• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Latar Belakang

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Galuga berada di wilayah dengan curah hujan yang cukup tinggi, yakni sebesar 287,5 mm/bulan menyebabkan TPA sampah ini mampu menghasilkan lindi dalam jumlah yang cukup besar. Permasalahan utama yang terjadi di tempat ini adalah pencemaran yang diakibatkan oleh lindi akibat pengelolaan yang kurang memadai sehingga lindi yang masuk ke badan-badan air dan persawahan di sekitarnya masih mengandung polutan (Priambodho, 2005). Hasil pengukuran DKP Kota Bogor (2003) menunjukkan bahwa persawahan di sekitar TPA sampah ini mengandung BOD5 (255 ppm), COD

(607,72 ppm), Cd (0,05 ppm), Pb (0,011 ppm) dan Cu (0,091 ppm). Menurut PP No.82 tahun 2001, kadar polutan tersebut berada di atas baku mutu. Hasil penelitian Priambodho (2005) menunjukkan bahwa sumur gali penduduk yang ada di sekitar TPA sampah Galuga mengandung BOD5 34,72 ppm, COD 1557,87 ppm dan E coli

diatas 1,1 103 MPN/100 ml membuat air sumur penduduk tidak layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Syahrulyati (2007) juga mendapatkan dari hasil penelitiannya bahwa pada cekungan air bawah permukaan Galuga yang menjadi pusat terkumpulnya air bawah permukaan dari segala arah, secara permanen telah tercemar oleh lindi. Apabila hal ini terus dibiarkan dapat menyebabkan persawahan yang ada di sekitar TPA sampah Galuga menjadi tidak produktif dan jumlah air bersih menjadi berkurang yang berujung pada penolakan masyarakat atas keberadaan TPA sampah di wilayahnya. Menurut Kurniawan (2009), hal ini sebenarnya pernah terjadi di tempat ini.

Upaya untuk menjaga agar TPA sampah Galuga tetap lestari dapat dilakukan dengan memperbaiki sistim pengelolaan lindi melalui pengolahan yang dapat menghasilkan efluen sesuai baku mutu dalam waktu yang relatif singkat dan memanfaatkan sisa hasil olahannya menjadi bahan pupuk cair. Menurut Lingga dan Marsono (2005), beberapa pupuk organik cair yang beredar di pasaran diolah melalui proses fermentasi bahan organik. Pupuk ini mengandung hara mikro Cu, Zn, Mn dan Fe. Lindi dari TPA sampah Galuga juga dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik yang ada di TPA sampah tersebut dan berdasarkan hasil penelitian DKP Kota Bogor (2003), lindi TPA sampah Galuga mengandung hara mikro Cu (0,097 ppm) dan Mn (0,016 ppm) serta hara makro dalam bentuk NO - (0,068 ppm) dan

SO42-(13,60 ppm). Oleh karena itu, lindi TPA sampah Galuga dapat dijadikan sebagai

pupuk cair. Namun demikian, Arya dan Gilar (2008) mengemukakan bahwa kandungan senyawa yang dibutuhkan tanaman yang terdapat pada lindi dari TPA sampah umumnya belum memenuhi standar seperti yang ditentukan oleh Departemen Pertanian RI sehingga pupuk organik cair dari lindi TPA sampah belum dapat langsung dipasarkan. Oleh karena itu, perlu upaya yang dapat mengendapkan hara dalam lindi TPA sampah agar hara yang ada menjadi lebih pekat dan lebih berdaya guna dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

1.2 Kerangka Pemikiran

Hingga saat ini pengelolaan TPA sampah Galuga baru dilakukan dalam bentuk upaya pemanfaatan bahan sampah padat baik dalam bentuk reuse maupun recycle. Menurut Muthmainnah (2008), sampah padat yang bersifat anorganik yang ada di TPA sampah Galuga yang layak dimanfaatkan kembali oleh pemulung sebesar 28 ton/hari. Apabila bahan ini dimanfaatkan semua, maka upaya ini mampu memberikan keuntungan sebesar Rp. 10.683.000,-/hari. Hasil penelitiannya juga mendapatkan bahwa upaya mengomposkan sampah padat yang bersifat organik dapat memberikan keuntungan sebesar Rp. 100.237,50/orang/bulan. Keuntungan yang diperoleh masyarakat dari sampah padat tentu dapat menumbuhkan ketergantungan masyarakat terhadap TPA sampah yang berdampak pada kelangsungan pengoperasian TPA sampah itu sendiri.

