• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERAN DAN FUNGSI PEGAWAI ASN BIRO HUKUM

E. Pendampingan yang dilakukan Advokat

Proses hukum dalam pilar penegakan hukum di Indonesia dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, satu diantara aparat penegak hukum itu adalah Advokat, atau Penasihat Hukum yang akrab disebut Pengacara. Advokat adalah orang yang berpofesi memberikan jasa hukum di dalam maupun di luar pengadilan yang harus memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Pendampingan yang dilakukan oleh seorang advokat ini sengaja dicantumkan agar adanya perbandingan yang dilakukan oleh seorang ASN Biro Hukum dengan pendampingan yang dilakukan oleh seorang yang sudah profesional atau Advokat.

Dalam tugas pendampingan yang dilakukannya, seorang Advokat

berfungsi membela kepentingan masyarakat (public defender) dan kliennya.

Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota masyarakat menghadapi suatu masalah atau problem di bidang hukum baik dalam litigasi

maupun non-litigasi.41

Pada umumnya, bagi orang atau sekelompok orang yang menggunakan jasa seorang Advokat untuk mendampinginya dalam proses hukum, yang memiliki tingkat perekonomian yang tinggi akan membayar honorarium jasa pendampingan advokat yang telah disepakati sebelumnya oleh kliennya tersebut sesuai dengan profesinya. Namun, hal itu tidak selamanya berlaku bagi setiap

41

orang. Bagi masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian yang rendah yang terjerat kasus hukum, maka undang-undang akan menjamin hak-haknya dalam memberikan bantuan hukum kepadanya secara cuma-cuma demi terjalinnya keadilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam hal ini pemerintah menyediakan dana bagi advokat untuk mendampingi masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi yang berperkara di pengadilan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pada tataran kinerjanya sebagai pendamping, peran strategis Advokat berbeda dengan institusi penegak hukum yang lainnya (kepolisian, kejaksaan kehakiman). Kepolisian dan Kejaksaan adalah institusi yang mewakili pemerintah, Kehakiman mewakili negara, sedangkan Advokat mewakili kepentingan masyarakat yang membutuhkan jasanya yang diwakilinya pada sisi lain (dalam hal ini disebut klien).

Hal di atas memperoleh penegasan di dalam penjelasan undang-undang Advokat, yang dinyatakan bahwa “...melalui jasa bantuan hukum yang diberikannya, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di

depan hukum (due process of law)...”42

Dengan argumentasi peran hukum yang demikian, profesi Advokat dalam

mendampingi kliennya disebut profesi yang mulia dan terhormat (officium

nobile). Bukan karena kepentingan yang dibela yaitu kepentingan masyarakat tadi.

42

Marudut Tampubolon, Membedah Profesi Advokat, 2014, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 28.

Kemuliaan dan kehormatan profesi Advokat dalam mendampingi kliennya melekat karena predikat hukum dan sifat profesi itu. Oleh karenanya kemuliaan dan kehormatan itu harus dijunjung tinggi tanpa mengenal tempat dan waktu. Menjadi kewajiban luhur seorang Advokat untuk untuk sadar akan kewajibannya untuk menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, setia menjunjung tinggi kode etik dan sumpah profesi. Kode etik menjadi landasan moralitas ketika Advokat menjalankan profesi pendampingannya memberi layanan hukum kepada Kliennya.

Dalam upaya menjunjung tinggi citra profesi Advokat yang terhormat tersebut, profesi Advokat bukan hanya sekedar mencari nafkah semata, tetapi juga harus memperjuangkan nilai kebenaran dan keadilan karena didalamnya terdapat adanya idealisme dan moralitas. Ini berarti seorang Advokat dalam tugas pendampingan kepada kliennya tidak dapat terpaku begitu saja kepada hukum positif dengan kebenaran serta keadilan maka yang harus diutamakan adalah kebenargan dan keadilan. Sebab tujuan dari hukum sebenarnya adalah demi

terciptanya keadilan dan kebenaran.43

Sehubungan dengan hal diatas, dalam pandangan hukum, kinerja Advokat

harus diatur tentang bagaimana jasa hukum yang menjadi mindset itu

dimanifestasikan. Sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1 ayat (2) undang-undang Advokat bahwa jasa hukum adalah jasa yang diberikan oleh Advokat berupa memberikan konsultan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Klien.

43

Sedangkan klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat disebutkan bahwa advokat merupakan salah satu unsur penegak hukum. Hal ini mengandung arti bahwa advokat mempunyai peranan dan fungsi yang sangat untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam membela hak-hak kliennya.

