• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Relationship Between Communication Activities and Level Capacity of Family Empowerment Post (Posdaya) Cadre in Bogor City and Bogor Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Relationship Between Communication Activities and Level Capacity of Family Empowerment Post (Posdaya) Cadre in Bogor City and Bogor Regency"

Copied!
251
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI DENGAN

TINGKAT KEBERDAYAAN KADER POSDAYA

DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

SIGIT PAMUNGKAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hubungan Aktivitas Komunikasi dengan Tingkat Keberdayaan Kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Sigit Pamungkas

(4)
(5)

Keberdayaan Kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh

AMIRUDDIN SALEH dan PUDJI MULJONO.

Keberadaan Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor yang sudah dirintis dan difasilitasi oleh Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia-Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (P2SDM-LPPM IPB) sejak tahun 2006 bekerjasama dengan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Yayasan Damandiri) dan beberapa pihak lainnya saat ini telah berjumlah 50 Posdaya. Perkembangan yang makin meluas, pada tahun 2012 telah ditentukan kriteria dan ukuran penentuan keberhasilan Posdaya sebagai suatu wadah terpadu pemberdayaan masyarakat. Sebuah ukuran yang dikembangkan oleh Yayasan Damandiri menggambarkan pertumbuhan Posdaya dalam empat fase yaitu: fase 1 (Posdaya pemula), fase 2 (Posdaya semi mandiri), fase 3 (Posdaya mandiri) dan fase 4 (Posdaya mandiri inti).

Secara keseluruhan dari Posdaya yang sudah terbentuk, belum ada satu pun Posdaya yang terkategori pada fase Posdaya mandiri inti. Belum terdapatnya Posdaya pada fase mandiri inti di Kota maupun di Kabupaten Bogor dimungkinkan karena pada pelaksanaan program Posdaya masih menghadapi berbagai kesulitan atau kendala untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Posdaya dibagi menjadi dua yaitu kendala fisik dan kendala nonfisik. Kendala fisik cenderung lebih kecil terungkap dibanding masalah nonfisik.

Penelitian ini mengidentifikasi karakteristik individu sebagai kader Posdaya dan faktor lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas komunikasi. Penelitian ini

juga mengidentifikasi tentang keberdayaan kader Posdaya. Adapun tujuan

penelitian yang berkaitan dengan hubungan aktivitas komunikasi dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya adalah mendeskripsikan perbedaan aktivitas komunikasi kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor, mendeskripsikan perbedaan tingkat keberdayaan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor, menganalisis karakteristik individu dan faktor lingkungan yang berhubungan dengan aktivitas komunikasi kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor, menganalisis karakteristik individu dan faktor lingkungan yang berhubungan dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor, dan menganalisis hubungan antara aktivitas komunikasi dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor.

Penelitian ini dilakukan di Kota dan Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan waktu penelitian selama lima bulan, yaitu dari bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Mei 2013. Penelitian ini dirancang sebagai metode penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional, karena selain mendeskripsikan aktivitas komunikasi dalam pelaksanaan program Posdaya juga berupaya menjelaskan hubungan antara peubah yang diamati. Sampel penelitian berjumlah 92 orang kader Posdaya. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin dengan toleransi kelonggaran 5 pesen, kemudian dilakukan pengambilan sampel dengan teknik

(6)

dan analisis uji beda (uji t) dengan bantuan program komputer IBMSPSS statistics

20.0.

Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh responden kader Posdaya baik di Kota maupun Kabupaten Bogor menyatakan bahwa selama satu bulan terakhir sering melakukan aktivitas komunikasi interpersonal dengan tenaga pendamping, penyuluh pertanian atau kesehatan, sesama kader Posdaya, anggota Posdaya dan tokoh masyarakat setempat. Waktu yang dibutuhkan kader Posdaya untuk melakukan komunikasi interpersonal yang berlokasi di dua lokasi penelitian memiliki perbedaan. Rata-rata kader Posdaya di perkotaan hanya memerlukan waktu sekitar 6.59 jam per bulan (setara dengan 6 jam 35 menit per bulan atau 13 menit per hari) masih lebih rendah dibanding rata-rata waktu yang dibutuhkan kader Posdaya dari Kabupaten Bogor sekitar 7.66 jam per bulan (setara dengan 7 jam 40 menit per bulan atau 15 menit per hari). Terdapat perbedaan yang nyata antara kader Posdaya di Kota dengan di Kabupaten Bogor dalam frekuensi dan intensitas penggunaan media elektronik (radio dan televisi). Rata-rata frekuensi kader Posdaya di Kota Bogor dalam mendengarkan siaran radio dan menonton televisi adalah 193.50 kali per bulan (setara dengan enam kali per hari) lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi kader Posdaya di Kabupaten Bogor (rata-rata 160.30 kali perbulan(setara dengan lima kali per hari). Begitu pula dengan lamanya kader Posdaya di Kota Bogor dalam mendengarkan siaran radio dan menonton televisi lebih lama yaitu sekitar 133.76 jam per bulan (setara dengan 4 jam 28 menit per hari) lebih lama dibandingkan dengan kader Posdaya dari Kabupaten Bogor yaitu sekitar 107.64 jam per bulan (setara dengan 3 jam 35 menit per hari). Tidak terdapat perbedaan secara nyata (p>0.05) antara kader Posdaya di Kota dengan di Kabupaten Bogor dalam hal frekuensi, intensitas dan partisipasi di dalam forum kelompok atau kegiatan Posdaya.

Dibandingkan tingkat keberdayaan kader Posdaya di Kota Bogor dengan kader Posdaya di Kabupaten Bogor, maka ke dua lokasi penelitian memiliki persamaan tingkat keberdayaan baik pada aspek kognitif, afektif, maupun konatif. Karakteristik kader Posdaya yang berhubungan nyata positif dengan aktivitas komunikasi di antaranya pendidikan nonformal, pengalaman menjadi kader Posdaya, tingkat kekosmopolitan, tingkat pendapatan, motivasi, dan kepemilikan media. Pada faktor lingkungan yang berhubungan nyata positif dengan aktivitas komunikasi adalah dinamika kelompok dan peran pendamping.

Karakteristik kader Posdaya di Kota Bogor yang berhubungan nyata positif dengan tingkat keberdayaan, di antaranya umur, pendidikan nonformal, tingkat kekosmopolitan, motivasi, dan kepemilikan media massa. Pada faktor lingkungan yang berhubungan nyata positif dengan tingkat keberdayaan yaitu dinamika

kelompok dan peran pendamping. Aktivitas komunikasi interpersonal dan

komunikasi dalam kelompok berhubungan nyata dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya pada aspek kognitif, afektif dan konatif. Sementara aktivitas komunikasi termediasi hanya memiliki hubungan dengan tingkat keberdayaan pada aspek kognitif.

(7)

SIGIT PAMUNGKAS. The Relationship Between Communication Activities and Level Capacity of Family Empowerment Post (Posdaya) Cadre in Bogor City and Bogor Regency. Supervised by AMIRUDDIN SALEH and PUDJI MULJONO.

The Posdaya existence in Bogor City and Bogor Regency has been initiated and facilitated by the Center for Human Resource Development-Research and Community Services Institution, Bogor Agricultural University (P2SDM-RCSI IPB) since 2006. This program collaboration with Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri Foundation) and some parties other currently has totaled 50 Posdaya. Since 2012 Posdaya Program developed and determined the criteria and size of Posdaya success as an integrated container empowerment. Posdaya developed by the Damandiri Foundation and there are four phases: phase 1 (Posdaya beginner), phase 2 (Posdaya semi independent), phase 3 (Posdaya independent) and phase 4 (Posdaya core of independent).

Overall from Posdaya that has been formed, there are no independent Posdaya because implementation of the Posdaya programe have many difficulties to achieve the goal. The implementation of Posdaya divided two, such physical problems and non physical problems. Physical problems are easier to be exposed than non physical problems.

