• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu cita-cita nasional yang harus diperjuangkan suatu bangsa adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan yang berkualitas yaitu pendidikan yang mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkarakter. Masa depan dan keunggulan bangsa ditentukan oleh SDM yang dimilikinya, di samping sumber daya alam. SDM yang berkualitas diharapkan dapat lebih berhasil mengelola sumber daya bagi kesejahteraan masyarakat.

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009 mencapai 230 juta jiwa. Sementara itu, komposisi penduduk remaja (10-19 tahun) adalah sebanyak 41 juta jiwa (sekitar 18 persen) dan menempati urutan ke dua terbanyak setelah penduduk usia dewasa dan lanjut (di atas 20 tahun) yaitu sebesar 148 juta jiwa (BPS 2010). Data tersebut menunjukkan bahwa penduduk remaja menempati urutan yang cukup besar dan berpotensi sehingga dapat menjadi sumberdaya yang sangat baik untuk memajukan kesejahteraan negara. Bila karakter remaja yang potensial itu berkualitas maka kemajuan bangsa ini akan terjamin. Namun, bila kualitas remajanya buruk maka akan sulit bagi bangsa ini untuk berkembang karena kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat tercermin dari kualitas pemudanya. Abad ke-21 merupakan era baru yang menawarkan peluang dan tantangan. Bagi bangsa Indonesia, momentum globalisasi ini merupakan tantangan sehingga diperlukan banyak persiapan untuk menghadapinya. Persiapan ini terlebih dahulu dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional dan prestasi siswa. Bangsa yang memiliki SDM yang unggul dan professional akan lebih maju dan mampu bersaing dengan negara-negara lain (Syafaruddin 2002).

Menghadapi tantangan ini diperlukan pula upaya yang sungguh-sungguh melalui pendidikan yang mampu meletakan dasar-dasar pemberdayaan manusia agar memiliki kesadaran akan potensi dirinya dan mengembangkannya bagi kebutuhan dirinya sendiri dan masyarakat dalam membentuk masyarakat madani. Pendidikan dasar itu adalah pendidikan yang dilakukan sedini mungkin yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh artinya layanan yang diberikan kepada anak mencakup layanan pendidikan, kesehatan, dan gizi.

2

Terpadu mengandung arti layanan tidak diberikan kepada anak usia dini saja, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat (Anonim 2003).

SDM yang unggul tidak tercipta dengan sendirinya tapi dibutuhkan upaya dan kerja keras semua pihak terutama para pendidik serta keluarga. Menurut Fuaddin (1999) keluarga merupakan lembaga yang sangat penting dalam proses pengasuhan. Meskipun bukan menjadi satu-satunya faktor, keluarga merupakan unsur yang sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian dan prestasi anak. Secara teoritis dapat dipastikan bahwa dalam keluarga yang baik, anak memiliki dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan yang cukup kuat untuk menjadi manusia dewasa. Keluarga juga berperan dalam menentukan pendidikan bagi anak baik pendidikan sekolah maupun luar sekolah, mulai jenjang prasekolah sampai ke perguruan tinggi. Melalui peran ini orang tua membentuk kepribadian anak, mengembangkan potensi dan prestasi akademik, serta potensi regilius dan moral.

Pengasuhan adalah suatu proses panjang dalam kehidupan seorang anak mulai dari masa prenatal hingga masa kanak-kanak berakhir, masa usia sekolah, masa remaja, dan dewasa. Aspek pendidikan dalam pengasuhan adalah pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak sejak usia dini baik berupa biaya sekolah maupun dalam bentuk perhatian, motivasi, dan dukungan orangtua terhadap prestasi dan kemajuan belajar anak (Hastuti 2008). Pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak juga termasuk penyediaan alat stimulasi akademik. Alat stimulasi akademik dapat berfungsi untuk merangsang kemampuan akademik dan menstimuli tumbuh kembang anak.

