• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

B. Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural merupakan pendekatan yang menekankan pada hubungan antar unsurnya. Suatu karya sastra, fiksi atau puisi menurut kaum strukturalisme adalah suatu totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan serta bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah ( Abrams, dalam Burhan Nurgiyantara, 2005: 36 ).

Menurut Sangidu ( 2004: 16 ) sebuah struktur karya sastra harus dilihat sebagai suatu totalitas karena sebuah struktur terbentuk dari serangkaian unsur-unsurnya. Pendekatan struktural juga dapat dinamakan dengan pendekatan obyektif. Analisis struktural karya sastra yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, serta mendeskripsikan fungsi dan hubungan atas unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis struktural pada dasarnya bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi. Namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai ( Burhan Nurgiyantoro, 2007: 37 ).

commit to user

Analisis struktur karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, serta mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Awal mulanya diidentifikasi serta dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antarunsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas-kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya dengan pemplotan yang tak selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan, dengan latar dan sebagainya. Pada dasarnya, analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kesatuan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, alur, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik, di sampimg setiap karya mempunyai ciri kekompleksan dan keunikannya sendiri. Hal inilah yang membedakan antara karya yang satu dengan karya yang lain. Namun, tidak jarang analisis struktural cenderung kurang tepat, sehingga yang terjadi hanyalah analisis fragmentaris yang terpisah-pisah. Analisis yang demikian inilah yang dapat dituduh sebagai mencincang karya sastra sehingga justru menjadi tidak bermakna. ( Wahyudi Siswanto, 2008 : 37 )

commit to user

Pendekatan struktural merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian karya sastra sebelum melakukan pendekatan selanjutnya. Pendekatan struktural sebagai cara untuk memahami karya sastra berdasarkan unsur-unsur intrinsik pembentuk karya sastra yang menghasilkan makna menyeluruh antara lain meliputi alur, penokohan, tema, setting, dan amanat.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini menganalisa unsur-unsur struktur yang meliputi tema, alur, plot, penokohan, setting, amanat, serta keterkaitan antar unsur-unsurnya dengan tujuan untuk memahami terlebih dahulu unsur intrinsik yang membangun cerbung tersebut sebelum memasuki ke dalam kajian sosiologi sastra.

1. Tema

Menurut Aminuddin, tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarang (Wahyudi Siswanto, 2008 :161). Tema juga dapat diberi pengertian sebagai suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karyanya. Setiap fiksi haruslah mempunyai tema yang merupakan sasaran tujuan. Dengan demikian tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa tema merupakan hal yang penting dalam seluruh cerita.

Tema adalah gagasan, ide, ataupun pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap maupun tidak. Tema tidak sama dengan pokok masalah / topik. Tema dapat dijabarkan dalam beberapa topik (Panuti Sudjiman, 2006 :78).

commit to user

Demikian halnya Aminuddin mengatakan, tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya (Wahyudi Siswanto, 2008 : 161).

Kejelasan mengenai pengertian tema akan membantu usaha penafsiran dan pendeskripsian pernyataan tema sebuah karya fiksi. Tema ( theme) menurut Stanton dan Kenny adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita itu, maka masalahnya adalah makna khusus yang mana dapat dinyatakan sebagai tema itu. Atau, jika berbagai makna itu dianggap sebagai bagian-bagian tema, sub-sub tema / tema-tema tambahan, makna yang manakah dan bagaimanakah yang dapat dianggap sebagai makna pokok sekaligus tema pokok novel / karya sastra yang bersangkutan. Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema meski sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang disembunyikan, meski belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak (secara sengaja) disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun, tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya. (Burhan Nurgiyantoro, 2007 : 68)

Beberapa bahasan tersebut dapat ditarik pengertian bahwa tema adalah pokok pikiran yang menjadi dasar atau menjiwai sebuah cerita. Sebuah tema akan

commit to user

tercermin dalam tiap-tiap peristiwa yang dialami oleh para tokoh dari awal sampai akhir sebuah cerita. Dengan kata lain merupakan suatu gagasan yang mendasari karya sastra.

2. Alur ( Plot )

Alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencari efek tertentu. Keterkaitannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal (sebab- akibat). Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan jalinan dengan seksama yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah klimaks dan selesaian (Panuti Sudjiman, 2006 :4).

Plot atau alur dalam sebuah cerita memang sulit dicari. Plot tersembunyi di balik jalan cerita. Dalam mengikuti jalan cerita itulah, akhirnya dapat menemukan plotnya. Tetapi jalan cerita itu sendiri bukan plot. Sebuah plot bisa menelurkan beberapa jalan cerita. Jalan cerita hanyalah manifestasi atau bentuk jasmaniah dari plot (Jakob Sumardjo, 2007: 39). Menurut Stanton, alur atau plot adalah rangkaian kejadian atau peristiwa dalam suatu cerita. Plot merupakan cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu dihubungkan sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya suatu peristiwa lain (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2007: 113).

Mochtar Lubis membagi alur dalam cerita rekaan menjadi lima bagian, yaitu:

a. Situation ( pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

b. Generating Circumstances ( peristiwa mulai bergerak)

commit to user

d. Climax (peristiwa mencapai klimaks)

e. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)

Berbagai pendapat tentang tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita. Aminuddin (dalam Wahyudi Siswanto, 2008 :159) membedakan tahapan-tahapan peristiwa atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian. Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang dikenalkan dari tokoh ini, misalnya nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya. Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama. Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri satu tokoh, antara dua tokoh, antara tokoh dan masyarakat , serta antara tokoh dan Tuhan. Komplikasi atau rumitan adalah bagian alur cerita rekaan atau drama yang mengembangkan tikaian, dalam tahap ini konflik yang terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh. Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan atau drama yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca. Krisis dalah bagian alur yang mengawali peneyelesaian, saat dalam alur yang ditandai oleh perubahan alur cerita menuju selesainya cerita. Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks, pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan perkembangan ke arah selesaian. Selesaian adalah tahap akhir suatu cerita rekaan atau drama, dalam tahap ini, semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan, rahasia dibuka. Ada dua macam penyelesaian, yakni tertutup dan terbuka. Penyelesaian tertutup

commit to user

merupakan bentuk penyelesaian cerita yang diberikan oleh sastrawan. Penyelesaian terbuka adalah bentuk penyelesaian cerita yang diserahkan kepada pembaca.

