• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Permasalahan Penelitian

Seiring dengan berkembangnya zaman yang diikuti dengan perkembangan teknologi digital, menyebabkan penyebaran berita, pengetahuan, kabar, bahkan kebudayaan dari negara lain menjadi lebih mudah. Melalui media sosial seperti televisi, radio, telepon, dan juga internet; hal-hal tersebut dapat disebarkan dan dinikmati dengan mudah. Dengan adanya teknologi tersebut Jepang memperkenalkan berbagai budayanya kepada dunia salah satunya adalah manga.

Manga dapat dikatakan menjadi awal mula dari berkembangnya budaya populer Jepang yang marak diberbagai negara. Menurut (Mc Cloud, 1993, p. 20), sebagaimana dikutip dari (Dewi, et al, 2016) dalam bukunya mengatakan bahwa manga adalah suatu gambar yang disusun dengan gambar lain dan diurutkan dengan sengaja untuk menyampaikan informasi kepada pembaca serta untuk menghasilkan unsur estetika bagi yang melihatnya. Manga dapat dikatakan sebagai keberhasilan Jepang dalam diplomasi kebudayaan. Maraknya orang yang membaca dan menggemari manga membuat mereka ingin tahu tentang kenbudayaan Jepang yang lain. Hal ini dikarenakan pada sebuah komik manga pasti berlatar di Jepang sehingga mereka secara sadar memperkenalkan berbagai hal yang berkaitan dengan Jepang.

Skripsi ini ingin mendeskripsikan manga sebagai salah satu faktor pembentuk identitas diri (self identity) sebagai gaya hidup (lifestyle) masyarakat di Jakarta. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki pengaruh dalam perkembangan budaya populer. Budaya populer di Jepang memiliki banyak jenisnya, salah satu contohnya adalah manga. Manga merupakan sebutan yang mengarah pada komik buatan Jepang. Sejak berakhirnya

2

Perang Dunia Ke-II, Jepang mengalami keterpurukan dalam berbagai bidang terutama politik dan militer. Hal ini membuat negara tersebut harus mencari cara lain untuk mengembangkan perekonomian negaranya kembali. Salah satu caranya adalah pengembangan di bidang kebudayaan yaitu dengan mempromosikan manga. Manga yang seperti telah dijelaskan di atas merupakan karya gambar dua dimensi yang memiki alur cerita serta pesan dalam gambarnya. Manga menjadi bagian yang stabil dalam perekonomian Jepang sejak tahun 1950, dengan 481 miliar yen di Jepang pada tahun 2006 dan 175-200 juta dolar pada pasar di Amerika Serikat (Kariko, 2010, p. 151).

Indonesia yang merupakan negara dengan berbagai macam etnis, suku, dan ras tentu memiliki banyak kebudayaan yang beragam. Hal ini juga menjadi salah satu aspek kekuatan bangsa termasuk di dalamnya kesenian daerah. Kesenian yang dipelihara oleh masyarakat biasanya disukai oleh banyak orang, dan budaya yang disukai oleh banyak orang disebut budaya populer (Storey, 2006: 7). Budaya yang mencakup seluruh kegiatan sehari-hari, seperti makanan, olahraga, gaya berpakaian, hiburan, dan lain sebagainya. Dari penjelasan tersebut budaya menjadi salah satu faktor yang memengaruhi identitas diri (self identity) dan gaya hidup (lifestyle). Identitas diri merupakan kesadaran dirinya akan eksistensi yang dipertahankan dan menjadi suatu gaya pribadi yang khas. Gaya hidup menunjukan bagaimana individu hidup, membelanjakan uangnya, serta mengalokasikan waktu dalam kehidupannya dan dapat dilihat dari aktifitas sehari-hari serta minat yang merupakan kebutuhan dalam hidupnya.

Budaya populer dapat mengubah gaya hidup seseorang yang mengonsumsinya, selain itu konsumsi budaya populer juga dapat mengubah identitas diri suatu individu atau kelompok. Identitas yang terbentuk karena interaksi yang dilakukan oleh individu tersebut terhadap budaya populer yang dikonsumsinya. Salah satu contohnya adalah gaya hidup masyarakat sekarang yang cenderung menjadi individu yang komuditi, karena terpengaruh

3

budaya populer. Hal tersebut merupakan salah satu fenomena yang menjelaskan bagaimana budaya populer masuk ke segala aspek kehidupan dan lama kelamaan budaya populer semakin menjadi suatu pola tingkah laku yang disukai masyarakat.

