• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Asuh Dan Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik Dengan Prestasi Akademik Remaja Yang Memiliki Perbedaan Latar Belakang Pendidikan Prasekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Asuh Dan Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik Dengan Prestasi Akademik Remaja Yang Memiliki Perbedaan Latar Belakang Pendidikan Prasekolah"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

BELAKANG PENDIDIKAN PRASEKOLAH

YULYA SRINOVITA I24061966

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi Hubungan Pola Asuh dan Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik dengan Prestasi Akademik Remaja yang Memiliki Perbedaan Latar Belakang Pendidikan Prasekolah adalah karya Saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(4)
(5)

academic stimulation with academic achievement adolescent which have different preschool education background (Under direction of DWI HASTUTI and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI).

The research was a part of a study that had been conducted at year 2006, which involve three group of children with different preschool education background namely group Semai Benih Bangsa (SBB) and Taman Kanak Kanak (TK) who were children with a preschool background, and group non TK or control who were children with no preschool background. SBB were a preschool group established by Indonesia Heritage Foundation for the poor children and using holistic education approach, which in Bogor area located at Kelurahan Sukasari and Desa Situ Udik. The samples of this research at previous study (Hastuti 2006) were 356 children, and for this research out of 356 samples it was selected only children at the two locations. The criteria for sample of this study was youth age 11-16 years, and still have an education. Out of 116 samples only 87 children served as sample of this study, 27 samples of SBB, 31 children of TK and 29 of non-TK. The research aimed to identify parenting in academic dimension (self discipline and excellence orientation) at the three groups, academic stimulation, academic achievement at the three groups and relationship between variables. Analysis of ANOVA, kruskall wallis were applied to analyze differences among three groups, while Pearson correlation were applied to analyze relationship among variables. Result showed that there were significant differences in term of socio economic characteristics (maternal education and family income) among three groups, and in term of academic stimulation, which showed that the socio economic status related to their ability to provide books, computers, academic utensils and activities. Background of preschool education had no relationship with academic achievement, meanwhile socio economic status and academic stimulation had significant and positive relationship with academic achievement of youth.

(6)
(7)

akademik dengan prestasi akademik remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah (Di bawah bimbingan DWI HASTUTI dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI).

Penduduk Indonesia pada tahun 2009 mencapai 230 juta jiwa. Sementara itu, komposisi penduduk remaja sebanyak 41 juta jiwa dan menempati urutan ke dua terbanyak (BPS 2010). Data tersebut menunjukkan bahwa penduduk remaja cukup besar dan berpotensi sehingga dapat menjadi sumberdaya yang sangat baik untuk memajukan bangsa. Hasil survey di 49 negara Asia, Australia, dan Afrika oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2007, menunjukan bahwa prestasi matematik dan sains siswa SD dan SMP Indonesia menduduki peringkat ke-36 dan 35. Kondisi ini sangat memprihatinkan sehingga diperlukan usaha yang optimal untuk meningkatkan prestasi akademik.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh akademik dan ketersediaan alat stimulasi akademik dengan prestasi akademik remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah. Tujuan khususnya adalah: 1) mengidentifikasi pola asuh akademik dan ketersediaan alat stimulasi akademik remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah (Semai Benih Bangsa, Taman Kanak-kanak, dan yang tidak memiliki latar belakang prasekolah/kontrol), 2) menganalisis prestasi akademik remaja, 3) menganalisis hubungan antara karakteristik remaja dan keluarganya dengan pola asuh akademik, 4) menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga remaja dengan ketersedian alat stimulasi akademik, 6) menganalisis hubungan antara pola asuh akademik dan ketersediaan alat stimulasi akademik dengan prestasi akademik.

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Hastuti (2006) yang berjudul “Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada Pembentukan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter”. Pemilihan wilayah dilakukan secara sengaja (purposive) di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor dan Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan ini dengan mempertimbangkan bahwa kedua wilayah memenuhi persyaratan, yaitu merupakan tempat SBB dengan lulusan yang sudah memasuki usia remaja. Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survei. Waktu pengambilan data pada bulan Maret sampai Juli 2010.

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang menjadi contoh pada penelitian Hastuti (2006) sebanyak 356 orang. Contoh adalah anak berusia antara 11 sampai 16 tahun yang tinggal di Kelurahan Sukasari dan Desa Situ Udik yaitu sebanyak 87 orang terdiri dari 27 orang dari latar belakang SBB, 31 orang dari TK, dan 29 orang dari kontrol.

(8)

untuk pola asuh disipilin diri dan pola asuh dukungan berprestasi), diukur dengan melakukan scoring, yaitu skor 2 untuk intensitas sering, skor 1 untuk kadang-kadang, dan skor 0 untuk tidak pernah. Alat stimulasi akademik yang dimiliki remaja saat ini terdiri dari 8 item pertanyaan, diukur dengan melakukan scoring, yaitu skor 1 untuk ada dan skor 0 untuk tidak ada. Pola asuh akademik dan ketersediaan alat stimulasi akademik dikategorikan secara normatif. Prestasi akademik dilihat dari nilai masing-masing dan rata-rata 7 mata pelajaran pada semester terakhir (dua atau empat) meliputi Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Bahasa Inggris, dan Matematika. Dikelompokkan berdasarkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu kurang (< 60,00), cukup (60,00-70,00), baik (70,10-75,00), dan sangat baik (>75). Data sekunder diambil di kantor Desa Sukasari dan Desa Situ Udik.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excell dan SPSS 17.0. Analisis data dengan menggunakan: 1) uji deskriptif digunakan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat sebaran statistik deskriptif contoh menurut variabel yang diteliti, 2) uji beda Anova dan Kruskall Wallis dilakukan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada masing-masing variabel di tiga kelompok contoh, 3) uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antar variabel.

Hampir seluruh contoh (88,5%) tersebar pada kategori usia pertengahan puber (12-15 tahun). Contoh laki-laki (52,9%) lebih banyak daripada perempuan (47,3%) tapi tidak ada perbedaan dalam hal usia dan jenis kelamin. Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh kontrol (6,96 orang) lebih besar dibandingkan TK (6,06 orang) dan SBB (5,89 orang). Tingkat pendidikan orang tua contoh TK (ayah 9,4 dan ibu 8,4 tahun) lebih tinggi dibanding SBB (8,5 dan 7,5 tahun) dan kontrol (7,1 dan 6,6 tahun). Pendapatan per kapita keluarga contoh TK (Rp 256.590) lebih tinggi dibandingkan SBB (Rp 248.500) dan kontrol (Rp 161.500). Sebagian besar ayah contoh SBB (37%) dan TK (35,5%) bekerja sebagai wiraswasta, sedangkan kontrol (34,5%) sebagai buruh dan terdapat perbedaan dalam hal besar keluarga, pendidikan orangtua, dan pendapatan per kapita.

Lebih dari separuh contoh (67%) memperoleh pola asuh akademik pada kategori tinggi dan tidak terdapat perbedaan signifikan antara ketiga kelompok. Tingkat ketersediaan alat stimulasi akademik berbeda antara ketiga kelompok, yaitu TK (61,3%) lebih tinggi dibanding SBB (59,3%) dan kontrol (43,7%). Sebagian besar (47,1%) prestasi akademik contoh berada pada kategori cukup (60-70). Rata-rata skor nilai pada empat mata pelajaran (Pendidikan Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris) tertinggi pada contoh SBB dan tiga mata pelajaran (Pendidikan Kewarganegaraan, IPA, IPS) pada contoh TK. Namun, secara statistik tidak terdapat perbedaan antara tingkat prestasi akademik menurut kelompok dan asal daerah, perbedaan hanya ditemukan menurut jenis kelamin. Prestasi contoh laki-laki lebih baik daripada contoh perempuan.

