• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan merupakan uji yang dilakukan sebagai orientasi untuk mempersiapkan segala sesuatu yang nantinya diperlukan dalam pengambilan data sebenarnya. Uji pendahuluan yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu uji anti-inflamasi dan uji analgesik. Untuk uji anti-anti-inflamasi meliputi : orientasi rentang waktu pemotongan kaki, orientasi rentang waktu pemberian diklofenak dan orientasi dosis diklofenak. Sedangkan untuk uji analgesik meliputi : penentuan kriteria geliat, pemilihan dosis asam asetat, penentuan selang waktu pemberian asam asetat dan pemilihan dosis parasetamol yang digunakan sebagai kontrol positif.

Selain itu perlu dilakukan persiapan hewan uji, hewan tersebut adalah mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Sebelum diberi perlakuan, mencit yang akan digunakan harus dipuasakan terlebih dahulu selama ± 24 jam dengan tidak memberi makan dan alas sekam namun tetap diberi minum. Hal ini dilakukan untuk mengurangi variasi akibat adanya makanan. 1. Uji Pendahuluan Anti-inflamasi

a. Orientasi penetapan waktu pemotongan kaki

Orientasi penetapan waktu pemotongan kaki bertujuan untuk mengetahui waktu yang tepat setelah injeksi karagenin 1% secara sub plantar yaitu waktu dimana karagenin mampu memberikan efek maksimal sehingga udema yang dihasilkan juga maksimal. Variasi waktu pemotongan kaki belakang mencit pada orientasi adalah 1, 2, 3, dan 4 jam setelah diinjeksi karagenin 1% secara sub plantar. Data bobot udema dalam berbagai variasi waktu pemotongan kaki selanjutnya diuji dengan Kolmogorof-Smirnov untuk melihat distribusinya. Dari uji tersebut diketahui bahwa data terdistribusi normal, maka analisis dilanjutkan dengan analisis varian satu arah dengan taraf kepercayaan 95% guna mengetahui perbedaan antar kelompok. Selanjutnya, dilakukan analisis menggunakan Uji Scheffe untuk melihat perbedaan tersebut bermakna atau tidak bermakna.

Tabel I.Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki

Keterangan :

X =Mean(Rata-rata) SE =Standard Error(SD/n)

Gambar 7. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki

Dari hasil analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot udema yang terjadi tiap kelompok perlakuan memiliki perbedaan bermakna (p ≤ 0,05). Kemudian

Kelompok Perlakuan (jam)

Rata-rata bobot udema dalam miligram (X ± SE) 1 jam 124,53 ± 0,64 2 jam 113,70 ± 6,19 3 jam 154,20 ± 1,73 4 jam 113,63 ± 4,06

dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna. Hasil uji Scheffe dapat dilihat di tabel II.

Tabel II.Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu pemotongan kaki

Waktu 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

1 jam - tb b tb 2 jam tb - b tb 3 jam b b - b 4 jam tb tb b -Keterangan : b = Berbeda bermakna (p≤0,05) tb = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Hasil statistik menyatakan bahwa rentang waktu pemotongan kaki kelompok 3 jam menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05) dibandingkan dengan kelompok 1, 2, dan 4 jam.

Selain itu pada rentang waktu pemotongan kaki 3 jam menimbulkan udema yang paling tinggi yang artinya karagenin menginduksi secara maksimal pada jam tersebut sehingga dipilih rentang waktu pemotongan kaki 3 jam. Berdasarkan diagram batang dapat terlihat jelas bahwa pada waktu pemotongan kaki mencit 3 jam setelah injeksi karagenin 1% memiliki rata-rata bobot udem paling besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karagenin menginduksi kaki belakang mencit secara maksimal pada jam tersebut. Oleh karena itu dipilih waktu pemotongan 3 jam setelah injeksi karagenin 1%.

b. Orientasi Dosis Pemberian Diklofenak

Orientasi pemberian dosis diklofenak ini bertujuan untuk menentukan dosis diklofenak yang dapat menimbulkan penurunan edema yang paling berarti. Dosis diklofenak yang digunakan pada orientasi ini adalah 3,36 mg/kgBB; 4,48 mg/kgBB; dan 5,6 mg/kgBB. Pemilihan dosis ini didasarkan pada penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Maryanto, 1997). Menurut penelitian, dosis efektif diklofenak untuk tikus dengan berat badan 250 gram adalah 40 mg/kgBB. Dari hasil penelitian tersebut selanjutnya dikonversikan untuk mencit dengan berat badan 20 gram sehingga diperoleh dosis 4,48 mg/kgBB. Agar dapat diuji, ditambah dua dosis lainnya yaitu diambil 25% dosis di atasnya dan 25% dosis di bawahnya sehingga didapat 2 dosis lainnya yaitu 3,36 dan 5,6 mg/kgBB.

