• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

26

transformasi lembaga pendidikan di pesantren tersebut. Sementara penelitian ini mengasumsikan bahwa dinamika yang terjadi pada lembaga pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo tidak terlepas dari cara pandang pesantren tersebut terhadap tradisi salaf yang mereka miliki. Dengan demikian maka penelitian ini memiliki unsur kebaruan jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

G. Metode Penelitian

Dalam sub bab ini akan diuraikan berbagai perangkat metodologis yang dibutuhkan untuk menemukan fakta dan menjawab permasalahan penelitian. Untuk kepentingan tersebut dalam sub bab ini akan dipaparkan hal-hal terkait pendekatan penelitian, area (lokus) penelitian, informan yang menjadi sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

1. Pendekatan Penelitian

Berbicara tentang kesinambungan dan perubahan (continuity and change) tradisi salaf di lembaga pendidikan pesantren bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan banyak aspek yang di antaranya mencakup eksistensi lembaga, tata kehidupan komunitas pesantren dan cara pandang kiai sebagai figur sentral yang sangat berpengaruh di dalam pondok pesantren. Oleh karena itu, untuk membahasnya diperlukan pendekatan multi disiplin keilmuan terhadap persoalan tersebut.

Secara lebih rinci, pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

27

a. Pendekatan Historis.42 Pendekatan historis digunakan dalam penelitian ini untuk menelusuri proses pembentukan tradisi salaf di dalam komunitas pesantren.43 Dengan menggunakan pendekaan historis, Peneliti akan menelusuri berbagai unsur tradisi salaf yang membentuk sebuah sistem kehidupan yang khas pesantren. Selain itu, pendekatan ini juga digunakan untuk menelusuri genealogi pemikiran dan keilmuan Kiai yang menjadi tokoh sentral di pesantren, dan sangat berpengaruh terhadap pembentukan tradisi dan pengembangannya.

b. Pendekatan Fenomenologis. Jika dilihat dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, tradisi salaf tidak bisa diperlakukan sebagai sebuah entitas yang berdiri sendiri. Dia adalah entitas yang penuh makna yang diberikan oleh orang yang melihat tradisi itu termasuk makna yang dipersepsikan oleh para pelaku dari tradisi salaf itu. Oleh karena itu, kreativitas pemaknaan yang dilakukan oleh internal pelaku tradisi salaf jelas-jelas akan memunculkan continuity and change. Dalam hal ini, penulis sebenarnya menginginkan pemaknaan terhadap tradisi salaf itu berasal dari internal pelaku tradisi salaf atau masyarakat itu sendiri, dan tidak hanya menggunakan pemaknaan yang

42

Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama. Begitu juga dengan Islam karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Sejarah hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat meyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menentukan inti karakter agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam menggunakan data historis maka akan dapat menyajikan secara detail dari situasi sejarah tentang sebab akibat dari suatu persoalan agama. Lihat, Taufik Abdullah, Sejarah dan Masyarakat (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), 105.

43

Menurut Yatimin Abdullah, fungsi pendekatan historis atau sejarah dalam pengkajian Islam adalah untuk merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Lihat, M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006), 222.

28

penulis lakukan terhadap tradisi salaf.44 Penulis akan menunda terlebih dahulu penilaian terhadap tradisi salaf (epoche) sampai fenomena tradisi salaf berbicara sendiri tentang makna tradisi salaf. Setelah itu penulis akan mencari makna tradisi salaf itu (eiditik) dari ungkapan-ungkapan internal pelaku tradisi salaf.

Hasil dari langkah di atas akan digunakan untuk mendeskripsikan tradisi salaf dalam bentuk deskripsi etik dan emik. Secara sederhana, deskripsi etik adalah deskripsi dengan menggunakan sudut pandang masyarakat atau kategori warga budaya setempat, dalam hal ini adalah komunitas pesantren. Sedangkan deskripsi emik adalah deskripsi dengan menggunakan sudut pandang peneliti.