(9)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

(10)
(11)

BELAKANG PENDIDIKAN PRASEKOLAH

YULYA SRINOVITA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Pendidikan Prasekolah Nama : Yulya Srinovita

NRP : I24061966

Disetujui,

Dr. Ir. Dwi Hastuti, M. Sc Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

Dr.Ir. Hartoyo, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(14)
(15)

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 9 Juli 1988 dari ayah Ali Suwar dan Ibu Nurbaidah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan SD sampai SMA diselesaikan penulis di Padang, Sumatra Barat. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 19 Bayur dari tahun 1994 hingga 2000, pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri 1 Nan Sabaris pada tahun 2003, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Nan Sabaris tahun 2006.

Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dengan Mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis terlibat dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu Ikatan Mushola TPB sebagai ketua Mushola Astri A2. Selain itu, penulis juga menjabat sebagai Bendahara umum Lembaga Pengajar Alqur‟an (LPQ) Alhurriyah, Staff Syiar Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA), Anggota Klub Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO), Ketua Rohis Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Staff Kebijakan Kampus Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM), dan Staff Forum Diskusi Leadership Community Rumah Peradaban Beasiswa PPSDMS Nurul Fikri.

(16)
(17)

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan pertolonganNya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini. Sholawat beriring salam juga tidak lupa penulis sampaikan kepada Rasullulah SAW, suri tauladan umat manusia yang telah berjuang dengan segenap jiwa dan raganya untuk kejayaan Islam yang mulia.

Suatu hal yang penulis sadari bahwa penulisan dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril dan materil berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc sebagai dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si sebagai dosen pembimbing II skripsi yang telah memberikan doa, bimbingan, perhatian, waktu, motivasi, tenaga, dan contoh yang baik kepada penulis hingga selesainya skripsi ini. Terima kasih atas pelajaran-pelajaran yang begitu berharga selama ini.

2. Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas bantuan dan bimbingannya dalam bidang akademik selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen.

3. Neti Hernawati, SP, M.Si dan Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji, terimakasih atas masukan bagi perbaikan skripsi. 4. Seluruh aparat pemerintah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor khususnya

Kelurahan Sukasari dan Desa Cibungbulang, serta seluruh keluarga contoh. Terima kasih banyak atas bantuan dan partisipasinya dalam penelitian ini. 5. Papa (Ali Suwar) dan mamaku (Nurbaidah) tercinta, terima kasih atas doa

yang tiada henti, cinta, kasih sayang, pengorbanan, perhatian, kesabaran yang begitu besar kepada penulis. Kakak-kakakku tersayang, Yosa Novia Dewi, SPd. dan Yuddi Noveranda (alm) terima kasih atas doa, kasih sayang, dan motivasinya. Kalian semua adalah anugerah terindah untuk penulis. Semoga Allah SWT mengumpulkan kita kelak di Jannah-Nya.

(18)

Weng, Bang Len, dan Widya. Adek-adek dan keponakanku tersayang, Soni, Yudi, Bambang, Beben, Tata, Piska, Iyo, Nilna, dan Aidil. Terima kasih atas kebersamaan dan dukungan untuk penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas segala ilmu, perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan. Semoga dibalas dengan Surga-Nya. Serta seluruh tenaga kependidikan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

8. Teman-teman penelitian Untari, Liaw, Syifa, Shanti, dan Teh Heni. Telah banyak kesulitan dan kemudahan yang kita rasakan bersama. Terima kasih telah menjadi teman untuk berbagi dan berjuang. Mahasiswa IKK 43 serta IKK 42, khususnya anggota Rohis kelas. Terima kasih atas kebersamaannya. 9. Saudara-saudariku seperjuangan para mujahid/mujahidah tangguh

pengemban amanah dakwah khususnya Uda Aji, Andi, FSIM, Fushilat 43, Entretrainer, Murobbiah Halaqoh, dan Lembaga Dakwah Kampus IPB. Jazakumullah Khairon Katsiran atas segalanya. Antum semua adalah nikmat Allah yang luar biasa.

10.Sahabat-sahabatku tercinta, Elis, Erika, Mb Mei, Kiki, dan Ratih. Terima kasih atas persahabatan yang ikhlas dan begitu berharga untuk penulis. Kalian selalu ada disaat suka dan duka. Semoga persahabatan ini abadi. Untuk Kak Fachri, terima kasih atas doa, dukungan, semangat, dan motivasi yang tiada henti. Semoga Allah membalas semuanya dengan kebaikan.

Demikianlah ucapan terima kasih dipersembahkan, tulus terucap dari lubuk hati yang paling dalam. Semoga Allah membalasnya dengan hal yang lebih baik. Amin.

Bogor, Mei 2011

(19)

DAFTAR ISI

Faktor Karakteristik Remaja yang Berhubungan dengan Pola Asuh Akademik dan Prestasi Akademik... 17

Faktor Karakteristik Keluarga yang Berhubungan dengan Pola Asuh Akademik dan Ketersediaaan Alat Stimulasi Akademik... 19

KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

METODE PENELITIAN... 25

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 25

Cara Penarikan Contoh ... 25

Jenis dan Cara Pengumpulan data ... 26

Pengukuran, Pengolahan, dan Analisis Data ... 27

Definisi Operasional ... 29

Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik ... 40

Prestasi akademik ... 42

Hubungan Antar Variabel Penelitian... 46

(20)
(21)

DAFTAR TABEL

6. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua dan kelompok ... 35

7. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan kelompok ... 36

8. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan kelompok ... 37

9. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pola asuh akademik dan kelompok ... 39

10. Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan alat stimulasi akademik dan kelompok ... 40

11. Sebaran contoh berdasarkan tingkat ketersediaan alat stimulasi akademik dan kelompok ... 41

12. Sebaran rata-rata nilai skor prestasi akademik berdasarkan mata pelajaran dan kelompok ... 42

13. Sebaran contoh berdasarkan tingkat prestasi akademik dan kelompok ... 43

14. Sebaran contoh berdasarkan tingkat prestasi akademik dan jenis kelamin ... 44

15. Sebaran contoh berdasarkan tingkat prestasi akademik dan asal daerah ... 45

16. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak dan pola asuh akademik ... 46

17. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan pola asuh akademik ... 48

18. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan ketersedaian alat stimulasi akademik ... 51

19. Sebaran contoh berdasarkan pola asuh akademik dan prestasi akademik ... 53

(22)
(23)

DAFTAR LAMPIRAN

(24)
(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu cita-cita nasional yang harus diperjuangkan suatu bangsa adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan yang berkualitas yaitu pendidikan yang mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkarakter. Masa depan dan keunggulan bangsa ditentukan oleh SDM yang dimilikinya, di samping sumber daya alam. SDM yang berkualitas diharapkan dapat lebih berhasil mengelola sumber daya bagi kesejahteraan masyarakat.

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009 mencapai 230 juta jiwa. Sementara itu, komposisi penduduk remaja (10-19 tahun) adalah sebanyak 41 juta jiwa (sekitar 18 persen) dan menempati urutan ke dua terbanyak setelah penduduk usia dewasa dan lanjut (di atas 20 tahun) yaitu sebesar 148 juta jiwa (BPS 2010). Data tersebut menunjukkan bahwa penduduk remaja menempati urutan yang cukup besar dan berpotensi sehingga dapat menjadi sumberdaya yang sangat baik untuk memajukan kesejahteraan negara. Bila karakter remaja yang potensial itu berkualitas maka kemajuan bangsa ini akan terjamin. Namun, bila kualitas remajanya buruk maka akan sulit bagi bangsa ini untuk berkembang karena kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat tercermin dari kualitas pemudanya. Abad ke-21 merupakan era baru yang menawarkan peluang dan tantangan. Bagi bangsa Indonesia, momentum globalisasi ini merupakan tantangan sehingga diperlukan banyak persiapan untuk menghadapinya. Persiapan ini terlebih dahulu dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional dan prestasi siswa. Bangsa yang memiliki SDM yang unggul dan professional akan lebih maju dan mampu bersaing dengan negara-negara lain (Syafaruddin 2002).

(26)

2

Terpadu mengandung arti layanan tidak diberikan kepada anak usia dini saja, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat (Anonim 2003).

