• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Pengolahan Air Limbah

2.4.2 Penggunaan Zeolit untuk Menurunkan Polutan dari Limbah Cair

Salah satu bahan yang sering digunakan sebagai penyaring polutan dalam pengolahan limbah cair adalah zeolit. Sastiono (2004) mengemukakan bahwa zeolit merupakan kelompok senyawa berbagai jenis mineral alumino silikat hidrat dengan logam alkali yang terbentuk dari hasil sedimentasi abu vulkanik yang teralterasi. Zeolit memiliki sifat-sifat kimia dan fisik yang unik, seperti kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi (100 sampai 180 me/100 g) dan bersifat porous.

Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4

yang saling berhubungan melalui atom O dan di dalam struktur tersebut Si4+ dapat diganti dengan Al3+. Ikatan ion Al-Si-O membentuk struktur kristal, sedangkan logam alkali merupakan sumber kation yang mudah dipertukarkan (Sutarti dan Rachmawati, 1994).

O O O O Na+

Si Si Al Si Si O O O O

Menurut Cotton dan Wilkinson (1989), keterbukaan struktur zeolit menyebabkan terbentuknya saluran dan rongga dengan ukuran garis tengah yang berbeda-beda antara 2 - 11 Ao. Molekul dengan ukuran yang tepat dapat terperangkap dalam lubang. Sifat itulah yang memungkinkan zeolit digunakan sebagai adsorben yang selektif. Dalam keadaan hidrat, semua rongga mengandung molekul air, tetapi dalam keadaan anhidrat yang diperoleh dengan pemanasan dalam vakum, maka rongga yang sama dapat terisi oleh molekul lain. Molekul-molekul dalam rongga cenderung untuk tertahan dengan gaya elektrostatik van der waals. Gaya tersebut menyebabkan zeolit dapat mengadsorpsi (menjerap) dan menahan secara kuat molekul-molekul yang tepat dan cukup kecil untuk masuk ke dalam rongga. Droste (1997) mendefinisikan adsorpsi sebagai kemampuan menahan molekul-molekul (gas- gas, ion, logam, molekul organik dan sebagainya) pada bagian permukaan suatu padatan sehingga terjadi perpindahan massa dari fase cairan atau gas kepada permukaan padatan.

Kemampuan zeolit dalam mengadsorpsi sejumlah ion dan molekul yang terdapat dalam larutan maupun gas dimungkinkan oleh struktur mineral zeolit yang porous. Volume rongganya meliputi 20 – 50% dari luas permukaan bagian dalam, seluas ratusan ribu m2kg-1. Rongga yang besar dan saluran dalam kristal zeolit diisi oleh air yang mengelilingi kation-kation dapat dipertukarkan. Molekul-molekul air tersebut dapat dikeluarkan dari saluran melalui pemanasan dengan temperatur sebesar 350oC. Molekul-molekul yang memiliki diameter lebih kecil dari diameter saluran masuk akan diadsorpsi ke bagian dalam rongga kristal, sementara molekul yang memiliki diameter lebih besar dari diameter saluran masuk tidak mampu dijerap oleh zeolit. Kondisi ini memberikan sifat selektifitas molekul yang merupakan karakteristik mineral zeolit (Ming dan Mumpton, 1989).

Sifat zeolit yang penting lainnya adalah kemampuannya di dalam menukarkan kation. Kation-kation yang dapat dipertukarkan dari zeolit tidak terikat secara kuat di dalam kerangka tetrahedral zeolit sehingga dengan mudah akan dilepaskan ataupun dipertukarkan melalui pencucian dengan larutan kation-kation lain (Barrer dan Klinowski, 1972dalamSastiono, 1993).

Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses pertukaran ion, diantaranya (Montgomery, 1985) :

1. Ukuran partikel

Laju proses difusi bertambah besar dengan berkurangnya ukuran partikel; tetapi berkurangnya ukuran partikel akan menambah head loss dalam kolom. Hasil penelitian Purwadio dan Masduqi (2004) menunjukkan bahwa zeolit berukuran partikel 40 mesh paling efektif dalam menurunkan Fe dalam air limbah, sedangkan Utami (2007) mendapatkan bahwa zeolit berukuran 10 – 20 mesh paling efektif dalam menurunkan kadar logam berat dalam air limbah.

2. Besar aliran (debit)

Besar debit dalam kolom mempengaruhi kesetimbangan reaksi pertukaran ion yang terjadi. Untuk debit rendah, berarti waktu kontak menjadi lama sehingga keseimbangan reaksi pertukaran menjadi sempurna. Akibatnya semakin banyak ion-ion yang tertahan dalam media pertukaran dan memperbesar kapasitas operasi. 3. Konsentrasi larutan

Kecepatan difusi akan bertambah jika konsentrasi ion dalam larutan meningkat. Bertambahnya konsentrasi larutan harus diimbangi dengan debit yang rendah untuk mendapatkan kapasitas operasi yang sama.