Di lain pihak, dalam mengelola lindi TPA sampah Galuga, sampai saat ini pengelolaanya belum maksimal menyebabkan lindi selalu menjadi sumber masalah dan belum ada upaya memanfaatkan lindinya menjadi bahan yang berguna. Padahal rasa memiliki masyarakat sekitar terhadap TPA sampah akan timbul dengan sendirinya apabila paradigma lama ”lindi hanya menjadi sumber masalah” diubah dengan mengolah lindi menjadi efluen sesuai baku mutu dan memanfaatkan kembali sisa hasil olahannya menjadi pupuk cair.

Salah satu upaya untuk menghindari badan-badan air dari pencemaran oleh lindi TPA sampah Galuga adalah mengolah lindi menjadi efluen sesuai baku mutu lingkungan dalam waktu relatif cepat. Hal ini dapat dilakukan melalui pengolahan aerasi dengan memberikan udara pada kecepatan tinggi. Cara ini efektif dalam menurunkan kadar gas-gas yang bersifat toksik, bahan organik maupun logam terlarut pada limbah cair yang diproses (Siregar, 2005; Borglin, Hazen dan Oldenburg, 2004).

Beberapa kelebihan lain dari pengolahan ini, diantaranya: 1) dapat menghilangkan polutan dengan kecepatan lima kali lebih besar dibanding pada kondisi anaerobik (Leikam, Heyer dan Stegmann, 1999), 2) dapat mengubah bahan toksik menjadi bahan yang relatif lebih aman bagi lingkungan (Metcalf dan Eddy, 2003), 3) dapat mengendapkan logam-logam terlarut yang merupakan hara bagi tanaman (Moore, 1991), 4) dapat menurunkan jumlah bakteri patogen akibat terbentuk H2O2 yang

merupakan racun bagi bakteri tersebut (Park et al., 1994), dan 5) dapat menghasilkan hara makro berupa NO3-, SO42-dan PO43-(Achmad, 2004).

Secara bagan, kerangka pemikiran dari permasalahan tersebut sebagai berikut.

Pengolahan Aerasi

Kebutuhan Air Terpenuhi

Pupuk Cair TPA SAMPAH GALUGA

Endapan mengandungCu, Zn, Mn & Fe

(Sawah, Badan-badan air)

Ya

Produktivitas Tanaman Meningkat

Bau, kotor dan ketidaknyaman Dampak Negatip (Sosial, ekonomi)

Diolah?

Tidak Penolakan Masyarakat Thd TPA SAMPAH

Rasa Memiliki Masyarakat

Terhadap TPA Sampah

TPA SAMPAH LESTARI

TPA SAMPAH

DITUTUP

Lindi

Hujan

Penggunaan Zeolit sebagai penjerap Sesuai baku mutu? Tidak Ya Upaya Pemekatan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Upaya untuk memaksimalkan penghilangan polutan dari efluen yang akan dialirkan ke lingkungan dapat dilakukan dengan melewatkan efluen hasil olahan aerasi melalui zeolit karena menurut hasil penelitian Husaini (1992) zeolit mampu menjerap logam berat, bahan organik dan mikroorganisme dari air limbah. Hasil penelitian Tang et al. (2010) menunjukkan bahwa 15 liter air limbah yang

dengan menggunakan 105 gram zeolit. Kurniawan et al., (2006) mengemukakan bahwa NH3merupakan bahan yang sangat toksik bagi kehidupan akuatik yang selalu

ada pada lindi TPA sampah.

