• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Pembangunan dapat dipandang sebagai sarana menuju pada perubahan dan merupakan siklus alamiah sebagai jawaban atas perkembangan peradaban manusia. Hal ini mengindikasikan pemaknaan sebuah pembangunan tidak dapat dilihat pada satu sudut pandang. Hal tersebut dapat dilihat pada paradigma, teori, konsep dan aplikasi yang dibangun yang sangat beragam. Kondisi ini telah menciptakan berbagai kajian tentang pembangunan.

Salah satu kajian tersebut adalah konsep Socioeconomic Development. Konsep ini memiliki tajuk yang secara eksplisit menunjukkan penonjolan aspek sosial di samping aspek ekonomi. Implikasi yang diharapkan dari pendekatan tersebut adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkesinambungan, berkurangnya pengangguran, berkurangnya dampak negatif di bidang kesehatan sebagai akibat kemiskinan, partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, dan kemandirian (Sutomo 1998).

Hal serupa juga sesuai dengan pemahaman yang dibuat oleh UNESCO yang menyatakan bahwa tujuan dan sarana pembangunan bukan membangun benda melainkan membangun manusia. Pengertian ini dapat disederhanakan bahwa pembangunan mengandung dua aspek yaitu aspek fisik dan aspek manusia (Poostchi 1986). Dari konsep ini dapat diambil sebuah kesimpulan besar bahwa pembangunan harus dilaksanakan secara komprehensif dengan menitikberatkan masyarakat sebagai bagian modal pembangunan yang berasaskan keadilan.

Dalam konteks Indonesia pembangunan diidentikan dengan program penanggulanagan kemiskinan karena persoalan bangsa selama ini adalah kemiskinan. Pengentasan kemiskinan yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat telah dimulai lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Periodisasi serta berbagai program yang dijalankan selama kurun waktu tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Periode 1974-1988

Berbagai program sektoral Pertanian (BIMAS, INMAS, KUK, Transmigrasi), Industri (industri padat karya, antara lain tekstil dan kayu lapis), berbagai kebijakan Inpres (desa, kabupaten, provinsi, jalan, irigasi, dll).

2. Periode 1988-1998

Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT), Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT) dan berbagai

program ad hoc penanggulangan kemiskinan pasca krisis (Padat Karya,

PDMDKE).

3. Periode 1998-2006

Program penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat di berbagai sektor: PPK, P2KP, P2MPD, WSLIC, KPEL, P4K, dan lain-lain.

Setelah dilakukan evaluasi secara mendalam ternyata pola sekarang dilakukan parsial sehingga tidak efektif untuk penanggulangan kemiskinan. Seringkali dijumpai ada daerah-daerah yang mendapat lebih dua program, sementara ada daerah yang sama sekali tidak dapat. Oleh karena itu, mulai pada akhir 2006, mulai dilakukan program yang mengintegrasi antar sektoral dalam upaya menanggulangi kemiskinan.

4. Periode 2007- ke depan

Harmonisasi program-program pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). (Royat, 2008)

Pengentasan kemiskinan harus dilaksanakan secara komprehensif yang tidak diukur hanya pada aspek fisik belaka. Tetapi juga dapat dilihat pada kondisi pola pikir masyarakat serta keadilan partisipasi gender. Dalam kaitan keadilan partisipasi gender dapat dilihat dengan menggunakan parameter Gender-related Development Index (GDI) dan Gender Empowerment Measurement (GEM).

Dalam konteks partisipasi gender, sementara ini masih menunjukkan adanya ketidakadilan peran gender. Hal ini dapat dilihat ketimpangan peran antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang. Kondisi ini tercermin dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh BPS dan Unifem pada tahun 2000 yang menunjukkan rendahnya representasi perempuan dalam ranah publik. Disebutkan bahwa dalam DPR representasi perempuan hanya mencapai 8,8%, MPR 9,1%, anggota DPA 2,7%, Hakim Agung 13,7%, kepala desa/lurah 2,3%, jabatan struktural kepegawaian 15,2% (BPS & Unifem 2000 dalam Nugroho 2008).