The research identified the characteristics of the individual as Posdaya cadres and surrounding factors related to communication activities. The research also identified capacity of Posdaya cadres. The purposes of this research were: to describe difference the communication activities of Posdaya cadres in Bogor City and Bogor Regency; to describe difference the level capacity of Posdaya cadres in Bogor City and Bogor Regency; to analyze the individual characteristics and environmental factors associated with communication activities of Posdaya cadres in Bogor City and Bogor Regency; to analyze the individual characteristics and environmental factors associated with the level capacity of Posdaya cadres in Bogor City and Bogor Regency; and to analyze the relationship between the communication activities and level capacity of Posdaya cadres in Bogor City and Bogor Regency.

The research was conducted in Bogor City and Bogor Regency. The selection of location done by purposive with research period through a five month, that were started January 2013 until May 2013.The method research design with survey descriptive correlational. The goal of this method are descripted of Posdaya communication activities and explain the relationship between variables. This research use 92 Posdaya cadres. The sampling technique using Slovin formula with 5 percentage of change. The sampling done by the proportional stratified random sampling technique of Posdaya group. The data analysis by quantitative, using: (1) descriptive statistical analysis of frequency, percentage, mean score, the average total score, cross tabulation, and (2) inferential statistical analysis by rank Spearman correlation (rs), and difference test analysis (t test). The data are solve with IBM SPSS statistics 20.0.

(8)

Regency of Posdaya cadres is lower, about 7.66 hours per month (equivalent to 7 hours 40 minutes per month or 15 minutes per day). There were real difference between Posdaya cadres in Bogor City and Bogor Regency. Bogor regency in the frequency and intensity of electronic media (radio and television) use. The average frequency Posdaya cadre in city of for listening radio and watching television is 193.50 times per month (equivalent to six times per day). This is higher than the frequency of Posdaya cadres in Bogor Regency (an average of 160.30 times per month (equivalent to five times per day). Posdaya cadres in the city of Bogor in listening to the radio and watch television for longer which is about 133.76 hours per month (equivalent to 4 hours 28 minutes per day) for longer than Posdaya cadres of Bogor regency which is about 107.64 hours per month (equivalent to 3 hours 35 minutes per day). There were no differences (p> 0.05) between Posdaya cadres in Bogor City and Bogor Regency for frequency, intensity and participation in the activities of Posdaya forum group.

The two of location research have similar empowerment level for the cognitive, affective, and conative. Posdaya cadres characteristics associated with positive real communication activities including non-formal education, the experience, level of kosmopolity income level, motivation, and media ownership. For environmental factors significantly correlated positively with the activity of group dynamics and communication is the role of escort.

Characteristics Posdaya cadres in Bogor significantly correlated positively with the level of empowerment, including age, education, nonformal, cosmopolite level, motivation, and ownership of the mass media. For environmental factors significantly correlated positively with the level of empowerment group dynamics and the role of escort. Interpersonal communication activities and communication within groups significantly correlated with the level of empowerment Posdaya cadres on cognitive, affective and conative. While activity mediated communication only has a relationship with the level of empowerment on the cognitive aspects.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI DENGAN

TINGKAT KEBERDAYAAN KADER POSDAYA

DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

(12)
(13)

NIM : I352090011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS Ketua

Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah komunikasi dan keberdayaan, dengan judul Hubungan Aktivitas Komunikasi dengan Tingkat Keberdayaan Kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kehadapan Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi selaku anggota komisi pembimbing atas segala kesabaran dan bimbingan, kritik, saran, serta dukungan yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis, beserta Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai Ketua Program Studi/Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) beserta dosen dan staf administrasi yang dengan keramahan dan ketulusannya telah memberikan pelayanan administrasi pendidikan selama penulis menempuh pendidikan S2.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala P2SDM LPPM-IPB yang telah memberikan izin kepada penulis untuk meneliti Posdaya yang dibinanya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim P2SDM LPPM-IPB yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan tesis.

Rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada ayah (alm), ibunda tercinta Ibu Ponirah yang telah memelihara, merawat, dan membesarkan penulis dengan tulus dan ikhlas tanpa mengeluh serta tiada hentinya untuk berdoa bagi keberhasilan penulis. Terima kasih penulis haturkan kepada keluarga besar Bapak Untung Subagyo dan Ibu Asiyah yang telah mendoakan dan memberikan dorongan moral selama penulis mengikuti pendidikan S2 di IPB. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta Yuli Astuningsari, AMKeb dan putriku Hanin Rafifah Nurussofiah yang dengan penuh kesabaran, ketabahan, ketulusan, pengertian, kasih sayangnya, dan segala perhatian, dukungan, pemberian semangat, dan doa-doanya selalu selama penulis mengikuti pendidikan S2. Semoga amal baik mereka mendapat pahala dari Allah SWT. Amin

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk wawancara dan berdiskusi di sela-sela kesibukan mengelola kegiatan Posdaya dan aktivitas rutin pekerjaannya sehari-hari. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di KMP SPs IPB angkatan 2009 atas perhatian, bantuan, dan pemberian semangatnya dalam penyelesaian tesis ini serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala dukungannya. Harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat. Amin.

Bogor, Juni 2013

(16)

ix

Halaman

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 7

Pengertian Komunikasi dan Proses Komunikasi 7

Komunikasi dan Pembangunan 9

Pengertian Komunikasi Pembangunan 10

Komunikasi Penunjang Pembangunan 11

Komunikasi Penunjang Pembangunan dalam Pemberdayaan

Masyarakat 13

Karakteristik Individu sebagai Pelaku Komunikasi 14

Lingkungan Pendukung Aktivitas Komunikasi 20

Aktivitas Komunikasi 22

Program Pos Pemberdayaan Keluarga 27

Kader Posdaya 29

Tingkat Keberdayaan 30

Penelitian Terdahulu yang Mendukung 33

Kerangka Pemikiran 34

Hipotesis Penelitian 37

METODE PENELITIAN 39

Lokasi dan Waktu Penelitian 39

Desain Penelitian 39

Populasi dan Sampel Penelitian 39

Data dan Instrumentasi 41

Definisi Operasional 42

Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi 45

Pengumpulan Data 48

(17)

x

Deskripsi Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor 53

Karakteristik Kader Posdaya sebagai Pelaku Komunikasi 55

Lingkungan Pendukung Aktivitas Komunikasi dalam Posdaya 64

Aktivitas Komunikasi Kader Posdaya 67

Tingkat Keberdayaan Kader Posdaya 78

Hubungan Karakteristik Kader Posdaya dengan Aktivitas

Komunikasi 84

Hubungan Faktor Lingkungan dengan Aktivitas Komunikasi 88

Hubungan Karakteristik Kader Posdaya dengan Tingkat

Keberdayaan 89

Hubungan Faktor Lingkungan dengan Tingkat Keberdayaan 92

Hubungan Aktivitas Komunikasi dengan Tingkat Keberdayaan 93

SIMPULAN DAN SARAN 97

DAFTAR PUSTAKA 99

LAMPIRAN 105

(18)

xi

1 Perbedaan komunikasi pembangunan dan komunikasi penunjang

pembangunan 12

2 Ciri-ciri keberdayaan kader Posdaya dilihat dari aspek

pengetahuan, sikap dan tindakan 33

3 Jumlah populasi berdasarkan fase pertumbuhan Posdaya di Kota

dan Kabupaten Bogor 40

4 Kerangka sampel penelitian 41

5 Nilai uji validitas instrumen penelitian 47

6 Nilai uji reliabilitas instrumen peneltian 48

7 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan

karakteristik individu di Kota dan Kabupaten Bogor Tahun 2013 56

8 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan kategori peubah lingkungan pendukung aktivitas komunikasi di Kota dan