Peran dan fungsi ini hendaknya disadari sebagai suatu tanggung jawab dalam mendampingi kliennya sampai permasalahannya selesai dalam arti putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrach). Oleh karena kedudukan, peran dan fungsi advokat sangat strategis dalam penegakan hukum dan keadilan, maka untuk dapat diangkat menjadi Advokat yang bebas dan mandiri dan dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. warga negara Republik Indonesia.

b. bertempat tinggal di Indonesia.

c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.

d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun.

e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang no. 18 tahun 2003 tentang Advokat.

f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat.

g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat.

h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.

Sebelum menjalankan profesi dalam mendampingi kliennya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya. Sumpah atau janji yang dilakukan seorang Advokat dilakukan dengan pelafalan yang telah diataur dalam undang-undang tentang Advokat pasal 4 ayat (2).

Dalam melaksanakan tugasnya untuk mendampingi kliennya, seorang Advokat terikat dengan kliennya. Dengan kata lain, Advokat profesional tidak boleh mengabaikan kepentingan kliennya sampai masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya mempunyai kekuatan hukum tetap. Seorang klien juga berhak mendapatkan jasa bantuan hukum yang diberikan Advokat sesuai dengan standar dan kode etik seorang Advokat. Apabila seorang Advokat tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai pendamping kliennya tersebut, maka dapat dikenakan tindakan.

Tindakan yang dimaksud yang dilakuakn terhadap Advokat yang melanggar kewajibannya adalah sebagaimana yang termuat dalam Pasal 7 undang-undang tentang Advokat, yaitu:

a. teguran lisan;

c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan;

56

Hambatan merupakan rangkaian problemetik yang menghalangi, merintangi sehingga berakibat tidak atau kurang lancarnya pelaksanaan tugas baik yang bersifat permanen maupun yang bersifat insidentil atau fakultatif. Hambatan pelaksanaan tugas dapat bersumber dari dalam (intern) dan dari luar (ekstern) lembaga atau institusi. Hambatan tersebut dapat mengurangi nilai kinerja dari seseorang yang hendak melakukan tugas-tugasnya, sehingga bisa saja tugas-tugas

tersebut tidak terlaksana dengan baik atau kurang memuaskan stakeholder.44

A. Perundang-undangan

Dalam pembuatan karya tulis ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum ada beberapa hambatan yang mengakibatkan tugas-tugas pendampingan ASN yang menghadapi permasalahan hukum kurang optimal. Adapun hambatan yang dimaksud antara lain:

Hambatan pelaksanaan tugas pendampingan ASN Biro Hukum menurut undang-undang semata-mata bukan dimaksudkan untuk membatasi aktivitas dan kegiatan Aparatur Sipil Negara dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. Akan tetapi merupakan pembatasan (limitatif) yang menbedakan antara tugas-tugas ASN dengan tugas-tugas advokat/pengacara. Sehingga dalam tulisan ini tugas-tugas pendampingan yang dilakukan oleh ASN

44

Kotan Y. Stefanus, Mengenal Peradilan Kepegawaian Di Indonesia, 1995, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm. 95.

Biro Hukum hanya sebatas pembelaan organ-organ dalam kaitannya dengan institusi/lembaga pemerintahan dan dalam batas-batas atau tahapan-tahapan

tertentu pula. 45

a. warga negara Republik Indonesia.

Batasan-batasan ini harus dipatuhi pula mengingat batasan tersebut diberikan sendiri oleh undang-undang yang bersifat mengikat.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas kita dapat menyimak secara konprehensif Undang-Undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Dalam pasal 1 angka (1) Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Selanjutnya dalam pasal 1 angka (2) disebutkan bahwa Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan

hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan

tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Sementara Klien adalah

orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat pasal 1 angka (3).

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat sebagai advokat diatur dalam pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 disebutkan bahwa untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

b. bertempat tinggal di Indonesia.

45

Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, 9-10Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.

c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.

d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun.

e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat.

g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor

Advokat.

h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang

diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas

yang tinggi.

Selanjunya pada ayat (2) dikatakan Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Fungsi mengadili klien selama proses penyelidikan dan penyidikan timbul dari pengakuan akan perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa dalam perkara pidana. Setiap warga negara membutuhkan bantuan dari profesi hukum guna

mendapatkan peradilan yang wajar (due process of law) dalam menghadapi

yang berwenang memprosesnya secara hukum. Sehingga peran Advokat disini

adalah memastikan tidak adanya penyalahgunaan wewenang tersebut.46

Mengingat juga bahwa sering kali adanya kekecewaan terhadap kinerja lembaga peradilan pidana yang dipandang tidak jujur yang sudah menjadi rahasisa umum. Peradilan bebas dan tidak memihak sudah terkontaminasi oleh berbagai kepentingan politik. Fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa dengan mudah dimanipulasi oleh penuntut umum dengan hanya mengutip BAP. Bahkan kesaksian dibawah sumpah dengan mudah dikesampingkan manakala kesaksian itu menguntungkan terdakwa.