Untuk menjawab kondisi seperti ini pemerintah membuat sebuah program yang bersifat komprehensif. Dalam hal ini peran masyarakat menjadi tulang

punggung sebagai modal sosial dengan mengedepankan aspek keadilan peran laki-laki dan perempuan. Program tersebut adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini merupakan replikasi, di dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan yang merupakan implementasi Millennium Development Goals (MDGs). Kata kunci dari program ini adalah meningkatkan partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian kegiatan pembangunan dan pemberdayaan perempuan (LP3S & World Bank 2007).

Semangat dalam PNPM Mandiri mengindikasikan adanya gerakan pengarusutamaan gender (PUG). Gerakan PUG merupakan upaya untuk menggugah kesadaran para pengambil kebijakan akan perlunya gender equality dari hasil pembangunan. Penyelenggaraan PUG mencakup pemenuhan kebutuhan praktis gender dan pemenuhan kebutuhan strategis gender. Kebutuhan praktis gender adalah pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan perempuan yang sifatnya untuk memperbaiki kondisi mereka agar menjalani kehidupan serta peran-peran sosial mereka secara layak dan bermartabat. Kebutuhan strategis adalah perubahan peraturan hukum, penafsiran ulang atas ajaran agama yang dianggap mensubordinasikan perempuan, penghapusan kekerasan dan diskriminasi di berbagai bidang kehidupan.

PNPM Mandiri dilaksanakan dengan mengembangkan tiga aspek kegiatan yang disebut dengan tridaya. Kegiatan tersebut antara lain, bidang lingkungan, sosial dan ekonomi. Kegiatan bidang ekonomi salah satunya diaplikasikan melalui kegiatan punjaman bergulir yang mudah diakses oleh masyarakat miskin termasuk perempuan yang sementara ini terkendala dengan akses perbankkan. Sehingga perempuan, khususnya pelaku usaha kecil menengah sangat sulit untuk berkembang.

PNPM Mandiri sebagai program yang bercirikan keadilan gender diharapkan akan memunculkan kesadaran kritis dalam pengarusutamaan gender yang diimplementasikan oleh masyarakat dalam bentuk partisipasi dan pembuatan program-program pembangunan yang dituangkan dalam Program Jangka Menengah (PJM) dan Rencana Tahunan (Renta) yang memiliki aksi strategis yang berwawasan gender.

Untuk mewujudkan keberhasilan misi dan visi PNPM Mandiri sangat dibutuhkan komunikasi, yang terselenggara pada tingkat basis dan regulator PNPM Mandiri. Pendekatannya adalah komunikasi pembangunan yang difokuskan pada usaha penyampaian dan pembagian (sharing) ide, gagasan dan inovasi pembangunan antara pemerintah dan masyarakat. Pada proses tersebut, informasi dibagi dan dimanfaatkan bersama-sama dan seluas-luasnya sebagai suatu yang berguna untuk kehidupan (Dilla 2007).

Rumusan Masalah Penelitian

PNPM Mandiri adalah program dengan mengusung konsep bottom up, keberdayaan, kemandirian dan keadilan gender. Konsep ini merupakan konsep yang revolutif karena mengindikasikan adanya perubahan besar dalam konsep pembangunan masyarakat di Indonesia. Konsep seperti ini diyakini mampu oleh pemerintah dalam menyelesaikan persoalan pembangunan terutama pengentasan kemiskinan.

Kata kunci pertama keberhasilan konsep ini adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat dalam pembangunan. Kesadaran kritis masyarakat tidak hanya dipahami sebatas partisipasi dalam pembangunan, tetapi juga dalam persoalan peran antara laki-laki dan perempuan. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan PNPM Mandiri tidak dinilai pada ukuran-ukuran fisik pembangunan tapi juga pada ukuran keadilan gender. Dalam kaitan ini komunikasi memegang peranan penting di dalam menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat dan penciptaan keadilan dalam perspektif gender.

PNPM Mandiri bercirikan pemberdayaan dan keadilan telah memberikan akses kepada perempuan sebagai pengelola dan pemanfaat kegiatan di antaranya dalam kegiatan pinjaman bergulir. Pengembangan dari situasi ini adalah penelaahan yang lebih dalam apakah kemudahan akses ini merupakan bentuk afirmasi terhadap perempuan atau bagian eporia atau benar-benar menunjukkan kesadaran kritis.