Hal tersebut di atas perlu penulis lakukan agar kebenaran yang diperoleh terkait makna tradisi salaf tidak sekedar kebenaran emik tetapi juga kebenaran etik. Dalam bahasa fenomenologi, kebenaran etik berada di atas realitas cita ideal kehidupan ini, sebagai cita ideal (weltanschaung). Kriteria ini bersifat ekstrinsik dan universal berlaku bagi siapapun dan di manapun. Sedang kebenaran emik berada pada pribadi masing-masing (personal value), bersifat intrinsik dan personal (personal experience).

c. Pendekatan Sosiologis-Antropologis. Pendekatan sosiologis dalam studi agama berfokus pada interaksi agama dan masyarakat. Pendekatan ini

44 Untuk sekadar memberi contoh yang menggambarkan bahwa kreatifitas pemaknaan yang dilakukan oleh internal pelaku tradisi dapat menimbulkan continuity and change, maka dapat penulis sebutkan apa yang terjadi pada komunitas muda yang menamakan diri sebagai kelompok Post-Tradisionalisme Islam. Pada awalnya mereka adalah kelompok muda yang masuk dalam kategori penganut tradisionalisme. Kemudian mereka melakukan kreatifitas pemaknaan yang mereka sebut sebagai revitalisasi tradisi. Mereka tidak hanya mengagung-agung dan mensakralkan tradisi, tetapi juga melakukan kritik mendalam atas tradisinya sendiri.

29

concern pada struktur sosial, konstruksi pengalaman manusia, dan kebudayaan termasuk agama.45 Sementara pendekatan antropologis menekankan pada holism yaitu sebuah pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktek yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang diteliti. Dengan demikian, agama tidak bisa dilihat sebagai sistem otonom yang tidak terpengaruh oleh praktik-praktik sosial lainnya.46 Kriteria dasar pendekatan sosiologis meliputi: 1) Stratifikasi sosial seperti kelas dan etnisitas; 2) Kategori biososial seperti seks, gender, perkawinan, keluarga masa kanak-kanak, dan usia. 3) Pola organisasi sosial meliputi politik, produksi ekonomis, sistem-sistem pertukaran, dan birokrasi. 4) Proses sosial seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan, dan globalisasi.47 Teoretisasi sosiologis menggunaan paradigma dan konseptualisasi analogis maupun refeksi atas data empiris yang diperoleh melalui investigasi historis dan penelitian sosial kontemporer.48 Di sisi lain, pendekatan antropologis menganggap penting kemungkinan menafsirkan peristiwa menurut cara pandang masyarakat itu sendiri.49 Untuk mengkaji tradisi salaf dalam konteks kesinambungan dan perubahan (continuity and change), maka pendekatan sosiologis-antropologis mutlak dibutuhkan. Penelitian ini akan meminjam

45

Michael S, Northcott, “Pendekatan Sosiologis”, dalam Peter Connoly (Ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. Imam Khori (Yogyakarta: LKiS, 2011), 271.

46 David N. Gellner, “Pendekatan Antropologis”, dalam Peter Connoly (Ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. Imam Khori (Yogyakarta: LKiS, 2011), 34.

47

Lihat Northcott, “Pendekatan Sosiologis”, 283.

48 Ibid., 290.

49 Asumsi semacam ini dikenal dengan antropologi interpretative yang didukung oleh Geertz yang melahirkan istilah thick description (deskripsi tebal) yang dia pinjam dari filusuf Gilbert Ryle. Lihat Gellner, “Pendekatan Antropologis”, 45-46.

30

pendekatan tiga dimensi Three Dimensional Approach50 yang pernah digunakan oleh John Obert Voll untuk meneliti tentang kesinambungan dan perubahan (continuity and change) yang terjadi di dunia Islam. Dalam penggunaannya, peneliti akan memodifikasi tiga dimensi tersebut sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Dalam penelitiannya, Voll menelusuri respons dunia Islam atas modernitas yang melanda dunia Islam.51 Lebih spesifik lagi, Voll melihat dan menganalisis respons yang dilakukan oleh kelompok garis keras Islam di berbagai kawasan. Menurutnya, ada dimensi-dimensi sosial yang harus dilihat dan dikaji untuk memahami respons kelompok radikal Islam terhadap arus modernitas. Dalam hal ini Voll mengajukan tiga dimensi sosial yang menurutnya penting untuk ditelaah. Ketiga dimensi sosial tersebut antara lain adalah:

1) Kelompok revivalis dan kondisi lokal tempat mereka tumbuh.

50

Lihat John Obert Voll, Islam: Continuity and Change in the Modern World (Colorado: Westview Press, 1982), 2-4.