Rata-rata bobot udema orientasi dosis diklofenak dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III.Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis diklofenak Kelompok Dosis

(mg/kgBB)

Rata-rata bobot udema dalam miligram (X ± SE) 3,36 77,93 ± 2,40 4,48 60,27 ± 2,41 5,6 70,5 ± 1,60 Keterangan : X =Mean(Rata-rata) SE =Standard Error(SD/n)

Gambar 8.Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis pemberian diklofenak

Kemudian dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna. Hasil uji Scheffe dapat dilihat di tabel IV.

Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada orientasi dosis pemberian diklofenak Kelompok Dosis (mg/kgBB) 3,36 4,48 5,6 3,36 - b tb 4,48 b - b 5,6 tb b -Keterangan : b = Berbeda bermakna (p ≤0,05) tb = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Hasil analisis uji Scheffe menunjukkan bahwa kelompok dosis 4,48 mg/kgBB bila dibandingkan dengan kelompok dosis 3,36 mg/kgBB dan 5,6 mg/kgBB memiliki perbedaan yang bermakna (p ≤ 0,05). Selain itu, dari diagram batang hasil percobaan kelompok dosis 4,48 mg/kgBB memiliki rata-rata bobot udem kaki mencit yang paling kecil dibandingkan dengan kelompok dosis lainya. Sehingga dipilih dosis diklofenak 4,48 mg/kgBB sebagai dosis efektif untuk mereduksi udema karena diasumsikan pada dosis ini dapat memberikan reduksi udema secara optimal.

c. Orientasi waktu pemberian diklofenak

Orientasi pemberian waktu pemberian diklofenak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui waktu yang optimal pemberian diklofenak sehingga terjadi penurunan udema yang berarti. Dosis diklofenak yang digunakan adalah 4,48 mg/kgBB, berdasarkan hasil orientasi penetapan dosis yang telah dilakukan sebelumnya.

Tabel V.Rata-rata bobot udema pada orientasi waktu pemberian diklofenak

Kelompok Perlakuan (menit)

Rata-rata bobot udema dalam miligram (X ± SE) 15 menit 55,50 ± 3,49 30 menit 74,70 ± 1,10 45 menit 69,23 ± 1,29 60 menit 67,30 ± 1,77 Keterangan : X =Mean(Rata-rata) SE =Standard Error(SD/n)

Gambar 9.Grafik rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemberian diklofenak sebelum pemberian karagenin

Dari hasil analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,001, sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot udema yang terjadi tiap kelompok perlakuan memiliki perbedaan bermakna (p≤0,05). Kemudian dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna. Hasil uji Scheffe dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI.Hasil uji Scheffe bobot udema pada orientasi rentang waktu pemberian diklofenak

Waktu (menit)

15 menit 30 menit 45 menit 60 menit

15 menit - b b b 30 menit b - tb tb 45 menit b tb - tb 60 menit b tb tb -Keterangan : b = Berbeda bermakna (p < 0,05) tb = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

55,5 74,7 69,23 67,3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 15 30 45 60 B o b o t u d e m a (m g ) Waktu (menit)

Dari hasil uji Scheffe dapat diketahui bahwa kelompok menit ke-15 sebelum injeksi karagenin 1% secara sub plantar menunjukkan hasil yang bermakna dibanding kelompok menit ke-30, ke-45, dan ke-60. Selain itu dari grafik terlihat bahwa waktu pemberian diklofenak 15 menit sebelum injeksi karagenin 1% menunjukkan penurunan udema yang paling besar dibandingkan dengan kelompok waktu pemberian diklofenak lainnya. Oleh karena itu waktu pemberian diklofenak dipilih 15 menit sebelum injeksi karagenin 1%.

