• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan syariah dituntut untuk mampu bersaing demi mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya, sehingga memperoleh keuntungan adalah hal yang sangat penting. Keuntungan tersebut dapat digunakan untuk membayar segala jenis biaya-biaya operasional. Selain untuk menutupi kewajiban-kewajiban yang harus dibayarkan oleh perusahaan, keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk berinvestasi dalam bentuk ekspansi perusahaan. Dalam pengambilan keputusan, mempertimbangkan perolehan laba merupakan hal yang sangat penting. Perolehan laba tersebut erat kaitannya dengan profitabilitas pada bank (Putu dan Lestari, 2016 : 294).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laba bank, antara lain; manajemen, kondisi perekonomian, besar bank, suku bunga, iklim persaingan, persentase sumber daya yang dipergunakan, laba rugi dari surat berharga, kerugian pinjaman dan pembayaran pinjaman yang dihapuskan (Reed, Edward W, Gill, Edward K, 1995: 173).

Profitabilitas adalah keuntungan yang diperoleh oleh pihak bank dari pengolahan segala sesuatu yang menyangkut sumber daya bank secara efektif dan efisien. Pihak berwenang dalam perbankan dan analisis bank menggunakan tiga ukuran laba yang populer; laba atas aset (Return On Asset)

laba atas modal pemilik (Return On Equity), dan selisih bunga netto (Net Interest Margin). Rasio ROA (Return On Asset) diperoleh dengan membagi laba bersih bank dengan aset rata-ratanya. Laba atas aset merupakan alat ukur yang penting kalau membandingkan laba suatu bank dengan laba bank lainnya atau dengan system perbankan pada umumnya. Tingkat yang rendah mungkin disebabkan oleh kebijaksanaan pemberian pinjaman dan investasi yang konservatif atau biaya operasi yang terlalu besar (Reed, Edward W, Gill, Edward K, 1995: 170).

Manfaat dari teori profitabilitas yaitu, dapat mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam suatu periode. Kemudian dapat mengetahui posisi laba rugi perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang, dengan itu perusahaan dapat mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu. Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kerja manajemen perbankan, apakah mereka sudah bekerja secara efektif atau belum sesuai dengan target yang sudah ditentukan. Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan menggunakan sumber dananya yang berasal dari internal perusahaan berupa keuntungan dari operasi perusahaan (Kasmir, 2014:197).

Bank Indonesia telah menetapkan salah satu ukuran profitabilitas suatu bank adalah Return On Asset (ROA). ROA digunakan untuk mengukur efisiensi dan efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan

dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA penting bagi bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Perusahaan dengan pofitabilitas yang baik menunjukkan perusahaan yang mempunyai prospek yang baik, perusahaan akan mampu mempertahankan kelangsungan dalam jangka panjang. Semakin besar nilai ROA, maka akan semakin besar pula laba atau keuntungan yang di dapat bank.

Profitabilitas yang akan diukur dalam penelitian ini adalah rasio ROA dari Bank Umum Syariah periode 2014 – 2017. Berikut grafik pertumbuhan ROA pada BUS periode 2014-2017.

Gambar 1.1

Pertumbuhan ROA pada BUS periode 2014-2017

Sumber : Statistik Perbankan Syariah BUS 2017 OJK (data diolah).

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 2014 2015 2016 2017

Pertumbuhan ROA pada BUS Periode 2014 - 2017 (%)

0.41

0.49

0.63 0.63

Dilihat dari diagram diatas nilai ROA setiap tahunnya mengalami fluktuasi, dari tahun 2014 nilai ROA sebesar 0.41 % kemudian mengalami kenaikan di tahun 2015 sebesar 0.08 % yaitu berada di angka 0.49 %. Nilai ROA semakin naik di tahun 2016 yakni berada di posisi 0.63 % dan pada tahun 2017 ROA memiliki nilai yang sama yakni 0,63 %.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, profitabilitas di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya; Financing to Deposit Ratio (Windarti, Misbach, 2015, Almunawwaroh, 2018, Rahmawati, 2018) , Non Performing Financing

(Mulyaningsih, 2016, Azhar, Nasim, 2016, Dewanti, 2017), Capital

Adequancy Ratio (Fatah, Rahardian, 2018, Yuhanah, 2016, Hakiim,

Rafsanjani, 2016), Dana Pihak Ketiga (Harianto, 2017, Affandi, 2018, Ulinnuha 2016), Kualitas Aktiva Produktif (Rosyada, 2015), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Simatupang, Franzlay, 2016, Fatah, Rahardian (2018), Suku Bunga BI (Anggraini, 2014), Inflasi (Yanita, 2013, Wibowo, Syaichu, 2013), Giro Wajib Minimum (Windarti, Misbach, 2015), Rasio Efisensi Operasional (Rizal, 2016), Pembiayaan (Wahyuningsih, 2017, Chalifah, 2015, Riyadi, Yulianto, 2014), Produk Domestik Bruto (Sahara, 2013).

