• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman peserta didik agar lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam. Implementasi dari pengertian ini, pendidikan Agama Islam merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan Islam. Bahkan tidak berlebihan dikatakan bahwa pendidikan Agama Islam berfungsi sebagai jalur pengintegrasian wawasan Islam dengan bidang-bidang studi yang lain. Implementasi lebih lanjut, pendidikan Agama Islam harus sudah dilaksanakan sejak dini sebelum peserta didik memperoleh pendidikan atau pengajaran ilmu yang lain (Muhaimin, 2001:76). Bahkan sejak dalam kandungan anak sudah bisa diajarkan PAI.

Pendidikan Agama Islam yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha orang tua dalam menyiapkan anaknya untuk menyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia dalam kehidupannya.

2. Anak

Dalam pandangan Islam, anak merupakan amanah (titipan) Allah Swt yang harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh

8

setiap orang tua. Sejak lahir anak telah diberikan berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai penunjang kehidupannya di masa depan (Khorida & Fadillah, 2014:44). Yang penulis maksudkan adalah anak dari keluarga para perantau di Dusun Guwo yang berumur antara 6-12 tahun, atau anak usia sekolah. Sebagai individu anak, secara psikologis masih membutuhkan bimbingan dan didikan dari kedua orang tuanya, dan secara ekonomis mereka masih bergantung atau menjadi tanggung jawab kedua orang tua sepenuhnya.

3. Keluarga Perantau

Keluarga adalah lingkungan yang pertama berinteraksi dengan anak. Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama karena anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan ( Hasbullah, 2009:38).

Dalam kaitannya dengan pendidikan agama Islam, keluarga yang dimaksud disini adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak dalam kelurga perantau.

Perantau, berasal dari kata “rantau” yang artinya daerah (tanah,negeri) di luar daerah (negeri) sendiri atau daerah di luar kampung halaman. Mendapat awalan pe- menjadi perantau yang artinya “orang yangmencari penghidupan, ilmu dan sebagainya di negeri orang, atau pengembara atau orang asing” (Daryanto, 1997: 503).

Keluarga perantau yang dimaksud adalah keluarga di Lingkungan Guwo yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mereka mencari penghasilan di kota atau daerah lain, misalnya di Jakarta. Mereka menetap

9

beberapa saat di daerah rantau kemudian pulang ke kampung halaman, dan setelah itu kembali lagi ke daerah rantau mereka, begitu seterusnya. Ketika mereka di daerah rantau, anak-anak mereka ditinggalkan di rumah atau di kampung halaman.

Berdasarkan penegasan istilah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa “Problem Pendidikan Agama Islam bagi Anak dalam Keluarga Perantau Muslim adalah Problem apa saja yang dihadapi oleh keluarga perantau dalam melaksanakan pendidikan Agama Islam bagi anak (sebagai wujud dari pendidikan informal) dan bagaimana upaya pemecahan yang dilakukan para perantau di Lingkungan Guwo Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali”.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam 5 (lima) bab yang rinciannya adalah sebagai berikut:

BAB I Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi anak dalam keluarga perantau di Desa Guwo kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali .

BAB II berisi tentang kajian pustaka yang terdiri atas pengertian pendidikan, agama, Islam, pendidikan agama Islam,pendidikan agama Islam yang harus ditanamkan pada anak,metode yang harus diajarkan pada anak,tujuan dan fungsi pendidikan agama

10

Islam , keluarga, jenis keluarga, fungsi keluarga,dan pengasuhan anak.

BAB III bagian ini memuat uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional yang meliputi pendekatan penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian yang berada di Desa Guwo Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali, sumeber data, analisis data, dan pengecekan keabsahan

BAB IV bagian ini berisi tentang paparan dan analisis data tentang gambaran umum lokasi penelitian di Desa Doplang Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali yang mencakup profil setiap keluarga, mata pencaharian, dan jumlah keluarga yang di tinggal merantau. Berisi tentang bagaimana cara oang tua mengajarkan Pendidikan Agama Islam kepada anaknya.

