LINGKUNGAN PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
NIM: 110200285 VINCENT ARBI NADEAK
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LINGKUNGAN PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
NIM: 110200285 VINCENT ARBI NADEAK
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Pidana
NIP: 195703261986011001 Dr. M. Hamdan, S.H,M.Hum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Syafruddin Kalo. S.H.,M.Hum.
NIP :195102061980021001 NIP: 197404012002121001 Dr. Mahmud Mulyadi, S.H,M.Hum.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
i
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, dengan judul : “Pendampingan Aparatur Sipil Negara
Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan
Berdasarkan Permendagri No. 12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara”. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan
I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM., selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak Muhammad Hamdan, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH., M.Hum., selaku Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam
ii
8. Ibu Liza Erwina, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;
9. Bapak dan Ibu dosen serta para pegawai Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi
penulis selama menjalani perkuliahan.
Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua tercinta, M.M. Nadeak, S.H. dan Dra. R.Silalahi yang selalu
memberikan teguran-teguran moral yang selalu menjadi motivasi untuk menjalani
hidup kedepannya dan selalu tak hentinya membantu penulisan skripsi ini.
“Satongani Tangiang do Ulaon”. Untuk mama tersayang yang selalu tak lupa
untuk selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis agar selalu
sukses dan menjadi panutan bagi semua keluarga.
2. Kepada kakakku Vina Yusniar Nadeak, S.H. yang juga tak lupa ngirim
bantuan materil dan menjadi motivasi untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik lagi dan bisa menjadi kebanggan keluarga. Terimakasi ye untuk kirimannye
kak. Dan juga untuk adik-adikku, Vinchia Yohana Retta Nadeak, Vivianne Irene
Rola Nadeak, Wan Steven Reiski Guido Nadeak yang selalu menjadi teman
iii
4. Untuk Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) DPC Medan
yang memberikan cerita baru saat maperca XI dan menambah wawasan dengan
teman-teman fakultas hukum yang berlainan universitas.
5. Kepada semua orang yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan, baik itu
kata-kata maupun perbuatan. Semoga yang penulis sajikan dalam skripsi ini dapat
membawa manfaat bagi kita semua.
Medan, April 2015
iv
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10
D. Keaslian Penulisan ... 11
E. Tinjauan Kepustakaan ... 12
F. Metodologi Penulisan ... 18
G.Sistematika Penulisan ... 21
BAB II PERAN DAN FUNGSI PEGAWAI ASN BIRO HUKUM DALAM MENDAMPINGI PEGAWAI ASN YANG TERKAIT TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PELAKSANAAN TUGAS KEDINASAN ... 23
A.Struktur Organisasi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara ... 23
B. Tugas Pokok dan Fungsi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara ... 25
C. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara ... 32
D. Peran Dan Fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum Dalam Mendampingi Pegawai ASN Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan ... 37
v
B. Keterbatasan Keahlian ... 64
C.Sosialisasi dan Penyebaran Informasi Pendampingan Minim .. 68
BAB IV SOLUSI HAMBATAN PERAN DAN FUNGSI PENDAMPINAN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA BIRO HUKUM ... 72
A. Dukungan Peraturan Perundang-Undangan ... 73
B. Dukungan Instansi Pemerintah Provinsi ... 78
C. Peningkatan profesionalisame ASN Biro Hukum ... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
A. Kesimpulan ... 87
B. Saran ... 88
vi
Kedudukan Aparatur Sipil Negara di Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis. Namun, sejalan dengan strategisnya kedudukan tersebut sangat rawan untuk jatuh kedalam tindak pidana korupsi meskipun pegawai tersebut tidak mengetahui bahwa perbuatan sudah termasuk kedalam tindak pidana tersebut. Dengan kondisi seperti tersebut di atas menimbulkan keengganan sementara pegawai Aparatur Sipil Negara untuk diangkat menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara. Hal ini cukup beralasan karena tidak semua PPTK dan Bendahara dengan latar belakang Sarjana Hukum atau mengetahui ilmu hukum secara umum. Sehingga mereka takut jika sewaktu-waktu dalam melaksanakan tugas sebagai PPTK dan Bendahara melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan disinilah mereka membutuhkan bantuan hukum.
Permasalahan yang diuraikan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakan peranan Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam memberikan bantuan hukum kepada ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalam menjalankan tugas-tugasnya serta apasajakah yang menjadi hambatan yang ditemui ASN Biro Hukum dalam melakukan pendampingan terhadap ASN yang terkait tindak pidana mengingat pendampingan yang dilakukan Seorang Aparatur Sipil negara adalah hal yang sangat baru dalam tata hukum di Indonesia.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini adalah secaya yuridis normatif dan yuridis empiris. Secara yuridis normatif yakni melakukan pengumpulan data melalui bahan kepustakaan hukum maupun peraturan perundang-undangan. Sedangkan yuridis empiris dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh melalui wawancara yang penulis lakukan di Kantor Gubernur Sumatera Utara. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014, Seorang Pegawai ASN Biro Hukum dapat mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana hanya dalam tingkatan penyelidikan dan penyidikan dengan memberikan pemahaman hukum hak dan kewajiban dalam pemeriksaan, ketentuan hukum acara, materi delik pidana yang disangkakan dan hal-hal yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi baik hanya sabagai saksi maupun sebagai tersangka. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ada beberapa pegawai ASN yang lepas dari sangkaan. Dalam arti dia tidak sengaja melakukan hal tersebut dan tidak memenuhi unsur-unsur pidana yang disangkakan kepadanya.
_________________________
vi
Kedudukan Aparatur Sipil Negara di Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis. Namun, sejalan dengan strategisnya kedudukan tersebut sangat rawan untuk jatuh kedalam tindak pidana korupsi meskipun pegawai tersebut tidak mengetahui bahwa perbuatan sudah termasuk kedalam tindak pidana tersebut. Dengan kondisi seperti tersebut di atas menimbulkan keengganan sementara pegawai Aparatur Sipil Negara untuk diangkat menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara. Hal ini cukup beralasan karena tidak semua PPTK dan Bendahara dengan latar belakang Sarjana Hukum atau mengetahui ilmu hukum secara umum. Sehingga mereka takut jika sewaktu-waktu dalam melaksanakan tugas sebagai PPTK dan Bendahara melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan disinilah mereka membutuhkan bantuan hukum.