Bagi para sastrawan, alur berfungsi sebagai suatu kerangka karangan yang dijadikan pedoman dalam mengembangkan keseluruhan isi ceritanya, sedangkan bagi pembaca, pemahaman alur berarti juga pemahaman terhadap keseluruhan isi cerita secara runtut dan jelas. (Aminuddin, dalam Wahyudi Siswanto, 2008 : 161)

Dari beberapa beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa alur adalah dasar bergeraknya sebuah cerita. Alur merupakan urutan peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita.

3. Penokohan

Penokohan merupakan penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra. Di dalam kisahan yang efektif, pengarang membentuk tokoh-tokoh fiktif secara meyakinkan sehingga pembaca merasa seolah-olah berhadapan dengan manusia sebenarnya. Watak tokoh dapat terungkap oleh tindakannya, ujarannya, pikirannya, penampilan fisiknya, apa yang dikatakan / dipikirkan tokoh tentang dirinya (Panuti Sudjiman, 2006: 61). Di sini Aminuddin mengemukakan, bahwa tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. (Wahyudi Siswanto, 2008: 142).

Menurut Jones, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan

commit to user

pelukisannnya dalam sebuah cerita, sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas pada pembaca. Penokohan juga menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. (Burhan Nurgiyantoro, 2007 ;166)

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penokohan atau perwatakan adalah unsur yang sangat penting dalam karya sastra dalam melukiskan keadaan tokoh baik lahir maupun batin yang dapat berupa pandangan hidup, keyakinan, dan karakter.

4. Latar ( Setting )

Setting atau latar merupakan tempat dan waktu terjadinya cerita. Suatu cerita pada hakikatnya merupakan suatu pelukisan peristiwa atau kejadian yang dilakukan oleh beberapa tokoh pada suatu waktu di suatu tempat. Oleh karena itu, tokoh-tokoh cerita tidak dapat lepas dari ruang dan waktu, serta tidak mungkin pula ada suatu cerita tanpa latar / setting. Menurut Panuti Sudjiman (2006: 48), latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang , dan suasana dalam karya sastra.

Menurut Burhan Nurgiyantoro, latar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain. Pertama, latar tempat menunjukkan tempat atau lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah fiksi. Kedua, latar waktu yang berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi tersebut. Ketiga, latar sosial yang mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi ( 2007: 227 ).

commit to user

Hudson membagi setting menjadi setting sosial dan setting fisik. Setting sosial menggambarkan tentang keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, serta yang melatari peristiwa. Latar fisik mengacu pada wujud fisikal, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya. Tidak semua jenis latar cerita itu ada di dalam sebuah cerita rekaan. Dalam sebuah cerita rekaan, terdapat latar cerita yang menonjol adalah latar waktu dan tempat. Sedangkan di cerita lainnya yang menonjol adalah latar sosial. Penggambaran latar ini ada yang terperinci, ada pula yang tidak. Ada latar yang dijelaskan secara sama persis seperti kenyataanya dan ada pula yang gabungan antara kenyataan dengan khayalan. Serta ada juga latar yang merupakan hasil latar yang merupakan hasil imajinasi sastrawan (Wahyudi Siswanto, 2008:150).

Berbagai pendapat di atas pada garis besarnya mengemukakan latar / setting yang dibedakan menjadi latar tempat, latar waktu, latar suasana, dan latar sosial. Jalinan sebuah peristiwa didukung pula unsur setting atau latar.

5. Amanat

Istilah amanat berarti pesan. Sudiro berpendapat bahwa pesan yang hendak disampaikan pengarang mungkin jelas tersurat, tetapi mungkin juga tidak jelas atau samar-samar tersirat. Tidak jarang pengarang menyampaikan amanatnya secara simbolik dan teknik-teknik lain yang sulit diketahui pembacanya. Ada pula bahwa amanat cerita berada di luar teks cerita itu sendiri. Para pembacanya dipersilahkan mencari atau menebaknya (Sudiro Satoto, 1996: 26). Amanat merupakan pesan atau sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca (Burhan Nurgiyantoro, 2007: 322).

commit to user

Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri sastrawan dan pembacanya. Dari sudut sastrawan, nilai ini biasa disebut amanat. Sehingga amanat dapat juga diartikan sebagai gagasan yang mendasari karya sastra, pesan, perintah, keterangan, wejangan, dan kepercayaan yang disampaikan pengarang kepada pembaca (Wahyudi Siswanto, 2008: 162). Amanat sebuah cerita dapat diutarakan secara eksplisit maupun implisit. Amanat yang disampaikan secara ekplisit artinya amanat / pesan dapat disampaikan lewat tingkah laku akhir cerita, sedangkan secara implisit artinya amanat disampaikan secara terang-terangan pada tengah cerita atau akhir cerita.

Berpijak dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, dan dapat dipandang sebagai wawasan yang diberikan pengarang terhadap suatu pokok persoalan yang ditampilkan dalam karyanya, yang kemungkinan diharapkan dapat berguna bagi masyarakat pembacanya.

Dokumen terkait