Di lain pihak, produk samping hasil olahan aerasi berupa endapan yang mengandung logam mikro dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair. Endapan ini mengandung Cu dan Fe yang merupakan hara mikro bagi tanaman (Diana, 1997; DKP Kota Bogor, 2003). Hasil penelitian Dimitrionet al. (2006) menunjukkan bahwa pengaplikasian lindi TPA sampah sebagai pupuk cair yang diberikan bersamaan dengan air irigasi menyebabkan tanaman dapat tumbuh lebih baik. Hamludin (2010) mengemukakan bahwa pengaplikasian pupuk organik cair dari lindi TPA sampah di Wonorejo pada tanaman pangan dan holtikultura juga menunjukkan hasil yang positif. Pupuk cair ini dihasilkan dengan cara memfermentasikan kembali lindi dari TPA sampah tersebut menggunakan bioaktivator. Hal ini mengindikasikan bahwa lindi memiliki peluang yang baik untuk dimanfaatkan sebagai pupuk cair.

Upaya meningkatkan kadar hara tanaman yang terdapat pada lindi dapat dilakukan dengan cara pemekatan melalui penambahan kapur atau KMnO4 dengan

proses fisik (sentrifugasi atau pengocokan) agar hara tanaman yang masih dalam keadaan terlarut menjadi mengendap. Menurut Asrie (2009), kapur digunakan secara luas untuk mempresipitasikan logam mikro. Singh dan Rawat (2006) mengemukakan bahwa Kapur (Ca(OH)2) efektif dalam mengendapkan Fe (III) dan Cu (II). Kedua

logam ini dapat dimanfaatkan sebagai hara mikro essensial bagi tanaman. Selanjutnya Waluyo (2005) mengemukakan bahwa kapur dan KMnO4 biasa digunakan dalam

pengolahan air limbah, khususnya untuk mengendapkan logam terlarut dan membunuh bakteri patogen. Melalui penambahan kapur atau KMnO4 diharapkan

bahan pupuk cair yang dihasilkan dari lindi mengandung hara yang lebih pekat dengan jumlah bakteri patogen di bawah baku mutu.

Layak atau tidak, pupuk cair dari lindi yang berasal dari TPA sampah ditentukan oleh kadar hara makro atau logam mikro essensial/non essensial maupun mikrooganisme patogen. Sebagai pupuk cair, lindi yang sudah diolah harus memenuhi Standar Minimal Pupuk yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji efektivitas pengolahan aerasi maupun aerasi yang dilanjutkan dengan menggunakan zeolit dalam menurunkan polutan lindi.

2. Mengkaji pengaruh pemberian kapur atau KMnO4terhadap kadar hara mikro pada

lindi.

3. Mengkaji pengaruh pemberian pupuk cair berbahan dasar lindi sebagai pupuk daun terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.

1.4 Hipotesis

1. Pengolahan aerasi yang dilanjutkan dengan pengolahan menggunakan zeolit, efektif dalam menurunkan polutan lindi.

2. Kapur atau KMnO4 dapat mengendapkan hara mikro yang terdapat pada lindi.

3. Pemberian pupuk cair berbahan dasar lindi sebagai pupuk daun mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman,

1.5 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Masyarakat bahwa ada sumber pupuk cair baru yang berasal dari lindi TPA sampah.

2. Pemerintah/pengelola TPA sampah bahwa ada teknologi yang dapat diterapkan di IPAL TPA sampah yang dapat menghindari pencemaran air.

3. Ilmu pengetahuan bahwa ada teknologi baru yang dapat mengolah lindi menjadi pupuk cair.

1.6 Novelty

Novelty yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Penggunaan teknologi aerasi dan zeolit mampu menjadikan lindi yang berbahaya menjadi efluen yang layak buang.

2. Penambahan kapur/KMnO4 dapat mengubah lindi menjadi pupuk cair yang