• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu faktor pendukung keberhasilan pemberdayaan masyarakat melalui Posdaya adalah pendampingan atau pembinaan. Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor telah menunjukkan berbagai perkembangan di berbagai bidang, telah mendapatkan program pendampingan atau pembinaan dari mahasiswa dan dosen, dan sebagian darinya juga mendapat dampingan dari guru-guru SMA dan penyuluh pendamping.

Bentuk pendampingan atau pembinaan dapat dikembangkan dengan kreatif melalui teknologi komunikasi yang semakin mudah diakses oleh setiap orang. Pendampingan yang dilakukan antara lain adalah dalam bentuk kunjungan ke Posdaya, konsultasi pengurus/kader, mendampingi mereka melihat kegiatan Posdaya lain yang berhasil, mengikutkan dalam berbagai kegiatan diskusi, seminar atau kegiatan pelatihan, mendampingi penyusunan proposal kegiatan untuk diajukan ke pihak luar. Pendampingan yang dilakukan bertujuan untuk membantu bagaimana Posdaya dapat mencari solusi berbagai permasalahan yang mereka hadapi sehingga mereka mempunyai program kegiatan yang benar-benar sesuai kebutuhan dan dapat terlaksana dengan baik. Bahkan pendampingan yang dilakukan bisa berlangsung 24 jam sehari karena kader Posdaya juga rajin ber- sms-an kepada pendampingnya.

Kader Posdaya

Kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh, dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat, seperti kader Posyandu, kader program kesejahteraan keluaraga (PKK), maupun kader lainnya. Zulkifli (2003) mendefinisikan bahwa kader Posyandu adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela mengelola Posyandu. Dinkes Jatim (2006) menambahkan bahwa kader adalah pria atau wanita yang berbadan sehat jasmani dan rohani serta mau bekerja secara sukarela mengelola Posyandu. Seorang kader Posyandu merupakan pilar utama penggerak pembangunan khususnya di bidang kesehatan. Mereka secara swadaya dilibatkan oleh Puskesmas dalam kegiatan pelayanan kesehatan desa yang salah satunya adalah pemberian imunisasi polio. Kader Posyandu sebaiknya mampu menjadi pengelola Posyandu, karena merekalah yang paling memahami masyarakat di wilayahnya (Dinkes Jatim, 2006). Kader bertugas melaksanakan penyuluhan di Posyandu, salah satunya penyuluhan tentang bayi atau balita mengenai jadwal pemberian imunisasi dan manfaatnya (Dinkes Jatim, 2005).

Dengan demikian kader yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kader Posdaya yang didefinisikan sebagai warga desa setempat baik laki-laki maupun perempuan yang sehat jasmani dan rohani, yang dipilih oleh, dari dan untuk masyarakat, memiliki waktu luang serta mau bekerja secara sukarela, tulus ikhlas untuk memajukan Posdaya.

Tingkat Keberdayaan

Arti berdaya menurut Slamet (2003) sama dengan mampu, tahu, mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani menghadapi risiko, mampu mencari dan menangkap informasi, dan mampu bertindak sesuai situasi. Keberdayaan merupakan internalisasi dari proses pemberdayaan dan merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu komunitas dapat bertahan dalam mengembangkan diri untuk mencapai kemajuan.

Menurut Hendratmoko dan Marsudi (2010) keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan masyarakat untuk bertahan (survive) dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Sumodiningrat (2000) dalam Widjayanti (2011) menjelaskan bahwa keberdayaan masyarakat yang ditandai adanya kemandiriannya dapat dicapai melalui proses pemberdayaan masyarakat. Keberdayaan masyarakat dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif masyarakat yang difasilitasi dengan adanya pelaku pemberdayaan. Tujuan akhir dari proses pemberdayaan masyarakat adalah untuk memandirikan warga masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarga dan mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya (Widjayanti, 2011).

Menurut Widjayanti (2011), keberdayaan masyarakat adalah dimilikinya daya, kekuatan atau kemampuan oleh masyarakat untuk mengidentifikasi potensi dan masalah serta dapat menentukan alternatif pemecahannya secara mandiri. Keberdayaan masyarakat diukur melalui tiga aspek (a) kemampuan dalam pengambilan keputusan, (b) kemandirian, dan (c) kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan.

Hasil penelitian Sadono (2008) menunjukkan bahwa melalui Sekolah Lapang (SL) telah terjadi peningkatan keberdayaan petani. Indikator yang menunjukkan hal tersebut adalah: peningkatan penggunaan pengetahuan dalam pengelolaan usaha tani, peningkatan kegiatan petani antarkelompok dalam kegiatan diskusi dan Laboratorium Lapangan Petani (LLP) untuk pengujian teknologi atau varietas baru oleh petani, penemuan dan penyempurnaan teknik pengendalian hama (seperti: teknik “lumpurisasi” untuk hama tikus), serta tumbuhnya inisiatif pembiakan musuh alami agar lebih tersedia di sawah.

Penelitian Barzman dan Desilles (2002) menemukan bahwa melalui SL petani mengalami pemberdayaan dalam hal: peningkatan pengetahuan bertani, peningkatan aktivitas secara berkelompok dalam kelompok tani (melakukan eksperimen teknik/tanaman baru, pengamatan dan membandingkan hasil dengan petani lain), dan pemberdayaan wanita.

Tingkat keberdayaan masyarakat bisa dilihat dari aspek ekonomi maupun nonekonomi sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Uphoff (2003) dalam

Susilowati et al. (2004), bahwa tingkat keberdayaan dapat ditinjau melalui aspek usaha, pasar, teknologi, dan peran kelembagaan/stakeholders. Lumban (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa keberdayaan masyarakat petani Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan petani tentang aspek-aspek pengelolaan usahatani padi DAS Kahayan.

Penelitian Warcito et al. (2011) menyebutkan bahwa kemandirian masyarakat melalui program Posdaya dapat diukur dari partisipasi warga

masyarakat dalam kegiatan pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang merupakan faktor pendorong untuk perubahan. Kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui Posdaya perlu ditujukan kepada penyadaran masyarakat akan pentingnya kemandirian dirinya sendiri (empowerment), sadar akan lingkungan (menjaga kebersihan lingkungan), kesehatan, pendidikan, dan semangat kewirausahaan melalui transformasi ekonomi, transformasi sosial, dan transformasi budaya. Suyono (2006) menambahkan bahwa program pemberdayaan keluarga dapat memperkuat dan meningkatkan usaha-usaha ekonomi keluarga dan anggotanya mengembangkan dirinya sesuai dengan peluang dan kesempatan yang ada untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian.

Ciri-ciri masyarakat yang telah berdaya menurut Sumardjo dan Saharuddin (2004) adalah sebagai berikut: a) mampu memahami diri dan potensinya, b) mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan) dan mengarahkan dirinya sendiri, c) memiliki kekuatan untuk berunding dan bekerjasama secara saling menguntungkan dengan ”bargaining power” yang memadai, dan d) bertanggung jawab atas tindakan sendiri.

Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani (2004) menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Berdaya mempunyai arti yang sama dengan kemandirian masyarakat. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya atau kemampuan yang dimiliki. Daya atau kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, afektif dan konatif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik atau material. Penelitian Tomatala (2008) menyebutkan tiga aspek mendasar yang perlu dimiliki oleh peternak agar dapat meningkatkan keberdayaannya meliputi aspek pengetahuan, sikap mental, dan aspek tindakan. Muljono (2010) menambahkan bahwa melalui upaya pemberdayaan diharapkan mereka juga dapat menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan bagi mereka untuk meningkatkan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tindakan (konatif), serta ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Dokumen terkait