Modern ini budaya populer Jepang menjadi salah satu budaya yang berkembang pesat di Indonesia. Fenomena ini dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan, beberapa contohnya adalah banyaknya komik-komik Jepang atau manga yang diterjemahkan dan dijual bebas di pasaran dalam berbagai bahasa, salah satunya bahasa Indonesia. Selain itu dalam dua dekade terakhir maraknya ekspor produk budaya populer Jepang ke berbagai Negara Asia Timur dan Tenggara terutama di Indonesia.

Hiderosi dalam (Nugroho, 2016, p. 3)mengatakan bahwa,

“Di Jepang sendiri budaya populer lebih dikenal dengan sebutan “Taishuu bunka (budaya massa)”, selain itu juga disebut dengan “Minshu bunka (budaya rakyat)”, dan Minzoku bunka (budaya bangsa)”, kemudian dijelaskan lagi bahwa budaya massa merupakan budaya yang banyak disukai oleh masyarakat, tidak hanya masyarakat di suatu negara saja tetapi juga masyarakat di negara-negara lain” .

Terdapat berbagai macam produksi budaya populer Jepang yang sangat digemari khalayak umum, salah satunya adalah manga atau komik Jepang. Komik Jepang memiliki banyak tema cerita yang berlatarbelakang di Jepang, hal ini membuat banyak orang penasaran dan ingin tahu lebih tentang Jepang, bahkan ingin memiliki sesuatu yang mereka anggap menarik yang mereka baca dalam manga tersebut. Dalam manga para penggemar dan pembaca bisa mengenal berbagai macam kebudayaan, kebiasaan sehari-hari, hingga lifestyle orang-orang Jepang.

4

Manga yang dikatakan sebagai gerbang dalam memperkenalkan budaya Jepang ini membawa pengaruh bagi ekonomi masyarakat Jepang di mancanegara seperti Indonesia. Salah satunya dengan bermunculan berbagai jenis produk budaya Jepang. Contohnya musik, film, makanan, games online, kesenian Jepang, hingga fashion dan make-up yang menjadi tren masa kini dan biasanya ada di dalam manga. Tidak hanya produk material saja yang sangat digandrungi para pecinta budaya populer Jepang, namun acara atau event yang bertemakan Jepang, mencakup festival manga, pengenalan budaya tradisional Jepang, kontes coplay, konser J-Pop juga menjamur dikalangan pecintanya. Biasanya saat festival tersebut digelar banyak individu maupun kelompok yang akan datang dan rela berdesak-desakan, serta rela menguras kantongnya hanya untuk datang ke acara tersebut. Acara-acara ini biasanya diadakan oleh pihak lokal maupun luar , seperti AFA (Asean Festival Anime), GJUI (Gelar Jepang Universitas Indonesia), Ennicishai, dan lain sebagainya.

Jakarta yang merupakan ibu kota negara menjadi salah satu pusat perkembangan berbagai budaya populer, salah satu diantaranya adalah budaya populer Jepang. Mudahnya produk dan event-event tersebut dapat ditemukan dengan mudah di Jakarta. Kepopuleran manga hingga kini membuat kita masih dapat menemui banyak penggemar manga di berbagai daerah khususnya Jakarta. Seseorang dikatakan sebagai penggemar karena mereka tidak segan-segan mempelajari, meniru, bahkan membeli hal-hal yang berhubungan dengan apa yang mereka gemari bahkan ada yang sampai mengikuti atau merubah gaya hidupnya (life style). Selain itu penggemar manga biasa berusaha untuk menunjukan keeksisan mereka melalui berbagai cara, contohnya penggemar manga yang sering disebut otaku atau waifu mengganti nama mereka dengan karakter favorit, berdandan atau bergaya seperti karakter favorit mereka, mengoleksi barang-barang bertema Jepang serta mendatangi event-event yang bertemakan Jepang, dan lain sebagainya.

5

Mudahnya menemukan beragam produk budaya populer Jepang di Jakarta membuat para penggemar budaya tersebut dapat dengan mudah mendapatkannya. Hal ini membuat konsumsi budaya yang dilakukan oleh penggemar juga semakin intens, konsumsi yang terjadi terus menerus tersebut tanpa sadar membuat penggemar membentuk identitas dirinya sebagai seorang penggemar dengan simbol-simbol yang mereka tunjukan dan hal ini berpengaruh dengan gaya hidup mereka.

