6. Penampilan Ibu PKH yang Sudah Mulai Rap
4.3.2. Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Nagasaribu
Pemerintah Indonesia mulai tahun 2007 telah menerbitkan Program Keluarga Harapan (PKH). Program serupa di Negara lain dikenal dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) yang diterjemahkan menjadi bantuan tunai bersyarat. Program Keluarga Harapan ini mulai diberlakukan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 yang meliputi tiga Kabupaten/Kota yakni Medan, Nias dan Tapanuli Tengah sebagai daerah percontohan dengan total 33 kecamatan. Sedangkan di Kabupaten Humbang hasundutan khususnya di Desa Nagasaribu III PKH berlangsung sejak tahun 2014. Awalnya penerima PKH di Desa Nagasaribu III merupakan penerima BLSM sejak tahun 2011. Data 2011 tersebutlah yang digunakan sebagai data untuk penerima bantuan program keluarga harapan pada tahun 2014 yaitu sebanyak 23 KK di tahapan yang pertama. Tahun 2015 diadakan pendataan untuk keluarga yang termasuk dalam komponen program keluarga harapan (PKH) untuk tahap kedua. Data tersebut dibuat dan diusulkan langsung dari Kepala Desa, namun dari 183 KK yang diusulkan hanya 40 KK yang dinyatakan menerima bantuan program keluarga harapan. Penerima program keluarga harapan (PKH) tahap kedua yaitu berjumlah 40 KK. Tahap kedua PKH di Desa Nagasaribu III diadakan pada tahun 2016 dimana komponen PKH telah bertambah sesuai dengan peraturan dari program tersebut. Sebelum adanya pendampingan, masyarakat penerima program keluarga harapan secara khusus tahap I menganggap bahwa bantuan dari program
keluarga harapan ini sama seperti bantuan tunai lainnya yang tidak mengadakan syarat yang harus dipenuhi. Masyarakat penerima awalnya hanya menerima dan menghabiskan bantuan tersebut untuk keperluan sehari-harinya. Namun, setelah adanya pendamping maka masyarakat penerima dimotivasi melalui sosialisai pada setiap pertemuan kelompok supaya mempergunakan dana tersebut untuk peruntukan program yaitu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Perubahan-perubahan mulai mereka lakukan ketika pendamping mengadakan pendekatan seperti contoh: sebelum mereka menerima PKH, mereka tidak mengerti tentang pentingnya KTP, Kartu Keluarga (KK), atau bahkan Akte Kelahiran. Bahkan ketika anak sudah memasuki dunia pendidikan anak tersebut belum memiliki akte kelahiran dan juga belum terdaftar di dalam Kartu Keluarga (KK). Pendamping dalam setiap pertemuan kelompok tetap melakukan pendekatan pada masyarakat penerima supaya mereka mengerti tentang administrasi yang penting mereka penuhi dan mereka menjadi lebih mandiri. Membentuk kelompok usaha bersama (KUBE) pertanian sebagai wadah masyarakat penerima bersosialisasi tentang apa yang akan mereka tanam dan bagaimana cara menanam atau bahkan saling membantu tenaga dan modal dalam bertani jika memang memadai.
a. Tantangan yang dihadapi ketika melakukan pendampingan secara khusus di Desa Nagasaribu III.
Salah satu tantangan yang berat bagi kami pendamping yaitu data dari BPS yang sebelumnya melakukan pendataan itulah yang menjadi data untuk peserta penerima program PKH. Data yang digunakan untuk tahap pertama ialah data yang ada di BPS pada tahun 2011 dan itu juga merupakan data penerima bantuan terdahulu
seperti BLSM. Sehingga banyak pertimbangan yang harus dipikirkan kembali, dimana biasanya BPS ketika melakukan pendataan, BPS bermitra dengan beberapa dari masyarakat setempat untuk melakukan pendataan. Contohnya BPS bermitra dengan salah seorang masyarakat dari desa A untuk membuat pendataan dari desa A tersebut, maka mitra dari BPS tersebut akan mendata orang-orang atau rumah tangga yang dianggap dekat dengannya atau bahkan semarga dengan pendata tersebut. Hal ini menyebabkan ketidakvalidan data yang dihasilkan ketika BPS melakukan pendataan, dan data terebutlah yang merupakan data akhir yang akan digunakan untuk melihat kondisi ekonomi masyarakat yang layak mendapat bantuan secara khusus bantuan Program PKH. Seperti yang di utarakan oleh bapak pendamping Adinova Sihombing, S.s selaku pendamping Desa Nagasaribu III dan koordinator di Kecamatan Lintong nihuta.