BAB V bagian ini merupakan bab terakhir dalam penulisan yang memuat kesimpulan dan saran.

11 BAB II

LANDASAN TEORI A. Landasan Teori

1. Pendidikan Agama Islam a. Pengertian Pendidikan

Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa (Hasbullah, 2009:1). Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Sudirman, 1992:4).

Menurut Muhaimin bahwa pendidikan adalah upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan mempelajari dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan kesimpulan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis), maupun mental sosial (Muhaimin, 2001:37).

12

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang diberikan orang dewasa dalam menanamkan, membina dan mengembangkan potensi setiap anak didik agar menjadi manusia utama yang berakhlak mulia yang terwujud dalam berfikir, bertindak, bersikap dan mempunyai ketrampilan yang berguna bagi nusa dan bangsa.

b. Pengertian Agama

Agama secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yakni kata “a” yang berarti “tidak” dan “gama” yang berarti “kacau”. Berdasarkan pengertian ini maka orang yang beragama kehidupannya tidak kacau, akan teratur, karena memiliki petunjuk yang bersumber dari agama itu. Secara Terminologi Agama menurut Frezer dalam Aslam Hadi yaitu menyembah atau menghormati kekuatan yang lebih agung dari manusia yang dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan jalannya peri kehidupan manusia (Syafaat, 2008:11). Menurut Harun Nasution pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-Din (semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung atau menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (Latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari ( a= tidak; gam=pergi)

13

mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun-temurun (Jalaluddin, 1996:12).

c. Pengertian Islam

Secara Etimologi kata barasal dari bahasa Arab yaitu: Salam

yang artinya selamat, aman, setosa, yaitu aturan hidup yang menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat. Aslama yang artinya menyerah atau masuk Islam, yaitu agama yang menyerahkan diri kepada Allah, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawarmenawar. Silmun yang artinya keselamatan atau perdamaian, yakni Agama yang mengajarkan hidup yang damai dan selamat. Sulamun yang artinya tangga, kendaraan yakni peraturan yang dapat mengangkat derajat kemanusiaan yang dapat mengantarkan orang kepada kehidupan yang bahagia.

Secara terminologi Islam adalah agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.

d. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam menurut para ahli juga beragam, sebagaimana yang dikemukakan berikut ini:

Menurut H. M. Arifin: “Pendidikan Agama Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan

14

dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangan”.

Menurut Abdurrahman Shaleh: “Pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta menjadi dasar Way Of Life

Menurut Ahmad D. Marimba: “Pendiidkan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum ajaran agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam”.

Menurut Kamrani Buser. “Pendidikan Islam adalah pendidikan yang merajuk kepada Alquran dan Sunnah”. Sebagai instrumen kehidupan pendidikan adalah upaya manusia untuk mengembangkan kualitas hidup untuk dunia dan akhirat. Dengan kata lain, pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia (Masdub, 2015:2-3).

Dari beberapa pendapat diatas, dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha orang dewasa untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri setiap anak agar nantinya mereka bisa menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran Islam dengan pedoman Alquran dan Hadits demi keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia dan di akhirat kelak.

15

e. Pendidikan Agama Islam yang harus ditanamkan terhadap Anak Ajaran Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni akidah, syariat, dan akhlak. Ketiga ajaran pokok ini selengkapnya akan dijeskan sebagai berikut:

1). Akidah

Secara etomologis, akidah adalah berasal dari kata „aqada yang berarti ikatan atau keterkaitan, dua utas tali dalam satu

buhul yang bersambung.Aqad berarti pula “janji”, karena janji merupakan ikatan kesepakatan antara dua orang yang mengadakan perjanjian. Secara terminologi, akidah adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan (Ahamd Taufiq & Muhammad Rohmadi, 2011:15). Pendidikan Islam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan akidah Islamiyah, di mana akidah itu merupakan inti dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sejalan dengan firman Allah:

ميِظَع ٌمْلُظَل َكْرِّشلا َّنِإ ۖ ِ َّللَّاِب ْكِرْشُت َلِ َّيَنُب اَي ُهُظِعَي َوُهَو ِهِنْب ِلِ ُناَمْقُل َلاَق ْذِإَو

ٌٌ

Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku janganlah kamu

16

benar-benar merupakan kedlaliman yang besar,” (QS.