2. Uji Pendahuluan Analgesik

a. Penetapan kriteria geliat mencit

Penentuan kriteria geliat dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan tipe geliat yang relatif seragam sehingga mempermudah pengamatan. Kriteria geliat mencit yang digunakan adalah gerakan menggeliat dengan 1 kaki atau dua kaki ke belakang memanjang lurus dengan menempelkan perutnya ke alas. Respon geliat ini akan timbul setelah mencit diberi perlakuan dengan asam asetat 1% secara intraperitonial. Respon geliat ini merupakan intepretasi dari rasa sakit yang ditimbulkan akibat pemberian asam asetat 1%. Respon yang diberikan setiap mencit tidaklah sama karena masing-masing mencit memiliki ketahanan tubuh yang berbeda. Kemudian dilakukan pengamatan dan perhitungan geliat mencit setiap 5 menit setelah pemberian asam asetat selama 60 menit.

b. Pemilihan dosis asam asetat

Pelitian pengujian efek analgesik ini menggunakan metode induksi rangsang kimia. Digunakan asam asetat sebagai penginduksi rasa nyeri yang diberikan secara intraperitonial pada mencit putih betina dengan selang waktu tertentu. Asam asetat merupakan iritan yang dapat merusak jaringan secara lokal. Setelah pemberian secara intraperitonial, asam asetat akan menyebabkan nyeri di dalam rongga perut. Pembebasan ion H+ dari asam asetat menyebabkan terjadinya penurunan nilai pH di dalam rongga perut menjadi kurang dari 6 sehingga menyebabkan luka pada membran sel. Luka pada membran sel ini akan mengaktifkan enzim fosfolipase pada fosfolipid membran sel sehingga menghasilkan asam arakhidonat yang akhirnya akan membentuk prostaglandin. Terbentuknya prostaglandin ini akan meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri sehingga mencit akan menggeliat akibat nyeri yang dirasakannya.

Pemilihan dosis asam asetat bertujuan untuk mendapatkan dosis asam asetat yang memberikan respon geliat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak ataupun sedikit, agar mempermudah pengamatan.

Konsentrasi asam asetat yang digunakan dalam penelitian ini berdasar penelitian terdahulu yaitu 1% (Kusuma, 2003), pada konsentrasi ini sudah dapat menghasilkan geliat yang tidak terlalu banyak. Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25; 50; 75; dan 100 mg/kgBB. Hasil orientasi berupa geliat pada masing-masing dosis dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam asetat Kelompok Perlakuan

(mg/kgBB)

Rata-rata jumlah geliat (X ± SE) 25 25,00 ± 1,15 50 34,67 ± 1,20 75 49,67 ± 1,76 100 75,00 ± 2,08 Keterangan : X =Mean(Rata-rata) SE =Standard Error(SD/n)

Gambar 10. Diagram batang rata-rata jumlah geliat pada orientasi penentuan dosis pemberian asam asetat.

Kemudian dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna. Hasil uji Scheffe dapat dilihat di tabel VIII.

Tabel VIII.Hasil uji Scheffe data geliat mencit pada uji pendahuluan penentuan dosis pemberian asam asetat

Kelompok Dosis (mg/kgBB) 25 (mg/kgBB) 50 (mg/kgBB) 75 (mg/kgBB) 100 (mg/kgBB) 25 - b b b 50 b - b b 75 b b - b 100 b b b -Keterangan : b = Berbeda bermakna (p≤0,05)

Dari hasil uji Scheffe dapat diketahui bahwa kelompok dosis 25 mg/kgBB berbeda bermakna dengan kelompok dosis 50 mg/kgBB; 75 mg/kgBB; dan 100 mg/kgBB. Begitu pula dengan dosis lainnya memiliki perbedaan yang bermakna satu dengan yang lainnya. Namun apabila dilihat dari diagram batang kelompok dosis 100 mg/kgBB menunjukkan jumlah geliat paling banyak dibandingkan dengan ketiga dosis lainnya sehingga dipilih dosis pemberian asam asetat sebesar 100 mg/kgBB untuk mempermudah pengamatan.

c. Penentuan selang waktu pemberian asam asetat

Orientasi waktu pemberian asam asetat ini bertujuan untuk menentukan saat pemberian asam asetat setelah pemberian bahan uji yaitu kontrol positif parasetamol (91 mg/kgBB) dan sari buah belimbing secara peroral. Pada selang waktu ini diharapkan bahan uji sudah diabsorpsi sehingga segera memberikan efek. Rata-rata jumlah geliat pada berbagai selang waktu dapat dilihat pada tabel IX.