Secara umum, benang merah yang dapat ditarik dari perumusan masalah ini adalah bagaimana komunikasi tingkat basis di dalam menciptakan kesadaran kritis dalam pengarusutamaan gender. Sebagai unit analisis inti adalah kegiatan

pinjaman bergulir PNPM Mandiri di Kelurahan Kenanga. Dari gambaran secara umum ditarik pada perumusan secara khusus sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran komunikasi tingkat basis kegiatan PNPM Mandiri di

Kelurahan Kenanga Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon? Unit analisis yang dikembangkan adalah: (1) Komunikasi tingkat basis dalam berbagai dimensi; (2) Aplikasi model komunikasi tingkat basis; (3) Komunikasi kegiatan PNPM Mandiri dalam isu gender.

2. Bagaimana gambaran internalisasi PNPM Mandiri di Kelurahan Kenanga?

Unit analisis yang akan ditelusuri adalah pencitraan dan aktivasi kegiatan PNPM Mandiri dan internalisasi berdasarkan keragaman karakteristik.

3. Bagaimana pengarusutamaan gender kegiatan pinjaman bergulir? Unit analisis

yang ditelusuri adalah: (1) Gambaran kegitan pinjaman bergulir di Kelurahan Kenanga Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon; (2) Isu gender dalam kegiatan pinjaman bergulir; (3) Peran perempuan pada kelembagaan unit pengelola keuangan; (4) Akses perempuan terhadap pinjaman bergulir; (5) Keragaman profil perempuan pemanfaat pinjaman bergulir; (6) Inisiasi perempuan dalam pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat pinjaman bergulir; (7) Tanggung jawab perempuan terhadap pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir; (8) Perempuan dan kontrol sosial kegiatan pinjaman bergulir.

Tujuan Penelitian

PNPM Mandiri di Kelurahan Kenanga merupakan program inovasi yang memerlukan pembelajaran yang intensif pada masyarakat. Hal ini mengindikasikan perlunya manajemen komunikasi yang strategis, terarah dan tepat sasaran, karena visi misi PNPM Mandiri sebagai sarana pendobrak pola pembangunan sentralisme dan paradigma kerangka berpikir lama. Titik krusial program ini ada pada kegiatan pinjaman dana bergulir, karena selama ini program pinjaman bergulir khususnya di Kelurahan Kenanga tidak berjalan dengan baik. Hal ini tentunya diperlukan sebuah kesadaran kritis bersama sehingga program pinjaman bergulir dapat berjalan dengan baik .

Kesadaran kritis dalam pembangunan tidak hanya dipahami pada aras partisipasi tetapi juga dipahami secara keadilan gender. Kesadaran kritis akan

muncul dari sebuah pembelajaran dengan menggunakan media komunikasi. Dari paparan di atas tujuan penelitian ini dapat disederhanakan sebagai berikut:

1. Menganalisis model komunikasi tingkat basis kegiatan PNPM Mandiri di

Kelurahan Kenanga, Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon.

2. Menganalisis internalisasi kegiatan PNPM Mandiri di Kelurahan Kenanga

Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon.

3. Menganalisis pengarusutamaan gender dalam kegiatan pinjaman di Kelurahan

Kenanga Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mencoba membangun satu kesatuan antara komunikasi tingkat basis dengan kesadaran kritis gerakan pengarusutamaan gender. Dari perumusan penelitian yang dibuat, maka kegunaan penelitian ini mencakup tiga aspek yaitu:

1. Kegunaan teoretis.

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu komunikasi baik secara konseptual dan teoretis terutama mengenai komunikasi partisipasi.

2. Kegunaan kritis.

Diharapkan penelitian ini sebagai inspirasi untuk membangun kesadaran kritis dalam perspektif gender terutama berkenaan dengan keseimbangan dan keadilan peran antara laki-laki dan perempuan dalam partisipasi pembangunan.

3. Kegunaan praktis.

Diharapkan penelitian ini menjadi bahan pertimbangan dan bahan informasi bagi perencana dan pengambil kebijakan oleh instansi tertentu yang terkait dengan kegiatan PNPM Mandiri yang berkenaan dengan kesadaran kritis pembangunan dalam perspektif gender.