SDM yang unggul tidak tercipta dengan sendirinya tapi dibutuhkan upaya dan kerja keras semua pihak terutama para pendidik serta keluarga. Menurut Fuaddin (1999) keluarga merupakan lembaga yang sangat penting dalam proses pengasuhan. Meskipun bukan menjadi satu-satunya faktor, keluarga merupakan unsur yang sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian dan prestasi anak. Secara teoritis dapat dipastikan bahwa dalam keluarga yang baik, anak memiliki dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan yang cukup kuat untuk menjadi manusia dewasa. Keluarga juga berperan dalam menentukan pendidikan bagi anak baik pendidikan sekolah maupun luar sekolah, mulai jenjang prasekolah sampai ke perguruan tinggi. Melalui peran ini orang tua membentuk kepribadian anak, mengembangkan potensi dan prestasi akademik, serta potensi regilius dan moral.

Pengasuhan adalah suatu proses panjang dalam kehidupan seorang anak mulai dari masa prenatal hingga masa kanak-kanak berakhir, masa usia sekolah, masa remaja, dan dewasa. Aspek pendidikan dalam pengasuhan adalah pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak sejak usia dini baik berupa biaya sekolah maupun dalam bentuk perhatian, motivasi, dan dukungan orangtua terhadap prestasi dan kemajuan belajar anak (Hastuti 2008). Pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak juga termasuk penyediaan alat stimulasi akademik. Alat stimulasi akademik dapat berfungsi untuk merangsang kemampuan akademik dan menstimuli tumbuh kembang anak.

Pengasuhan, pendidikan, dan perawatan terhadap anak sejak dari dalam kandungan akan berpengaruh besar pada kecerdasan anak tersebut. Makin bermutu pendidikan, pengasuhan, dan perawatan yang dilakukan sejak usia dini maka makin kokoh kecerdasan yang dibangunnya. Semakin tinggi pengetahuan dan kesanggupan orangtua dalam pendidikan, pengasuhan, dan perawatan bagi anak usia dini, maka semakin memungkinkan bagi orangtua untuk dapat melakukan stimulasi yang konstruktif dan bervariatif yang akan mempercepat perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan kebugaran anak (Sudjarwo 2009).

(27)

seseorang dalam belajar dapat diketahui dengan melakukan suatu evaluasi untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung melalui nilai rapor.

Bloom dalam Azwar (2002) mengungkapkan bahwa prestasi akademik merupakan keberhasilan seseorang dalam belajar. Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor fisik berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti penglihatan dan pendengaran. Faktor psikologis menyangkut faktor-faktor non fisik, seperti minat, motivasi, bakat, intelegensi, sikap dan kesehatan mental. Faktor eksternal menyangkut pengasuhan, ketersedian alat stimulasi akademik, kondisi tempat belajar, materi pelajaran, dan kondisi lingkungan belajar (Azwar 2004).

Hasil penelitian Hastuti (2006) menemukan adanya pengaruh peran keluarga dalam pembentukan kualitas anak. Peranan keluarga dilihat dari interaksi di dalam lingkungan keluarga yang diukur dari kelekatan emosi ibu dan anak, kualitas pengasuhan, tingkat stres ibu, dan keharmonisan pasangan suami istri. Peningkatan kualitas interaksi antara ibu dan anak akan selalu diikuti oleh peningkatan kualitas anak.

Selain pengasuhan, pendidikan prasekolah juga memegang peranan penting dalam menunjang prestasi akademik anak. Pendidikan prasekolah adalah masa penting bagi pembentukan kualitas tumbuh kembang seseorang di masa dewasa, terutama dalam mempersiapkan anak secara akademik, kematangan sosial dan kemandirian, motivasi akademik, kreativitas, kemampuan pengambilan keputusan, hubungan sosial, kerjasama, dan tanggungjawab (Cotton dan Conklin, 2001; Berrueta-Clement, et al. 1985; Bronson, et al. 1985 diacu dalam Hastuti 2006). Pembelajaran pada anak usia dini merupakan wahana untuk mengembangkan potensi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat masing-masing anak.

(28)

4

berikutnya terbentuk pada usia 4 sampai 8 tahun. Remaja dengan latar belakang pendidikan prasekolah memiliki perkembangan lebih optimal dalam hal kemampuan kognitif maupun emosinya daripada anak yang tidak memiliki latar belakang pendidikan prasekolah (Iqbal 2010). Menurut Biechler dan Snowman (1993) diacu dalam Patmonodewo (2003) pendidikan prasekolah merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak-anak yang berusia antara 3-6 tahun untuk mempersiapkan mereka memasuki sekolah.

Hasil penelitian Hastuti (2006) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kecerdesan majemuk (kecerdasan motorik kasar, motorik halus, verbal, matematika, interpersonal, intrapersonal, music, dan visual) anak yang berlatar pendidikan prasekolah (Semai Benih Bangsa dan TK) dengan anak yang tidak berlatar belakang pendidikan prasekolah (kontrol). Kecerdasan majemuk anak peserta SBB adalah paling tinggi, diikuti anak peserta TK, sementara anak tanpa latar belakang prasekolah (kontrol) adalah paling rendah.

Sejak tahun 2001 The Indonesia Heritage Foundation (IHF) turut memberikan sumbangan bagi terbentuknya kualitas anak usia dini dengan mendirikan Kelompok Prasekolah Semai Benih Bangsa (SBB) yang khusus diperuntukan bagi anak dari keluarga tak mampu. SBB adalah kelompok prasekolah yang menerapkan konsep pendidikan holistik berbasis karakter dengan menggunakan metode belajar sesuai kaidah pembelajaran yang patut (Developmentally Appropriate Practices). Melalui metode belajar aktif dan kontekstual, serta sesuai dengan tahapan usianya maka anak diajarkan berfikir, merasakan, dan melaksanakan perbuatan baik secara terstuktur melalui pilar karakter yang diajarkan secara sistematis melalui Satuan Kegiatan Harian (SKH), Satuan Kegiatan Mingguan (SKM), dan Satuan Kegiatan Semesteran (SKS) (Hastuti 2006).

(29)

Perumusan Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM) karena pendidikan diyakini mampu meningkatkan sumber daya manusia sehingga dapat menciptakan manusia produktif yang mampu memajukan bangsanya (Hadikusumo 1999). Keberhasilan pendidikan salah satunya dapat dilihat dari tingkat prestasi akademik siswa. Winkel (1996) diacu dalam Ridwan (2008)mengungkapkan bahwa prestasi akademik merupakan suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang anak dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Prestasi akademik seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar.

Pencapaian prestasi akademik yang rendah merupakan masalah utama yang ditemui di negara berkembang termasuk Indonesia. Rendahnya prestasi akademik tersebut disebabkankan oleh kualitas teknologi pengajaran yang masih rendah, buku pelajaran yang kurang bermutu, pendidikan orangtua yang rendah, dan angka ketidakhadiran anak di sekolah yang tinggi. Dari ukuran kecerdasan intelektual, survei yang dilakukan oleh International Education Achievement (IAE) tentang hasil pendidikan dilaporkan bahwa kemampuan membaca ditingkat SD siswa di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara yang diteliti. Kemampuan matematika di tingkat SLTP siswa di Indonesia berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, sedangkan untuk kemapuan ilmu pengetahuan alam berada di urutan ke-40 dari 42 negara (Hastuti 2006).

Hasil survei PERC (Political and Economic Risk Consultancy) di 12 negara menunjukkan bahwa Indonesia berada diurutan ke-11 (Megawangi et al. 2005). Hasil survei di 49 negara (Asia, Australia, Afrika) oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study) tahun 2007, menunjukkan bahwa prestasi matematik dan sains siswa SD dan SLTP Indonesia berada diperingkat ke-36 dan 35.

(30)

6

tahun 2000, dari sekitar 26 juta anak Indonesia 0-6 tahun, lebih dari 80 % belum mendapatkan layanan pendidikan dini apapun. Khusus untuk anak usia 4-6 tahun yang berjumlah sekitar 12 juta, baru sekitar 2 juta anak yang terlayani di Taman Kanak-Kanak (TK) (Anonim 2003).