Kabupaten Bogor Tahun 2013 64

9 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan

frekuensi dan intensitas komunikasi di Kota dan Kabupaten

Bogor Tahun 2013 68

10 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan

frekuensi komunikasi termediasi di Kota dan Kabupaten Bogor

Tahun 2013 70

11 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan

intensitas komunikasi termediasi di Kota dan Kabupaten Bogor

Tahun 2013 73

12 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan

frekuensi, intensitas kehadiran dan partisipasi mengikuti forum

pertemuan kelompok di Kota dan Kabupaten Bogor Tahun 2013 76

13 Jumlah kader Posdaya dan uji beda rata-rata berdasarkan tingkat keberdayaan kognitif, afektif, konatif di Kota dan Kabupaten

Bogor Tahun 2013 78

14 Hubungan karakteristik kader Posdaya dengan aktivitas

komunikasi 84

15 Hubungan faktor lingkungan dengan aktivitas komunikasi 88

16 Hubungan karakteristik kader Posdaya dengan tingkat

keberdayaan 90

17 Hubungan faktor lingkungan dengan tingkat keberdayaan kader

Posdaya 93

18 Hubungan aktivitas komunikasi dengan tingkat keberdayaan

(19)

xii

Halaman

1 Hubungan komunikasi dengan pembangunan 10

2 Model komunikasi penunjang pembangunan untuk pemberdayaan 14

3 Kerangka berpikir hubungan antarpeubah dalam penelitian 36

4 Rata-rata kekosmopolitan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten

Bogor per tiga bulan 60

5 Rata-rata total skor motivasi menggunakan media, motivasi intrinsik dan ekstrinsik kader Posdaya di Kota dan Kabupaten

Bogor 62

6 Rata-rata total skor dinamika kelompok pada Posdaya di Kota dan

Kabupaten Bogor 65

7 Rata-rata total skor penilaian peran pendamping oleh kader Posdaya di

Kota dan Kabupaten Bogor 66

8 Rata-rata total skor tingkat keberdayaan kognitif kader Posdaya di

Kota dan Kabupaten Bogor 80

9 Rata-rata total skor tingkat keberdayaan afektif kader Posdaya di

Kota dan Kabupaten Bogor 81

10 Rata-rata total skor tingkat keberdayaan konatif kader Posdaya di

Kota dan Kabupaten Bogor 84

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Daftar Posdaya terkategori berdasarkan fase pertumbuhannya di

Kota dan Kabupaten Bogor per tahun 2012 107

2 Peta lokasi penelitian 109

3 Hasil perhitungan uji beda peubah penelitian 111

(20)

Latar Belakang

Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) merupakan sebuah wadah aktivitas pemberdayaan masyarakat secara swadaya yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat dengan ciri khas “bottom up programme,“ kemandirian, dan pemanfaatan sumber daya serta potensi lokal sebagai sumber segala solusi. Posdaya juga merupakan forum silaturahim, komunikasi, advokasi, dan wadah kegiatan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu yang menitikberatkan pada empat bidang di antaranya bidang pendidikan, kesehatan, kewirausahaan, dan lingkungan. Menurut Masduki (2009), dalam hal-hal tertentu Posdaya bisa juga menjadi wadah pelayanan keluarga secara terpadu, yaitu pelayanan pengembangan keluarga secara berkelanjutan dalam berbagai bidang, utamanya pendidikan, kesehatan, ekonomi (wirausaha), dan lingkungan agar keluarga tersebut bisa tumbuh mandiri di desanya.

Keberadaan Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor yang sudah dirintis dan difasilitasi oleh Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia-Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (P2SDM-LPPM IPB) sejak tahun 2006 bekerjasama dengan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Yayasan Damandiri) dan beberapa pihak lainnya. Sampai tahun 2012, jumlah Posdaya di Bogor yang dikembangkan oleh perguruan tinggi (IPB dan UIKA) mencapai 120 Posdaya yang tersebar di Kota dan Kabupaten Bogor. Jumlah Posdaya di Kota Bogor mencapai 42 Posdaya dan di Kabupaten Bogor berjumlah 78 Posdaya. Diharapkan seluruh Posdaya tersebut dapat terus berkembang dan mampu mengisi kegiatannya masing-masing dalam rangka pengembangan sumber daya manusia (SDM) terutama bagi para penduduk yang termasuk kategori kurang mampu atau keluarga miskin. Dengan makin banyaknya Posdaya, maka kajian dan penelitian terhadap program Posdaya juga akan berkontribusi sebagai bahan evaluasi dan menjadi umpan balik secara terus-menerus terhadap upaya pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan melalui wadah Posdaya. Keluarga miskin sebagai anggota Posdaya diberikan perhatian dan dukungan untuk merubah cara berpikir dan cara hidupnya mendorong pengembangan keluarga sejahtera. Pemberdayaan merupakan proses pembudayaan keluarga miskin untuk merubah cara berpikir dalam menjalani hidupnya, diberikan semangat dan diajak bekerja keras, agar mampu menjalani kehidupan yang makin berdaya atau mandiri.

(21)

lebih lanjut dan memperkuat sumber daya yang berkaitan dengan upaya peningkatan program untuk mencapai perkembangan lebih lanjut yang berkaitan langsung dengan aktivitas keseharian masyarakat serta berkaitan dengan upaya pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs).

Pada tahun 2012, di Kota dan Kabupaten Bogor telah ter-update 17 Posdaya yang menggambarkan fase pertumbuhan Posdaya dengan delapan Posdaya berlokasi di Kota Bogor dengan satu Posdaya terkategori pemula dan tujuh Posdaya terkategori semi mandiri, serta sembilan Posdaya berlokasi di Kabupaten Bogor dengan tujuh Posdaya terkategori semi mandiri dan dua Posdaya terkategori mandiri. Dari ke-17 Posdaya tersebut, belum ada satu pun Posdaya yang terkategori pada fase Posdaya mandiri inti. Belum terdapatnya Posdaya pada fase mandiri inti di Kota maupun di Kabupaten Bogor dimungkinkan karena pada pelaksanaan program Posdaya masih menghadapi berbagai macam kesulitan atau kendala untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Muljono (2010), kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Posdaya dibagi menjadi dua yaitu kendala fisik dan kendala nonfisik. Kendala tersebut tidak hanya berlaku di Posdaya lingkar kampus IPB, melainkan di beberapa Posdaya lain di Kota dan Kabupaten Bogor. Kendala fisik cenderung lebih kecil terungkap dibanding masalah nonfisik. Kendala fisik meliputi keberadaan Posdaya yang belum mempunyai tempat khusus, tempat kegiatan usaha produktif (misalnya aula atau

workshop), dan ruang belajar masyarakat yang belum tersedia. Sekretariat Posdaya umumnya menumpang pada bangunan lain yang biasa digunakan oleh masyarakat atau lembaga lainnya di masyarakat, misalnya di majelis ta’lim, mushola, rumah pengurus, atau di saung kelompok tani. Kendala nonfisik meliputi masih banyaknya pemahaman masyarakat bahwa Posdaya dianggap sebagai program pemerintah yang akan membagi-bagikan materi tertentu atau membawa proyek tertentu dan masyarakat menjadi sasaran proyek itu sebagai tenaga kerja pelaksana proyek yang dapat berpengaruh pada pelemahan semangat pengurus Posdaya. Bagi Posdaya yang kondisi perkembangannya belum baik, sebagian pengurus Posdaya disibukkan dengan aktivitas rutin harian yang menyebabkan sulitnya mereka mencurahkan waktu untuk kegiatan Posdaya. Beberapa pengurus atau kader Posdaya merasa jenuh mengelola kegiatan-kegiatan Posdaya dengan aktivitas yang monoton dan kejenuhan anggota atau kader Posdaya yang terlalu sering menjadi obyek kunjungan pihak luar dan sebagian pengurus atau kader menaruh harapan adanya honor dari Posdaya.

(22)

pembangunan desa dengan potensi Posdaya. Hal ini bisa jadi karena tidak tepatnya strategi dan aktivitas komunikasi yang dijalankan oleh semua pihak (pendamping, koordinator, kader masing-masing bidang Posdaya, anggota Posdaya, dan pemerintah setempat atau pihak luar) yang terlibat di dalam program Posdaya yang menyebabkan kurang sampainya pesan atau kurang dipahaminya berbagai informasi dalam pelaksanaan berbagai macam kegiatan-kegiatan Posdaya.

Komunikasi dalam konteks penunjang pembangunan (Communication

Supporting Development) berperan dalam membantu menciptakan lingkungan manusiawi yang diperlukan untuk berhasilnya program pembangunan. Pada masa mendatang kemajuan pelaksanaan kegiatan Posdaya sangat dipengaruhi oleh tersedianya informasi dan aktivitas komunikasi dari kader Posdaya sebagai salah satu syarat mutlak dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan berbagai macam kegiatan Posdaya. Oleh karena itu, pelaksanaan program Posdaya sangat memerlukan adanya dukungan komunikasi yang efektif. Keefektivan komunikasi mampu menggambarkan kemampuan untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan akhir melalui komunikasi yaitu perubahan perilaku dan tingkat kepuasan serta tingkat keberdayaan kader Posdaya. Sebagai contoh dapat diberi gambaran bahwa sebagai kader yang berdaya, adalah kader Posdaya yang memiliki: (1) pengetahuan yang luas tentang potensi yang dimiliki, pengetahuan tentang wawasan atau pandangan yang jauh ke depan, dapat membedakan baik tidaknya atau untung ruginya potensi dan kebutuhan Posdaya, dan pengetahuan terkait manajemen atau pengelolaan Posdaya yang meliputi empat bidang yaitu bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan; (2) memiliki sikap kesadaran diri yang positif dengan tumbuhnya motivasi diri untuk memperoleh penghidupan yang lebih baik. Dengan bekal tambahan pengetahuan yang mereka miliki, tentu saja sikap yang demikian akan dapat tumbuh dan berkembang dalam diri mereka, sehingga produktivitas kerja mereka dapat ditingkatkan pada masing-masing bidang Posdaya (pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan); dan (3) kemampuan melakukan tindakan yang baik dalam bekerja sama atau dalam memanfaatkan fasilitas yang mereka miliki, seperti mampu mengidentifikasi potensi yang dimiliki Posdaya, mampu menerapkan manajamen dan kepemimpinan baik dalam Posdaya maupun kehidupan sehari-hari, mampu mencari dan memanfaatkan informasi serta mencari peluang baru terkait empat bidang Posdaya (pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan).

Aktivitas komunikasi sangat ditentukan oleh seberapa besar kesamaan persepsi yang terjadi antara komunikator (pendamping/pengelola Posdaya) dan komunikan (kader Posdaya) terhadap pesan yang disampaikan. Semakin besar kesamaan persepsi, maka semakin berhasil proses komunikasi mencapai sasarannya. Aktivitas komunikasi yang sering terjadi dalam ruang lingkup organisasi atau kelompok adalah bentuk komunikasi interpersonal, komunikasi termediasi dan komunikasi kelompok. Dalam penelitiannya Astuti (2007) menyebutkan bahwa aktivitas komunikasi yang dilakukan seseorang atau

kelompok akan menentukan efektivitas komunikasi. Efektivitas komunikasi

(23)

komitmen, ketidakacuhan akan pengetahuan, dan mengubah sikap mental atau kebiasaan yang sebelumnya menentang perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu pengkajian yang lebih mendalam tentang hubungan aktivitas komunikasi dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya, sehingga aktivitas komunikasi yang dilakukan kader Posdaya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik antara kader Posdaya dan masyarakat dalam berperilaku untuk mendukung dan mengembangkan program-program Posdaya yang selanjutnya dapat memberikan peningkatan keharmonisan, keselarasan, dan keberlangsungan program Posdaya serta keberdayaan kader dalam pelaksanaan kegiatan Posdaya yang mencakup bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan.

Perumusan Masalah

Komunikasi merupakan salah satu esensi keberlangsungan hidup manusia. Dengan komunikasi, manusia dapat belajar dan mengembangkan kemampuan serta potensi yang ada pada dirinya. Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini selalu berusaha melakukan sesuatu yang baik untuk hidupnya, manusia cenderung melaksanakan semua aktivitas komunikasi yang berkaitan dengan hidupnya sepanjang itu menguntungkan dirinya. Kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor selalu melakukan aktivitas komunikasi sehari-hari yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan pelaksanaan Posdaya seperti aktivitas komunikasi dalam kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan bidang lingkungan. Aktivitas komunikasi tidak terlepas dari karakteristik individu sebagai kader Posdaya dan faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas komunikasi kader Posdaya sebagai pelaku komunikasi.

Penelitian Murtadha (2009) menyebutkan bahwa dalam aktivitas komunikasi dapat terjadi melalui dialog interaktif, pertemuan rapat rutin, mengadakan pengumpulan massa, dan mengundang wartawan dari masing-masing media. Menurut tim P2SDM-IPB sebagai pendamping, pembina, pendorong, dan pengelola Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor, aktivitas komunikasi yang terjadi pada Posdaya seperti dalam kegiatan pelatihan, rapat koordinasi (rapat rutin kader dan anggota Posdaya, rapat bulanan, rapat khusus

atau temu kader, penyuluhan, dan pendampingan atau pembinaan. Melalui

aktivitas komunikasi diharapkan terjadi perubahan perilaku kader Posdaya pada

aspek pengetahuan, sikap dan tindakan. Aktivitas komunikasi juga

memungkinkan setiap kader bisa hidup secara mandiri maupun secara berkelompok dengan dukungan fasilitas yang memadai dari semua keluarga kader Posdaya. Aktivitas komunikasi ini memberikan kesempatan kepada semua kader Posdaya untuk memberikan penilaian dan penghargaan melalui persepsinya terhadap penyelenggaraan program Posdaya yang mendorong pada keberdayaan kader Posdaya itu sendiri.

(24)

dijalankan selama ini terutama masih terbatasnya kader Posdaya dalam melaksanakan fungsi Posdaya sesuai dengan yang diharapkan, banyaknya kendala yang dihadapi Posdaya untuk meningkatkan keberdayaan kader Posdaya, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji mengenai hubungan antara aktivitas komunikasi dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya. Oleh karena itu, dapat dirumuskan permasalahan yang menarik untuk diteliti sebagai berikut:

1. Seperti apakah perbedaan aktivitas komunikasi kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor?

2. Seperti apakah perbedaan tingkat keberdayaan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor?

3. Karakteristik kader Posdaya dan faktor lingkungan apa saja yang

berhubungan dengan aktivitas komunikasi kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor?

4. Karakteristik kader Posdaya dan faktor lingkungan apa saja yang

berhubungan dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor?

5. Apakah ada hubungan antara aktivitas komunikasi dengan tingkat

keberdayaan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini mengidentifikasi karakteristik individu sebagai kader Posdaya dan faktor lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas komunikasi. Selain itu, penelitian ini juga mengidentifikasi tentang keberdayaan kader Posdaya. Oleh karena itu, salah satu hakekat dari tujuan Posdaya adalah mewujudkan keberdayaan dan kemandirian kader dalam upaya pembangunan sosial dan ekonomi keluarga untuk pengentasan kemiskinan warga masyarakat secara sistematis. Adapun tujuan penelitian yang berkaitan dengan hubungan aktivitas komunikasi dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya meliputi:

1. Mendeskripsikan perbedaan aktivitas komunikasi kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor.

2. Mendeskripsikan perbedaan tingkat keberdayaan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis karakteristik individu dan faktor lingkungan yang berhubungan dengan aktivitas komunikasi kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor. 4. Menganalisis karakteristik individu dan faktor lingkungan yang berhubungan

dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor.

5. Menganalisis hubungan antara aktivitas komunikasi dengan tingkat

keberdayaan kader Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

(25)

program pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan di Kota dan Kabupaten Bogor tempat penelitian ini dilaksanakan. Selain itu, hasil penelitian ini sebagai bahan masukan bagi daerah-daerah lain yang akan melaksanakan program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat serta upaya pengentasan kemiskinan dengan pendekatan Posdaya. Secara spesifik manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

Manfaat dalam lingkungan akademis/keilmuan

1. Memperkaya khazanah keilmuan tentang hubungan aktivitas komunikasi

dengan tingkat keberdayaan kader Posdaya.

2. Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mendalami tentang hubungan aktivitas komunikasi dengan tingkat keberdayaan pada penyelenggaraan program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.

Manfaat dalam lingkungan instansi

1. Sebagai bahan masukan bagi pelaksana program Posdaya dalam hal ini P2SDM LPPM IPB dan Yayasan Damandiri sebagai penyandang dana sekaligus sebagai yayasan yang telah mendarmabaktikan diri dalam pemberdayaan masyarakat dan yang telah berjasa mengembangkan model Posdaya.

2. Memberikan informasi dan acuan pemikiran yang bermanfaat bagi

pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor untuk membuat kebijakan dalam pengentasan kemiskinan dan pengembangan SDM melalui program pemberdayaan masyarakat dengan model Posdaya.

Manfaat dalam lingkungan praktis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan untuk tambahan informasi dan bahan masukan bagi para praktisi terkait hubungan aktivitas komunikasi dengan keberdayaan masyarakat.

2. Hasil penelitian diharapkan menjadi tambahan informasi bagi semua

pemangku kepentingan atau stakeholders untuk bahan masukan dalam

(26)

Pengertian Komunikasi dan Proses Komunikasi

Manusia tercipta sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain, bantuan itu didapatkan melalui sebuah komunikasi antara manusia yang satu dengan lainnya. Dengan adanya komunikasi, maka terciptalah sebuah kehidupan yang saling melengkapi satu sama lain. Istilah komunikasi merupakan terjemahan yang diambil dari bahasa Inggris “communication” yang berasal dari bahasa latin ”communicare” yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan dan perkataan ini bersumber pada kata

communis yang berarti “sama,” yaitu sama makna mengenai suatu hal. Jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan (Mulyana, 2005).

Merujuk pada proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain, maka yang terlibat di dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian Ruben dan Steward (2005) mengenai komunikasi manusia yaitu:

Human communication is the process through which individuals in relationships, groups, organizations, and societies respond to and create messages to adapt to the environment and one another.

Komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespons dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Komunikasi dalam hal ini dapat berupa tindakan satu arah, bisa pula sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi. Sebagai tindakan satu arah, komunikasi mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi.

Sementara itu, Rogers dan Shoemaker (1995), mengartikan komunikasi sebagai suatu proses di mana semua partisipan atau pihak-pihak yang berkomunikasi saling menciptakan, membagi, menyampaikan dan bertukar informasi antara satu dengan lainnya dalam rangka mencapai suatu pengertian bersama. Selain itu, Shannon dan Weaver (1949) dalam Wiryanto (2006) menyebutkan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi wajah muka, lukisan, seni, dan teknologi.

Setiap komunikasi yang dilakukan pasti memiliki tujuan. Oleh karena itu tujuan komunikasi menurut Effendy (2006) ada empat yaitu : (1) mengubah sikap, (2) mengubah opini pendapat atau pandangan, (3) mengubah perilaku, dan (4)

mengubah masyarakat. Levis (1996) dalam Wiryanto (2006) merumuskan tujuan

komunikasi meliputi: (1) informasi, yaitu untuk memberikan informasi yang menggunakan pendekatan dengan pemikiran, (2) persuasif, yaitu untuk menggugah perasaan penerima, (3) mengubah perilaku, yaitu perubahan sikap

terhadap pelaku pembangunan, (4) meningkatkan kemampuan untuk

(27)

manfaat dalam batas waktu yang tidak tertentu, dan (5) mewujudkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan.

Liliweri (2004) menyatakan bahwa komunikasi secara otomatis mempunyai fungsi sosial karena proses komunikasi beroperasi dalam konteks sosial yang orang-orangnya berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian fungsi komunikasi mengandung aspek:

a. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis (makan

dan minum) dan psikologis (rasa aman dan kepastian). Kedua kebutuhan tersebut harus seimbang dan melalui komunikasi antarpribadi (interaksi sosial), maka manusia berusaha mencari dan melengkapi kebutuhannya. b. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial. Setiap orang

terikat dalam suatu sistem sosial dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Misalnya nilai dan norma yang telah mengatur kewajiban-kewajiban tertentu secara sosial dalam berkomunikasi sebagai suatu keharusan yang tidak dapat dielakkan.

c. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal-balik. Kali pertama ketika berkenalan dengan orang lain bentuk tindakan sosial yang terjadi biasanya adalah interaksi biasa yang terjadi akibat basa-basi pergaulan, baru kemudian meningkat dalam suatu relasi sosial, ekonomi, bisnis di antara mereka, sehingga menghasilkan transaksi yang saling menguntungkan di antara keduanya. Terjadi pertukaran kepentingan tertentu dalam hubungan timbal-balik.

d. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu komunikas sendiri. Dengan berkomunikasi manusia mampu menilai, melihat mutu komunikasi orang lain dan kemudian mengubah diri sendiri, sehingga dapat berdampak pada usaha untuk merawat kesehatan jiwa.

e. Manusia berkomunikasi untuk mengatasi konflik antarmanusia yang tidak dapat dielakkan lagi. Melalui komunikasi konflik dapat dihindari, karena telah terjadi pertukaran pesan dan mungkin saja kesamaan makna mengenai sesuatu makna tertentu.

Bagian terpenting dalam komunikasi menurut Rakhmat (2005) ialah bagaimana cara agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Dampak kognitif yaitu dampak yang timbul yang menyebabkan menjadi tahu

atau meningkatkan intelektualitasnya.

b. Dampak afektif yaitu supaya komunikan tergerak hatinya dan menimbulkan perasaan tertentu.

c. Dampak konatif yaitu dampak yang timbul dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.

(28)

Menurut Effendy (2000) dalamBudiman (2009), proses komunikasi terbagi dua tahap, yaitu :

1. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, gerakan tangan, atau badan (kial), isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

2. Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua (sekunder) dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon rumah, handphone, teleks, radio, film, televisi, dan media internet yang sering digunakan dalam komunikasi secara sekunder.

Berdasarkan pernyataan dan definisi tersebut dapat dikemukakan secara umum bahwa komunikasi adalah proses pernyataan antara manusia mengenai isi pikiran dan perasaannya untuk memperoleh persamaan makna. Mengungkapkan isi pikiran dan perasaan tersebut apabila diaplikasikan secara benar dengan etika yang tepat akan memberikan manfaat terhadap individu maupun kelompok. Komunikasi memiliki peranan penting dalam membentuk sikap dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, komunikasi menentukan baik buruknya sikap dan perilaku seseorang.

Demikian pula komunikasi yang terjadi dalam Posdaya. Dalam Posdaya, komunikasi dilakukan melalui berbagai macam proses komunikasi baik proses komunikasi secara primer maupun sekunder dapat membentuk sikap dan perilaku masyarakat sebagai kader Posdaya. Jika proses komunikasi yang dilakukan efektif maka akan mempengaruhi rasa kepuasan yang kemudian berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan kader Posdaya. Jika masyarakat puas, maka dapat meningkatkan kredibilitas pendamping atau pengelola Posdaya.

Komunikasi dan Pembangunan

Menurut Schramm (1976) dalam Nasution (2002), bahwa untuk

meningkatkan kehidupan masyarakat perlu pembangunan. Pembangunan memerlukan keaktifan masyarakat. Supaya masyarakat berpartisipasi, maka pembangunan harus diinformasikan. Oleh karena itu, perlu adanya sarana atau saluran informasi dan pembangunan komunikasi. Pembangunan komunikasi dapat dilakukan melalui suatu perencanaan komunikasi yang dapat mengaktualisasikan pesan pembangunan dengan cara-cara yang dapat mendorong tercapainya tujuan pembangunan (Nasution, 2002).