Definisi Istilah

Setiap penelitian memiliki ranah kajian khas yang memunculkan beberapa istilah spesifik. Tentunya dalam kaitan penelitian ini istilah spesifik yang muncul adalah istilah-istilah yang berkaitan dengan kegiatan PNPM Mandiri dan kajian gender. Berikut ini beberapa istilah penting yang berhubungan dengan tema kajian penelitian:

1. BKM : Badan Keswadayaan Masyarakat adalah suatu badan

yang dibentuk masyarakat yang bertujuan untuk mengelola PNPM Mandiri.

2. Faskel : Fasilitator Kelurahan adalah seseorang yang ditugasi

untuk melakukan pendampingan pada tingkat basis dalam kegiatan PNPM Mandiri.

3. GAD : Gender and Development adalah konsep

pembangunan yang melibatkan secara penuh perempuan di dalam mengikuti proses pembangunan dari perencanaan sampai evaluasi.

4. GDI : Gender-related Development Index adalah ukuran

yang digunakan dalam parameter gender yang berkaitan dengan pembangunan.

5. GEM : Gender Empowerment Measurement ukuran yang

digunakan untuk melihat tingkat keberdayaan masyarakat terutama kaum perempuan dalam pembangunan.

6. IDT : Inpres Desa Tertinggal adalah program pemerintah

pada masa orde baru untuk mengentaskan kemiskinan di daerah pedesaan.

7. Korkab : Koordinator Kabupaten adalah orang yang bertugas

untuk melakukan koordinator dalam kegiatan PNPM Mandiri dalam lingkup kabupaten atau kota.

8. KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat adalah kelompok

yang dibentuk masyarakat yang bertugas sebagai pelaksana atau eksekutor program.

9. MDGs : Millennium Development Goals adalah program Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bervisi misi mengentaskan kemiskinan dengan target 2015 dengan mengedepankan delapan aspek prioritas.

10. PJM : Program Jangka Menengah adalah istilah yang

digunakan untuk program selama tiga tahun yang dibuat dan dilaksanakan oleh BKM.

11. PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat adalah

sebuah program yang dibuat oleh pemerintah di dalam mengaplikasikan konsep pembangunan

berparadigma bottom up menitikberatkan pada

partisipasi, pemberdayaan dan kemandirian masyarakat.

12. PUG : Pengarusutamaan Gender adalah sebuah gerakan

afirmasi yang ditujukan untuk meningkatkan peran terutama perempuan dalam proses pembangunan.

13. Renta : Rencana Tahunan adalah istilah yang digunakan

untuk nama program satu tahunan yang dilaksanakan oleh BKM yang bersumber dari program jangka menengah.

14. RPuK : Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan adalah

sebuah lembaga swadaya yang berbasis di Aceh yang intens dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

15. RWT : Rapat Warga Tahunan adalah siklus kegiatan dalam

program PNPM Mandiri yang merupakan sarana masyarakat untuk melakukan monitoring dan evaluasi program.

16. UPK : Unit Pengelola Keuangan adalah unit kerja BKM

yang bertanggung jawab dalam kegiatan ekonomi perguliran (pinjaman bergulir).

17. UPL : Unit Pengelola Lingkungan adalah unit kerja BKM yang bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur lingkungan.

18. UPS : Unit Pengelola Sosial adalah unit kerja BKM yang

bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan sosial.

19. WAD : Women and Development adalah pendekatan yang

menitikberatkan pengembangan kegiatan peningkatan pendapatan tanpa memperhatikan unsur dimensi ruang dan waktu yang digunakan oleh perempuan.

20. WID : Woman in Development adalah kebijakan program

pembangunan yang dapat menghasilkan pendapatan bagi perempuan.

TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan PNPM Mandiri

Secara umum PNPM dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam penyediaan layanan umum dan peningkatan kapasitas lembaga lokal yang berbasis masyarakat. Selain itu, PNPM Mandiri diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam rangka lebih mengefektivkan upaya-upaya pengurangan kemiskinan (LP3S & World Bank 2007).

PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat menuju kemandiriannya dalam pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat.

PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan dana stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

Tujuan umum PNPM Mandiri adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan meningkatkan kesempatan kerja. Tujuan umum dapat dijabarkan dalam tujuan khusus di antaranya (1) Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang belum dilibatkan secara optimal dalam proses pembangunan; (2) Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor budgeting); (3) Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian masyarakat serta pemerintah daerah serta kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya; (4) Meningkatkan modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal; (5) Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi

tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat (Ditjen PMD 2008).

