227.

yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. Misalnya pada pembunuhan Pasal 338 KUHP inti larangan adalah pada menimbulkan akibat kematian, bukan pada wujud menikam atau menembak atau membacok. Untuk selesainya tindak pidana tergantung pada timbulnya akibat dan bukan pada selesainya wujud perbuatan.5

c. Tindak Pidana Sengaja dan tindak Pidana Kelalaian

Untuk menyatakan adanya unsur kesengajaan, terdapat sejumlah delik yang tidak secara tegas menggunakan salah satu istilah tersebut, namun harus ditafsirkan sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja.

Tindak pidana culpa adalah tindak pidana yang unsur-unsur kesalahan adalah berupa kelalaian, karena kurang hati-hati dan tidak karena kesengajaan.6

d. Tindak Pidana Aktif (Delik Komisionis) dan Tindak Pidana Pasif

(Delik Omisionis)

Delik komisionis adalah delik yang dilakukan terhadap larangan yang diadakan oleh undang-undang, misalnya dalam pencurian Pasal 362 KUHP, dan penggelapan Pasal 372 KUHP.7

Delik ommisionis dapat dibagai atas delik omisionis tulen, yaitu yang mengabaikan sutu keharusan yang dilakukan oleh undang-undang pidana diperintahkan, sedangkan khusus mengabaikan keharusan itu diancamkan dengan pidana. Misalnya Pasal 164, 165, 224, 531 KUHP, dan delik ommisionis yang

5

Adami Chazawi, Op. Cit., hal.122 6

Ibid, hal.125 7

tidak tulen, yaitu yang terjadi apabila akibat dari perbuatan yang bersangkutan yang tidak dikehendaki oleh suatu undang-undang pidana, disebabkan oleh sutu pengabaian perbuatan.

e. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus

Tindak pidana umum adalah tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum materil (Buku II dan Buku III KUHP), sedangkan tindak pidana khusus semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya tindak pidana korupsi.

f. Tindak Pidana Seketika dan Tindak Pidana Berlangsung Terus

Tindak pidana terjadi seketika ataupun delik yang berjalan selesai adalah suatu delik yang terdiri atas satu atau beberapa perbuatan tertentu yang menimbulkan suatu akibat tertentu yang selesai dalam waktu singkat. Sedangkan delik yang berlaku secara terus yaitu delik yang terdiri dari satu atau beberapa perbuatan yang meneruskan suatu keadaan yang oleh undang-undang dilarang.

g. Tindak Pidana Communia dan Tindak Pidana Propria

Delik propria adalah sutu delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai kedudukan tertentu, missalny ibu (Pasal 341,342 KUHP). Sedangkan lawannya adalah delik communia ataupum delik biasa yaitu delik yang dapat dilakukan oleh sembarangan orang, atau dapat dilakukan oleh semua orang.

Delik aduan adalah delik yang hanya boleh dituntut, jika ada pengaduan dari orang yang menderita delik itu. Sedangkan delik biasa adalah delik yang karena jabatan oleh pemerintah harus dituntut (tanpa pengaduan), misalnya pembunuhan.

i. Delik Berkualifikasi dan Delik Sederhana.

Delik berkualifikasi adalah suatu delik yang berbentuk istimewa, sedangkan delik sederhana yaitu suatu delik yang berbentuk biasa, misalnya pencurian biasa Pasal 362 KUHP.

j. Tindak Pidana Berdasarkan Kepentingan Hukum Yang Dilindungi Tindak pidana berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka dapat disebutkan misalnya dalam Buku II KUHP. Untuk melindungi kepentingan hukum terhadap keamanan negara.

k. Tindak Pidana Tunggal dan Tindak Pidana Sederhana

Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk dipandang selesainya tindak pidana dan dapat dipidananya pelaku, cukup dilakukan satu kali perbuatan saja. Bagian terbesar tindak pidana dalam KUHP berupa tindak pidana tunggal. Sedangkan tindak pidana berangkai adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk dipandang sebagai selesai dan dapat dipidananya pembuat, disyaratkan dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya Pasal 481 ayat (1) KUHP, dimana perbuatan membeli, menukar, menerima gadai yang diperoleh dari kejahatan tersebut dilakukan secara kebiasaan. Kebiasaan disini disyaratkan telah dilakukan berulang, setidaknya dua kali perbuatan.

Tindak pidana Paten merupakan suatu tindak pidana pelanggaran yang baru bisa diproses dalam pengadilan apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa haknya dilanggar. Dalam Pasal 133 Undang-Undang No.14 Tahun 2001 tentang paten dinyatakan, bahwa tindak pidana dalam paten merupakan delik aduan. Delik aduan merupakan suatu delik yang hanya boleh dituntut, jika ada pengaduan dari pihak yang menderita delik tersebut.

Beberapa perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana pelanggaran paten adalah: 1. Membuat; 2. Menggunakan; 3. Menjual; 4. Mengimpor; 5. Menyewakan; 6. Menyerahkan;atau

7. Menyediakan untuk dijual;atau 8. Disewakan;atau

9. Diserahkan

Paten produk atau paten proses tanpa izin dari pemegang paten, dapat dituntut ke Pengadilan oleh pemegang paten tersebut.

Dalam hal terbukti adanya pelanggaran paten, maka hakim yang memeriksa pelanggaran tersebut dapat memerintahkan agar barang-barang hasil pelanggaran paten disita oleh negara dengan tujuan agar dimusnahkan.