Non Performing Financing (NPF) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi profitabilitas yang akan penulis pilih dalam penelitian ini. Penyaluran dana berupa kredit yang diberikan kepada nasabah selalu diikuti

dengan resiko yang mungkin timbul. Risiko atas kredit adalah tidak tertagihnya kredit yang telah disalurkannya, baik pokok pinjaman yang diberikan, maupun bunganya sesuai ketentuan yang berlaku. Bank melakukan penggolongan kredit menjadi dua golongan, yaitu kredit performing dan non-performing. Kredit performing disebut juga dengan kredit tidak bermasalah sedangkan kredit non performing merupakan kredit yang sudah dikategorikan kredit bermasalah. Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditanda- tangani oleh bank dan nasabah (Trisnawati, Desi, 2013:110).

Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio dari risiko kredit atau pembiayaan bank. Bank yang mempunyai NPF tinggi cenderung kurang efisien. Sebaliknya bank dengan NPF yang rendah maka akan cenderung efisien. Bank dengan NPF yang semakin rendah akan memiliki kemampuan menyalurkan dananya kepada nasabah lainnya sehingga tingkat profitabilitasnya akan semakin tinggi (Almunawwaroh, 2018). NPF merupakan indikator risiko pembiayaan yang perlu diperhatikan karena sifatnya yang fluktuatif dan tidak pasti sehingga penting untuk diamati dengan perhatian khusus (Simatupang, Franzlay, 2016).

BOPO merupakan rasio biaya operasional yang mengacu pada perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan

kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana (misalnya dana masyarakat) maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga (Dendawijaya, 2009:120).

Modal merupakan bagian yang sangat penting dalam bank dan merupakan sumber dana utama dalam pembiayaan seluruh kegiatan operasional bank, modal tersebut harus digunakan tidak kelebihan atau sampai kekurangan karena dengan modal yang ada manajemen bank harus menggunakannya dengan baik agar setiap modal yang dikeluarkan untuk mengelola produk-produk dalam bank dapat menghasilkan keuntungan yang besar bagi bank, dan apabila memiliki modal yang terlalu banyak akan terjadi

idle fund, yaitu banyaknya dana yang menganggur atau tidak dipakai oleh manajemen bank. Manajemen bank yang baik dapat meningkatkan laba bank disamping mempertahankan fungsi yang biasa dan perlu untuk keselamatan pemegang deposito (Reed, Edward W, Gill, Edward K, 1995: 136).

Berdasarkan peraturan dari Bank Indonesia No. 15/12/PBI/2012 tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank umum, bahwa setiap bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko yang diproksikan dengan rasio CAR. Kecukupan modal dapat diukur dengan CAR (capital adequacy ratio). CAR merupakan variabel intervening antara NPF terhadap profitabilitas (ROA), karena CAR

merupakan faktor utama dalam pembiayaan kegiatan operasional bank yang menghimpun dana atau menyalurkan dana.

Tabel 1.1

Rasio NPF, BOPO dan CAR pada BUS Periode 2014 – 2017 (%)

Tahun NPF BOPO CAR

2014 4.95 96.97 15.74

2015 4.84 97.01 15.02

2016 4.42 96.22 16.63

2017 4.77 94.91 17.91

Sumber : Statistik Perbankan Syariah BUS (data diolah)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa variabel NPF dari tahun 2014 sampai tahun 2016 mengalami penurunan hingga 0.53 %. Hal ini dibuktikan dengan adanya data dari Statistik Perbankan Syariah per Desember 2017 dari tahun 2014 sebesar 4.95 % dan pada tahun 2015 sebesar 4.85 %. Kemudian pada tahun 2016 berada pada posisi 4.42 %. Kemudian rasio NPF mengalami kenaikan pada tahun 2017 sebesar 0.35 % dan mencapai 4.77 %. Pada rasio BOPO dari tahun 2014 sebesar 96.97 % ke 2015 sebesar 97.01 % mengalami kenaikan sebesar 0.04 %. Tahun 2016 hingga 2017 BOPO mengalami penurunan dari 96.22 % hingga 94.91 %. Hal ini membuktikan bahwa Bank Umum Syariah dapat menekan adanya beban operasional dari tahun ke tahun. Kemudian pada rasio CAR mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Tahun 2014 CAR mencapai 15.74 % dan menurun di tahun 2015 sebesar 15.02 %.