Pada pelaksanaan operasional kegiatan PNPM Mandiri menekankan prinsip-prinsip dasar otonomi, desentralisasi, partisipasi, kesetaraan dan keadilan gender, demokratis, transparansi dan berorientasi pada masyarakat miskin (Ditjen PMD 2008).

Dalam konteks aplikasi kegiatan PNPM Mandiri dapat digambarkan dalam Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Alur kegiatan PNPM Mandiri

Gambar 1 Di atas menunjukkan bahwa konsep PNPM Mandiri adalah program berbasis masyarakat. Kegiatan PNPM Mandiri diawali dengan pemetaan swadaya (PS). Pemetaan swadaya dilakukan oleh masyarakat yang telah diberikan pelatihan. Hasil dari pemetaan swadaya masyarakat meliputi berbagai tiga aspek besar yaitu: bidang kondisi fisik lingkungan warga, sosial dan ekonomi warga. Hasil pemetaan ini merupakan sumber dalam pembuatan Program Jangka Menengah (PJM) dan Rencana Tahunan (Renta). Program Jangka Menengah dan Renta dibuat oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat yang memiliki badan hukum. Selanjutnya PJM dan Renta yang sudah disepakati bersama masyarakat diaplikasikan dalam program aksi yang dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

Pelaksanaan PNPM Mandiri di Kelurahan Kenanga dimulai sejak tahun 2007, dengan nama Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Program ini memiliki tiga sasaran yaitu: (1) Peningkatan sarana lingkungan fisik warga dengan melaksanakan perbaikan sarana lingkungan warga seperti

Penguatan program (pelatihan-pelatihan) Pemetaan swadaya Pembuatan PJM/Renta

Aplikasi program (aspek perencanaan, aksi dan evaluasi)

pengaspalan jalan, saluran pembuangan air limbah rumah tangga, pembuatan rabat beton dan lain-lain; (2) Peningkatan taraf kesejahteraan sosial yang diaplikasikan dalam bentuk kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan; (3) Ekonomi bergulir yaitu memberikan pinjaman lunak tanpa agunan kepada masyarakat dengan sistem berkelompok. Proporsi penggunaan anggaran dalam program ini adalah 70% digunakan untuk pembangunan peningkatan sarana fisik lingkungan, 10% untuk kegiatan sosial dan 20% untuk kegiatan ekonomi (pinjaman bergulir).

Feminimisasi Kemiskinan

Lahirnya PNPM Mandiri, merupakan jawaban atas hasil program-program pengentasan kemiskinan yang selama ini belum mendapatkan hasil yang optimal. Kemiskinan menjadi permasalahan krusial yang dihadapi oleh semua negara di dunia, lebih-lebih di negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Sampai tahun 2006, BPS memperkirakan hampir 17,4% dari total penduduk Indonesia masih hidup dalam kondisi miskin. Data lain yang ditunjukkan

Whitehead dalam Cahyono (2005) telah mendata bahwa lebih dari setengah

penduduk miskin di negara berkembang adalah kaum perempuan. Data dari perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa dari 1,3 miliar warga dunia yang masuk kategori miskin, 70 persennya adalah kaum perempuan. Hal ini menguatkan terjadinya feminimisasi kemiskinan yakni sebuah kenyataan bahwa sebagian besar angka kemiskinan dialami oleh kaum perempuan.

Kemiskinan pada hakikatnya merupakan persoalan klasik dan belum ditemukan suatu rumusan atau formulasi penanganan yang dianggap paling jitu dan sempurna. Tidak ada konsep tunggal tentang kemiskinan. Terdapat banyak sekali teori dalam memahami kemiskinan. Bila dipetakan, literatur mengenai kebijakan sosial menunjuk pada dua paradigma atau teori besar (grand theory)

mengenai kemiskinan yakni paradigma neoliberal dan demokrasi sosial (Suharto

2005). Dua paradigma atau pandangan ini kemudian muncul cetak biru dalam menganalisis kemiskinan maupun merumuskan kebijakan-kebijakan dan program- program anti kemiskinan.