51 Penelitian yang pernah dilakukan oleh John Obert Voll ini dilakukan dengan menggunakan metodologi diakronik yang hasilnya dipublikasikan dalam bentuk buku dengan judul Islam: Continuity and Change in the Modern World pada tahun 1982. Pemikiran sosiologi awal yang digagas Comte dan Spencer melahirkan dua jenis metodologi riset yang saling bertentangan. Upaya untuk menemukan hukum-hukum kestabilan (mengapa fenomena sosial tertentu selalu muncul bersama) dipertentangkan dengan upaya untuk menemukan hukum-hukum pergantian (mengapa fenomena sosial tertentu selalu mendahului, atau mengikuti fenomena sosial lain). Pemikiran demikian hingga kini masih ditemukan dalam kebanyakan riset sosiologi dengan berbagai nama. Ada yang disebut studi sinkronik (cross-sectional) yang mempelajari masyarakat dalam keadaan statis, tanpa batas waktu. Sebaliknya ada studi diakhronik yang memerhatikan rentetan waktu dan memusatkan perhatian pada perubahan sosial yang sedang terjadi. Lihat, Judistira K. Garna, Teori-teori Perubahan Sosial (Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, 1993), 1-2. Menurut Peter Lloyd, para sosiolog berbeda pendapat dalam menyikapi perubahan sosial. Sebagian beranggapan bahwa perubahan sosial adalah hal positif (baik) dan alamiah, sehingga tatanan sosial yang menentang perubahan bisa dianggap “cacat”. Sementara para sosiolog yang lain meragukan kebaikan perubahan dengan alasan bahwa stabilitas adalah lebih baik dan lebih layak untuk dipertahankan. Lihat, Peter Lloyd, “Social Change” dalam William Outhwait (Ed.), Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern, terj. Tri Wibowo B.S. (Jakarta: Kencana Prenada, 2008), 762.

31

2) Relasi varian pergerakan Islam dengan dinamika dasar sejarah dunia modern.

3) Islam itu sendiri. Menurutnya, wajah Islam dirubah oleh tantangan dan perubahan zaman.

Ketiga pendekatan tersebut akan digunakan dalam penelitian ini dengan terlebih dahulu dilakukan modifikasi agar sesuai dengan fokus penelitian. Modifikasi terhadap pendekatan tiga dimensi tersebut tidak merubah substansi dan hanya menggeser operasionalisasinya dalam konteks yang berbeda. Dengan demikian, dimensi pertama akan digunakan untuk menelusuri eksistensi kiai sebagai tokoh sentral di pesantren terkait dengan identitas tradisi salafnya dalam kondisi dan budaya lokal tempat mereka tumbuh. Kemudian dimensi kedua akan digunakan dalam rangka mendeskripsikan dan menganalisis relasi kiai sebagai tokoh sentral dengan arus tradisi baru yang menuntut adanya perubahan dan pembaharuan di pondok pesantren. Sementara dimensi ketiga akan digunakan untuk melihat Islam itu sendiri dengan menggunakan kerangka epistemik komunitas pondok pesantren. Selain melakukan modifikasi, dalam prakteknya penulis juga akan menggunakan pendekatan tiga dimensi ini dengan menggeser konteks proses kesinambungan dan perubahan (continuity and change) dari dunia Islam secara umum ke dunia pesantren yang ruang lingkupnya lebih kecil. Amin Haedari dkk. dalam bukunya Masa Depan Pesantren mengungkapkan bahwa di dalam dunia pesantren juga terjadi proses kesinambungan dan perubahan (continuity and change). Untuk membaca dan menganalisis kesinambungan

32

dan perubahan (continuity and change) di dunia pesantren, dia menyatakan bahwa ada tiga hal yang harus dicermati, yaitu: Pertama, perkembangan tradisi keilmuan pesantren dari masa ke masa; Kedua, peranan Kiai dalam kepemimpinan masyarakat tradisional; dan Ketiga, kedekatan pesantren dengan tarekat.52 Dengan pendekatan tiga dimensi yang telah dimodifikasi dan diperkaya tersebut, akhirnya penelitian ini diharapkan dapat menemukan kesinambungan dan perubahan pada tradisi salaf di pesantren yang dimaksud dalam fokus kajian.