Pada tahun 2016 CAR mengalami kenaikan sebesar 16.63 % dan di tahun 2017 kenaikan CAR mencapai angka 17.91 %.

Penelitian yang dilakukan oleh Ulinnuha, Indriani (2016) tentang pengaruh NPF terhadap ROA menyatakan bahwa adanya pengaruh yang negatif signifikan antara NPF terhadap ROA. Hal ini disebabkan karena besarnya kredit bermasalah menimbulkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh income dari kredit yang diberikan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Africano (2016) yang mengemukakan bahwa NPF berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Semakin besar rasio NPF maka semakin besar biaya cadangan penghapusan pembiayaan yang mengakibatkan pendapatan suatu bank menurun sehingga akan menurunkan ROA. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyaningsih, Fakhruddin (2016) yang menyatakan bahwa NPF memiliki pengaruh positif terhadap ROA dikarenakan meningkatnya pembiayaan yang disalurkan sehingga mengakibatkan banyaknya nasabah yang yang tidak mengembalikan pembiayaan karena terganggu kelancaran usaha yang disebabkan oleh situasi ekonomi yang buruk dan tidak adanya pengawasan dari pihak internal bank syariah.

Penelitian yang dilakukan oleh Muliawati dan Khoiruddin (2015) tentang pengaruh BOPO terhadap profitabilitas menyatakan bahwa BOPO secara parsial memiliki pengaruh yang negative signifikan terhadap ROA. Hal

ini berarti bahwa tingkat efisiensi bank dalam menjalankan operasinya berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang dihasilkan oleh bank. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Niode dan Chababib (2016) yang mengemukakan bahwa BOPO memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap ROA. Saat rasio BOPO meningkat. Jika tidak dibarengi dengan pendapatan operasinya, akan mengakibatkan berkurangnya laba sebelum pajak yang berdampak pada profitabilitas. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harun, Usman (2016) yang menyatakan bahwa BOPO memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya rasio BOPO pada 30 Bank Umum di Indonesia menandakan perusahaan lebih banyak mengeluarkan biaya operasional dalam menghasilkan laba.

Penelitian mengenai pengaruh CAR terhadap ROA dilakukan oleh Hakiim, Rafsanjani (2016) dan Rizal (2016) yang mengemukakan bahwa tidak adanya pengaruh CAR terhadap ROA. Tidak berpengaruhnya CAR terhadap ROA disebabkan karena bank-bank yang beroperasi tidak mengoptimalkan modal yang ada, Hal ini terjadi karena peraturan Bank Indonesia yang mensyaratkan CAR minimal sebesar 8% mengakibatkan bank-bank selalu berusaha menjaga agar CAR yang dimilikinya sesuai dengan ketentuan. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wityasari, Pangestuti (2014) dan Simatupang, Franzlay (2016) yang

menyatakan bahwa CAR memiliki pengaruh yang positif terhadap ROA, berkaitan dengan upaya bank untuk tetap memperkokoh kecukupan modalnya. Kecukupan modal yang tinggi menunjukkan kemampuan bank untuk dapat memberikan kredit yang semakin besar, yang akhirnya meningkatkan ROA.

Alasan peneliti melakukan penelitian ini adalah ; pertama karena ada kecenderungan persaingan dalam dunia perbankan syariah dari tahun ke tahun semakin besar; kedua kinerja suatu bank dengan melihat perubahan laba yang dihasilkan; ketiga ketersediaan modal yang cukup sehingga pada masa krisis pun bank akan tetap aman; keempat ketersediaan bank dalam mengatasi kredit bermasalah; kelima ketersediaan bank dalam mengatasi biaya operasional yang berlebih dibandingkan dengan pendapatan operasional.