(29)

Gambar 1 Hubungan komunikasi dengan pembangunan (Mahmud, 2007)

Dengan demikian komunikasi memiliki peran penting dalam pembangunan yang berorientasi pada rakyat yang dapat mendorong warga terhadap pembangunan. Dengan komunikasi, informasi atau pesan-pesan pembangunan dapat disampaikan melalui komunikasi pembagunan. Komunikasi pembangunan harus selalu diselaraskan dengan keadaan karakteristik komunikasi masyarakat yang melibatkan unsur-unsur komunikasi (komunikator, isi pesan, saluran komunikasi, dan sasaran komunikasi), teknik komunikasi dan saluran komunikasi. Hasil akhir dari komunikasi pembangunan adalah untuk menciptakan partisipasi masyarakat dalam mengisi pembangunan pedesaan atau perkotaan agar dapat meningkatkan kesejahteraan atau taraf hidupnya dengan mengoptimalkan sumber daya manusia dan sumber daya alam sebaik mungkin.

Pengertian Komunikasi Pembangunan

Effendy (2006) mendefinisikan komunikasi pembangunan (KP) sebagai proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Pada komunikasi pembangunan proses interaksi seluruh warga masyarakat (aparat pemerintah, penyuluh, tokoh masyarakat, LSM, individu atau kelompok/organisasi sosial) ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran dan menggerakkan partisipasi melalui proses perubahan terencana demi tercapainya kualitas hidup secara berkesinambungan.

Komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan. Komunikasi pembangunan juga meliputi upaya, cara dan teknik penyampaian gagasan, serta keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas (Nasution, 2002).

Kesejahteraan Masyarakat

Pembangunan Wilayah/Kota

Partisipasi Masyarakat

Pembangunan Pedesaan

Penyedia Prasarana

Informasi Pembangunan

Saluran Komunikasi

Teknik Komunikasi

(30)

Menurut Dilla (2007), komunikasi pembangunan sebagai komunikasi yang berisi pesan-pesan (message) pembangunan. Komunikasi pembangunan ini ada pada segala macam tingkatan, dari seorang petani sampai pejabat, pemerintah, dan negara, termasuk juga di dalamnya dapat berbentuk pembicaraan kelompok, musyawarah pada lembaga formal dan nonformal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komunikasi pembangunan merupakan suatu inovasi yang diterima oleh masyarakat melalui proses komunikasi. Dalam penelitian ini, yang dimaksud komunikasi pembangunan adalah proses interaksi dan penyebaran informasi secara timbal balik antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan lembaga kemasyarakatan) sejak tahap

perencanaan, pelaksanaan hingga penilaian pembangunan. Komunikasi

pembangunan dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat.

Komunikasi Penunjang Pembangunan

Saleh (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa komunikasi pembangunan yang dilakukan di Indonesia, seperti halnya di banyak negara berkembang sebenarnya bukan komunikasi pembangunan. Menurut Schramm dan Lerner (1976) dalam Saleh (2006) bahwa komunikasi sebagai unsur penting dalam proses pembangunan yang dengan komunikasi diharapkan mampu mengubah sikap, pikiran, serta kepribadian tradisional menjadi modern. Komunikasi bukan merupakan alat untuk diseminasi, tetapi menjadi alat bagi peternak sendiri untuk menentukan saluran komunikasi yang akan digunakannya dan informasi yang akan diambil, seperti halnya program pengembangan sapi potong di desa-desa yang umumnya dilaksanakan dalam situasi dan keadaan mikro berbentuk kampanye dan kaji tindak yang segera diakhiri bila proyek pembangunan telah selesai dilaksanakan (Jayaweera dan Amunugawa, 1989

dalam Saleh, 2006). Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi penunjang pembangunan (KPP) dalam pelaksanaan berbagai macam program pembangunan termasuk program-program dalam pemberdayaan masyarakat.

Saleh (2006) menjelaskan bahwa pelaksanaan KPP pada dasarnya tidak bertentangan dengan komunikasi pembangunan dan tidak mengubah paradigma pembangunan itu sendiri. Kegagalan komunikasi pembangunan di Indonesia lebih merupakan kegagalan paradigma pembangunan itu sendiri, yaitu paradigma pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pembangunan fisik. Oleh karena itu, kegagalan komunikasi dalam pembangunan di Indonesia merupakan kegagalan komunikasi linier, maka studi-studi komunikasi hendaknya mengacu pada model komunikasi konvergensi yang memandang proses komunikasi bukan secara sepihak dari komunikator kepada penerima (user), melainkan suatu proses berbagi informasi tanpa menunjukkan superioritas salah satu unsur yang terlibat dalam proses komunikasi.

(31)

tertentu (terbatas) walaupun dengan ketidakhadiran komunikasi pembagunan. Tabel 1 berikut memperlihatkan bagaimana komunikasi pembangunan dibedakan dengan komunikasi penunjang pembagunan.

Tabel 1 Perbedaan komunikasi pembangunan dan komunikasi penunjang pembangunan

Komunikasi Pembangunan Komunikasi Penunjang Pembangunan

1. Secara umum digunakan untuk

nasional atau makro.

1. Secara umum digunakan untuk lokal

atau mikro. 2. Berfungsi tidak langsung dan

samar-samar.

2. Berfungsi langsung sesuai dengan efek dan tujuan.

3. Bersifat persuasif dan terbuka. 3. Dibatasi waktu dan mengambil bentuk

kelompok.

4. Mengandalkan pengaruh yang

kuat dari karakteristik teknologi.

4. Berorientasi pesan. Secara teliti menunjukkan kepuasan.

5. Dibatasi teknologi media massa. 5. Menggunakan semua budaya media.

6. Bersifat top down dan hierarki. 6. Selalu interaksi dan partisipasi. 7. Penelitian banyak masalah,

8. Semakin kehilangan kredibilitas. 8. Kredibilitas sangat besar. Diadopsi oleh seluruh agen pembangunan nasional dan internasional. Sumber: Saleh, 2006

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi penunjang

pembangunan (communication supporting development) merupakan sebuah

komunikasi yang berkembang sesuai dengan perkembangan wilayah (bersifat lokal atau mikro) yang dilandasi proses interaksi dan partisipasi masyarakat

dengan tujuan untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan atau

memasyarakatkan program-program pembangunan melalui forum dialog akar rumput (grass roots), budaya media, berbagi pengetahuan (knowledge sharing), dan melalui komunikator. Dialog akar rumput (grass roots dialogue) didasarkan atas kaidah partisipasi untuk mempertemukan sumber dan agen perubahan langsung dengan masyarakat.

Dalam penelitian ini, komunikasi penunjang pembangunan memiliki peranan dan kredibilitas yang sangat besar dalam memajukan kelompok Posdaya baik di Kota maupun Kabupaten Bogor agar tercapai perbaikan mutu hidup segenap warga masyarakat melalui proses perubahan dalam berbagai aspek kehidupan yang mencakup pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan. Oleh karena itu, pesan komunikasi yang harus dikomunikasikan di dalam proses

komunikasi penunjang pembangunan haruslah sesuai dengan tujuan

memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat serta mendorong

(32)

Komunikasi Penunjang Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat

Proses pemberdayaan tidak dapat berjalan jika tidak didukung komunikasi yang baik dan efektif. Lubis (2009) menjelaskan secara sederhana bahwa komunikasi berperan untuk memfasilitasi penemuan (invention) dan menyebarkan inovasi ke sistem sosial yang lebih luas dan komunikasi sangat bermanfaat untuk pembangunan. Pada saat pemerintah Indonesia melakukan pembangunan yang sentralistik, bergantung pada pemerintah pusat, pendekatan pembangunan yang dipakai adalah bersifat (top down) dan masyarakat mengikuti apa yang dianjurkan dari atas. Komunikasi pembangunan bertujuan untuk membujuk masyarakat, agar mengikuti apa yang dikatakan pemerintah. Model komunikasi yang dipakai untuk keperluan ini adalah model linier.

Saat ini, pembangunan banyak mempergunakan pendekatan partisipatif yang melibatkan seluruh warga dalam proses penunjang pembangunan, yaitu sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi sampai ke tahap menikmati hasil pembangunan. Pada pendekatan ini, proses komunikasi penunjang pembangunan memegang peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini pendekatan komunikasi yang dipakai untuk pembangunan adalah model komunikasi konvergensi dengan pendekatan partisipasi masyarakat.

Model komunikasi yang dibutuhkan adalah model yang memungkinkan adanya pertukaran informasi antarkomponen dalam proses komunikasi dengan banyak dimensi. Pendekatan ini sering disebut dengan model partisipasi (participatory model) atau model interaktif (interactive model). Komunikasi dua arah adalah model komunikasi interaksional, merupakan kelanjutan dari pendekatan linier. Pada model ini terjadi komunikasi umpan balik (feedback) gagasan. Ada pengirim (sender) yang mengirimkan informasi dan ada penerima (receiver) yang melakukan seleksi, interpretasi, dan memberikan respons balik

terhadap pesan dari pengirim (sender). Dengan demikian, komunikasi

berlangsung dalam proses dua arah (two way communication) maupun proses peredaran atau perputaran arah (cyclical process). Setiap partisipan memiliki peran ganda, pada satu waktu bertindak sebagai sender, sedangkan pada waktu lain berlaku sebagai receiver, terus seperti itu sebaliknya (Bungin, 2009).

(33)

Gambar 2 Model komunikasi penunjang pembangunan untuk pemberdayaan

(Waskita, 2005)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada pemberdayaan masyarakat, komunikasi penunjang pembangunan merupakan alat atau jalan mencapai partisipasi masyarakat dan juga merancang pesan pembangunan yang diperlukan dalam proses perubahan perilaku masyarakat yaitu memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan untuk berperilaku menerapkan pesan-pesan pembangunan (ide-ide atau teknologi) yang terpilih guna mencapai perbaikan mutu hidup yang diharapkan melalui komunikasi dua arah yang berlangsung terus menerus hingga tercapai kesamaan makna pesan.

Komunikasi penunjang pembangunan dalam program Posdaya di Kota dan Kabupaten Bogor merupakan desain pesan komunikasi yang dapat menciptakan keberdayaan, peningkatan kesadaran partisipasi pembangunan dengan melakukan pendekatan persuasif melibatkan peran serta kader Posdaya, tokoh masyarakat, aparat pemerintah/penyuluh, menciptakan suasana komunikasi yang dapat mendorong kader Posdaya berani mengeluarkan pendapat atau ide pembangunan dan memanfaatkan saluran komunikasi penunjang pembangunan yang berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab serta mampu mengembangkan komunikasi partisipatoris dalam setiap program Posdaya.

Karakteristik Individu sebagai Pelaku Komunikasi

Penerapan model komunikasi pembangunan apa pun tidak akan efektif apabila tidak disesuaikan dengan berbagai ragam karakteristik masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan komunikasi. Peserta program Posdaya memiliki

karakteristik tersendiri yang membedakan dengan kelompok-kelompok

masyarakat lainnya. Identifikasi karakteristik kader Posdaya sebagai pelaku komunikasi akan sangat bermanfaat dalam menentukan serangkaian kegiatan

M A S Y A R A K A T

L1 L2 P

K

K

Keterangan:

L1 = Lembaga atau instansi pemerintah

L2 = Lembaga pengelola pemberdayaan

P = Pemberdayaan masyarakat

(34)

komunikasi yang sesuai dengan kondisi masyarakat, terutama dalam mengenali kelompok-kelompok potensial dalam melakukan langkah-langkah perubahan melalui pemberdayaan masyarakat.

Merujuk teori Nasution (2002) bahwa usaha pembangunan ditandai adanya sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan dan menyebarluaskan proses perubahan. Penelitian Mahmud (2007) menyebutkan ada beberapa indikator kecenderungan ke arah perubahan yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengidentifikasi karakteristik pelaku komunikasi yaitu: 1) aspek pendidikan, meliputi indikator tingkat pendidikan formal dan nonformal; 2) aspek mobilitas, meliputi indikator tempat kerja dan tingkat keseringan ke luar kota; 3) aspek akses media, meliputi indikator kepemilikan media massa, muatan media yang disukai, terpaan informasi; 4) aspek keorganisasian, dilihat dari indikator keikutsertaan dalam organisasi masyarakat; dan 5) aspek pendapatan yang dilihat dari indikator penghasilan rata-rata tiap bulan.

Menurut Far-Far (2011), karakteristik individu merupakan salah satu faktor penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui kecenderungan perilaku seseorang atau masyarakat dalam kehidupannya. Kemampuan atau potensi yang dimiliki petani dapat dipelajari melalui karakteristik yang melekat pada diri petani itu sendiri. Karakteristik individu tersebut meliputi: umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman dan luas lahan petani merupakan karakteristik yang berhubungan nyata dan sangat nyata dengan perilaku komunikasi interpersonal. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi umur, pendidikan, pendapatan dan luas lahan yang dimiliki petani, cenderung komunikasi interpersonal semakin tinggi dan baik.

Hasil penelitian Utami (2007) menyimpulkan bahwa beberapa aspek karakteristik individu yang memiliki pengaruh besar terhadap perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian adalah pendidikan, motivasi berusaha, dan aspek gender melalui intensitas komunikasi dan pemenuhan kebutuhan. Penelitian Prihandoko

et al. (2012) menyebutkan salah satu profil nelayan adalah tingkat pendidikan (pendidikan formal dan nonformal). Minimnya tingkat capaian nelayan terhadap akses pendidikan formal ternyata tidak berbeda dengan kondisi nelayan ketika mereka mengakses jenis pendidikan nonformal seperti dalam bentuk kursus, magang atau pelatihan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk dapat melakukan aktivitas komunikasi, seseorang mempunyai karakteristik tertentu. Sehubungan dengan penelitian ini, karakteristik individu kader Posdaya yang akan diamati adalah umur, pendidikan (formal maupun nonformal), pengalaman menjadi kader Posdaya, tingkat kekosmopolitan, tingkat pendapatan, motivasi dan kepemilikan media massa.

1) Umur

(35)

menyatakan umur tidak mempengaruhi kemandirian responden dalam kegiatan usaha budidaya ikan patin, baik pada aspek pengelolaan modal, proses produksi, maupun pemasaran. Pada lokasi penelitian, umur pembudidaya tidaklah menjadi aspek penghalang pembudidaya dalam kemandirian usaha budidaya ikan patin, di mana usia muda, sedang, dan tua masing-masing memiliki kemandirian yang sama dalam melakukan usaha budidaya ikan patin.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa umur dalam penelitian ini adalah rentang kehidupan yang dijalani oleh kader Posdaya sampai dengan waktu penelitian, yang dinyatakan dalam tahun. Umur kader Posdaya diharapkan mempengaruhi kader Posdaya dalam melaksanakan aktivitas komunikasi dan dalam konteks pemberdayaan, umur mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat keberdayaan.

2) Pendidikan

Menurut Sudjana (2004) sistem pendidikan nasional Indonesia terdiri dari subsistem pendidikan formal yang berlangsung di sekolah, subsistem pendidikan informal yang berlangsung di dalam keluarga dan lingkungannya, dan subsistem pendidikan nonformal yang berlangsung secara opsional dapat di mana saja. Pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem sekolah yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan nonformal tersebut mempunyai beragam nama misalnya kursus, pelatihan, penataran,

upgrading, bimbingan belajar, dan tutorial.

Menurut Suyono (2006), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan, kualitas individu, meningkatkan mutu kehidupan, dan martabat manusia serta membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan penindasan.