Pengasuhan, pendidikan, dan perawatan terhadap anak sejak dari dalam kandungan akan berpengaruh besar pada kecerdasan anak tersebut. Makin bermutu pendidikan, pengasuhan, dan perawatan yang dilakukan sejak usia dini maka makin kokoh kecerdasan yang dibangunnya. Semakin tinggi pengetahuan dan kesanggupan orangtua dalam pendidikan, pengasuhan, dan perawatan bagi anak usia dini, maka semakin memungkinkan bagi orangtua untuk dapat melakukan stimulasi yang konstruktif dan bervariatif yang akan mempercepat perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan kebugaran anak (Sudjarwo 2009).

Keunggulan suatu SDM khususnya siswa dapat diukur salah satunya dengan melihat keberhasilannya dalam hal belajar. Berhasil atau tidaknya

seseorang dalam belajar dapat diketahui dengan melakukan suatu evaluasi untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung melalui nilai rapor.

Bloom dalam Azwar (2002) mengungkapkan bahwa prestasi akademik merupakan keberhasilan seseorang dalam belajar. Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor fisik berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti penglihatan dan pendengaran. Faktor psikologis menyangkut faktor-faktor non fisik, seperti minat, motivasi, bakat, intelegensi, sikap dan kesehatan mental. Faktor eksternal menyangkut pengasuhan, ketersedian alat stimulasi akademik, kondisi tempat belajar, materi pelajaran, dan kondisi lingkungan belajar (Azwar 2004).

Hasil penelitian Hastuti (2006) menemukan adanya pengaruh peran keluarga dalam pembentukan kualitas anak. Peranan keluarga dilihat dari interaksi di dalam lingkungan keluarga yang diukur dari kelekatan emosi ibu dan anak, kualitas pengasuhan, tingkat stres ibu, dan keharmonisan pasangan suami istri. Peningkatan kualitas interaksi antara ibu dan anak akan selalu diikuti oleh peningkatan kualitas anak.

Selain pengasuhan, pendidikan prasekolah juga memegang peranan penting dalam menunjang prestasi akademik anak. Pendidikan prasekolah adalah masa penting bagi pembentukan kualitas tumbuh kembang seseorang di masa dewasa, terutama dalam mempersiapkan anak secara akademik, kematangan sosial dan kemandirian, motivasi akademik, kreativitas, kemampuan pengambilan keputusan, hubungan sosial, kerjasama, dan tanggungjawab (Cotton dan Conklin, 2001; Berrueta-Clement, et al. 1985; Bronson, et al. 1985 diacu dalam Hastuti 2006). Pembelajaran pada anak usia dini merupakan wahana untuk mengembangkan potensi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat masing-masing anak.

Pendidikan prasekolah bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan anak, baik secara emosi, spiritual, maupun bahasa dan komunikasi. Berdasarkan penelitian Bloom, diungkapkan bahwa kecerdasan anak pada usia 15 tahun merupakan hasil pendidikan prasekolah dan 30 persen potensi

4

berikutnya terbentuk pada usia 4 sampai 8 tahun. Remaja dengan latar belakang pendidikan prasekolah memiliki perkembangan lebih optimal dalam hal kemampuan kognitif maupun emosinya daripada anak yang tidak memiliki latar belakang pendidikan prasekolah (Iqbal 2010). Menurut Biechler dan Snowman (1993) diacu dalam Patmonodewo (2003) pendidikan prasekolah merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak-anak yang berusia antara 3-6 tahun untuk mempersiapkan mereka memasuki sekolah.

Hasil penelitian Hastuti (2006) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kecerdesan majemuk (kecerdasan motorik kasar, motorik halus, verbal, matematika, interpersonal, intrapersonal, music, dan visual) anak yang berlatar pendidikan prasekolah (Semai Benih Bangsa dan TK) dengan anak yang tidak berlatar belakang pendidikan prasekolah (kontrol). Kecerdasan majemuk anak peserta SBB adalah paling tinggi, diikuti anak peserta TK, sementara anak tanpa latar belakang prasekolah (kontrol) adalah paling rendah.