Dari penjelasan yang dijabarkan di atas skripsi ini ingin meneliti atau melihat, menjelaskan, dan mendeskripsikan bagaimana manga dapat membangun dan mempengaruhi identitas serta life style para penggemar atau penikmatnya. Aspek ini menarik karena budaya populer dalam hal ini manga sebagai budaya populer Jepang tanpa sadar sudah menjadi budaya yang melebur bersama budaya lokal, sehingga hal ini mengubah gaya hidup (life style), perilaku, bahkan kebiasaan para penggemar budaya populer tersebut.

B. Pertanyaan Penelitian

Melihat latar belakang yang dijabarkan di atas, peneliti ingin meneliti tentang: 1. Bagaimana manga dapat menjadi Budaya Populer?

2. Bagaimana manga dapat mengkonstruksi identitas diri penggemarnya?

3. Bagaimana manga sebagai budaya Jepang merepresentasikan identitas diri dalam masyarakat?

6 C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

- Mendeskripsikan bagaimana manga menjadi budaya populer yang dapat mengkontruksi identitas diri penggemarnya. Serta mendeskripsikan bagaimana penggemar menonjolkan dirinya sebagai penggemar manga.

D. Manfaat Penelitian - Manfaat Akademis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi ilmiah pada kajian tentang manga sebagai budaya populer dan media yang dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi konstruksi identitas dan gaya hidup atau life style seseorang. - Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang manga bagi para penggemarnya, serta menjadi refrensi atau bahan rujukan bagi mahasiswa atau pun khalayak umum.

E. Kajian Pustaka

Dari beberapa penelusuran kajian untuk penelitin ini, penulis menemukan beberapa penelitian yang memiliki kemiripan dengan skripsi ini. Penelitian tersebut telah ditulis oleh strata dua dan tiga. Beberapa penelitian terdahulu tersebut meneliti tentang manga atau komik Jepang, sehingga penelitian ini dapat dikatakan relevan dan penting dilakukan. Berikut adalah pemaparan beberapa penelitian tersebut;

7

Pertama, penelitian yang ditulis oleh Astiningrum dan Prawitasari (2017), dengan judul “Hubungan Antara Minat Terhadap Komik Jepang (Manga) Dengan Kemampuan Rekognisi Emosi Melalui Ekspresi Wajah”. Dimuat dalam Jurnal Psikologi (Volume 34, No. 2, hlm. 130 – 150). Diterbitkan oleh Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada.

Hipotesis yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah terdapat hubungan yang positif terhadap hubungan antara minat terhadap manga dengan kemampuan rekognisi emosi. Dalam pengumpulan datanya pada minat terhadap manga dibuat berdasarkan aspek minat yaitu, Aspek kepuasan, pemilihan aktifitas, dorongan, kegigihan, dan prestasi dalam melakukan hal yang diminati. Aspek-aspek tersebut disusun berdasarkan metode likert dengan skala 1 sampai 5, dengan 1 sebagai item yang unfavourable sedangkan 5 sebagai item yang favourable. Kemudian untuk melihat kemampuan rekognisi emosi melalui ekspresi wajah, dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan rekognisi emosi melalui ekspresi wajah. Hasilnya adalah terdapat hubungan yang positif, antara minat terhadap manga dengan kemampuan rekognisi emosi melalui ekspresi wajah. Sehingga dapat dikatakan bahwa para penggemar atau pembaca manga dapat mengenal dengan baik ekpresi wajah dengan menggunakan media manga. Hal ini terjadi karena sering mendapatkan stimulus tertentu, yang menyebabkan seseorang menjadi terbiasa dan familiar dengan stimulus tersebut. Pada penelitian ini minatlah yang menjadi suatu stimulus. Minat seseorang akan suatu hal dapat memepengaruhi perilaku orang tersebut secara langsung. Maka jika seseorang memiliki minat yang tinggi terhadap manga, orang tersebut akan merasakan efek positif saat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan manga, sehingga ada dorongan yang kuat untuk memilih kegiatan yang berhubungan dengan manga. Manga menjadi suatu stimulus dan familiar. Pada penelitian ini juga didukung dengan minat remaja yang tinggi terhadap manga, hal ini karena remaja mengisi waktu senggang mereka lebih kepada hal yang berhubungan dengan media massa (Steinberg,