4. Tingkat regenerasi

Tingkat regenerasi adalah banyaknya regenerant yang dipakai per volume media penukar. Semakin tinggi tingkat regenerasi akan semakin banyak ion penukar dalam media penukar yang dapat diregenerasi sehingga kapasitas penukaran akan meningkat.

5. Kedalaman kolom bed

Pengaruh kedalaman bed kolom terkait dengan besarnya pemakaian media penukar ion dalam proses pertukaran ion.

6. Suhu

Kecepatan reaksi pertukaran ion akan bertambah dengan bertambahnya suhu. Pada suhu yang lebih tinggi, difusi akan meningkat dan keaktifan ion-ion dalam larutan akan bertambah.

7. Ukuran pori-pori intra partikel

Derajat ikatan silang mempengaruhi ukuran pori-pori intra partikel dalam media penukar ion. Hal ini akan mempengaruhi proses difusi partikel karena untuk derajat ikatan silang yang besar, ukuran pori-pori intra partikel akan lebih rapat.

Proses pertukaran ion dapat dilakukan dengan sistem fixed bed. Gambaran dari sistem tersebut sebagai berikut (Benefieldet al1982).

Gambar 6. Aliran melalui media berbutir (Fairet al., 1963)

Pada sistim yang dikembangkan oleh Fair et al. (1963) seperti pada gambar di atas, air yang akan diolah dialirkan melalui kolom yang berisi media penukar ion. Proses pertukaran ion terjadi selama air kontak dengan media penukar yang aktif. Media penukar ion pada daerah di tempat air masuk akan lebih dahulu menjadi daerah tak aktif. Daerah aktif dalam kolom bergeser ke bawah selama reaksi berlangsung.

Zeolit alam umumnya masih memiliki kemampuan yang rendah baik sebagai penjerap, penyaring molekul maupun sebagai penukar ion sehingga diperlukan proses aktivasi untuk meningkatkan mutu zeolit. Proses aktivasi yang paling sederhana dapat dilakukan melalui proses pemanasan. Aktivasi fisik melalui pemanasan bertujuan untuk meningkatkan keaktifan zeolit yang disebabkan oleh terbukanya pori-pori atau saluran pada kristal. Kondisi ini mengakibatkan interaksi spesies yang dijerap semakin besar. Jumlah air yang dapat dikeluarkan tergantung dari tingkat suhu maupun lamanya waktu pemanasan (Barrer, 1982). Husaini (1992) mengemukakan bahwa makin tinggi suhu pemanasan, maka luas permukaan spesifik zeolit makin tinggi dan jumlah air yang menguap makin banyak sehingga pori-pori zeolit yang bebas dari molekul air makin banyak pula. Menurut Anwar dan Darmawan (1985), adsorpsi maksimum terjadi pada pemanasan antara 110oC sampai 300oC. Hasil penelitian Husaini (1992) yang berkaitan dengan persentase ion tertukar antara zeolit tanpa aktivasi dengan zeolit yang diaktivasi dengan cara pemanasan seperti yang terdapat pada tabel berikut.

Tabel 12. Persentase logam berat tertukar dari zeolit tanpa aktivasi dan zeolit diaktivasi melalui pemanasan

Kation Logam Berat

% Ion Tertukar

Tanpa Aktivasi Pemanasan

Cu2+ 98,8 99,2 Co2+ 48,8 44,2 Zn2+ 46,6 70,9 Cr3+ 41,2 44,6 Mn2+ 34,2 35,6 Fe3+ 100 100 Pb2+ 100 100 Sumber : Husaini (1992)

Husaini (1992) mendapatkan dari hasil penelitiannya bahwa aktivasi menyebabkan perbedaan selektivitas dalam pertukaran ion oleh zeolit. Urutan dari selektivitas tersebut sebagai berikut.

Tabel 13. Urutan selektivitas kation berdasarkan perbedaan aktivasi

Jenis Aktivasi Urutan Selektivitas

Tanpa aktivasi Pb/Fe > Cu > Co > Zn > Cr > Mn Aktivasi Pemanasan Pb/Fe > Cu > Zn > Co/Cr > Mn

Sumber : Husaini (1992)

Afinitas setiap jenis kation dalam proses perrtukaran ion adalah berbeda. Ion dengan valensi (muatan) lebih besar akan lebih mudah untuk dipertukarkan. Urutan kekuatan adsorpsi pada media penukar ion sebagai berikut (Komar, 1985): Fe3+ > Al3+> Pb2+> Cd2+ > Zn2+> Cu2+> Fe2+> Mn2+> Ca2+> Mg2+> K+> NH4+> H+

Zeolit dapat digunakan dalam pengolahan limbah cair. Bahkan zeolit lebih mampu menyaring kotoran yang terdapat pada limbah cair dibanding pasir kuarsa disebabkan zeolit mempunyai pori-pori yang besar dan bentuknya tidak teratur sehingga dapat menangkap lumpur yang lebih banyak. Menurut Sutarti dan Rachmawati (1994), peranan zeolit pada air buangan kota dan air buangan industri untuk menjerap logam berat sehingga terjadi penurunan konsentrasi logam tersebut pada efluen sampai pada tingkat yang tidak membahayakan. Selain itu, kemampuan zeolit dalam memisahkan fitoplankton dan bakteri lebih baik dibanding penyaring kuarsa dan penggunaannya dapat lebih tahan lama. Berdasarkan hasil penelitian Husaini (1993), jumlah E. coli dapat diturunkan melalui proses penyaringan dengan menggunakan zeolit. Kemampuan zeolit dalam menurunkan beberapa parameter pencemar yang diperoleh dari hasil penelitian Suganalet al., (1990) sebagai berikut.

Tabel 14. Kualitas keluaran pengolahan air buangan dengan menggunakan zeolit Bayah pada laju alir 22 liter per menit

No. Parameter Satuan

Konsentrasi Polutan Influen

Efluen

Kolom I Kolom II Setelah Regenerasi 1. pH - 8,2 7,9 7,8 8,3 2. NH4+ ppm 33,12 3,0 2,6 11,5 3. NO2- ppm 0,17 0,115 0,11 0,14 4. NO3- ppm 1,1 0,65 0,25 0,4 5. Ca2+ ppm 38,48 42,0 48,0 28 6. Na+ ppm 88,0 180,0 140,0 170 7. Mg2+ ppm 9,71 18,0 19,0 14 8. COD ppm 96,0 75,0 36,0 88,0

Sumber : Suganalet al.(1990)

Dari hasil penelitian Sastiono (1993), kemudahan permukaan zeolit dalam menukar ion tergantung dari :

1. Tenaga ikat ion terhadap kristal;

2. Konsentrasi ion yang ditukar dan besarnya kelarutan ; 3. Muatan ion yang ditukar; dan

4. Ukuran ion-ion.

2.5 Potensi Lindi menjadi Pupuk Cair

Umumnya, pupuk organik cair yang beredar di pasaran merupakan hasil fermentasi dari bahan organik. Jika ditinjau dari proses pembentukannya, lindi dihasilkan dari proses pembilasan bahan yang melekat pada sampah. Sebagian besar dari bahan yang melekat pada sampah merupakan hasil dari fermentasi (perombakan) bahan sampah baik yang berupa jaringan tanaman maupun hewan yang ada di TPA. Kedua proses tersebut menghasilkan zat hara yang dibutuhkan tanaman.

Beberapa hara dan bentuk yang dapat diambil tanaman dari tanah disajikan pada Tabel 15, sedangkan kisaran zat hara dalam lindi yang diperoleh dari beberapa hasil penelitian disajikan pada Tabel 16. Sebagai pembanding, kadar hara dari beberapa pupuk cair yang sudah beredar di pasaran yang juga dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik disajikan pada Tabel 17.

Tabel 15. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman

Jenis Unsur

Hara Simbol

Bentuk yang Diserap oleh Tanaman

Kation (+) Anion (-) Nitrogen N NH4+ NO3- Fosfor P - H2PO4-, HPO42- Kalium K K+ - Kalsium Ca Ca2+ - Magnesium Mg Mg2+ - Sulfur S - SO42- Mangan Mn Mn2+ - Boron B - BO32- Molibdenum Mo - MoO42- Tembaga Cu Cu2+atau Cu3+ - Seng Zn Zn2+ - Besi Fe Fe2+atau Fe3+ - Sumber : Novizan (2005)

Tabel 16. Kisaran zat hara yang terdapat pada lindi

Komponen Hara

Pohland dan Harper

(1985)

Lisk dalam Young

et al., (1995) Widyatmoko dan Sintorini (2002) Nitrat (mg/l) 0 - 9,8 < 0,20 - 4,9 600 - 1.750 Fosfor (mg/l) 0 - 234 < 0,02 - 3,4 2,6 - 3,0 Kalium (mg/l) 0,16 - 3.370 20 - 50 950 - 970 Kalsium (mg/l) 5 - 4.080 165 - 1.150 650 - 900 Magnesium (mg/l) 115 - 600 12 - 480 450 - 650 Sulfur (mg/l) 0 - 1.850 55 - 456 110 - 700