Permasalahan yang diuraikan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakan peranan Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam memberikan bantuan hukum kepada ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalam menjalankan tugas-tugasnya serta apasajakah yang menjadi hambatan yang ditemui ASN Biro Hukum dalam melakukan pendampingan terhadap ASN yang terkait tindak pidana mengingat pendampingan yang dilakukan Seorang Aparatur Sipil negara adalah hal yang sangat baru dalam tata hukum di Indonesia.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini adalah secaya yuridis normatif dan yuridis empiris. Secara yuridis normatif yakni melakukan pengumpulan data melalui bahan kepustakaan hukum maupun peraturan perundang-undangan. Sedangkan yuridis empiris dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh melalui wawancara yang penulis lakukan di Kantor Gubernur Sumatera Utara. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014, Seorang Pegawai ASN Biro Hukum dapat mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana hanya dalam tingkatan penyelidikan dan penyidikan dengan memberikan pemahaman hukum hak dan kewajiban dalam pemeriksaan, ketentuan hukum acara, materi delik pidana yang disangkakan dan hal-hal yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi baik hanya sabagai saksi maupun sebagai tersangka. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ada beberapa pegawai ASN yang lepas dari sangkaan. Dalam arti dia tidak sengaja melakukan hal tersebut dan tidak memenuhi unsur-unsur pidana yang disangkakan kepadanya.
_________________________
1
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 tentang Sistem
Pemerintahan dikatakan, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasar atas
hukum (rechsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Artinya
bahwa hukum itu haruslah menjadi penuntun dan pegangan hidup dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bagi setiap warga negara
Indonesia, bagi setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga-lembaga
kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan.
Dalam Musyawarah Nasional (Munas) III Persahi : The rule of Law,
December 1966, asas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
a. Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam
bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kulturil dan pendidikan.
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh
kekuasaan/kekuatan lain apapun.
c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan.1
Kepastian hukum yang dimaksud yaitu jaminan bahwa ketentuan
hukumnya dapat difahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksakannya.
Salah satu unsur yang sangat penting sebagai konsekuensi negara hukum ini
dalam rangka menegakkan hak-hak asasi manusia, kebenaran dan keadilan, adalah
1
pendampingan dalam rangka pemberian bantuan hukum kepada orang atau
sekelompok orang yang berhadapan dengan permasalahan hukum.
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
masalah bantuan hukum diatur dalam pasal 56 dan 57, yang pada pokoknya
berisikan adanya pengakuan hak-hak perseorangan untuk mendapatkan bantuan
hukum dari seseorang yang berkompeten, guna menegakkan kebenaran hukum
dan keadilan. Penyelenggaraan bantuan hukum ini sudah menjadi kebutuhan yang
memerlukan orang-orang yang professional guna mendapatkan keadilan dan
kepastian hukum.
Seorang pendamping harus professional dalam arti mengerti dan
menguasai tugas-tugas pendampingan dan ilmu pengetahuan tentang hukum yang
memadai karena peranannya yang sangat penting untuk memberikan bantuan
hukum terhadap masyarakat yang kurang memiliki pengetahuan dibidang hukum
(dalam hal ini Pegawai Aparatur Sipil Negara yang berhadapan dengan
permasalahan hukum dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan) oleh Pegawai
Aparatur Sipil Negara Biro Hukum.
Tahun-tahun terakhir ini sangat maraknya berita dalam media massa dan
elektronik tentang pegawai Aparatur Sipil Negara yang terlibat kasus-kasus
penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Seperti yang
disampaikan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri
Djohermansyah Djohan dalam situs web sindonews.com, dari tahun 2005 hingga
korupsi. Menurutnya, data yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri sebanyak
1.221 orang PNS terjerat kasus hukum.
PNS ini biasanya efek dari kepala daerahnya yang kena kasus korupsi.
“Data tersebut belum diperbaharui dan mungkin bisa meningkat jumlahnya,” kata
Djohermansyah memperjelas informasinya di Kemendagri.2
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, oleh karena itu pegawai Aparatur
Sipil Negara membutuhkan spirit dan dorongan sebagai salah satu upaya
mengembalikan kepercayaan diri bagi setiap pegawai berupa jaminan kondusifitas
kerja, kenyamanan dan ketertiban dalam bentuk perlindungan dan bantuan hukum
dalam melaksanakan tugasnya sehingga setiap aparatur sipil negara dapat Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari hasil riset di Biro Hukum
bahwa selama tahun 2014 ada sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) kasus yang
berkaitan dengan korupsi dengan melibatkan 114 (seratus empat belas) pegawai
ASN Provinsi Sumatera Utara. Dengan kondisi seperti tersebut di atas
menimbulkan keengganan sementara pegawai Aparatur Sipil Negara untuk
diangkat menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara.
Keengganan ini cukup beralasan karena tidak semua Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK) dan Bendahara dengan latar belakang Sarjana Hukum atau
pegawai yang mengetahui ilmu hukum secara umum. Sehingga mereka takut jika
sewaktu-waktu dalam melaksanakan tugas sebagai Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK) dan Bendahara melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2
terkonsentrasi dalam mengemban tugas dan tanggungjawabnya dalam
melaksanakan kebijakan dan pelayanan publik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara pada pasal 3 huruf (f) tentang jaminan perlindungan
hukum bagi aparatur sipil negara dalam melaksanakan tugas dan pasal 92 ayat 1
huruf (d) tentang bantuan hukum dan pada pasal 92 ayat 3 ditegaskan tentang
Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa pemberian
bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan
tugasnya.
Teknis pelaksanaan bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 92
Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 12 tahun 2014 tentang
Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan
Pemerintah Daerah dimana pada pasal 13 ayat 1 berbunyi : Biro Hukum Provinsi
melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara
pidana yang dilakukan oleh Gubernur/Wakil Gubernur dan CPNS/PNS Provinsi.
Selanjutnya dalam pasal 15 disebutkan Pendampingan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, memberikan
pemahaman hukum antara lain:
a. mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan.
b. ketentuan hukum acara pidana.
c. mengenai materi delik pidana yang disangkakan.
Pendampingan hukum yang dilakukan oleh aparatur Biro Hukum sama
dengan yang dilakukan oleh para advokat pada umumnya. Perbedaannya
mencakup ruang lingkup pendampingan yaitu dalam tahap Penyelidikan dan
penyidikan baik di Kepolisian maupun di Kejaksaan, baik sebagai saksi maupun
sebagai tersangka dan hanya dilakukan untuk Aparatur Sipil Negara di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hal ini cukup beralasan karena
Aparatur Sipil Negara yang memberikan bantuan berupa pendampingan bukanlah
pengacara profesional yang sudah memenuhi persyaratan untuk melakukan
pendampingan sampai perkaranya berkekuatan hukum tetap (in krach)
sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Pendampingan yang dilakukan terhadap seseorang baik sebagai saksi
maupun sebagai tersangka bukanlah dimaksudkan untuk membela suatu perbuatan
yang nyata-nyata sudah bertentangan dengan hukum akan tetapi dimaksudkan
untuk pemenuhan hak-hak seseorang yang diduga telah melakukan tindakan yang
bertentangan dengan hukum demi tegaknya kebenaran dan keadilan. Dalam hal ini
setiap orang harus menghormati asas Praduga tidak bersalah sebagaimana diatur
dalam KUHAP.
Pendampingan ini dilakukan oleh karna setiap orang yang ditetapkan
sebagai tersangka dalam suatu tindak pidana, belum tentu bersalah oleh karena
asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of Innocence) yang dianut dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana di Indonesia yang dimuat dalam penjelasan
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Hal ini juga diatur dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan
di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.”
Menurut ketentuan kedua undang-undang ini tersangka harus ditempatkan
pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia harus dinilai
sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan
tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah
kesalahan tindak pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus
dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai
diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.3
Pada dasarnya, problematik penerapan asas praduga tidak bersalah dalam
perkara pidana ini, berkaitan dengan kedudukan yang tidak seimbang antara
tersangka dengan aparat hukum yang berkepentingan, sehingga dikuatirkan tindak
sewenang-wenang dari aparat hukum. Hukum pidana sebagai hukum publik
3
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan
mengatur kepentingan umum, sehingga berhubungan dengan negara dalam
melindungi kepentingan umum. Kedudukan tidak seimbang dalam perkara pidana
memungkinkan terjadinya perlakuan sewenang-wenang dari aparat hukum
terhadap tersangka yang dianggap telah melanggar kepentingan umum dalam
proses pemidanaan sebagai orang yang bertanggung jawab atas terjadinya
ketidakseimbangan tatanan dalam masyarakat akibat adanya pelanggaran hukum.
Maka dari itulah pentingnya bantuan hukum dari seorang yang professional untuk
memberikan hak-hak bagi si tersangka.4
Penggunaan cara kekerasan dalam proses pemidanaan oleh polisi
sebagaimana juga dikemukakan oleh Raharjo dalam penelitiannya bahwa polisi
masih sering menggunakan kekerasan untuk mendapat pengakuan atas keterangan
dari tersangka, membuat asa praduga tidak bersalah dalam perkara pidana sangat
diutamakan dibandingkan dengan perkara lainnya.5
Secara umum di Indonesia salah satu tugas dan kewajiban seorang
pendamping hukum atau yang akrab disebut Advokat sebagai pemberi bantuan
hukum di lingkungan peradilan adalah pemenuhan kualifikasi dasar agar dapat
berinteraksi secara fungsional dengan pelaku peradilan lainnya, dan menjamin
terselenggaranya proses peradilan yang mengedepankan prinsip sederhana, murah,
dan cepat. 6
4
Agus Raharjo dan angkasa, “Perlindungan Hukum Terhadap Terasangka Dalam
Penyelidikan dari kekerasan Penyidik di Kepolisian Resort Banyumas”, Mimbar Hukum vol.23
no. 1, Februari 2011, hal 239.
5
Agus Raharjo, “Membangun Hukum yang Humanis”, Pro Justitia, vol. 20, No. 2, April 2002, hal. 67.
6
Binziad Kadafi,dkk,advokat indonesia mencari legitimasi, penerbit pusat studi hukum & kebijakan Indonesia, jakarta, 2001, hal. 95 .
Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia mengakui bahwa sangat
tingkatan-tingkatan tertentu. Misalnya sampai dalam tingkat penyelidikan dan
penyidikan yang dilakukan oleh penyelidik dan penyidik.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa hak seorang tersangka untuk mendapatkan
bantuan hukum dijamin oleh Undang-Undang sebagaimana diatur dalam pasal 54
KUHAP, yaitu :
“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak
mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum
selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara
yang ditentukan dalam undang-undang ini.”
Dalam hal ini jelas bahwa tersangka sejak dalam tahap pemeriksaan
dipenyidikan sudah boleh menikmati atau memperoleh haknya, salah satunya
adalah hak untuk mendapat bantuan hukum atau nasihat hukum. Dalam UU No.
18 Tahun 2003 pasal 22 ayat 1 juga dikatakan bahwa Advokat wajib memberikan
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ini
memberikan suatu pemahaman, dimana hak tersangka merupakan jaminan dari
hak asasi manusia (HAM), dengan adanya bantuan hukum atau penasihat hukum
membantu memberikan perlindungan terhadap tersangka dalam hal ini apa yang
menjadi hak tersangka itu tidak dapat dicabut atau diganggu gugat. Sebagaimana
terlihat bahwa kedudukan dan peran Pegawai Negeri Sipil sangat penting dan
menentukan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam
rangka mencapai tujuan nasional.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu
materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
dan pelaksanaan Pembangunan Nasional terutama tergantung dari kinerja
Aparatur Sipil Negara.
Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut di
atas diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang penuh kesetiaan dan ketaatan
kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta yang
bersatu padu, bermental baik, berwibawa, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar
akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur.
Alasan penulis memilih judul di lingkungan Pemerintahan Provinsi
Sumatera Utara adalah karena dari data yang dikemukakan oleh Direktur Jenderal
Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, Pegawai
Aparatur Sipil Negara Provinsi Sumatera Utara termasuk ke dalam data Pegawai
Aparatur Sipil Negara yang melakukan korupsi dari tahun 2005 sampai 2014.
Sehingga peran pendampingan ASN Biro Hukum sangat diperlukan di
Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut diatas ada beberapa
masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana peran dan fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum
dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak
pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan di Lingkungan
2. Apakah hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil
Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan
di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara?
3. Apakah solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil
Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya dalam
Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dipilih di atas tujuan yang ingin
dicapai adalah
1. Mengetahui bagaimana peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam
mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalama
pelaksanaan tugas kedinasan.
2. Mengetahui hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil
Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan
di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.
3. Mengetahui solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai
Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur
Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya
2. Manfaat Penulisan
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat baik
secara teoritis maupun secara praktis.
a) Manfaat teoritis yang dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan ilmu hukum pidana, khususnya dalam tata acara
pendampingan yang dilakukan oleh Pegawai ASN Biro Hukum dalam
mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi yang
dilakukan Pegawai ASN tersebut dalam pelaksanaan tugas kedinasannya.
b) Manfaat praktis yang dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk bahan masukan bagi setiap Pegawai Aparatur Sipil Negara
yang kurang memahami tentang hukum yang berlaku di Indonesia agar
mengetahui hak-haknya dalam proses beracara pidana mengingat adanya
peraturan baru yang mengatur hal tersebut.
D. Keaslian Penulisan
“Pendampingan Aparatur Sipil Negara Yang Terkait Tindak Pidana
Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan Berdasarkan Permendagri Nomor
12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara”, yang
diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dengan meneliti dan menelaah peraturan perundang-undangan baru yang
berkaitan dengan hukum pidana, Judul diangkat penulis dan telah lolos dari uji
bersih yang dilakukan oleh bagian kepustakaan Fakultas Hukum Universitas
penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diberikan sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Pendampingan Hukum
Sebelum kita masuk kedalam pengertian dari Pendampingan Hukum,
maka kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian dari Pendampingan.
Pendampingan memiliki kata dasar “damping” yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki arti dekat dengan seseorang (mengikuti seseorang
kemanapun dia bergerak).
Pendampingan adalah Upaya terus menerus dan sistematis dalam
mendampingi (menfasilitasi) individu, kelompok maupun komunitas dalam
mengatasi permasalahan dan menyesuaikan diri dengan kesulitan hidup yang
dialami sehingga mereka dapat mengatasi permasalahan tersebut dan mencapai
perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Pendampingan merupakan proses
interaksi timbal balik (tidak satu arah) antara individu/ kelompok/komunitas yang
mendampingi dan individu/kelompok/komunitas yang didampingi yang bertujuan
memotivasi dan mengorganisir individu/ kelompok/komunitas dalam
mengembangkan sumber daya dan potensi orang yang didampingi dan tidak
menimbulkan ketergantungan terhadap orang yang mendampingi (mendorong
kemandirian). Pendampingan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk maupun
situasi dengan pendekatan yang beragam baik formal maupun non formal,
individu, kelompok maupun komunitas.7
7
Pendampingan Hukum adalah proses penyuluhan atau pemberian bantuan
hukum dari seseorang yang ahli dibidang hukum kepada orang yang
membutuhkan jasanya sebagai seorang yang ahli dibidang hukum tersebut. Dalam
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan
Hukum, Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
Namun, jika dilihat dari perkembangannya, Penerima Bantuan Hukum bukan
hanya orang atau kelompok orang miskin saja. Tetapi juga diberikan kepada orang
atau sekelompok orang yang buta hukum atau kurang mengerti akan hukum. Hal
ini disebabkan karena mereka juga termasuk individu atau kelompok yang
memiliki hak, dan hak-hak mereka harus ditegakkan dalam setiap proses perkara
yang dihadapinya.
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang
Bantuan Hukum, Bantuan Hukum memiliki arti jasa hukum yang diberikan oleh
Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.
Sedangkan menurut Adnan Buyung Nasution, pengertian bantuan hukum disini
dimaksudkan adalah khusus bantuan hukum bagi golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah atau dalam bahasa populer simiskin, ukuran kemiskinan
sampai saat ini masih tetap merupakan masalah yang sulit dipecahkan, bukan saja
bagi negara-negara berkembang bahkan negara-negara yang sudah majupun masih
tetap menjadi masalah.8
8
Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, Bantuan Hukum dan Politik
2. Pengertian Aparatur Sipil Negara
Aparatur Sipil Negara adal
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil da diangkat ole pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Istilah Aparatur Sipil Negara (ASN) ini memang masih baru dalam lingkup pemerintahan di Indonesia yang sebelumnya memakai istilah Pegawai Negeri Sipil biasa. Iastilah Aparatur Sipil Negara ini dianggap memiliki pengertian yang lebih luas, pegawai kontrak, bahkan dalam jabatan tertentu, pejabat pembina kepegawaian.
Istilah ini mulai dipakai sejak berlakunya UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN. 3. Pengertian Tindak Pidana
Sebelum menguraikan pengertian korupsi, terlebih dahulu akan diuraikan
pengertian tindak pidana. Tindak pidana sering juga disebut dengan kata “delik”.9
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai berikut:
“Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran
terhadap undang- undang tindak pidana”.10
Pembentukan undang-undang kita menggunakan istilah straafbaarfeit
untuk menyebutkan nama tindak pidana, tetapi tidak memberikan penjelasan
secara rinci mengenai straafbaarfeit tersebut.11
9
Kata “delik” disebut juga dengan delictum (Latin), delict (Jerman dan Belanda), dan
delit (Prancis).
10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2001.
11
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 2008, hal 5.
straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentukan kata yaitu straafbaar dan feit.
Perkataan feit dalam Bahasa Belanda diartikan sebagian dari kenyataan,
sedangkan straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harafiah perkataan
straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.12
Pengertian dari straafbaarfeit menurut dari salah satu sarjana yaitu E.
Utrecht adalah menterjemahkan dengan istilah peristiwa yang sering juga disebut
delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen positif atau suatu
melalaikan natalen- negatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena
perbuatan atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa
hukum yaitu peristiwa kemsyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh
hukum. Tindakan semua unsur dari peristiwa pidana, yaitu perilaku manusia yang
bertentangan dengan hukum ( unsur melawan hukum), oleh sebab itu dapat
dijatuhi suatu hukuman dan adanya seorang pembuat dalam arti kata bertanggung
jawab. Sedangkan menurut Moeljanto, straafbaarfeit adalah perbuatan yang
dilarang suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi beruoa pidana
tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan
bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam
pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan
(yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan
ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejahatan).13
12
Ibid, hal. 5.
13
4. Pengertian Korupsi
Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa latin:
Corruptio atau penyuapan, corruptore atau merusak) gejala di mana para pejabat,
badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan,
pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.14
a) Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan
ketidakjujuran.
Adapun arti harfah dari korupsi dapat
berupa:
15
b) Perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya.16
c) Korup (busuk; suka menerima uang suap/sogok; memakai kekuasaan untuk
kepeningan sendiri dan sebagainya);
d) Korupsi (perbuatan busuk perti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,
dan sebagainya);
e) Koruptor (orang yang korupsi).17
Secara harafiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan
merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan
kenyataan semacam itu karena menyangkut segi- segi moral, sifat, dan keadaan
yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta
14
http//ensiklopedia.com
15
S. Wojowasito-W.J.S. Poerwadarminta, kamus lengkap Inggris-Indonesia,
Indonesia-Inggris, Penerbit: Hasta, Bandung.
16
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit: Balai Pustaka, 1986.
17
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabtannya. Dengan demikian, secara harafiah dapat ditarik kesimpulan bahwa
sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.18
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi dinyatakan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan yang
merugikan negara atau perekonomian negara dan perbuatan yang merugikan
masyarakat atau perseorangan seperti penyuapan, gratifikasi, penggelapan uang
negara, pemerasan dalam jabatan, pemalsuan dokumen dan sebagainya untuk a. Korupsi penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan
sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
b. Korupsi, busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan
kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).
Jika ditelaah dengan kacamata hukum, pengertian korupsi melekat dengan tindak
pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan melawan hukum yang
dilakukan seseorang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi
secara melawan hukum, yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun (pasal 2
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).
18
mengalihkan uang negara, dan turut serta dalam pemborongan, leveransir dan
rekanan sedangkan pejabat yang bersangkutan terkait dengan pekerjaan tersebut.
5. Pengertian Tugas Kedinasan
Tugas Kedinasan adalah suatu kegiatan pemerintahan yang mengatur atau
mengurus pekerjaan dalam bidang tertentu yang dilakukan oleh pegawai
pemerintahan baik pegawai pusat maupun daerah dalam rangka melayani
masyarakat untuk mencapai tujuan nasional.
Tujuan nasional ini dapat kita temukan dalam batang tubuh UUD 1945,
yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana disebut diatas,
diperlukan adanya aparatur sipil negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila, UUD 1945, Negara, Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental
baik, berwibawa, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya
sebagai unsur aparatur negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat.19
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
19
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif (penelitian hukum doktriner) dan
yuridis empiris (studi lapangan). Yuridis Normatif yaitu suatu penelitian yang
dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang
lain. Yuridis Empiris yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh
melalui wawancara dari informan yang secara langsung yang ikut terlibat dalam
upaya pendampingan yang dilakukan oleh Biro Hukum Pemerintahan Daerah
Provinsi Sumatera Utara.
2. Sumber Data
Adapun jenis data penelitian ini bersumber dari data primer dan data
sekunder. Sumber data Primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari
responden atau sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat
berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi
terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.20
a. Bahan Hukum Primer, dalam penelitian ini dipakai:
Maka
dari itu data Primer dalam penulisan ini diperoleh dari penelitian lapangan yaitu
melalui wawancara dengan Pegawai ASN Biro Hukum di Pemerintahan Provinsi
Sumatera Utara yang secara langsung ikut terlibat dalam upaya pendampingan
Pegawai ASN yang terlibat tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya.
Data sekundermerupakan studi kepustakaan yang dilakukan oleh penulis.
Data sekunder dalam tulisan ini meliputi:
1. Hukum Acara Pidana yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
20
3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Penanganan Perkara di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri dan
Pemerintahan Daerah.
b. Bahan Hukum Sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang
diteliti.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun
kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan
mengumpulkan data primer dan data sekunder yaitu data primer yang diperoleh
dari penelitian lapangan yaitu melalui wawancara dengan Pegawai ASN Biro
Hukum di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang secara langsung ikut
terlibat dalam upaya pendampingan Pegawai ASN yang terlibat tindak pidana
korupsi dalam tugas kedinasannya. Hal ini digunakan untuk memperoleh hal yang
lebih jelas dan lengkap mengenai peran dan tata cara pendampingan yang
dilakukannya.
Data sekunder dalam penulisan skripsi ini adalah bahan- bahan
kepustakaan hukum dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan
dilakukan untuk mencari berbagai konsepsi, teori-teori, asas-asas, doktrin- doktrin
dan berbagai dokumen yang berhubungan dengan pokok persoalan.
4. Analisis Data
Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan,
maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini
pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan,
sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan
kesimpulan dan pembahasan skripsi ini. 21
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab
terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam
bentuk uraian:
Bab I. Pendahuluan
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian
pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.
Bab II. Peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam mendampingi
Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas
kedinasan di lingkungan pemerintahan provinsi sumatera utara.
21
Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana peran dan fungsi Pegawai
ASN Biro Hukum dalam mendamping Pegawai ASN yang terkait
tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasan.
Bab III. Hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur
Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan
tugas kedinasan.
Dalam bab ini akan dibahas hambatan dalam peran dan fungsi biro
hukum dalam tugasnya mendampingi Pegawai ASN yang terkait
Tindak Pidana Korupsi di lingkungan pemerintahan Provinsi
Sumatera Utara dan tata cara proses pendampingannya.
Bab IV. Solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil
Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya
dalam Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara
Dalam bab ini akan dibahas solusi dari hambatan Pegawai ASN Biro
Hukum dalam mendampingi Pegawai ASN yang terkait Tipikor yang
dilakukannya dalam tugas kedinasan.
Bab V. Kesimpulan dan Saran.
Dalam Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir
23
KORUPSI DALAM PELAKSANAAN TUGAS KEDINASAN
A. Struktur Organisasi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera
Utara.
Dalam suatu instansi pemerintahan haruslah memiliki struktur organisasi
pemerintahan yang tetap dan jelas. Hal ini untuk menentukan apa saja tugas dan
wewenang dari suatu posisi yang diduduki seorang Pegawai ASN di suatu instansi
pemerintahan secara administratif. Struktur organisasi yang baik dalam suatu
pemerintahan akan memastikan terjadinya koordinasi yang efektif bagi seluruh
organ-organ yang bertugas dalam instansi pemerintahan tersebut. Adanya
pembagian tugas dan fungsi menjadi komponen-komponennya. Sehingga setiap
pegawai bertanggung jawab untuk tugas yang dikerjakannya dan
pertanggungjawaban tugas ini dilakukan kepada jabatan yang ada diatasnya
secara berjenjang.
Menurut Prof. Prajudi, Struktur Organisasi Keadministrasian Negara
adalah keseluruhan tata susunan Administrasi Negara (dalam arti institusional)
yang terdiri atas kementerian-kementerian (unit urusan menteri pada umumnya)
dan/atau departemen-departemen, direktorat-direktorat (jenderal), biro-biro,
kantor-kantor, wilayah-wilayah, daerah-daerah otonomi, dan sebagainya.
Keseluruhan dari pada kesatuan organisasi administratif yang berkantor, yang
atau birokrasi negara.22
Begitu juga halnya di lingkungan Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera
Utara memiliki stuktur organisasi dan tata kerja yang terdiri dari Sekretaris
Daerah Provinsi, Staf Ahli Gubernur, Asisten, Kepala Badan, Kepala Dinas,
Kepala Biro, Kepala Kantor dan seterusnya Kepala Bidang, Kasubdinas, Kepala
Bagian, Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian. Struktur organisasi Biro Hukum
Sekretariat Provinsi Sumatera Utara merupakan unsur Sekretariat yang
dikoordinasikan Asisten Pemerintahan dan dipimpin langsung oleh Sekretaris
Daerah Provinsi.
Kedudukan atau jabatan dalam suatu organisasi
pemerintahan menunjukkan beban tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi
dan jabatan atau kedudukan tersebut juga menunjukkan arah koordinasi dan atau
perintah. Kedudukan dan jabatan inilah yang menjadi suatu hierarki dalam suatu
organisasi instansi pemerintah.
23
1. Kepala Biro Hukum
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun
2008 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Sumatra Utara, Biro Hukum adalah unsur staf yang berada dan
bertanggung jawab kepada Sekretarias Daerah melalui Asisten Pemerintahan.
Organisasi dan Struktur Biro Hukum Setdaprovsu dipimpin oleh Kepala Biro
Hukum dengan membawahi 4 (empat) Kepala Bagian dan 10 (sepuluh) Kasubbag
dengan susunan sebagai berikut :
22
S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, 1994, edisi revisi, cetakan ke X, Jakarta, Ghalia Indoneia, hal. 75.
23
2. Kepala Bagian Penyuluhan Hukum
a. Kasubbag Tata Usaha
b. Kasubbag Sosialisasi dan Informasi hukum
c. Kasubbag Pembinaan PPNS
3. Kepala Bagian Perundang-Undangan
a. Kasubbag Rancangan Hukum
b. Kasubbag Telaahan dan Pengesahan
c. Kasubbag Dokumentasi Produk Hukum
4. Kepala Bagian Fasilitasi Produk Hukum Daerah
a. Kasubbag Pengkajian dan Perumusan
b. Kasubbag Pembinaan dan Pengawasan kebijakan
5. Kepala Bagian Bantuan Hukum
a. Kasubbag Perlindungan dan HAM
b. Kasubbag Sengketa Hukum24
B. Tugas Pokok dan Fungsi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Sumatera Utara
Berdasarkan pengertiannya, tugas pokok merupakan suatu kewajiban yang
harus dikerjakan, pekerjaan yang merupakan tanggung jawab, perintah untuk
berbuat atau melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan. 25 Sedangkan fungsi
memiliki arti kegunaan suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan.26
24 Ibid. 25
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,1986, Jakarta, Balai Pustaka, hlm. 1094.
26
Tugas Pokok dan Fungsi secara umum merupakan hal-hal yang harus
bahkan wajib dikerjakan oleh seorang anggota organisasi atau pegawai dalam
suatu instansi secara rutin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan program kerja yang telah dibuat berdasarkan tujuan, visi dan misi
suatu organisasi atau instansi tempat dia bekerja.
Setiap pegawai seharusnya melaksanakan kegiatan yang lebih rinci yang
dilaksanakan secara jelas dan dalam setiap bagian atau unit. Rincian tugas-tugas
tersebut digolongkan kedalam satuan praktis dan konkrit sesuai dengan
kemampuan dan tuntutan masyarakat. Tugas Pokok dan fungsi (tupoksi)
merupakan suatu kesatuan yang saling terkait antara Tugas Pokok dan Fungsi.
Dalam Peraturan Perundang-undangan pun sering disebutkan bahwa suatu
organisasi menyelenggarakan fungsi-fungsi dalam rangka melaksanakan sebuah
tugas pokok.
David F. Smith dalam Gibson, Ivancevich, dan Donelly menjelaskan
mengenai hubungan antara pekerjaan pegawai, yang dalam hal ini berupa tugas
pokok dan fungsi dengan efektivitas pegawai, bahwa: “Selain masalah praktis
dalam hubungan dengan desain pekerjaan, yaitu berkaitan dengan keefektifan
dalam istilah ekonomi, politik, dan moneter, akan tetapi pengaruh yang terbesar
berkaitan dengan keefektifan sosial dan psikologis pegawai. Pekerjaan dapat
menjadi sumber tekanan psikologis dan bahkan gangguan mental dan fisik
terhadap seorang pegawai selain sisi positif dari pekerjaan yaitu dapat
penghargaan dari orang lain, hidup yang teratur dan hubungan dengan orang
lain”.27
Definisi lainnya yang menilai bahwa tugas merupakan suatu kegiatan
spesifik yang dijalankan dalam organisasi yaitu menurut John & Mary Miner
dalam, menyatakan bahwa Tugas adalah kegiatan pekerjaan tertentu yang
dilakukan untuk suatu tujuan khusus. Sedangkan menurut Moekijat, Tugas adalah
suatu bagian atau satu unsur atau satu komponen dari suatu jabatan. Tugas adalah
gabungan dari dua unsur (elemen) atau lebih sehingga menjadi suatu kegiatan
yang lengkap.
Adapun definisi tugas pokok dan fungsi menurut para ahli yang lain, yaitu
Dale Yoder, “The Term Task and function is frequently used to describe one
portion or element in a job” (Tugas dan fungsi digunakan untuk mengembangkan
satu bagian atau satu unsur dalam suatu jabatan). Sementara Stone
mengemukakan bahwa “A task is a specific work activity carried out to achieve a
specific purpose” (Suatu tugas pokok merupakan suatu kegiatan pekerjaan khusus
yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu).
28
Penjelasan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa pekerjaan ataupun
tupoksi yang ditetapkan untuk suatu jabatan sangat berpengaruh secara langsung
terhadap efektivitas pegawai. Efektivitas pegawai dapat dinilai melalui
pelaksanaan tugas-tugasnya secara benar dan konsisten. Tugas pokok dan fungsi
27
Ivancevich Gibson. 1984. Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur Proses.
Jakarta: Penerbit Erlangga..Donnelly, 1996. Organisasi Perilaku Struktur Proses. (Alih Bahasa :
Agus Darma), Jakarta: Penerbit Erlangga,1996, Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses, Edisi
Kedelapan Jilid Satu, Terjemahan Nunuk Ardiani, Jakarta : Binarupa Aksara.
pegawai merupakan jabaran langsung dari tugas dan fungsi organisasi atau
instansi kedalam jabatan yang didudukinya.
Dalam Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 65 tahun 2011 tentang
Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam pasal 25 dibebutkan
bahwa Biro Hukum mempunyai tugas membantu Sekretaris Daerah Provinsi
dalam menyusun konsep kebijakan Kepala Daerah dalam penyelenggaraan urusan
Pemerintahan atas:
a. pelaksanaan pembinaan,
b. koordinasi,
c. fasilitasi,
d. monitoring,
e. evaluasi dan pengendalian pelaksanaan penyuluhan hukum,
f. peraturan perundang-undangan,
g. fasilitasi produk hukum daerah dan
h. bantuan hukum.29
Sedangkan fungsi dari Biro Hukum adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan dan mengkoordinasikan menyusun konsep kebijakan Kepala
Daerah dalam penyelenggaraan pembinaan, fasilitasi, monitoring, evaluasi,
koordinasi dan pengendalian urusan Pemerintahan dan/atau Kewenangan
Otonomi Provinsi di bidang penyuluhan hukum, peraturan
perundang-undangan, fasilitasi produk hukum daerah dan bantuan hukum.
29
b. Menyelenggarakan koordinasi, fasilitasi, monitoring, evaluasi dan
pengendalian pelaksanaan kebijakan Kepala Daerah di bidang penyuluhan
hukum, peraturan perundang-undangan, fasilitasi produk hukum daerah dan
bantuan hukum.
Biro Hukum dalam melaksanaan tugas pokok dan fungsinya dipimpin oleh
seorang Kepala Biro Hukum yang rnernpunyai uraian tugas:
1) Menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin
pegawai pada lingkup Biro Hukum.
2) Menyelenggarakan penetapan perencanaan dan program kegiatan Biro, sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Menyelenggarakan penetapan bahan/data di bidang penyelenggaraan hukum.
4) Menyelenggarakan penetapan penyusunan standar, norna dan kriteria
penyelenggaraan penyuluhan hukum, Peraturan Perundang-undangan,
fasilftasi produk hukum daerah dan bantuan hukum, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5) Menyelenggarakan pembinaan, koordinasi, fasilitasi, monitoring, evaluasi,
pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebl'jakan Kepala Daerah di
bidang penyuluhan hukum, perundang-undangan, fasilitasi produk hukum
daerah dan bantuan hukum, sesuai ketentuan dan standar yang ditetapkan.
6) Menyelenggarakan penyiapan bahan penyusunan dan penyempurnaan
kebijakan di bidang penyelenggaraan penyuluhan hukum, Peraturan
7) Menyelenggarakan konsultasi, asistensi dan supervisi penyelenggaraan
hukum, sesuai ketentuan dan standar yang ditetapkan.
8) Menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian ketatausahaan, sesuai
standar yang ditetapkan.
9) Menyelenggarakan pengkoordinasian dan perumusan pelaporan LAKIP,
LKPJ, LPPD dan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Biro, sesuai
standar yang ditetapkan.
10) Menyelenggarakan koordinasi dan fasilitasi terhadap instansi vertikal lingkup
Provinsi dan Kabupaten/Kota, sesuai standar yang ditetapkan.
11) Menyelenggarakan fasilitas rapat-rapat internal dan eksternal Biro, sesuai
tugas dan fungsinya.
12) Menyelenggarakan koordinasi, fasilitasi, analisa dan pengkajian penyusunan
dan perumusan produk hukum daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota,
sesuai standar yang ditetapkan.
13) Menyelenggarakan supervisi dan klarifikasi penetapan kebijakan produk
hukum tingkat Provinsi dan Kabupaten, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
14) Meyelenggarakan pengendalian dan pengawasan atas produk hukum tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
15) Menyelenggarakan pengernbangan informasi, publikasi, penyuluhan dan
16) Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan, sesuai tugas dan fungsinya.
17) Menyetenggarakan pemberian masukan kepada Sekdaprovsu Provinsi, sesuai
tugas dan fungsinya.
18) Menyelenggarakan tugas lain yang diberikan Sekdaprovsu, sesuai tugas dan
fungsinya.
19) Menyelenggarakan laporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan.30
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud, Kepala
Biro Hukum dibantu bagian-bagian dari Biro Hukum itu sendiri, yaitu:
1. Bagian Penyuluhan Hukum.
2. Bagian Perundang-Undangan.
3. Bagian Fasilitasi Produk Hukum Daerah.
4. Bagian Bantuan Hukum.
Mengingat bahwa bagian Penyuluhan Hukum, Bagian
Perundang-Undangan, Bagian Fasilitasi Produk Hukum Daerah dalam biro hukum
setdaprovsu tugas pokok dan fungsinya tidak berkaitan langsung dengan bahasan
dalam tulisan ini sehingga tugas pokok dan fungsi ketiga bagian tersebut tidak
diuraikan. Dengan kata lain tugas pokok dan fungsi yang diuraikan adalah tugas
pokok dan fungsi Bagian Bantuan Hukum karena berkaitan langsung dengan
materi tulisan ini dan merupakan yang berperan langsung dalam tugas
pendampingan.
30
C. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum
Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara
Tugas pokok dan fungsi Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum berkaitan
dengan penanganan perkara pidana (dalam hal ini pendampingan dalam tahap
penyelidikan dan penyidikan), perkara perdata (berkaitan dengan gugatan
perdata), perkara tata usaha negara (berkaitan dengan gugatan tata usaha negara)
serta perlindungan dan Hak Asasi Manusia. Penanganan perkara tersebut
dilaksanakan dalam rangka amanat peraturan perundang-undangan yang
merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab ASN Biro Hukum. Oleh karena
itu pegawai ASN Biro Hukum yang menangani suatu perkara tidak disebut
sebagai pengacara, penasehat hukum maupun advokat atau istilah lainnya akan
tetapi tetap disebut sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Berbeda halnya dengan sebutan untuk pengacara profesional misalnya
sebutan Advokat pada tataran hukum pidana disebut juga sebagai Penasihat
Hukum (PH). Pengertian Penasihat Hukum menurut pasal 1 butir 13 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seseorang yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan Undang-Undang untuk
memberi bantuan hukum. Ketentuan demikian secara sosial memberikan
pemahaman bahwa untuk menjadi Penasihat Hukum itu haruslah orang yang telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Hal ini juga
ndimaksudkan satu upaya untuk memenuhi standar profesionalisme.31
31
Marudut Tampubolon, Membedah Profesi Advokat, 2014, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar, hlm. 45.
Pada
pekerjaan yang bersifat klasik. Artinya bahwa keberadaan profesi ini sudah ada
sejak lahirnya profesi tersebut dalam wilayah kekuasaan pengadilan.
Oleh karena itu didalam melakukan tindakan pendampingan itu, harus
dilakukan oleh orang yang tau dan berlatar belakang sekolah hukum. Dalam hal
demikian, lapangan hukum para Advokat adalah seluruh lapangan hukum itu
sendiri, yang tentunya sangat luas. Dalam perkara pidana, misalnya peran
Advokat sangat penting mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses
persidangan sampai kepada perkara mempunyai kekuatan hukum tetap.32
Pasal 32 Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 65 tahun 2011
tentang Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa Namun dalam tulisan ini, peran pendampingan yang dilakukan terhadap
orang yang bermasalah dengan hukum bukanlah dilakukan oleh seorang Advokat,
akan tetapi dilakukan oleh Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum, yaitu
bagian Bantuan Hukum. Demikian juga dengan orang yang didampingi Pegawai
ASN Biro Hukum tidak disebut dengan istilah Klien. Pendampingan yang
dilakukan ASN Biro Hukum inipun bukanlah setiap masyarakat yang berhadapan
dengan hukum. Akan tetapi terbatas hanya Pegawai ASN yang berhadapan
dengan masalah hukum yang dilakukan dalam tugas kedinasannya di lingkungan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Artinya yang didampingi dan yang
mendampingi adalah pegawai ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan
termasuk pegawai ASN di Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.
32
Bagian Bantuan Hukum mempunyai tugas membantu Kepala Biro Hukum dalam
melaksanakan penyelenggaraan penanganan sengketa bantuan hukum dan
perlindungan hak asasi manusia.
1. Bagian Bantuan Hukum, menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada staf pada
lingkup Bagian Bantuan Hukum.
b. penyelenggaraan pengolahan bahan/data untuk penyempurnaan dan
penyusunan Bantuan Hukum.
c. penyelenggaraan penyusunan perencanaan dan program kegiatan Bagian
Bantuan Hukum, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
d. penyelenggaraan pengkajian dan evaluasi pelaksanaan bantuan hukum.
e. penyelenggaraan pembinaan, koordinasi, fasilitasi, sosialisasi, monitoring
dan pengendalian pelaksanaan bantuan hukum, sengketa hukum,
perlindungan dan hak asasi manusia, sesuai standar yang ditetapkan.
f. penyelenggaraan tugas lain yang diberikan Kepala Biro sesuai bidang
tugas dan fungsinya.
g. penyelenggaraan pemberian masukan kepada Kepala Biro, sesuai bidang
tugas dan fungsinya.
h. penyelenggaraan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan.
2. Kepala Bagian Bantuan Hukum, mempunyai uraian tugas:
a. menyelenggarakan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada staf pada
b. menyelenggarakan pengolahan dan penyajian datalbahan di bidang
pelaksanaan bantuan hukum.
c. menyelenggarakan penyusunan perencanaan dan program kegiatan di
bidang penyelenggaraan bantuan hukum, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. menyelenggarakan penyusunan dan penyempurnaan standar, norma dan
kriteria penyelenggaraan bantuan hukum.
e. menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, koordinasi, fasilitasi,
monitoring, evaluasi dan pengendalian penyelenggaraan bantuan hukum,
sengketa, perlindungan dan hak asasi manusia, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f. menyelenggarakan pengkajian dan analisa penyelenggaraan bantuan
hukum.
g. menyelenggarakan konsultasi, asistensi dan supervisi pelaksanaan bantuan
hukum.
h. menyelenggarakan identifikasi dan inventarisasi bantuan hukum.
i. menyelenggarakan deseminasi, bimbingan teknis, lokakarya, seminar
penyelenggaraan bantuan hukum, sesuai standar yang ditetapkan.
j. menyelenggarakan koordinasi dan fasilitasi penanganan sengketa,
perlindungan hukum dan hak asasi manusia.
k. menyelenggarakan hubungan antar lembaga hukum dalam
l. menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan panitia RANHAM,
sesuai standar yang ditetapkan.
m. menyelenggarakan langkah-langkah persiapan penyelenggaraan bantuan
hukum, sesuai standar yang ditetapkan.
n. menyelenggarakan pemeliharaan dan pengamanan bahan/data dan berkas
penanganan bantuan hukum.
o. menyelenggarakan bantuan hukum dan perlindungan hukum atas aset dan
permasalahan hukum dalam kedinasan di lingkungan Pemerintah Provinsi,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
p. menyelenggarakan fasilitasi bantuan dan perlindungan hukum terhadap
pegawai negeri sipil dalam hubungan kedinasan Pemerintah daerah
Provinsi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
q. menyelenggarakan koodinasi penegakan hak asasi manusia skala Provinsi,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
r. menyelenggarakan rapat-rapat internal dan eksternal pembahasan bantuan
hukum.
s. menyelenggarakan penyusunan persiapan penanganan sengketa dan
bantuan hukum, sesuai standar yang ditetapkan.
t. menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan, sesuai bidang tugas dan fungsinya.
u. menyelenggarakan pemberian masukan kepada Kepala Biro, sesuai bidang
v. menyelenggarakan tugas lain yang diberikan Kepala Biro, sesuai bidang
tugas dan fungsinya.
w. menyelenggarakan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan.
D. Peran Dan Fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum Dalam
Mendampingi Pegawai ASN Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi
Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan
Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada
prinsip sebagai berikut:
a. nilai dasar
b. kode etik dan kode perilaku
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
e. kualifikasi akademik
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
g. profesionalitas jabatan.
Kemudian dalam pasal 10, pasal 11 dan pasal 12 Undang-Undang tersebut
dikatakan bahwa :
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a. pelaksana kebijakan publik
b. pelayan publik
Pegawai ASN bertugas:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas.
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Hal ini
dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional,
bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Salah satu peran yang dilakukan pegawai ASN Biro Hukum adalah tugas
perlindungan hukum dalam bentuk pendampingan untuk memberikan bantuan
hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 Undang-Undang ASN yaitu pada
ayat 1 huruf (d) dan ayat 3 yaitu :
Ayat (1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
a. jaminan kesehatan
b. jaminan kecelakaan kerja
c. jaminan kematian
d. bantuan hukum.
Ayat (3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa
pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait
Walaupun dalam pasal 92 ayat 3 ini dikatakan bahwa pemberian bantuan
hukum itu dilakukan dalam perkara yang dihadapi di pengadilan yang terkait
dengan pelaksanaan tugas-tugas dinas yang dilakukan Pegawai ASN, akan tetapi
dalam Permendagri Nomor 12 tahun 2014 dikatakan bahwa pemberian bantuan itu
belum sampai di tingkat pengadilan, hanya sampai pada tingkat penyelidikan dan
penyidikan. Pembatasan fungsi dan peran ini cukup beralasan dan rasanya tidak
bertentangan mengingat kemampuan profesionalisme ASN yang melaksanakan
tugas utama sebagai pelayanan publik dan tugas pemberian bantuan hukum itu
bukanlah sebagai tugas utamanya.33
Pelaksana hukum (eksekutif) jauh berbeda dengan tugas profesional
pengacara/advokat dimana menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003
tentang Advokat, bahwa advokat melaksanakan fungsi dan peran sebagai penegak
hukum (Yudikatif). Ada kemungkinan peran ASN beracara di pengadilan ini
membutuhkan pemikiran dan persiapan tentang persyaratan dan profesionalisme
pegawai ASN untuk bisa mengemban tugas ini ke depan dan tidak sejak
sekarang.34
Berdasarkan pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12
tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian
Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Biro Hukum Provinsi Adanya perkembangan pemikiran tentang Pegawai ASN untuk
beracara didepan pengadilan mungkin akan memberi kebebasan kepada Pegawai
ASN untuk memberikan bantuan hukum dalam tugas pendampingannya.
33
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, 9-10 Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.
melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara
pidana yang dilakukan oleh Gubernur/Wakil Gubernur dan CPNS/PNS Provinsi.
Selanjutnya dalam pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut
dikatakan bahwa pemdampingan yang dilakukan oleh Pegawai ASN Biro Hukum
Provinsi berkaitan dengan :
1. mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan.
2. ketentuan hukum acara pidana.
3. mengenai materi delik pidana yang disangkakan.
4. hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi.
Menyikapi isi pasal 13 dan pasal 15 Permendagri No. 12 tahun 2014 di
atas dapat diketahui bahwa peran pegawai ASN Biro Hukum terbatas hanya dalam
pendampingan yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan yang
dilakukan aparat penegak hukum baik oleh Kepolisian maupun Kejaksaan
terhadap suatu permasalahan hukum yang dihadapi seorang pegawai ASN
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan
termasuk dalam tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
Keterbatasan ruang lingkup pendampingan yang dilakukan oleh ASN Biro
Hukum ini merupakan akibat pembatasan berdasarkan peraturan perundangan
yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat yang intinya
mengisyaratkan bahwa yang berhak untuk beracara di muka pengadilan adalah
mereka yang sudah memenuhi persyaratan untuk itu yaitu seorang advokat,