8

2002). Dalam hal ini manga merupakan salah satu bentuk media massa. Sehingga asumsi bahwa dengan minat remaja yang tinggi terhadap manga akan diikuti dengan kemampuan untuk melakukan rekognisi atau pengenalan emosi melalui ekspresi wajah dapat dibuktikan dengan penelitian ini. Namun dalam penelitian ini selain dari berapa lamanya seseorang menyukai manga ada faktor lain yang memengaruhi rekognisi emosi melalui ekspresi wajah, salah satunya umur dan jenis kelamin (Adolphs, 2002), tidak dimasukan di dalamnya.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Putra, Nuraeni, dan Maulana (2015). Berjudul “Presentasi Pemikiran Marxisme pada Manga (Studi Semiotika John Fiske Mengenai Kelas Sosial Kalr Marx Pada Komik Shingeki No Kyojin)”. Terdapat dalam jurnal E-proceeding of Management, Volum 2, Nomor 3, diterbitkan oleh Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom, Bandung.

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis untuk mengungkapkan marxisme pada manga shingeki no kyojin. Penelitian ini dilakukan karena pada saat produksi manga lebih mengarah pada cerita yang bertemakan romantisme dan petualangan remaja, manga ini hadir dengan menyuguhkan ideologi marxisme di dalamnya dan menjadi manga populer pada awal terbitannya hingga sekarang. Menggunakan analisis semiotika yang terbagi dalam tiga level, yaitu: realitas; representasi; dan ideologi. Hasilnya ialah pada level realitas kelas sosial marxisme dapat dilihat dari lima kode berupa: pakaian, gesture tubuh, perilaku, cara bicara, dan ekspresi. Pada setiap karakter diperlihatkan perbedaan antara kaum bourjuis yang menggunakan pakaian mewah, seperti pakaian lengkap yang melindungi dari berbagai serangan dan cuaca ekstrim, sedangkan kaum proletar seperti, orangtua Eren hanya menggunakan kain tipis untuk melindungi tubuh mereka. Level representasi dapat dilihat dari penempatan atau penggambaran yang dilakukan oleh mangaka, di mana mereka sering menggunakan sudut gambar berupa close up, medium shot, dan long shot, dengan

9

menggunakan sudut pandang eye level, yang membuat pembaca merasakan keintiman pada pembicaraan antar karakter. Level ideologi pada manga ini diperlihatkan dengan adanya tiga tembok yang dibangun unuk memisahkan kelas yang satu dengan yang lain, yaitu: Wall Maria, Wall Rose, dan Wall Sina. Wall Maria yang dipenuhi oleh kaum proletar yang bekerja sebagai petani dan buruh kasar, Wall Rose yang dihuni oleh kaum proletariat yang memiliki tanah dan biasa bekerja sebagai peternak, dan Wall Sina yang berisi para elit yang memerintah.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Fung, Pun, dan Mori (2019), dengan judul “Reading Border-crossing Japanese Comics/Anime in China: Cultural Consumption, Fandom, and Imagination”. Dalam Jurnal Global Media and China Vol.4 No.1:125-137, diterbitkan oleh situs jurnal online us.sagepub.com, Amerika Serikat.

Penelitian ini mendeskripsikan nilai-nilai global seperti: kebebasan, kedamaian, keadilan, persahabatan, dan kemanusiaan yang terdapat dalam manga atau anime Jepang dapat mempengaruhi nilai-nilai dan ideologi pembaca di Tiongkok. Menggunakan teori globalisasi budaya, dan teori konsumtif budaya menyatakan bahwa individu dapat membuat pesan, makna, dan identitas mereka melalui konsumsi budaya yang mereka sukai (Fiske: 1992 dan Hall: 1973). Temuannya menunjukan pengaruh nilai-nilai global pada manga terhadap penggemar memiliki batas tertentu. Ini terjadi karena perbedaan konsumsi yang dilakukan oleh penggemar. Serta perbedaan imajinasi pada setiap individu. Pada penggemar Cina konsumsi manga tidak dapat mengubah hegemoni politik yang terdapat di Cina, namun dalam segi orientasi seksual mereka masih dapat memahami dan menghargai privasi orang.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Wong (2006), dengan judul “Globalizing Manga: From Japan To Hong Kong and Beyond”. Dalam jurnal Machademia: Emrging

10

Worlds of Anime and Manga, Vol.1: 23-45, diterbitkan oleh University of Minnesota Press, Minnesota.

Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana manga dapat melebarkan sayapnya ke berbagai negara khususnya negara-negara di Asia dan menjadi sebuah budaya populer yang dapat diterima dan dikonsumsi oleh masyarakat dengan budaya yang berbeda. Menggunakan metode kualitatif deskriptif serta literatur pustaka. Peneliti ingin melihat arus globalisasi yang terfokus pada manga dan juga bagaimana globalisasi budaya terjadi dalam konteks kontemporer. Teori isu globalisasi digunakan untuk menganalisis penelitian ini. Sejarah awalnya globalisasi didominasi oleh Eropa dan kemudian disusul oleh Amerika, sehingga negara-negara tersebut dikatakan sebagai model atau pelopor dari modernitas dalam segala bidang, semua hal dapat dikatakan mengacu pada negara Barat dan negara lain diseluruh dunia hanya sebagai penerimanya. Salah satunya adalah budaya, penyebaran globalisasi budaya dalam konteks kontemporer menurut antropolog Harumi Befu terdapat dua cara yaitu: melalui pendatang dan penduduk setempat. Menurut Befu dalam Wong (2006), “Globalisasi adalah hasil dari kapitalisme di jaman modern. Produk budaya sering dianggap sebagai komoditas konsumen.” Hasil dari penelitian ini mendukung teori globalisasi yang diungkapkan oleh Befu (1986), menyatakan bahwa Jepang dapat menjadi pusat globalisasi yang lain, dan dipertegas dengan menggunakan manga sebagai salah satu medianya. Penulis menjelaskan bahwa manga dapat masuk ke pelbagai negara Asia karena adanya kesamaan budaya dan kedekatan budaya. Di Eropa manga dapat masuk dengan mudah karena keterbukaannya dan banyak keturunan Asia yang ada di Eropa. Di Amerika yang lebih tertutup mereka kurang dapat menerima pengaruh budaya yang ada di manga, sehingga mereka hanya memahami dan membaca manga tanpa mencintai budayanya tersebut. Dilihat dari penjelasan di atas manga menjadi suatu jalan dan petanda baik bahwa dunia dapat mengembangkan praktik-praktik yang lebih seimbang dan toleran. Hal ini

11

membuat pertanyaan mengapa pusat globalisasi hanya bertumpu pada barat (Amerikanisasi dan Westernisasi) saja mengapa tidak ada pusat globalisasi lain seperti Japanisasi atau Cinicisasi yang beberapa dekade ini mampu membangun negaranya dan membuat pengaruh diberbagai belahan dunia.

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Roslina, Roswati, Hazlina, dan Shahila (2018), dengan judul “Penggunaan Manga dan Anime sebagai Media Pembelajaran dalam Kalangan Pelajar Bahasa Jepun di Universitas Awam Malaysia” merupakan jurnal Komunikasi, jilid 34(3). Diterbitkan oleh Universiti Putra Malaysia, Seri Kembangan.

Objektifitas pada penelitian ini mengidentifikasikan konsumsi manga dan anime dikalangan mahasiswa di dua universitas umum (Universitas Putra Malaysia dan Universitas Malaya). Berfokus pada sejauh mana manga dan anime mempengaruhi kehidupan responden dan meneliti penggunaan bahasa Jepang dikalangan mahasiswa. Menggunakan metode kuantitatif dengan sampel diambil dari 15 tempat kursus bahasa Jepang yang ada di sekitar 2 wilayah universitas yang dipilih, dengan mengambil 86 mahasiswa bahasa Jepang yang mengikuti les bahasa Jepang tahap satu hingga tahap tiga, dengan 53% mahasiswa berkebangsaan Cina dan 47% mahasiswa berkebangsaan Melayu, 25% adalah laki-laki dan 75% adalah perempuan, bahasa responden yang dibagi menjadi tiga yaitu bahasa Melayu 48%, bahasa Mandarin 50%, dan bahasa Inggris 2%. Dari hasil data yang didapatkan bahwa minat pada manga dan anime inilah yang menjadi awal ketertarikan pada budaya populer Jepang lainnya seperti cosplay, matsuri, hingga pada keinginan belajar mengenal huruf Jepang (hiragana, katakana, kanji) dan belajar bahasa Jepang, hal inilah yang mendorong responden untuk mengikuti les bahasa Jepang saat di universitas.

12

Hasil penelitian yang didapat 36% responden yang setuju bahwa kegemaran dan konsumsi manga serta anime ini dapat mengubah kehidupan dan cara berpikir mereka, 30% yang masih ragu, dan 28% responden merasa yakin bahwa manga dan anime tidak mengubah kehidupan dan cara berfikir mereka. Perubahan kehidupan dan cara berfikir ini dilihat dari beberapa tema diantaranya; pengetahuan tentang budaya, nilai, dan bahasa Jepang; membuat keputusan; pemikiran mengenai kehidupan; prinsip diri; hubungan kekeluargaan dan persahabatan; dan sumber inspirasi. Kemudian untuk menjadikan manga dan anime sebagai media dalam membantu mempelari bahasa Jepang 79%, dan sisahnya menjadikan manga dan anime hanya sebagai hiburan. Dilihat dari presentase tersebut dapat dikatakan bahwa kegemaran pada manga dan anime dapat mengubah pola perilaku dan berfikir serta menjadi media yang dapat membantu dalam mempelajari bahasa Jepang.

Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad dan Zpalazani (2009), dengan judul “Manga: Invisible Cultural ‘Imperialism’ Through Popular Medium”. Dalam Jurnal Wimba (Komunikasi Visual), Vol.1, No.1 (h.61-68). Diterbitkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung.

Jurnal ini meneliti tentang bagaimana komik khususnya manga menjadi sebuah media yang dapat mengimplementasikan budaya setempat tanpa disadari. Dianalisis dengan menggunakan teori ‘Comic: The Power Within’, menyatakan bahwa komik memiliki kemampuan untuk memusatkan perhatian pada ide, gambar, dan makna di dalamnya, membuatnya menjadi realistis. Hal ini juga bekerja pada manga yang merupakan komik dari Jepang. Manga dikategorikan sebagai media unik yang mewakili cara hidup orang Jepang dengan gambar yang terperinci dari masyarakat Jepang, kemudian dengan tema dan cerita yag berbeda, manga memiliki cara sendiri dalam gaya berceritanya, gambar, dan juga cara membacanya, dengan keunikannya manga dapat diterima dan mempengaruhi budaya di Indonesia. Melalui efek stickness (mengesankan dan dapat melekat diingatan),

13

pada manga efek ini adalah; 1) sindrom kawaii, banyak karakter manga yang dibuat imut untuk menarik perhatian dan menjadi ikonik hingga melekat pada inngatan pembaca, contohnya seperti pikachu yang memiliki warna kuning dengan ekor berbentuk petir. 2) desain karakter yang sederhana namun memiliki gaya menggambar yang unik. Manga memiliki gaya menggambar yang sangat berbeda dengan komik lainnya, manga hadir dengan gaya yang lebih sederhana namun berkarakter. Membuat pembaca berusaha untuk meniru gaya gambar manga, dan mengembangkannya. 3) karakter dalam manga dan pembaca tumbuh bersama, maksudnya pembaca manga akan dibawa dan diombang-ambing dalam alur cerita pertumbuhan karkter hingga dia seperti merasa ikut atau masuk kedalam karakter tersebut, contohnya pada manga Tokyo Ghoul pada manga ini pembaca diajak untuk merasakan bagaimana perjuangan tokoh utama dalam adaptasinya saat dia berubah menjadi setengah ghoul. Kedua, the power of context maksudnya adalah argumen lingkungan tentang bagaimana suatu dapat terjadi dan menyebar. Pada manga terdapat dua the power of context, yaitu; pertama, berbagai tema yang terdapat pada manga terinspirasi dari kehidupan sehari-hari yang ada di Jepang mulai dari romansa, petualang, olahraga, sejarah, ekonomi, hingga politik. Membuat pembaca dapat mengenal budaya Jepang dan kehidupan sehari-hari di Jepang. Pembaca manga di Indonesia sangat ingin mengenal budaya dan keseharian orang Jepang, bahkan ada beberapa seniman komik Indonesia yang

Dokumen terkait