Tabel IX. Rata-rata jumlah geliat pada berbagai selang waktu pemberian asam asetat.

Kelompok Jumlah Geliat (X ± SE) 5 menit 35,00 ± 1,15 10 menit 28,67 ± 1,20 15 menit 15,33 ± 0,88 Keterangan : X =Mean(Rata-rata) SE =Standard Error(SD/n)

Dari tabel IX pada menit ke-5 menghasilkan jumlah geliat yang lebih banyak dibandingkan dengan menit ke-10 dan menit ke-15. Untuk melihat perbedaan antar kelompok maka dilakukan analisis variansi satu arah dan uji Scheffe.

Gambar 11. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi selang waktu pemberian asam asetat.

Kemudian dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna. Hasil uji Scheffe dapat dilihat di tabel X 35 28,67 15,33 0 5 10 15 20 25 30 35 40 5 10 15 R a ta -r a ta ju m la h g e li a t Waktu (menit)

Orientasi penetapan selang waktu pemberian asam asetat

.

Tabel X.Hasil uji Scheffe jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat.

Kelompok (menit)

5(menit) 10(menit) 15(menit)

5 - b b

10 b - b

15 b b

-Keterangan :

b = Berbeda bermakna (p ≤0,05)

Dari hasil uji Scheffe dapat diketahui bahwa kelompok menit ke-5 berbeda bermakna dengan kelompok menit ke-10 dan menit ke-15. Begitu pula dengan menit lainnya memiliki perbedaan yang bermakna satu dengan yang lainnya. Namun apabila dilihat dari grafik, kelompok menit ke-15 menunjukkan jumlah geliat paling sedikit dibandingkan dengan menit-menit lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa parasetamol sudah memberikan efek, sehingga dipilih selang waktu 15 menit pemberian asam asetat.

d. Orientasi penetapan dosis parasetamol

Orientasi dosis parasetamol berujuan untuk menentukan dosis parasetamol yang optimal. Parasetamol berfungsi sebagai kontrol positif yang berguna sebagai pembanding terhadap kontrol perlakuan. Dengan kata lain parasetamol dapat mengurangi secara signifikan jumlah geliat dibandingkan dengan kontrol negatif. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 91 mg/kgBB, dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan dan menaikkan

dosis ¼ kalinya sehingga diperoleh dosis 68,25 mg/kgBB dan 113,75 mg/kgBB. Rata-rata jumlah geliat pada masing-masing dosis dapat dilihat pada tabel XI.

Tabel XI.Rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis pemberian parasetamol Kelompok dosis (mg/kgBB) Jumlah Geliat (X ± SE) 68,25 15,33 ± 0,88 91 8,00 ± 1,15 113,75 9,33 ± 1,20 Keterangan : X =Mean(Rata-rata) SE =Standard Error(SD/n)

Gambar 12.Diagram batang rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis parasetamol

Dari hasil analisis variansi satu arah diketahui nilai probabilitasnya 0,007, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah rata-rata geliat yang terjadi pada tiap kelompok perlakuan memiliki perbedaan bermakna (p ≤ 0,05). Kemudian dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna. Hasil uji Scheffe dapat dilihat di tabel XII.

Tabel XII.Hasil uji Scheffe jumlah geliat pada penetapan dosis parasetamol Kelompok dosis (mg/kgBB) 68,25 91 113,75 68,25 - b b 91 b - tb 113,75 b tb -Keterangan : b = Berbeda bermakna (p ≤0,05) tb = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Hasil analisis uji Schiffe menunjukkan bahwa kelompok dosis 68,25 mg/kgBB berbeda bermakna (p ≤0,05) dengan kelompok dosis 91 mg/kgBB dan kelompok dosis 113,75 mg/kgBB. Sedangkan kelompok dosis 91 mg/kgBB menunjukkan perbedaan yang tidak bemakna (p > 0,05) dengan kelompok dosis 113,75 mg/kgBB. Dari diagram batang di atas dapat diketahui bahwa dosis pemberian parasetamol 91 mg/kgBB memiliki jumlah geliat yang paling sedikit. Oleh karena itu dipilih dosis pemberian parasetamol 91 mg/kgBB.

Dokumen terkait