Luqman:13).

Dari ayat tersebut menjelaskan bahwa akidah harus ditanamkan kepada anak yang merupakan dasar pedoaman hidup seorang muslim. Dengan demikian pendidikan agama dalam keluarga menurut Islam hendaknya dikembalikan kepada pola pendidikan yang dilaksanakan Luqman dan anaknya. Dapat dikatakan bahwa Islam bukan hanya sekedar agama ritual belaka, dan bukan sekedar ide-ide teologi atau kepasturan, akan tetapi Islam adalah suatu kehidupan tertentu, di mana setiap muslim dan seluruh kaum muslim wajib menjalani kehidupan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam hukum syar’i (Mansur, 2005:325-326).

Pokok bahasan Akidah Islam dibagun atas enam dasar keimanan yang disebut Arkanul Iman (rukun iman), yang tersimpul dalam syahatain (dua kalimat syahadat). Rukun iman merupakan pokok bahasan aqidah Islam, terdiri dari iman kepada: Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhirat, dan ketentuan Alla (qadha dan qadar).

b). Syariat

Syaraiat atau syar‟ secara harfiah dari kata syara‟a berarti menandai atau menggabar jalan yang jelas menuju sumber air. Dengan demikian syariat mempunyai arti jalan kehidupan yang

17

baik, yaitu nilai-nilai agama yang diungkapkan secara fungsional dan dalam makna yang konkret, yang ditunjukan untuk mengarahkan kehidupan manusia(Nina Aminah,2014:66). Firman Allah SWT dalam al-Qur’an menyebutkan:

َنوُمَلْعَ ي َلَ َنيِذَّلا َءاَوْهَأ ْعِبَّتَ ت َلََو اَهْعِبَّتاَف ِرْمَْلْا َنِم ٍةَعيِرَش ٰىَلَع َكاَنْلَعَج َّمُث

Kemudian kami jadikan kamu (Muhammad) berada di atas

suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka

ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu

orang-orang yang tidak mengetahui (QS. Al-Jatsiyah[45]:18).

Ada tujuh kata yang seakar dengan syariat yang terdapat dalam Al-Qur’an. Sementara itu syariat berarti aturan hidup, pedoman hidup, dan jalan, yang harus diikuti untuk kebahagiaan hidup.

Syariat Islam pada dasarnya terbagi atas dua bagian besar; 1. Ibadah, yaitu tata cara aturan Ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan Tuhannya, dendan cara yang diatur dalam Al-Qur’an dan sunnah. Ibadah yang dimaksud ialah merupakan pokok-pokok ibadah yang dirumuskan dalam Arkanul Islam (rukun-rukun Islam), antara lain: Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Haji.

2. Muamalah yaitu bentuk peribadatan yang bersifat umum pelaksanaannya tidak seluruhnya diberikan contoh langsung

18

oleh Nabi SAW. Beliau hanya meletakkan prinsip-prinsip dasar, sedangkan pengembangannya diserahkan kepada kemampuan dan daya jangkau pikiran umat. Ibadah ini mencakup aturan-aturn keperdataan. Seperti hubungan yang menyangkut ekonomi, bisnis, jual-beli, utang-piutang, perbankan, perkawinan, pewarisan dan sebagainya. Juga aturan-aturan hukum atau hukum publik, seperti pidana, tata negara (Ahmad Taufiq & Muhammad Rohmadi, 2011:20-24). c). Akhlak

perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab, “khuluqun

artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Persesuaian dengan “khalqun” yang berarti: kejadian, erat

hubungannya dengan “khaliq” dan makhlauq yang berarti

diciptakan.