Mangan (mg/l) 0,05 - 1.400 0,32 - 26,5 tidak diteliti Boron (mg/l) 0 - 0,413 tidak diteliti tidak diteliti Tembaga (mg/l) 0 - 9,9 < 0,01 - 0,15 tidak diteliti Seng (mg/l) 0 - 1.000 < 0,05 - 0,95 tidak diteliti

Tabel 17. Nama beberapa pupuk cair, sumber, komposisi dan cara pemberiannya

Nama Dagang Sumber Komposisi Cara Pemberian

Mukti Sari Asri (MSA) Hasil fermentasi limbah alam, limbah ternak serta limbah tanaman. N 5% PO42.250 ppm K 250 ppm Ca 1.000 ppm Mg 10 ppm

Sedikit unsure Na, Fe, Cu, Mn,. Cl, B, Zn, Al dan S - Disiramkan ke media tanam. - Dosis 20–40 ml/m2 setiap 15 hari. Super Natural Nutrition (SNN) Hasil fermentasi limbah hewan, tanaman dan alam. Ntotal 20% Ptotal 15% Ktotal 20% Organik padat 25% Organik cair 6% Air 12% - Disiramkan ke media tanam. - Dosis 2 sdt/liter setiap 2,5 - 3 bulan sekali. Bayfolan Larutan unsur hara. (pupuk anorganik) N 11% P 8% K 6% Fe, Mg, B, Cu, Zn, Co, Mo - Disemprotkan ke daun. - Dosis 2 ml/l air (2–4 liter pupuk/ha)

Orgasol Fermentasi dari

bahan organik. N 8% P 2% K 5,8% Zat organik 31% Air 45% - Disemprotkan ke daun. - Dosis 4 ml/liter air. - Digunakan untuk

anggrek Sumber : Lingga dan Marsono (2005)

Jika ditinjau dari kuantitasnya, ada hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit seperti halnya logam mikro, tetapi ada juga hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lebih banyak seperti halnya hara N, P dan K. Oleh karenanya, untuk menjadikan lindi menjadi pupuk cair perlu memperhatikan hal-hal tersebut. Menurut Hakim (1986), jumlah unsur hara mikro yang umum diberikan dalam bentuk pupuk daun seperti pada tabel berikut.

Tabel 18. Konsentrasi umum larutan hara mikro untuk penyemprotan daun

Senyawa Hara Tanaman Konsentrasi (%)

Seng sulfat 0,2 Tembaga sulfat 0,2 Mangan sulfat 0,2 Besi sulfat 0,2 Borax 0,1 Asam molybdate 0,05 Sumber : Hakim (1986)

Unsur hara mikro (Cu, Mn, Zn dan Fe) umumnya sering berada dalam kekurangan sebagai akibat pertanaman yang intensif yang hanya dipupuk berat dengan hara makro (Lingga dan Marsono, 2005). Hardjowigeno (2010) mengemukakan bahwa unsur tersebut dapat berubah kelarutannya sebagai akibat berubahnya pH, sifat oksidasi atau reduksi.

Apabila lindi akan dijadikan pupuk cair, ada dua hal yang perlu mendapat perhatian, yakni: (1) jumlah unsur yang dibutuhkan tanaman yang harus ada dalam pupuk, dan (2) jumlah unsur ikutan yang tidak diinginkan yang ada dalam pupuk cair yang dihasilkan. Persyaratan teknis minimal yang harus dipenuhi apabila lindi akan dijadikan pupuk cair sebagai berikut.

Tabel 19. Persyaratan teknis minimal pupuk cair

Pupuk Organik Cair Pupuk Anorganik Cair

Parameter Persyaratan Parameter Pupuk

Tunggal Pupuk Majemuk

C-organik ≥6% Ntotal ≥20%

Total N, P2O5 dan K2O≥10% C/N ratio - P2O5 < 8% Bahan Ikutan - K2O < 15% Kadar Air - Zn - < 0,25% Logam Berat As Hg Pb Cd < 10 ppm < 1 ppm < 50 ppm < 10 ppm B - 0,125% pH 4 - 8 Cu < 1% 0,25% - - Mn - 0,25% - - Mo - 0,001% - - Co - 0,0005% - - Biuret - < 1%

Sumber: Keputusan Menteri Pertanian No.09/Kpts/TP.260/1/2003

2.6 Upaya Mengendapkan Logam Mikro melalui Penambahan Kapur atau