Berdasarkan hasil temuan dari beberapa penelitian terdahulu, terdapat adanya inkonsistensi dan perbedaan hasil penelitian yang diuraikan, dan dengan adanya research gap yang tercantum diatas maka perlu diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh NPF dan BOPO terhadap ROA dengan CAR sebagai variable intervening, sehingga dalam penelitian ini akan dikaji ulang dengan harapan hasil penelitian nantinya akan mempertegas dan memperkuat teori yang sudah ada sebelumnya.

Dari fenomena research gap dan adanya temuan dari penelitian terdahulu, adapun beda penelitian ini dengan penelitian sebelumnya diantaranya adalah sebagai berikut : adanya variable intervening yang memediasi antara variable dependen dan variable independen; tahun

penelitian yang digunakan periode tahun 2014 – 2017; serta teknik analisis yang digunakan adalah path analysis (analisis jalur).

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas dan ditemukannya perbedaan penelitian dari penelitian sebelumnya penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH NON

PERFORMING FINANCING (NPF) DAN EFFICIENCY

OPERATIONAL (BOPO) TERHADAP RETURN ON ASSET (ROA)

DENGAN CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR) SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Kasus Bank Umum Syariah Periode Tahun

2014-2017)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Return On Asset (ROA) ?

2. Bagaimana pengaruh Efficiency Operational (BOPO) terhadap Return On Asset (ROA) ?

3. Bagaimana pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR) terhadap Return On Asset (ROA) ?

4. Bagaimana pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Capital Adequancy Ratio (CAR) ?

5. Bagaimana pengaruh Efficiency Operational (BOPO) terhadap Capital Adequancy Ratio (CAR) ?

6. Bagaimana pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Return On Asset (ROA) yang dimediasi oleh Capital Adequancy Ratio (CAR) ? 7. Bagaimana pengaruh Efficiency Operational (BOPO) terhadap Return on

Asset (ROA) dengan dimediasi oleh Capital Adequacy Ratio (CAR) ? C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang ada dalam uraian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Non Performing Financing

(NPF) terhadap Return On Asset (ROA).

2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Efficiency Operational (BOPO) terhadap Return On Asset (ROA).

3. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR) terhadap Return On Asset (ROA).

4. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Non Performing Financing

(NPF) terhadap Capital Adequancy Ratio (CAR).

5. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Efficiency Operational (BOPO) terhadap Capital Adequancy Ratio (CAR) ?

6. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Non Performing Financing

(NPF) terhadap Return On Asset (ROA) yang dimediasi oleh Capital

7. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Efficiency Operational (BOPO) terhadap Return On Asset (ROA) yang dimediasi oleh Capital Adequancy Ratio (CAR).

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian yang diharapakan penulis adalah sebagai berikut : 1. Bagi lembaga keuangan

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai referensi menganalisis dan mengambil kebijakan mengenai perubahan laba yang di proksikan dengan rasio Return On Asset (ROA) sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

2. Bagi akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan mengenai rasio keuangan dalam perbankan syariah dan dapat membantu membangun pengembangan ilmu akuntansi atau keuangan.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis yang bermanfaat di masa yang akan datang.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi penelitian yang diuraikan. Adapun sistematika penulisan disusun atas lima bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi mengenai latar belakang masalah yang diuraikan penulis; rumusan masalah; tujuan penulisan; kegunaan penulisan yang memberikan gambaran manfaat yang akan diterima oleh pembaca; dan sistematika penulisan yang mencakup mengenai urutan penulisan dalam penelitian ini. Bab II LANDASAN TEORI

Landasan Teori mencakup mengenai ; telaah pustaka dimana menggambarkan review penelitian terdahulu yang relevan dan beda penelitian saat ini; kerangka teori merupakan sebuah teori yang akan menjelaskan dan menganalisis variable variable; kerangka penelitian berisikan mengenai model penelitian yang berbentuk gambar; hipotesis berupa rangakaian kesimpulan sementara.

Bab III METODE PENELITIAN

Metode penelitian mencakup tentang; Jenis Penelitian yaitu kuantitatif; populasi dan sampel ; teknik pengumpulan data meliputi jenis dan sumber data; skala pengukuran; definisi konsep dan operasional ; instrumen penelitian; uji instrument penelitian sampai dengan alat analisis.

Bab IV ANALISIS DATA

Analisis data berisi tentang Deskripsi objek penelitian; dan analisis data

Bab V PENUTUP

Dokumen terkait