Sejak tahun 2001 The Indonesia Heritage Foundation (IHF) turut memberikan sumbangan bagi terbentuknya kualitas anak usia dini dengan mendirikan Kelompok Prasekolah Semai Benih Bangsa (SBB) yang khusus diperuntukan bagi anak dari keluarga tak mampu. SBB adalah kelompok prasekolah yang menerapkan konsep pendidikan holistik berbasis karakter dengan menggunakan metode belajar sesuai kaidah pembelajaran yang patut (Developmentally Appropriate Practices). Melalui metode belajar aktif dan kontekstual, serta sesuai dengan tahapan usianya maka anak diajarkan berfikir, merasakan, dan melaksanakan perbuatan baik secara terstuktur melalui pilar karakter yang diajarkan secara sistematis melalui Satuan Kegiatan Harian (SKH), Satuan Kegiatan Mingguan (SKM), dan Satuan Kegiatan Semesteran (SKS) (Hastuti 2006).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa pengasuhan, ketersedian alat stimulasi akademik, dan latar belakang pendidikan prasekolah dapat mempengaruhi dan menunjang prestasi akademik remaja. Mengingat pentingnya meningkatkan prestasi akademik remaja dalam upaya menciptakan SDM yang unggul untuk memajukan bangsa maka perlu diteliti hubungan faktor-faktor tersebut dengan prestasi akademik remaja.

Perumusan Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM) karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan sumber daya manusia sehingga dapat menciptakan manusia produktif yang mampu memajukan bangsanya (Hadikusumo 1999). Keberhasilan pendidikan salah satunya dapat dilihat dari tingkat prestasi akademik siswa. Winkel (1996) diacu dalam Ridwan (2008)mengungkapkan bahwa prestasi akademik merupakan suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang anak dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Prestasi akademik seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar.

Pencapaian prestasi akademik yang rendah merupakan masalah utama yang ditemui di negara berkembang termasuk Indonesia. Rendahnya prestasi akademik tersebut disebabkankan oleh kualitas teknologi pengajaran yang masih rendah, buku pelajaran yang kurang bermutu, pendidikan orangtua yang rendah, dan angka ketidakhadiran anak di sekolah yang tinggi. Dari ukuran kecerdasan intelektual, survei yang dilakukan oleh International Education Achievement (IAE) tentang hasil pendidikan dilaporkan bahwa kemampuan membaca ditingkat SD siswa di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara yang diteliti. Kemampuan matematika di tingkat SLTP siswa di Indonesia berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, sedangkan untuk kemapuan ilmu pengetahuan alam berada di urutan ke-40 dari 42 negara (Hastuti 2006).

Hasil survei PERC (Political and Economic Risk Consultancy) di 12 negara menunjukkan bahwa Indonesia berada diurutan ke-11 (Megawangi et al. 2005). Hasil survei di 49 negara (Asia, Australia, Afrika) oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study) tahun 2007, menunjukkan bahwa prestasi matematik dan sains siswa SD dan SLTP Indonesia berada diperingkat ke-36 dan 35.

Laporan hasil analisis Tim Education for All (Pendidikan Untuk Semua) tahun 2001, yang berpangkalan di Departemen Pendidikan Nasioanal, menyatakan bahwa masih banyak anak usia dini yang belum terlayani pendidikannya. Pada

6

tahun 2000, dari sekitar 26 juta anak Indonesia 0-6 tahun, lebih dari 80 % belum mendapatkan layanan pendidikan dini apapun. Khusus untuk anak usia 4-6 tahun yang berjumlah sekitar 12 juta, baru sekitar 2 juta anak yang terlayani di Taman Kanak-Kanak (TK) (Anonim 2003).

Berdasarkan tahapan perkembangan Erikson, pada usia 12 sampai 18 tahun anak memasuki tahap identitas vs kebingungan peran. Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada „apa yang dilakukan untuk saya‟, sejak tahap ini perkembangan tergantung pada „apa yang saya kerjakan‟. Periode ini adalah periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri, membangun diri dari krisis yang pernah terjadi, menanyakan siapa saya, perasaan kompeten dan ingin berprestasi, mengambil keputusan (keterampilan, orientasi gender, dan filosofi hidup), menyatukan peran (anak, saudara, pelajar, olahragawan, pekerja), dan membentuk imej dari role model dan peer groupnya (Hastuti 2006).