“ …..Na berwenang mendata sian BPS Humbang hasundutan do,
contoh songon penerima PKH na parjolo sian data 2011 do i. Ro ma pendata sian BPS, Cuma na gabe dilema di hami pendamping na dirasa hami naso pas kinerja ni BPS masa pendataan i hape ido intini pendataan i, BPS bermitra dohot masyarakat. Sada contoh, dilean ma tugas sian na berwewenang, dibaen BPS ma mitra na sian masyarakat manang 10 halak pendata. Sian desana mulak tu desa na I muse ibana mendata. Taboto ma hita batak, na samarga. Hape kesimpulan ni pendataan di halaki do. Boi do istilahna ditukang- tukangi datana, jala dang adong dokumentasi. Ai molo pendataan sian BPS holan ceklis-ceklis do, baru muse kendalana ketika dibuat mitra lao mendata unang sian desa tu desa manang kecamatan, baru muse na pendataan i godang na rahasia, sahali tolu bulan mendata alai dang diboto kepala desa dohot masyarakat laho tu aha i. Ahama salahna molo lao mendata permisi tu kepala desa, na pasti nga diboto kepala desa ise masyarakatna na kurang mampu. Hape na salelengon antong na penting target do di baen pendata holan dibuat sampel sian sada inaganan laho mewakili sude masyarakat, ido makana terjadi dilema dihami pendamping ido makana
mambaen adong na paling miskin hape dang dapot na dominan sian proses pendataan di awal”(Yang berwenang melakukan pendataan ialah dari BPS Humbang hasundutan,contoh yang menerima bantuan program PKH tahap I merupakan data dari tahun 2011. Pendataan dilakukan oleh pihak BPS Humbang hasundutan. Namun, yang menjadi dilema bagi kami pendamping bahwa hasil dari pendataan itu tidaklah sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Pada kenyataannya data tersebut akan menjadi data akhir yang akan dipakai sebagai data untuk dijadikan data penduduk di BPS. Hal tersebut terjadi karena BPS bermitra dengan masyarakat dalam pendataan penduduk. Contoh BPS membuat mitra 10 orang dalam 1 kecamatan dan mitra yang dipilih BPS tersebut akan kembali ke desa atau kecamatan asalnya untuk melakukan pendataan. Sehingga hal tersebut memungkinkan akan ada data yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, karena tidak adanya dokumentasi untuk bikti pendataan dan hanya menggunakan kuesioner. Maksud saya jangan mitra yang dari desa tersebut kembali dibuat untuk mendata didesa tersebut. Kemudian apa salahnya jika pendata datang ijin dulu ke Kepala Desa supaya data yang di cari sesuai dengan kondisi masyarakat. Karena saya rasa banyak pendata bahkan mungkin akan ada sekali tiga bulan tidak diketahui oleh Kepala Desa atau perangkat Desa lainnya, kemungkinan mereka akan hanya mengambil sampel dari beberapa wilayah untuk mewakili desa tersebut. Namun, yang mengerti dan mengetahui kondisi masyarakatnya pastinya Kepala Desa itu sendiri, itulah yang menjadi dilema kemungkinan besar mereka mendata hanya untuk mendapatkan target pendataan dalam arti tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga yang mendapat bantuan memang dikategorikan layak namun masih ada keluarga miskin belum dapat bantuan, dan PKH tahapm I masih merupakan pendataan dari hasil penerima bantuan tahun 2011)”...
Kedua, tanggapan masyarakat yang tidak menerima bantuan PKH pada pendamping bahwa kami yang menentukan siapa yang layak menerima bantuan program PKH. Mereka yang tidak menerima bantuan program PKH awalnya sangat sensitif dikarenakan banyak dari antara masyarakat yang bukan penerima menganggap mereka beruntung mendapat bantuan tersebut. Tanggapan tersebut membuat pendamping awalnya merasa tidak enak hati pada masyarakat yang tidak
mendapat bantuan. Namun, itu menjadi tugas dan tantangan baru bagi pendamping untuk dapat memberikan penjelasan dan pengertian bagi masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan.
Ketiga, banyaknya desa yang saya dampingi menjadi salah satu tantangan yang berat bagi saya. Saya mendampingi 22 desa di Kecamatan Lintong nihuta. Kenyataan yang saya dapat dilapangan bahwa dari 22 desa yang saya dampingi hanya beberapa desa yang telah mengalami perubahan sangat nyata.
Keempat, bahwa masih ada beberapa dari masyarakat penerima dari 22 desa yang saya damping merasa nyaman di zona yang ada saat ini. Sebagai contoh : sehari- hari ia bekerja diladang orang dengan gaji harian. Dia aman di zona itu, dan tidak mau berusaha dengan apa yang ada karena dia menikmati apa yang ada padanya. Pemikiran seperti itulah yang menjadi tantangan besar bagi kami para pendamping. Namun, secara khusus di Desa Nagasaribu III ini masyarakatnya mudah untuk di bina, hal ini terlihat ketika saya menemui mereka dalam acara pertemuan setiap bulannya yaitu dalam bentuk arisan, jika ada yang terlambat maka yang terlambat akan mengakui kesalahan sendiri dan kelompok akan memberi nasehat. Mereka akan mampu menyelesaikan masalah mereka sesuai dengan kesepakatan dari kelompok mereka sendiri. Pendamping hanya sebagai fasilitator guna untuk mempermudah mereka dalam menyelesaikan masalah yang mereka sendiri. Seperti penuturan oleh Bapak Adinova Sihombing yang berperan sebagai pendamping PKH.
“ ....Contoh adong ibu rumah tangga di huta nami, nyaman dengan keadaan na songoni, Holan na gaji-gajian selasa sampek jumat gajian torus. Dang adong niat naeng berubah. Ima sada faktor lain na menjadi tantangan, adong do naso tau diri holan na manjalo alai adong do na sangat bersyukur. Istilahna molo hami pendamping olo
do gabe salah tinjang salah hundul. Alana na diadopan nga diginjang ni umur niba. Alana muse apalagi hita halak batak ingkon malo-malo do mamilah. Molo di au prinsiphu proses nai do na penting dang hasil nai. Hubaen halaki mambahas dohot manyelesaihon masalah sendiri. Halaki do hulaga laho manyelesaihon masalah ni halaki. Dang olo au muruk tu halaki, makana dang sude pendamping boi mangantusi karakter ni masyarakat. Beda do di Desa muna on, mura-mura do jolma dison dibina alana kuat do organisasi dison apalagi PKK. Songon nidok ni kepala desa muna mauliate ma dihamu pendamping Alana godang do perubahan di desa namion. Molo pendamping ngeri-ngeri sedap do. Ali molo di au gumodang do tabo na, Alana boi do au beradaptasi manang didia pe di Lintongnihuta on.( Ada ibu rumah tangga dikampung kami, nyaman dengan kondisi yang ada, yang dilakukan hanyalah pergi kerja harian lepas dariselasa sampai hari jumat kerjaannya cuma gajian keladang orang.Tidak ada niat untuk berubah,itulah merupkan salah satu faktor lain yang menjadi tantangan bagi kami pendamping, ada yang tau mengalokasikan bantuan tersebut taunya hanya untuk menerima saja. Namun, ada yang sangat bersyukur mendapat bantuan. Pendampoing harus lebih memahami peserta penerima PKH karena mereka yang menerima bantuan sudah memiliki umur yang berselisih jauh dari saya, apalagilah kita orang batak yang berbudaya dituntut menghormati orng tua bahkan ada “tutur marga” bagi orang batak. Bagi saya yang penting itu ialah proses, bagaimana proses yang dilalami oleh masyarakat untuk membangun keluarganya dengan cara mereka didampingi supaya mereka mampu dan berani untuk membahas dan menyesaikan masalah yang mereka hadapi. Saya sebagai pendamping hanya berperan sebagai fasilitator, mereka yang saya ajak untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan cara mendiskusikan ke sesame peserta penerima program sehingga mendapat solusi dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka. Karena saya sebagai pendamping tidak mau menggurui supapaya mereka dapat menerima saya sebagi pendamping. Karena jadi pendamping masyarakat itu tidaklah mudah dimana kita harus memahami kondisi masyarakat serta karakter dari masyarakat tempat kita bertugas. Desa Nagasaribu III ini sangat berbeda dari desa lainnya. Alasannya mengapa saya mengatakan hal tersebut karena masyarakat yang merupakan peserta penerima PKH di desa ini sangat mudah dibina karena jiwa organisasi melekat kuat di desa ini seperti PKK. Oleh karena itu bapak Kepala Desa pernah mengatakan pada saya terimakasih telah mendampingi masyarakat Desa Nagasaribu III, dimana masyarakat telah mengalami banyak perubahan)”...
b. Pendekatan Yang Dilakukan Pendamping Pada Masayarakat Penerima PKH. Pendamping dalam melakukan tugas harus membangun strategi, strategi berupa pendekatan-pendekatan yang harus dilakukan supaya pendamping dapat melaksanakan tugasnya sebagai pekerja sosial. Pendekatan tersebut berupa pendekatan emosional, dan juga kecerdasan komunikasi yang baik dan juga seorang pendamping harus dapat memberikan solusi bagi masyarakat penerima yang sedang mengalami kesulitan.