Berdasarkan tahapan perkembangan Erikson, pada usia 12 sampai 18 tahun anak memasuki tahap identitas vs kebingungan peran. Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada „apa yang dilakukan untuk saya‟, sejak tahap ini perkembangan tergantung pada „apa yang saya kerjakan‟. Periode ini adalah periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri, membangun diri dari krisis yang pernah terjadi, menanyakan siapa saya, perasaan kompeten dan ingin berprestasi, mengambil keputusan (keterampilan, orientasi gender, dan filosofi hidup), menyatukan peran (anak, saudara, pelajar, olahragawan, pekerja), dan membentuk imej dari role model dan peer groupnya (Hastuti 2006).

Tahap perkembangan pada usia remaja ini dipengaruhi oleh tahap perkembangan pada usia sebelumnya. Anak pada usia 3,5 sampai 6 tahun berada pada tahap inisiatif vs bersalah. Tahap ini ditandai dengan kreatifitas yang tinggi, antusias dalam melakukan sesuatu, aktif bereksperimen, berimajinasi, berani mencoba, berani mengambil resiko, dan senang bergaul dengan kawannya. Namun, semua ini tergantung pada lingkungan belajar anak yang kondusif untuk mencapai perkembangan tersebut. Guru atau orangtua hendaknya mendorong sikap positif ini dengan menumbuhkan rasa bertanggungjawab pada tugasnya dan tidak memberikan kritik yang negatif karena akan membuat anak merasa apa yang dikerjakannya adalah salah. Selanjutnya, pada usia 6 sampai 10 tahun berada pada tahap berkarya/etos kerja vs minder. Masa ini adalah masa anak-anak paling antusia belajar dan berimajinasi, sehingga anak-anak dapat tumbuh dengan sikap ingin berkarya, bermotivasi tinggi, dan beretos kerja. Perasaan bahwa „aku bisa‟, „aku kuat‟, atau „aku anak yang baik‟ harus dapat ditumbuhkan pada masa ini karena jika tidak, sikap yang timbul adalah rendah diri (Megawangi et al. 2004).

(31)

akademik. Hal itu semua merupakan tanggungjawab dari lembaga pendidik yaitu keluarga dan sekolah. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi seorang individu karena keluarga adalah lingkungan eksternal pertama yang dikenal begitu individu baru dilahirkan di dunia. Seperti diungkapkan Bennet dalam Hastuti (2008) bahwa keluargalah tempat paling efektif dimana seorang anak menerima kebutuhan kesehatan, pendidikan dan kesejateraan bagi hidupnya, dan bahwa kondisi biologis, psikologis dan pendidikan, serta kesejahteraan seorang anak amat tergantung pada keluarganya.

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan latar belakang pendidikan prasekolah yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Prasekolah Semai Benih Bangsa (SBB) serta yang tidak memiliki latar belakang pendidikan prasekolah (kontrol) dengan prestasi akademik remaja? Bagaimanakah hubungan pola asuh akademik yang diberikan orangtua dengan prestasi akademik remaja? Bagaimana hubungan ketersedian alat stimulasi akademik di rumah dengan prestasi akademik remaja?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh akademik, ketersediaan alat stimulasi akademik, dan prestasi akademik pada remaja dengan latar belakang pendidikan prasekolah yang berbeda.

Tujuan khusus:

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi pola asuh akademik orangtua dan ketersediaan alat stimulasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah (SBB, TK, dan Kontrol).

2. Menganalisis prestasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah.

(32)

8

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga remaja dengan ketersediaan alat stimulasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan.

5. Menganalisis hubungan antara pola asuh akademik dan ketersediaan alat stimulasi akademik dengan prestasi akademik pada remaja yang memiliki perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaaat bagi berbagai pihak yang terkait. Bagi orangtua, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam upaya memilih pendidikan prasekolah dan memperbaiki pola asuh akademik dan penyediaan alat stimulasi akademik di rumah untuk memperbaiki prestasi akademik anak remaja demi mewujudkan genarasi yang berkualitas. Bagi pendidik atau guru, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang adanya faktor latar belakang pendidikan prasekolah yang diduga berhubungan dengan prestasi akademik remaja.

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Prestasi Akademik Remaja

Menurut Slameto (2003) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Keberhasilan seseorang dalam belajar dapat diketahui dengan melakukan suatu evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk mendapat data pembuktian yang akan menunjukan sampai sejauh mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan sekolah. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh guru dan para pengawas pendidikan untuk mengukur atau menilai sampai sejauh mana keefektifan pengalaman mengajar, kegiatan belajar, dan metode mengajar yang digunakan (Purwanto 2009).

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian hasil belajar. Tujuan utama penilaian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dan tingkat keberhasilan tersebut ditandai dengan skala nilai berupa huruf, kata, atau simbol. Hasil evaluasi ini dapat difungsikan dan ditujukan untuk keperluan diagnostik kelemahan dan keunggulan siswa, seleksi untuk jenis jabatan dan pendidikan tertentu, kenaikan kelas, dan penempatan siswa pada kelompok yang sesuai.

Rapor merupakan perumusan terakhir sesaat penilaian hasil-hasil pendidikan yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh mana kemajuan anak didik. Hasil dari tindakan mengadakan penilain ini dinyatakan dalam bermacam-macam perumusan yaitu dengan menggunakan lambang-lambang (A, B, C, D, E) dan menggunakan skala sampai 11 tingkat yaitu mulai dari 0 sampa 10. Di Indonesia pada umumnya menggunakan angka 0 sampai 10 atau 0 sampai 100. Selanjutnya pada tiap akhir masa tertentu (6 bulan) sekolah juga mengeluarkan rapor tentang kelakuan kerajinan dan kepandain siswa. Rapor ini merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar siswa selama masa tertentu itu (Suryabrata 2006).

(34)

10

prestasi akademik remaja dapat diukur melalui skor prestasi dari beberapa mata pelajaran yang meliputi Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Komputer, dan Keseniaan, Matematika, IPA (Biologi, Fisika, Kimia), dan IPS (Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, Akuntansi, Geografi).

Kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar, bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar dan menstransfer proses belajar. Kemampuan berprestasi ini dipengaruhi oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk membangkitkan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi (Suryabrata 2006).

(35)

di masa depan. Mereka juga sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi (Desmita 2009).

Pendidikan Prasekolah

Pendidikan pada usia dini adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan berbagai potensi yang dimilki anak seperti potensi fisik, kognitif, bahasa dan sosio-emosional sehingga pada masa ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari lingkungannya. Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek seperti fisik, sosio-emosi, dan kognitif sedang mengalami masa yang tercepat dalam rentang perkembangan hidup manusia (Hartati 2007). Hasil studi yang dilakukan oleh Lawrence J. Schweinhart (1994) menunjukan bahwa pengalaman anak pada masa TK dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan anak selanjutnya (Megawangi 2004).

Anak usia dini mulai sadar dengan keadaan dilingkungannya pada umumnya dimulai dari usia 2 bulan sampai 1 tahun terutama perhatian yang berkaitan dengan penglihatan, alat peraba, dan alat pendengarannya. Selain itu, perhatian yang berkaitan dengan indra lainnya pun sudah ada tetapi kadarnya masih relatif kecil. Melalui pengalaman panca indra itu lah terjadi rangsangan terhadap neuron atau sel-sel otaknya yang kemudian membentuk hubungan neural sebagai dasar perkembangan emosi, sosial, dan intelektual seseorang. Apabila rangsangan ini terjadi secara terus menerus dengan berbagai variasi jenis dan jumlah serta mutu rangsangannya serta terjadi di sepanjang masa usia anak-anak maka secara konstruktif akan meningkatkan kecerdasan intelektual dan kebugaran fisik dan mentalnya (Sudjarwo 2009).

(36)

12

sosial-emosional ditemukan dampak positif pada perilaku sosial, dan tidak ditemukan dampak negatif yang tinggi. Beberapa penelitian telah menemukan penurunan dalam kejahatan pada saat mereka dewasa (Barnet & Ackerman 2006).

Menurut Ellis (2010) beberapa manfaat jangka panjang dari pendidikan anak prasekolah, meliputi keterampilan sosial yang lebih baik, dan kemampuan lebih besar untuk fokus, studi menunjukkan bahwa anak-anak yang berpendidikan prasekolah lebih berpeluang untuk lulus dengan baik dan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, serta terintegrasi dengan baik dalam hubungan sosial sebagai orang dewasa.

Pendidikan merupakan faktor dalam mengembangkan potensi remaja di masa depan. Kurangnya pendidikan akan menurunkan peluang untuk mengembangkan potensi mereka (Santrock 2007). Pendidikan berkarakter yang berkualitas perlu dibentuk sejak usia dini. Banyak pakar mengemukakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini akan membantuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya. Pendidikan prasekolah merupakan investasi jangka panjang bagi anak di masa depannya (Megawangi 2004).

Menurut Likona, anak-anak usia prasekolah sudah dapat diberikan pendidikan karakter dengan mengaktifkan rasa empati anak. Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan karakter yang diberikan pada anak prasekolah dapat membentuk prilaku positif, interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan mengelola emosi, percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya, dan kemampuan akademik yang baik (Megawangi 2004).

Otak manusia berkembang sangat pesat selama umur 2-4 tahun. Selama periode ini adalah masa kritis penentu kognitif anak, perkembangan sosial dan motorik. Pembelajaran prasekolah akan membantu meningkatkan pembelajaran dan produktiftivitas anak dalam masa perkembangannya. Program prasekolah menunjukkan investasi anak usia dini merupakan masukan paling penting bagi pengembangan kognitif, sosial dan motivasi keterampilan. (Raut 2003).

(37)

tingkat partisipasi perguruan tinggi, meningkatkan perilaku masyarakat/pidana, dan juga akan membawa pendapatan pajak yang lebih tinggi karena lebih banyak pekerja akan mendapatkan penghasilan upah yang lebih tinggi (Raut 2003).

Hasil penelitian Hastuti (2006) menunjukan bahwa skor karakter anak Semai Benih Bangsa (SBB) lebih tinggi daripada yang bukan SBB (TK dan kontrol). Selain itu, anak yang ikut program SBB juga mempunyai skor kemampuan verbal dan matematika yang lebih unggul dari kelompok lainnya. Jika melihat latar belakang murid SBB dari kelas ekonomi bawah, yaitu sama dengan latar belakang anak kontrol yang juga diteliti, seharusnya mereka mempunyai pencapaian skor yang sama dengan anak kontrol tapi karena ia masuk SBB pencapaian menjadi melonjak tinggi bahkan melebihi anak TK yang juga diteliti dengan ekonomi yang lebih mampu. Hal ini memperlihatkan bahwa pendidikan karakter melalui model character based integrated learning curriculum yang diberikan telah berhasil membentuk karakter anak.

Character based integrated learning curriculum adalah kurikulum pembelajaran terpadu yang berbasis karakter. Penerapan model ini sudah dilakukan oleh Indonesia Haritage Foundation (IHF) untuk anak-anak usia prasekolah melalui kegiatan SBB dan TK karakter. Kecakapan hidup dasar telah dikemas dengan mengarahkan mata ajaran normatif (PPKn, Sejarah, Bahasa Indonesia, Agama, Penjaskes, Kerteks) yang terfokus pada pembetukan karakter. Manfaat yang telah diamati dari model pembelajaran ini adalah motivasi dan antusias belajar peserta didik yang tinggi (Megawangi 2004).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pentingnya pendidikan karakter pada keberhasilan akademik anak. Dalam bulletin Charakter Educator diuraikan bahwa hasil studi Marvin Berkowith dari University of Missouri menunjukan peningkatan motivasi siswa dalam meraih prestasi akademik pada sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter membentuk kesehatan emosi anak yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif, memberikan motivasi belajar untuk kesuksesan dibidang akademik (Megawangi 2004).

Pola Asuh Akademik Remaja

(38)

14

umumnya berhubungan dengan prestasi anak di sekolah maupun di luar sekolah yang terdiri dari pola asuh disiplin diri dan dukungan berprestasi. Pola asuh disiplin diri adalah pola asuh untuk menanamkan sikap disiplin pada anak dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan pola asuh dukungan berprestasi adalah pola asuh berupa dukungan untuk berprestasi (Hastuti 2008).

Orangtua harus mampu mengelola disiplin dan aturan dalam kehidupan anak terutama dalam hal belajar. Belajar disiplin sebaiknya diterapkan semenjak usia muda, agar kebiasaan ini sudah terbentuk dan memudahkan anak dalam pergaulan dan hubungan sosial dengan teman-temannya. Keberhasilan disiplin diri menjadi pendukung kelancaran perkembangan kognitif dan prestasi belajar di sekolah. Sementara kognitif yang tinggi tidak menjamin keberhasilan sepenuhnya bila tidak didukung oleh faktor yang lain yaitu motivasi (Slameto 2003).

Pola asuh akademik yang diberikan orangtua adalah pemenuhan kebutuhan pendidikan anak, baik yang berupa biaya sekolah, maupun dalam bentuk perhatian, motivasi, dan dukungan terhadap prestasi dan kemajuan belajar anak. Pendidikan yang diberikan mencakup pendidikan formal, non-formal, ataupun informal yang dapat memberikan bekal kepada anak untuk hidup mandiri dan sesuai dengan minat dan bakat anak. Masa anak usia sekolah merupakan periode dimana orangtua menanamkan ketekunan, kerajinan, dan kepercayaan diri anak bahwa anak mampu mencapai prestasi yang diinginkannya (Hastuti 2008).

(39)

Menurut Hurlock (1991) orang tua harus dapat memberikan pola asuh yang tepat sesuai dengan perkembangan anaknya, agar anak dapat mempersepsikan pola asuh yang diberikan kepadanya dengan baik sehingga dapat memotivasi belajarnya. Pola asuh adalah sikap orang tua dalam membimbing anak-anaknya. Perlakuan orang tua terhadap seorang anak akan mempengaruhi bagaimana ia memandang, menilai, dan juga mempengaruhi sikap anak terhadap orang tua serta kualitas hubungan yang berkembang di antara mereka.

Pengasuhan yang diberikan orang tua seperti lingkungan yang hangat dan mendukung akan membuat anak merasa aman sehingga memungkinkan mereka untuk meraih potensi sepenuhnya. Anak yang sukses dalam akademik adalah anak yang mendapatkan dukungan dari keluarga. Keterlibatan orangtua dalam pendidikan mengakibatkan anak mendapatkan nilai rata-rata yang lebih tinggi, perilaku yang lebih baik di sekolah dan di rumah (Santrock 2007).

Dalam pola asuh akademik terdapat beberapa aspek yang berhubungan dengan fungsi ekspresif dan perlu diperhatikan orangtua, yaitu penentuan jenis sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak, keterlibatan orangtua dalam proses belajar anak dan problem sosial anak di sekolah, kemampuan orangtua dalam mengajarkan peraturan dan nilai pada anak, keterampilan orangtua dalam mendorong prestasi belajar anak di sekolah, serta keterbukaan orangtua dalam membentuk kerjasama dengan pihak sekolah, terutama untuk memantau prestasi dan kemajuan belajar anak di sekolah (Hastuti 2008).

Kualitas pengasuhan pada anak usia 6 tahun keatas adalah orangtua yang mengasuh dengan baik memberikan stimulasi lingkungan, dorongan, menciptakan iklim, stimulasi aktif, melakukan partisipasi, memberikan reaksi emosi positif, serta variasi pengalaman yang cukup memadai. Dengan pengasuhan yang baik maka anak akan terdorong untuk melakukan perbuatan baik, mempunyai kebiasaan hidup yang relatif lebih baik pula, serta menjadi anak yang lebih baik karena dorongan dan teladan yang dibuat oleh orangtuanya (Hastuti 2006).

(40)

16

semakin baik prestasi akademik. Seperti yang diungkapkan Gunarsa dan Gunarsa (2004) bahwa hubungan suasana antara ibu dan anak dengan penuh kasih sayang akan mendorong anak untuk memotivasi dalam mencapai prestasi belajar.

Peran pengasuhan ayah juga dapat mempengaruhi prestasi akademik anak. Secara umum, ayah cenderung menerapakan gaya pengasuhan yang otoritas dan merangsang realitas anak. Sedangkan ibu cenderung memberikan kesenangan pada keinginan anak untuk memberi dorongan pada anak. Akan tetapi, pada dasarnya dalam mengasuh anak, ayah dan ibu harus memiliki filosofi manajemen yang sama. Orangtua yang efektif adalah orangtua yang senantiasa terlibat dalam pendidikan dan informasi yang berkaitan dengan pendidikan anak termasuk bertemu dengan guru di awal tahun pelajaran. Oleh karena itu, partisipasi orangtua terhadap belajar anak merupakan sumbangan yang signifikan pada prestasi akademik anak (Hawadi 2001).

Berns (1997) mengatakan bahwa peran sosial antar anggota keluarga dibagi berdasarkan tugas dan distribusi tanggung jawab atau wewenang. Ketika keluarga berada dalam keadaan harus memenuhi kebutuhannya sendiri, istri bertanggung jawab untuk menyiapkan makanan, pakaian, mengasuh anak, mengatur rumah, memelihara binatang peliharaan, dan merawat kebun. Sementara itu, secara tradisional suami atau ayah bertanggung jawab mendukung istri dan anak-anaknya. Peran ayah yang istrinya bekerja adalah membantu mengurus rumah tangga serta anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa fungsi pengasuhan dijalankan secara bersama dan saling melengkapi antara suami dan istri.

Ketersedian Alat Stimulasi Akademik Remaja

Alat stimulasi akademik adalah fasilitas belajar yang disediakan untuk menunjang dan menstimuli kegiatan belajar anak. Berdasarkan hasil penelitian Hastuti (2006), ketersedian alat stimulasi akademik seperti buku, majalah, aneka Alat Permainan Edukatif (APE) dapat meningkatkan kecerdasan majemuk anak. APE adalah aneka permainan yang dapat menstimulasi tumbuh kembang anak.

(41)

menyedikan tempat yang kondusif di rumah untuk anak belajar, menyediakan buku-buku referensi sebagai sarana pembelajaran anak, mengatur waktu kegiatan anak, memperhatikan kegiatan anak di rumah dan sekolah (Papalia & Olds 1989).

Hasil penelitian Wandini (2008) menunjukkan bahwa sebagian besar contoh dengan fasilitas belajar sedang memiliki prestasi akademik pada kategori sedang, sedangkan lebih dari separuh contoh dengan fasilitas belajar yang baik memiliki prestasi akademik pada kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik fasilitas belajar anak, maka semakin baik prestasi akademiknya.

Faktor Karakteristik Remaja yang Berhubungan dengan Pola Asuh Akademik dan Prestasi Akademik

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam berhubungan sosioal dengan orang dewasa (Hurlock 1980).

Usia anak. Usia pubertas pada remaja menurut Hurlock (1980) dibagi menjadi tiga kategori yaitu awal puber (11-12 tahun), pertengahan puber (12-15 tahun), dan akhir puber (15-16 tahun). Awal masa remaja biasanya disebut sebagai “usia belasan”. Blos dalam Sarwono (2008) menjelaskan tahap usia pubertas pada remaja yaitu:

1. Awal puber. Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu.

2. Pertengahan puber. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic” yaitu mencintai diri sendiri dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya.

(42)

18

dalam pengalaman-pengalaman baru, terbentuknya identitas, egosentrisme, tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat umum.

Usia anak merupakan faktor yang dipertimbangkan orangtua dalam mendidik anaknya. Orangtua harus mengetahui tahapan perkembangan anak dalam setiap rentang usianya. Secara umum, tahapan perkembangan anak dapat memberikan pengetahuan tentang aktivitas, materi, pengalaman, interaksi sosial yang sesuai, menarik, aman, mendidik, dan menantang bagi anak. Pengetahuan ini dapat digunakan dalam mendidik anak yang patut. Pendidikan yang patut adalah pendidikan yang sesuai dengan umur, perkembangan psikologis, dan kebutuhan spesifik anak sehingga anak akan merasa nyaman berada dalam lingkungannya sehingga akan berpengaruh pada prestasinya di sekolah (Megawangi et al. 2004).

Anak selalu tertarik pada sesuatu yang baru. Namun, rasa ingin tau dan dorongan untuk belajar semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia anak. Hal ini terjadi apabila cara siswa dalam memperoleh mempengaruh pengetahuan dan keterampilan dirasa begitu majemuk dan memakan waktu sehingga membuat minatnya semakin menghilang (Hawadi 2001).

Jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan salah satu pertimbangan orangtua dalam menerapkan pola asuh kepada anak. Praktik pengasuhan yang berbeda antar jenis kelamin disebabkan karena adanya pertumbuhan fisik, perkembangan mental, dan sosial anak terutama pada masa akhir sekolah. Anak laki-laki dianggap lebih diberi kesempatan untuk mandiri sehingga mereka lebih menunjukkan inisiatif dan spontan (Hawadi 2001).

(43)

Orangtua sering memiliki harapan yang berbeda terhadap remaja laki-laki dan perempuan terutama pada masalah akademik (pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan). Banyak orangtua menganggap bahwa pelajaran matematika lebih penting bagi masa depan anak laki-laki daripada perempuan, dan anggapan orangtua tersebut mempengaruhi penilaian remaja terhadap prestasinya dalam pelajaran matematika (Santrock 2007).

Faktor Karakteristik Keluarga yang Berhubungan

dengan Pola Asuh Akademik, Ketersediaan Alat Stimulasi Akademik, Besar keluarga. Besar keluarga menurut BKKN (1995) adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya. Besar keluarga terbagi tiga yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang).

Makin banyak anggota keluarga maka jumlah interaksi interpersonal yang terjadi akan semakin kompleks. Keluarga besar yang terdiri dari banyak orang akan membentuk corak hubungan yang semakin majemuk dan kemungkinan terjadinya ketegangan antar anggota menjadi lebih besar (Guhardja et al. 1992).

Pada keluarga kecil pengasuhan orangtua umumnya bersifat demokratis dan mampu mencurahkan waktu serta perhatian yang cukup pada anak. Namun, orangtua cendrung menekan anak untuk mencapai prestasi akademik sehingga orangtua cendrung membandingkan prestasi anaknya dengan yang lain. Pengasuhan pada keluarga sedang, umumnya kurang demokratis dan bertambah otoriter dengan meningkatnya anggota keluarga. Tekanan orangtua untuk prestasi biasanya terpusat pada anak pertama. Selain itu, terdapat keterbatasan untuk memberi fasilitas dan lambang status yang sama pada setiap anak. Pada keluarga besar, pendidikan otoriter perlu diberikan untuk menghindari kekacauan. Orangtua seringkali tidak mampu memberikan fasilitas dan lambang status yang sama dengan teman sebaya anaknya (Hurlock 1980).

(44)

20

mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda-beda dari segi kualitas maupun kuantitas (Soetjiningsih 1995).

Tingkat pendidikan orangtua merupakan aspek yang mempengaruhi keefektifan komunikasi dalam keluarga. Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan membentuk cara, pola dan karakter berpikir, presepsi, pemahaman, dan kepribadian (Guhardja et al. 1992). Berdasarkan hasil penelitian Hastuti (2006), keluarga dari kelompok TK pada umumnya memiliki kondisi sosial ekonomi yang relatif lebih baik dilihat dari tingkat pendidikan ayah dan ibu contoh. Orangtua dengan pendidikan tinggi mempunyai perhatian yang baik dalam hal pendidikan anaknya, sehingga orangtua lebih cederung mengarahkan anaknya untuk bisa belajar di lembaga pendidikan prasekolah misalnya memasukan anaknya ke TK.

Pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga sangat berhubungan dengan pola asuh yang diberikan orangtua kepada anaknya. Hasil penelitian Hastuti (2006) menunjukan bahwa semakin besar pendapatan perkapita keluarga maka semakin baik pola asuh yang diberikan orangtua kepada anaknya.

Berdasarkan hasil penelitian Jaenne-Brooks (2003) kemiskinan di tahun-tahun pertama kehidupan lebih baik bagi kelulusan sekolah dan prestasi pada usia 18 tahun dibandingkan dengan kemiskinan pada tahun-tahun menginjak remaja. Tetapi kemiskinan tetap berefek negatif pada kehidupan anak karena anak-anak dari keluarga miskin lebih mungkin menemui hambatan untuk berhasil. Hal ini disebabkan karena sedikitnya mainan, kurangnya fasilitas belajar, dan komunikasi yang jarang antara anak dan orangtua (Santrock 2007).

(45)

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga merupakan institusi pertama yang akan membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas untuk memajukan bangsa. Melalui lingkungan keluarga anak tumbuh dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Berdasarkan model ekologis Bronfenbrenner diacu dalam Santrock (2003) anak remaja berada dalam lingkungan keluarga yaitu lingkungan mikrosistem. Lingkungan mikrosistem merupakan lingkungan terdekat dengan anak berada, meliputi keluarga, sekolah, peer group, dan tetangga.

Karakteristik keluarga yang meliputi besar keluarga, pendidikan orangtua, dan pendapatan orangtua diduga menentukan bagaimana pola asuh akademik dan penyediaan stimulasi akademik orangtua terhadap anaknya. Besar keluarga diduga berhubungan dengan pola asuh akademik yang akan berdampak pada prestasi akademik anak. Menurut Hurlock (1980) besar keluarga akan mempengaruhi pengasuhan dan fasilitas belajar yang disediakan orangtua. Semakin besar keluarga maka semakin sedikit fasilitas yang mampu disediakan orangtua. Secara langsung atau tidak langsung kedua hal tersebut akan mempengaruhi prestasi akademik anak di sekolah.

Pendidikan orangtua juga merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak, dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan, dan pendidikan anaknya (Soetjiningsih 1995). Pendapatan orangtua juga diduga sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak karena pendapatan orangtua berhubungan dengan pola asuh yang diberikan orangtua kepada anaknya. Hasil penelitian Hastuti (2006) menunjukan bahwa semakin besar pendapatan perkapita keluarga maka semakin baik pola asuh yang diberikan orangtua kepada anaknya. Selain karakteristik keluarga, karakteristik remaja yang meliputi usia dan jenis kelamin juga diduga berhubungan dengan pemberian pola asuh akademik oleh orangtua kepada anaknya.

(46)

22

Karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh akademik, ketersediaan alat stimulasi akademik, dan latar belakang pendidikan prasekolah diduga berhubungan dengan prestasi akademik anak remaja.

Anak yang sukses dalam akademik pada umumnya adalah anak yang mendapatkan dukungan dari keluarga, seperti dukungan agar berprestasi baik. Keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak mengakibatkan anak mendapatkan nilai rata-rata yang lebih tinggi, perilaku yang lebih baik di sekolah dan di rumah (Santrock 2007). Dengan kata lain, pola asuh akademik yang diberikan orangtua diduga berhubungan dengan prestasi akademik anak.

Papalia dan Olds (1989) mengungkapkan bahwa stimulasi orangtua merupakan faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan kognitif seorang anak. Di bidang pendidikan, orang tua memiliki pengaruh besar terhadap prestasi akademik anak. Adapun peran yang dapat orangtua lakukan untuk menunjang prestasi akademik anak antara lain, menyediakan tempat yang kondusif di rumah untuk anak belajar, menyediakan buku-buku referensi sebagai sarana pembelajaran anak, mengatur waktu kegiatan anak, memperhatikan kegiatan anak di rumah dan sekolah. Hasil penelitian Wandini (2004) menemukan bahwa semakin baik fasilitas belajar yang orangtua sediakan, maka semakin baik prestasi akademik anak.

Pendidikan usia dini merupakan dimensi yang sangat penting dalam perkembangan anak. Oleh sebab itu layanan Pendidikan Anak Usia Dini merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak hingga dewasa. Pendidikan bagi anak usia prasekolah merupakan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosi, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama (Santrock 2007).

(47)

ke bawah dan dari semua latar belakang sosial ekonomi mendapat manfaat jangka panjang dari pendidikan prasekolah (Bernett 2008).

Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengemukakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini akan membantuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Pendidikan usia dini merupakan investasi jangka panjang seorang anak di masa depannya. Oleh sebab itu, pendidikan berkarakter yang berkualitas perlu dibentuk sejak usia dini (Megawangi 2004).

(48)
(49)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Hastuti (2006) dengan judul “Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada Pembentukan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter”. Desain yang digunakan dalam penelitian adalah cross sectional study. Data dikumpulkan dalam waktu tertentu dan tidak berkelanjutan. Metode pengumpulan data adalah metode survei karena mengambil contoh dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun & Effendi 1991). Penelitian ini merupakan penelitian bersama (payung) yang berjudul “Pengaruh Kualitas Pengasuhan, Peer Group, dan Latar Belakang Pendidikan Prasekolah terhadap Kecerdasan, Karakter, dan Perilaku Sosial Remaja”.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pola asuh akademik, ketersedian alat stimulasi akademik dan prestasi akademik remaja yang memiliki latar belakang pendidikan prasekolah yang berbeda di Kelurahan Sukasari dan Desa Situ Udik. Penelitian ini melibatkan anak yang memiliki latar belakang SBB (Sekolah Semai Benih Bangsa) dan TK. SBB adalah kelompok prasekolah (sekarang kelompok PAUD) yang didirikan oleh yayasan Indonesia Heritage Foundation (IHF). SBB ini diperuntukan bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah yang berdasarkan konsep pendidikan holistik berbasis karakter dengan metode belajar sesuai kaidah pembelajaran yang patut. Sebagai pembanding akan diteliti pula anak yang tidak memiliki latar belakang pendidikan prasekolah.

Pemilihan wilayah dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor dan Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dengan mempertimbangkan bahwa kedua tempat tersebut memenuhi persyaratan, yaitu lokasi yang merupakan tempat SBB dengan lulusan yang sudah memasuki usia remaja. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai Juli 2010.

Cara Penarikan Contoh

(50)

26

adalah anak yang mempunyai latar belakang pendidikan SBB, TK, dan yang tidak memiliki latar belakang pendidikan prasekolah. Jumlah contoh pada penelitian Hastuti (2006) adalah 356 orang. Dari 356 contoh di tiga lokasi terdapat 236 orang anak di Kelurahan Sukasari dan Desa Situ Udik. Oleh karena penelitian ini memfokuskan pada usia remaja maka terdapat 119 orang yang masuk kriteria ini yaitu pada selang usia 11 sampai 16 tahun.