Pendidikan, baik formal maupun nonformal adalah sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pada umumnya seseorang yang berpendidikan lebih baik dan berpengetahuan teknis yang lebih banyak akan lebih mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik. Semakin tinggi pendidikan formal akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menerima, menyaring, dan menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya. Rogers (2003) menyatakan bahwa orang yang mengadopsi inovasi lebih awal dalam proses difusi, cenderung lebih berpendidikan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang. Dalam hal keberdayaan, Suyono (2006) menjelaskan bahwa ada hubungan kausal antara tingkat pendidikan dengan keberdayaan. Keberdayaan hanya dapat dicapai oleh individu atau masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan memadai (well educated). Bagi masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai, jalan menuju keberdayaan lebih terbuka lebar ketimbang mereka yang tidak berpendidikan.

(36)

yang mengikuti Sekolah Dasar sampai yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula partisipasinya dalam mengajukan saran. Hasil penelitian Purnaningsih dan Sugihen (2008) menunjukkan peubah tingkat pendidikan secara positif berpengaruh nyata terhadap model kinerja petani dalam hal penggunaan teknologi produksi, dan penggunaan pestisida tepat guna. Semakin tinggi pendidikan petani, kinerjanya semakin baik. Dengan memiliki tingkat pendidikan tertentu baik itu pendidikan formal ataupun nonformal, maka seseorang akan meningkat pengetahuannya, sikapnya, dan keterampilannya.

3) Pengalaman

Menurut Gagne dalam Wardhani (1994), pengalaman adalah akumulasi dari

proses belajar mengajar yang dialami oleh seseorang. Kecenderungan seseorang untuk berbuat tergantung dari pengalamannya, karena menentukan minat dan kebutuhan yang dirasakan. Hasil penelitian Murtiyeni (2002) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengalaman berusaha ternak sapi perah, semakin tinggi pula respons responden pada saluran interpersonal.

Pengalaman berkelompok perlu dijadikan salah satu pertimbangan, karena menentukan mudah tidaknya bagi kader Posdaya untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan biofisik, sosial, ekonomi, dan teknologi. Pengalaman memiliki kontribusi terhadap perkembangan skill, kemampuan, dan kompetensi yang memiliki fungsi untuk menggerakkan ide-ide dalam pengembangan Posdaya. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. Sehubungan dengan itu, Azwar (2003) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu obyek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap obyek tersebut.

Menurut Bird (2001), pembelajaran yang diperoleh dari pengalaman memberikan kemampuan (ability) bagi seseorang untuk: 1) belajar dari pengalaman yang berasal dari kegagalan dan keberhasilan; 2) merefleksikan pengalaman dengan melibatkan ego, emosi, dan asumsi untuk melihat apa yang akan terjadi; 3) mengabstraksi pengalaman yang dialami dan menghubungkan dengan pengalaman orang lain, kemudian membuat prediksi apa yang akan dilakukan; 4) mencoba sesuatu yang baru pada masa yang akan datang.

Pengalaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengalaman menjadi kader Posdaya yaitu akumulasi keikutsertaan kader Posdaya dalam menduduki posisi sebagai kader Posdaya baik sebagai koordinator, sekretaris, bendahara, kader Posdaya bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kader Posdaya bidang lingkungan. Pengalaman ini menjadi faktor penting bagi keberlangsungan aktivitas komunikasi dan tingkat keberdayaan kader Posdaya.

4) Tingkat kekosmopolitan

(37)

cenderung mempunyai ketergantungan yang tinggi pada tetangga atau teman-teman dalam lingkungan yang sama lalu mengandalkannya sebagai sumber informasi. Seseorang yang mempunyai pergaulan luas dan mempunyai kecepatan pencarian informasi yang diperlukan dapat diartikan mempunyai kekosmopolitan tinggi.

Hasil penelitian Herawati dan Pulungan (2006) menyatakan bahwa dalam tingkat kekosmopolitan kontak tani, pengalaman berkunjung ke daerah lain dan melihat kemajuan yang sudah dicapai oleh petani lain baik sebagai utusan dari Unit Penyuluhan Pertanian (UPP) maupun dengan kunjungan yang bersifat pribadi dapat menambah perbendaharaan pengetahuan dan keterampilan tentang usaha tani, merangsang diri dan kelompok agar lebih dinamis, dan menimbulkan semangat kerja untuk meningkatkan produktivitas. Hal ini membuat kontak tani lebih banyak mengajukan saran atau usul dalam pembahasan programa. Kunjungan dan interaksi dapat mempengaruhi sikap dan mental kontak tani yang biasanya akan lebih cepat menyambut dan berpartisipasi pada setiap usaha yang bertujuan memperbaiki atau membangun usaha pertanian masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tingkat kekosmopolitan dalam penelitian ini adalah keterbukaan seorang kader Posdaya melalui kunjungan ke daerah lain untuk mendapatkan berbagai sumber informasi. Tingkat kekosmopolitan individu dicirikan oleh sejumlah atribut yang membedakan kader Posdaya dari orang-orang lain di dalam kelompoknya, yaitu banyak berhubungan dengan pihak luar, memiliki hubungan lebih banyak dengan orang lain maupun lembaga yang berada di luar komunitasnya yang ditunjukkan dengan frekuensi kunjungan kader Posdaya ke sumber informasi dalam rangka pencarian informasi yang ada kaitannya dengan program Posdaya.

5) Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah jenjang penerimaan yang diperoleh oleh tiap individu sebagai balas jasa atau imbalan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu-individu. Sinaga (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa tingkat pendapatan keluarga adalah seluruh penerimaan yang diterima keluarga yang didapatkan dari penghasilan per bulan. Penelitian Suhartini et al. (2009) menjelaskan bahwa pendapatan masyarakat bersumber dari berbagai aktivitas usaha pertanian (on farm), usaha di luar pertanian (off farm), dan usaha di luar sektor pertanian (nonfarm). Usaha pertanian on farm meliputi bertani padi, palawija, hortikultura, peternakan, dan perkebunan. Usaha pertanian

off farm seperti menjadi buruh tani. Usaha nonfarm meliputi usaha di luar pertanian seperti karyawan di perusahaan/industri, pertukangan, transportasi, PNS/TNI/POLRI, buruh bangunan, dagang, dan sebagainya.

Penduduk pedesaan yang pada umumnya bekerja di sektor pertanian ternyata memiliki sumber pendapatan yang beragam. Nurmanaf (1988) dalam

Suhartini et al. (2009) mendapatkan bahwa di pedesaan Sumatera Barat hanya 3-19 persen rumah tangga yang mempunyai satu sumber pendapatan dan sebagian besar memiliki dua atau lebih sumber pendapatan. Sementara itu sebaran pendapatan rumah tangga bervariasi antar daerah dan antar tahun.

Gambar

Gambar 1   Hubungan komunikasi dengan pembangunan  (Mahmud, 2007)
Tabel 2  Ciri-ciri  keberdayaan  kader  Posdaya  dilihat  dari  aspek  pengetahuan, sikap, dan tindakan
Gambar 3  Kerangka berpikir hubungan antarpeubah dalam penelitian
Tabel 4  Kerangka sampel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Laporan ini dapat dicari berdasarkan tanggal dan bulan, untuk menampilkan berdasarkan tanggal maka klik tanggal dan isikan mulai tanggal berapa dan sampai

Setelah melaksanakan penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran Student Team Achievement Division pada kelas 2 SD Negeri Salatiga 02

dibandingkan dengan kelompok kontrol akarbosa, didapatkan nilai p=0,001, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok ini dengan kelompok

Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dengan dasar

Di sekolah dasar, anak-anak diajarkan sistem nilai moral melalui empat aspek, yaitu Menghargai Diri Sendiri (Regarding Self), Menghargai Orang Lain (Relation to Others),

Di samping afinitas, suatu zat dapat mempunyai kemampuan untuk menyebabkan perubahan di dalam molekul reseptor (misalnya perubahan pada konformasi reseptor) dan

21.. bersifat strategis serta peningkatan kemampuan tempur dari alutsista yang telah atau akan dimiliki .Melalui momentum tema “Dengan Semangat Hari Dharma Samudera