47

46

Binziad Kadafi, dkk, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, 2002, Penerbit Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, Hlm. 83.

47

O.C.Kaligis, Kejahatan Jabatan Dalam Sistem Peradilan Terpadu, Bandung, P.T. Alumni, Hlm. 54.

Hal yang seperti inilah yang harus dihindari agar terciptanya peradilan yang seadil-adilnya.

Kemudian dalam penjelasan pasal 3 ayat(1) huruf (c) ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil dan “pejabat negara”, adalah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan “pejabat negara” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa Pegawai Negeri terdiri dari:

a. Pegawai Negeri Sipil

b. Anggota Tentara Nasional Indonesia

Pengertian Pegawai Negeri Sipil dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, telah diperbaharui dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam Pasal 1 angka 1 sampai dengan angka 3 disebutkan bahwa :

Angka 1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

Angka 2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Angka 3. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Kemudian dalam pasal 6 disebutkan bahwa Pegawai ASN terdiri atas: a. PNS dan

b. PPPK.

Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (a) merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional.

PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (b) merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ini.

Sedangkan dalam pasal 8 menyebutkan bahwa Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara. Dalam pengertian ini PNS tidak lagi mencakup Kepolisian dan Tenara Nasional Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil disebut dengan Aparatur Sipil Negara. Sehingga PNS yang disebutkan dalam Undang-Undang Advokat harus dibaca dalam kerangka Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014.

Pasal 31 disebutkan bahwa: “Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah.”

Dengan adanya sanksi ini, walaupun ada wewenang seorang ASN Biro Hukum untuk mendampingi rekan pegawainya yang terlibat tindak pidana akan akan merasa enggan/takut untuk mengeluarkan seluruh kemampuannya mengingat ancaman yang diberikan oleh undang-undang tersebut. Hal ini dikarenakan apabila pendampingan yang dilakukan melampaui batas sedikit saja yang

diberikan peraturan perundang-undangan maka bisa saja dituntut karena sudah

melewati batas wewenangnya dalam mendampingi klien/rekannya.48

1. mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pegawai ASN Biro Hukum adalah pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf (c) yang telah disebutkan diatas. Sehingga Pegawai ASN Biro Hukum tidak bisa melaksanakan tugas-tugas pendampingan sebagaimana layaknya seorang Advokat/pengacara dalam tugas-tugas pendampingan. Pelanggaran atas ketentuan ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah sebagaimana diatur dalam pasal 31 Undang-Undang Advokat.

Peraturan lain yang membatasi (limitasi) pendampingan ASN Biro Hukum adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dimana dalam pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa Biro Hukum Provinsi melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara pidana yang dilakukan oleh Gubernur/Wakil Gubernur dan CPNS/PNS Provinsi.

Pada pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut dikatakan bahwa pemdampingan yang dilakukan oleh Pegawai ASN Biro Hukum Provinsi berkaitan dengan :

2. ketentuan hukum acara pidana.

3. mengenai materi delik pidana yang disangkakan.

48

Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, 9-10 Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.

4. hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi. Menyikapi isi pasal 13 dan pasal 15 Permendagri No. 12 tahun 2014 di atas dapat diketahui bahwa peran pegawai ASN Biro Hukum terbatas hanya dalam pendampingan yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum baik oleh Kepolisian maupun Kejaksaan terhadap suatu permasalahan hukum yang dihadapi seorang pegawai ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan.

Keterbatasan ruang lingkup pendampingan yang dilakukan oleh ASN Biro hukum ini merupakan akibat pembatasan berdasarkan peraturan perundangan yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat yang intinya mengisyaratkan bahwa yang berhak untuk beracara di muka pengadilan adalah mereka yang sudah memenuhi persyaratan untuk itu yaitu seorang advokat, sedangkan pegawai negeri sipil (ASN) dilarang untuk beracara di muka pengadilan berdasarkan pasal 3 ayat 1 huruf (c).

Selanjutnya dalam permendagri Nomor 12 tahun 2014 ini juga peran pegawai ASN Biro hukum secara limitataif telah ditetapkan yaitu yang berkaitan dengan hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan, ketentuan hukum acara pidana mengenai mekanisme setiap tahapan pemeriksaan aparatur penegak hukum, materi delik pidana yang disangkakan apakah berkaitan atau tidak dengan tugas kedinasan dan apakah permasalahan hukum yang dipersangkakan itu merupakan delik pidana atau tidak atau hanya sekedar kesalahan administrasi. Lebih lanjut boleh juga disampaikan hal-hal lain yang

dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi oleh pegawai ASN yang didampingi.