Penelitian ini mendapat kendala pada saat pengambilan data sehingga 119 orang yang akan menjadi contoh dalam penelitian ini tidak dapat terpenuhi. Hal ini dikarenakan terdapat 32 keluarga contoh tidak bertempat tinggal di alamat yang tercantum dan tidak dapat dilacak lagi keberadaannya, sehingga jumlah contoh dalam penelitian ini menjadi 87 orang. Contoh yang diperoleh adalah 27 orang dari latar belakang SBB, 31 orang dari TK, dan 29 orang dari kontrol. Jumlah contoh laki-laki sebanyak 46 orang dan contoh perempuan sebanyak 41 orang. Penarikan contoh penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Penarikan contoh penelitian berdasarkan usia contoh

Latar Belakang Pendidikan

(51)

monografi wilayah penelitian, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang didapat dari kantor Kelurahan Sukasari dan Desa Situ Udik. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis Data Variabel Skala Data Jumlah Butir

Pertanyaan

- Pendidikan orangtua (tahun) Rasio

- Pekerjaan orangtua Nominal

- Pendapatan perkapita keluarga (per bulan)

Rasio

- Besar keluarga (orang) Rasio

Primer Ketersedian alat stimulasi

akademik

Rasio 9 butir

Primer Pola asuh akademik

- pola asuh disiplin diri Ordinal 10butir

- pola asuh berprestasi Ordinal 10 butir

Primer Prestasi akademik Rasio 7 mata pelajaran

Sekunder Data monografi, tingkat

pendidikan dan sosial ekonomi Kelurahan Sukamulya dan Desa Situ Udik

Pengukuran, Pengolahan, dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scorring, entry, cleaning, dan analyzing. Data akan dianalisis secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan komputer program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) for windows versi 17.0. Pengontrolan kualitas data dilkukan melalui uji reliabilitas instrumen pola asuh akademik. Hasil uji Cronbach Alpha menunjukan reliabilitas instrumen pola asuh akademik sebesar 0,659 (Lampiran 1).

Karakteristik anak meliputi jenis kelamin dan usia anak. Jenis kelamin anak di beri nilai 0 jika perempuan dan 1 jika laki-laki. Usia anak dikelompokkan ke dalam kategori usia antara 11-12 tahun (awal puber), 12-15 tahun (pertengahan puber), dan 15-16 tahun (akhir puber).

(52)

28

diukur berdasarkan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti orangtua contoh, yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT). Orangtua yang tingkat pendidikannya tidak tamat SD diberi skor 1, SD diberi skor 2, SLTP diberi skor 3, SMU diberi skor 4, dan PT diberi skor 5. Pendapatan keluarga dikelompokkan berdasarkan pendapatan perkapita Jawa Barat (2009) yaitu miskin (<Rp191.985), hampir miskin (Rp191.985-Rp239.981), hampir tidak miskin (Rp239.981-Rp287.977), dan tidak miskin (>Rp287.977). Besar keluarga dikelompokkan kedalam kategori kecil (≤4), sedang (5-7), dan besar (>7).

Pola asuh akademik terdiri dari 20 pertanyaan yaitu masing-masing 10 pertanyaan untuk pola asuh disiplin diri dan pola asuh dukungan berprestasi dengan memodifikasi instrumen Mafriana (2003) dan Hastuti (2006). Untuk melihat baik atau tidaknya pola asuh akademik orangtua dilakukan scoring sebagai berikut: diberi skor 2 untuk intensitas sering, skor 1 untuk intensitas kadang-kadang, dan skor 0 untuk intensitas yang tidak pernah.

Alat stimulasi akademik terdiri dari delapan item pertanyaan mencakup buku-buku pelajaran, lembar kerja siswa, kamus (Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris), buku-buku cerita/novel, buku harian/diary, buku gambar, alat menggambar, dan komputer). Ada atau tidaknya alat stimulasi akademik yang dimiliki anak dinyatakan dengan skor 0 untuk tidak ada dan skor 1 untuk ada.

Prestasi akademik dilihat dari nilai rapor dari 7 mata pelajaran pada semester terakhir (dua atau empat). Nilai prestasi akademik siswa tersebut meliputi mata pelajaran yang umum dipelajari di sekolah, yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Inggris, Matematika. Nilai rapor dikelompokan berdasarkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu kurang (< 60,00), cukup (60.00-70.00), baik (70,10-75,00), dan sangat baik (>75).

(53)

Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (Sma) - Skor Minimum (Smi) Jumlah kategori

Pengelompokkan kategori adalah sebagai berikut: Rendah/Kurang = Smi sampai (Smi + IK)

Sedang = (Smi + IK)+1 sampai (Smi +2IK) Tinggi/ Baik = (Smi 2IK)+1 sampai Sma

Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Uji deskriptif digunakan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat sebaran statistik deskriptif contoh menurut variabel yang diteliti.

2. Uji beda yang digunakan adalah uji beda Annova untuk data parametrik atau data rasio, uji beda Kruskall Wallis untuk non parametrik atau data ordinal. Uji beda dilakukan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada masing-masing variabel di tiga kelompok contoh (SBB, TK, dan kontrol).

3. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antar variabel (karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pola asuh akademik, ketersediaan alat stimulasi akademik, dan prestasi akedemik).

Definisi Operasional

Remaja adalah individu yang berusia antara 11 sampai 16 tahun di Desa Situ Udik dan Kelurahan Sukasari yang mempunyai latar belakang pendidikan prasekolah (SBB, TK, Kontrol).

Karakteristik remaja adalah ciri yang melekat pada remaja yang diukur berdasarkan jenis kelamin dan usia.

Karakteristik keluarga adalah ciri yang melekat pada keluarga diukur dari besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan ayah, dan pendapatan keluarga total dalam 1 bulan.

(54)

30

dan Perguruan Tinggi (PT). Pendidikan orangtua dinyatakan dengan lama tahun.

Pekerjaan orangtua adalah pekerjaan ayah yang meliputi Buruh, Petani, Swasta, Wiraswasta, Pegawai Negri Sipil (PNS/TNI/ABRI), Pensiunan, Ibu Rumah Tangga.

Pendapatan keluarga adalah penghasilan perbulan yang diperoleh oleh orang tua contoh (ayah dan ibu) serta anggota keluarga lain dalam keluarga yang dinilai dengan rupiah per bulan.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga dinyatakan dalam orang.

Latar belakang pendidikan prasekolah adalah pendidikan yang diikuti anak sebelum memasuki Sekolah Dasar. Pendidikan prasekolah yang akan dilihat adalah SBB, TK, dan anak yang tidak pernah masuk TK maupun SBB.

Pola Asuh Akademik adalah pola asuh atau interaksi yang diberikan orangtua dalam memberikan stimuli kepada anak untuk mencapai suatu prestasi. Pola asuh akademik dalam penelitian ini adalah pola asuh yang diberikan orangtua saat ini pada anak remajanya yang meliputi pola asuh disiplin diri dan pola asuh dukungan berprestasi. Pola asuh akademik dinyatakan dalam jumlah skor.

Alat stimulasi akademik adalah peralataan yang dimiliki oleh responden saat ini untuk menunjang prestasi akademik berupa buku pelajaran, lembar kerja siswa, kamus, buku-buku cerita, buku harian, buku gambar, alat menggambar, dan komputer. Alat stimulasi akademik dinyatakan dalam jumlah skor.

Gambar

Tabel 2 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Tabel 4  Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
Tabel 6  Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan kelompok
Tabel 7  Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua dan kelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cakupan Pasal 304 KUHPidana yaitu mengancamkan pidana terhadap seseorang yang sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, khususnya keadaan

Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat adalah operasi hitung yang. menggunakan tanda tambah (+) dan kurang (-) pada bilangan

Terhadap file penawaran yang tidak dapat dibuka (didekripsi), Pokja ULP menyampaikan file penawaran tersebut kepada LPSE untuk mendapat keterangan bahwa file

Mardjono Reksodiputro, 1997” Hak asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana ” , Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia,

Berdasarkan analisis dan sintesis yang mengacu pada penelitian relevan, melalui langkah-langkah strategi proses pembelajaran pemaknaan, yaitu pembelajaran matematika dengan

Komunikasi interpersonal atau antarpribadi ( interpersonal communication ) adalah komunikasi yang dilakukan antar seseorang dengan orang lain dalam suatu masyarakat maupun

Bagaimana aplikasi skema voting digunakan untuk merangkum hasil ramalan nilai kurs rupiah terhadap US Dollar dan bagaimana menggabungkan hasil ramalan ketiga metode

Wilayah pesisir memiliki arti penting dan strategis bagi Provinsi Sulawesi Selatan baik dari segi ekologis, ketahanan pangan, ekonomi, keanekaragaman biologis, sosial budaya