Teori neoliberal berakar pada karya politik klasik yang ditulis oleh Thomas hobbes, John Lock dan John Stuart Mill. Intinya menyerukan bahwa

komponen penting dari sebuah masyarakat adalah kebebasan individu. Dalam bidang ekonomi, karya monumental Adam Smith, The Wealth of Nation (1776) dan Frederick Hayek, The Road of Serfdom (1944) dipandang sebagai rujukan kaum neoliberal yang mengedepankan azas laissez faire, yang oleh Cheyne et al.

(1992) dalam Suharto (2005) disebut sebagai ide yang mengunggulkan

“mekanisme pasar bebas” dan mengusulkan “the almost complete absences of states intervention in the economy.”

Para pendukung neoliberal berargumen bahwa kemiskinan merupakan persoalan individu yang disebabkan oleh kelemahan-kelemahan dan atau pilihan- pilihan individu yang bersangkutan. Kemiskinan akan hilang dengan sendirinya jika kekuatan-kekuatan pasar diperluas sebesar-besarnya dan pertumbuhan ekonomi dipacu setinggi-tingginya. Secara langsung strategi penanggulangan kemiskinan harus bersifat “residual”dan hanya melibatkan keluarga, kelompok- kelompok swadaya, atau lembaga-lembaga keagamaan. Peran negara hanya sebagai “penjaga malam” yang baru boleh ikut campur manakala lembaga- lembaga di atas tidak mampu menjalankan tugasnya (Shanon 1991; Spicker 1995;

Cheyne et al. 1998 dalam Suharto 2005). Penerapan program-program structural

adjustmen, seperti program jaringan pengaman sosial (JPS) di negara-negara

berkembang, termasuk Indonesia, sesungguhnya merupakan contoh konkret dari pengaruh neoliberal dalam bidang penanggulangan kemiskinan.

Teori demokrasi sosial memandang bahwa kemiskinan bukanlah persoalan individual, melainkan struktural. Kemiskinan disebabkan adanya ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakat akibat tersumbatnya akses-akses kelompok tertentu terhadap berbagai sumber-sumber kemasyarakatan. Teori ini berporos pada prinsip-prinsip ekonomi campuran (mixed economy) dan “ekonomi manajemen-permintaan” (demand-management economics) gaya Keynesian yang muncul sebagai jawaban tehadap depresi ekonomi yang terjadi pada tahun 1920an dan awal tahun 1930an.

Menurut pandangan demokrasi sosial, strategi penanganan kemiskinan haruslah bersifat melembaga. Program-program jaminan sosial dan bantuan sosial yang dianut di Amerika Serikat, Eropa Barat dan Jepang merupakan contoh strategi antikemiskinan yang diwarnai oleh teori demokrasi sosial. Jaminan sosial

yang berbentuk pemberian tunjangan pendapatan atau dana pensiun, misalnya dapat meningkatkan kebebasan karena dapat menyediakan penghasilan dasar dengan mana orang akan memiliki kemampuan (capabilities) untuk memenuhi kebutuhan dan menentukan pilihan-pilihannya (choices). Sebaliknya ketiadaan pelayanan dasar tersebut dapat menyebabkan ketergantungan (defedency) karena dapat membuat orang tidak memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan menentukan pilihan-pilihannya.

Dengan menggunakan perspektif lebih luas lagi David (2004) dalam

Suharto (2005) membagi kemiskinan ke dalam beberapa dimensi: (1) Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah. Pemenang umumnya negara-negara maju sedangkan negara-negara berkembang seringkali terpinggirkan oleh persaingan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi; (2) Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan, kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan, kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakikat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan); (3) Kemiskinan sosial yaitu kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas; (4) Kemiskinan konsekuensional, yaitu kemiskinan yang terjadi akibat kejadian- kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah penduduk.

Mariana dan Purnama (2005) menyebutkan bahwa kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Indonesia adalah kemiskinan majemuk dalam arti kemiskinan yang terjadi bukan hanya kemiskinan sandang pangan, tetapi juga kemiskinan identitas, informasi, akses, partisipasi dan kontrol. Oleh karena itu menurutnya, sebagian besar perempuan Indonesia adalah miskin karena tidak hanya secara ekonomi mereka terbelakang tetapi juga dalam hal keterbatasan akses terhadap informasi, pendidikan, politik, kesehatan dan lain-lain, partisipasi

Dokumen terkait