Tahap perkembangan pada usia remaja ini dipengaruhi oleh tahap perkembangan pada usia sebelumnya. Anak pada usia 3,5 sampai 6 tahun berada pada tahap inisiatif vs bersalah. Tahap ini ditandai dengan kreatifitas yang tinggi, antusias dalam melakukan sesuatu, aktif bereksperimen, berimajinasi, berani mencoba, berani mengambil resiko, dan senang bergaul dengan kawannya. Namun, semua ini tergantung pada lingkungan belajar anak yang kondusif untuk mencapai perkembangan tersebut. Guru atau orangtua hendaknya mendorong sikap positif ini dengan menumbuhkan rasa bertanggungjawab pada tugasnya dan tidak memberikan kritik yang negatif karena akan membuat anak merasa apa yang dikerjakannya adalah salah. Selanjutnya, pada usia 6 sampai 10 tahun berada pada tahap berkarya/etos kerja vs minder. Masa ini adalah masa anak-anak paling antusia belajar dan berimajinasi, sehingga anak-anak dapat tumbuh dengan sikap ingin berkarya, bermotivasi tinggi, dan beretos kerja. Perasaan bahwa „aku bisa‟, „aku kuat‟, atau „aku anak yang baik‟ harus dapat ditumbuhkan pada masa ini karena jika tidak, sikap yang timbul adalah rendah diri (Megawangi et al. 2004).

Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa prestasi akademik remaja dipengaruhi oleh kecerdasan kognitif dan fasilitas belajar, latar belakang pendidikan prasekolah, pola pengasuhan orangtua, dan ketersedian alat stimulasi

akademik. Hal itu semua merupakan tanggungjawab dari lembaga pendidik yaitu keluarga dan sekolah. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi seorang individu karena keluarga adalah lingkungan eksternal pertama yang dikenal begitu individu baru dilahirkan di dunia. Seperti diungkapkan Bennet dalam Hastuti (2008) bahwa keluargalah tempat paling efektif dimana seorang anak menerima kebutuhan kesehatan, pendidikan dan kesejateraan bagi hidupnya, dan bahwa kondisi biologis, psikologis dan pendidikan, serta kesejahteraan seorang anak amat tergantung pada keluarganya.

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan latar belakang pendidikan prasekolah yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Prasekolah Semai Benih Bangsa (SBB) serta yang tidak memiliki latar belakang pendidikan prasekolah (kontrol) dengan prestasi akademik remaja? Bagaimanakah hubungan pola asuh akademik yang diberikan orangtua dengan prestasi akademik remaja? Bagaimana hubungan ketersedian alat stimulasi akademik di rumah dengan prestasi akademik remaja?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh akademik, ketersediaan alat stimulasi akademik, dan prestasi akademik pada remaja dengan latar belakang pendidikan prasekolah yang berbeda.

Tujuan khusus:

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi pola asuh akademik orangtua dan ketersediaan alat stimulasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah (SBB, TK, dan Kontrol).

2. Menganalisis prestasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik remaja dan keluarganya dengan pola asuh akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah.

8

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga remaja dengan ketersediaan alat stimulasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan.

5. Menganalisis hubungan antara pola asuh akademik dan ketersediaan alat stimulasi akademik dengan prestasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaaat bagi berbagai pihak yang terkait. Bagi orangtua, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam upaya memilih pendidikan prasekolah dan memperbaiki pola asuh akademik dan penyediaan alat stimulasi akademik di rumah untuk memperbaiki prestasi akademik anak remaja demi mewujudkan genarasi yang berkualitas. Bagi pendidik atau guru, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang adanya faktor latar belakang pendidikan prasekolah yang diduga berhubungan dengan prestasi akademik remaja.

Penelitian ini juga diharapakan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan khususnya di bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menjadi pertimbangan dalam pengembangan pendidikan bagi anak usia dini berbasis karakter di seluruh Indonesia sebagai investasi pendidikan masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang sehat dan berkarakter. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan serta acuan untuk penelitian-penelitian yang berkaitan dengan remaja pada masa yang akan datang.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait