• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

3. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika

Menurut Suyono “Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai latar pedagogis dan psikologis yang dilandasi filosofi pendidikan tertentu yang dipilih agar tujuan pembelajaran dapat tercapai atau dapat didekati secara optimal”.18 Dalam kasus ini filosofi yang digunakan untuk melandasi pendekatan pembelajaran adalah konstruktivisme.

Konstruktivisme berarti membangun. Menurut Suyono “konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkontruksi

18

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 22

16

pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup”.19 Giambattista Vico dalam Riyanto menyatakan bahwa “orang hanya dapat benar-benar memahami apa yang dikonstruksi sendiri”.20 Jadi sesuatu itu telah diketahuinya karena telah dikonstruksikan dalam pikirannya.

Sedangkan Trianto mengatakan bahwa “konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka”.21

Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan suatu pendekatan yang mengharuskan siswa untuk menemukan dan membangun sendiri pengetahuan dan pemahaman yang ada di dalam pikirannya untuk kemudian digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan.

Adapun gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan antara lain:22 1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu

merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep membetuk pengetahuan jika konsep tersebut berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Sistem pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan dasar yang diperlukan.23 Pada pembelajaran,

19

Ibid., h. 104 20

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam

Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet. 3, h. 144

21

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu,(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet ke-2, h. 74

22

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), Cet. X, h. 30

23

yang menjadi landasan utama adalah proses siswa untuk menemukan solusi dalam suatu permasalahan dengan membangun pengetahuan yang dimilikinya. Konstruktivisme dirancang untuk mengembangkan pemikiran siswa dalam memperoleh informasi dengan cara menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan baru yang diperolehnya agar belajar lebih bermakna. Sehingga menurut Hakiim, terdapat lima elemen belajar menurut konstruktivis, yaitu:24

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) 2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)

4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge) 5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut

(reflecting knowledge)

Belajar dengan konstruktivisme menekankan pada belajar autentik, bukan artifisial. Belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata.25 Hal tersebut dikarenakan bahwa belajar tidak hanya sekedar mempelajari sebuah konsep tetapi bagaimana seseorang mampu untuk menghubungkan konsep yang telah diperoleh dengan konsep lain atau pun sesuatu yang bersifat nyata.

Secara garis besar terdapat beberapa prinsip-prinsip yang sering diambil dari pendekatan konstruktivisme menurut suparno dalam Trianto, yaitu:26

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif. 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa. 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar.

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir. 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa.

6. Guru sebagai fasilitator.

24

Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009), h. 47

25

Suprijono, op. cit., h. 39.

26

18

Agar dapat terlaksananya seluruh prinsip konstruktivisme tersebut, tugas guru adalah memfasilitasi dengan cara:27

1. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.

3. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Brooks dan Brooks dalam Suprijono memberikan perbandingan menarik antara kelas konstruktivisme dan tradisional dalam bentuk tabel berikut ini:28

Tabel 2.1

Perbedaan Konstruktivisme dengan Konvensional

Konstruktivisme Konvensional

Kegiatan belajar bersandar pada materi hands-on

Kegiatan belajar bersandar pada text-book

Presentasi materi dimulai dengan keseluruhan kemudian pindah ke bagian-bagian

Presentasi materi dimulai dengan bagian-bagian, kemudian pindah ke keseluruhan

Menekankan pada ide-ide besar Menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar

Guru mengikuti pertanyaan peserta didik Guru mengikuti kurikulum yang sudah pasti

Guru menyiapkan lingkungan belajar di mana peserta didik dapat menemukan pengetahuan

Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik

Guru berusaha membuat peserta didik mengungkapkan sudut pandang dan pemahaman mereka sehingga mereka dapat memahami pembelajaran mereka

Guru berusaha membuat peserta didik memberikan jawaban yang “benar”

27

Trianto, Mendesain Model Pembelajarab Inovatif–progresif, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet ke-5, h.113

28

Konstruktivisme yang melandasi pemikiran bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri.29 Dengan kata lain, pengetahuan diperoleh melalui aktivitas secara terus menerus yang dilakukan oleh siswa. Siswa membangun pengetahuan mereka berdasarkan pengalaman nyata yang dialaminya dan hasil interaksi dengan menghubungkan dengan lingkungan sekitar.

Dalam pendekatan konstruktivisme, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pemberi motivasi bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajaran sepenuhnya berpusat pada siswa. Siswa bertindak dan berpikir secara mandiri untuk memahami dan menyelesaikan suatu permasalahan.

Pada dasarnya terdapat prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan pembelajaran konstruktivisme, yaitu:30

1) Prior Knowledge/Previous Experience

Konstruksi pengetahuan tidak berangkat dari “pikiran kosong” (blank mind), peserta didik harus memiliki pengetahuan tentang apa yang hendak diketahui. Pengetahuan ini disebut pengetahuan awal/dasar (prior knowledge).

2) Conceptual-Change Process

Merupakan proses pemikiran yang terjadi pada diri peserta didik ketika peta konsep yang dimilikinya dihadapkan dengan situasi dunia nyata. Dalam proses ini peserta didik melakukan analisis, sintesis, berargumentasi, mengambil keputusan, dan menarik kesimpulan sekalipun bersifat tentatif.

Sedangkan ciri pembelajaran konstruktivisme antara lain:31 1) Orientasi: mengembangkan motivasi dan mengadakan observasi.

2) Elisitasi: mengungkapkan ide secara jelas serta mewujudkan hasil observasi.

29

Suyono dan Hariyanto, op. cit., h. 105.

30

Suprijono, op. cit., h. 43-44

31

20

3) Restrukturisasi ide: klarifikasi ide, membangun ide baru, dan mengevaluasi ide baru.

4) Penggunaan ide dalam banyak situasi.

5) Review atau kaji ulang: merevisi dan mengubah ide.

Adapun tujuan digunakannya pendekatan konstruktivis dalam proses pembelajaran antara lain:32

1) Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. 2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan

mencari sendiri jawabannya.

3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.

4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Beberapa kelebihan pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut:33

1) Peserta didik terlibat secara langsung dalam membangun pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan dapat mengaplikasikannya.

2) Peserta didik aktif berpikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide, dan membuat keputusan.

3) Selain itu, murid terlibat secara langsung dan aktif belajar sehingga dapat mengingat konsep secara lebih lama.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang mengharuskan siswa untuk menemukan dan membangun sendiri pengetahuan dan pemahaman yang ada di dalam pikirannya untuk kemudian digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan. Dalam konstruktivisme siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya agar proses belajar lebih bermakna sehingga konsep yang diperoleh dapat diingat lebih lama.

32

Riyanto, op. cit., h. 156

33

Dokumen terkait