Secara terminologi menurut Ibnu Miskawaih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dulu. Sedang menurut al-Ghazali akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, dari sifat itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Jadi menurut ibnu Miskawaih dan al-Ghazali, akhlak adalah sesuatu dalam jiwa yang mendorong seseorang mempunyai potensi-potensi yang sudah ada sejak lahir. Dan

19

manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) serta menjauhkan segala akhlak tercela (al-akhlaq al-mazmumah) (Mansur, 2005:221-222). Dilihat dalam kehidupan sehari-hari akhlak Islam dibagi

menjadi tiga pokok, yaitu: 1. Akhlak terhadap Allah

Akhlak kepada Allah adalah tidak menyekutukan Allah,bertaqwa kepada Allah mencintai Allah dan yang paling penting adalah percaya bahwa Allah itu ada dan abadi.

2. Akhlak terhadap Sesama Manusia

Akhlak ini bisa dilakukan dengan siapa saja seperti, kepada diri sendiri, teman, orang tua, keluarga, dan masyarakat. Akhlak terbagi menjadi dua jenis yaitu akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah. Akhlak mahmudah ialah segala tingkah laku yang terpuji (yang baik), yang biasa juga dinamakan fadlilah (kelebihan/keutamaan). Sedangkan akhlak

madzmumah adalah segala tingkah laku yang tercela/jelek. Diantara akhlak mahmudah yang dikemukakan ahli akhlak dan tasawuf meliputi. Setia (al-amanah), pemaaf (al-afwu), benar (ash-shidiq), menepati janji (al-wafa), adil (adl), memelihara kesucian diri (al-ifafah), malu (al-haya‟), berani (saja‟ah).

Adapun akhlak madzmumah (qabibah) meliputi egois (ananiah), lacur (al-baghyu), kikir (al-bukhlu), dusta

20

(albuhtan), minum khamar (al-khamru) khianat (al-khianat), aniaya (ad-dhulmu), pengecut (al-jubn), perbuatan dosa besar (al-fayahisy), amarah (al-ghadhab).

3. Akhlak terhadap Lingkungan

Ahklak terhadap lingkungan di antaranya akhlak kepada tumbunhan, hewan, benda-benda tidak bernyawa. Dalam hal ini manusia harus selalu menjaga dan tidak boleh merusak apa yang telah Allah ciptakan di muka bumi ini (Nina Aminah, 2014:69-73).

f. Beberapa Metode yang harus diterapkan dalam proses pendidikan bagi anak di keluarga:

1. Metode Keteladanaan

Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan berbakti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos kerja. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan siswa.

2. Metode Pembiasaan

Pendidik dalam segala bentuk dan keadaannya, jika mengambil metode islam dalam mendidik kebiasaan, membentuk akidah, dan budi pekerti, maka pada umumnya, anak-anak akan tumbuh dalam akidah islam yang kokok dan sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Oleh karena itu, hendaknya

21

orang tua memberikan hak dan kewajiban kepada anak dengan pengajaran, pembiasaan, dan pendidikan akhlak.

3. Metode kisah

Metode kisah atau cerita mempunyai pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal. Kisah tentang sejarah atau kejadian di masa lalu dapat diambil hikmahnya. Misalnya kisah tentang kaum atau orang yang durhaka kepada Allah. Dengan menanyakan kembali setelah bercerita kepada anak apa akibat dari orang tentang kaum yang tidak mengikuti jalan yang benar dapat berpengaruh pada jiwa dan akal.

4. Metode Nasihat

Orang tua memberikan nasihat kepada anaknya, sebab metode nasihat dapat membukakan mata hati anak tentang sesuatu dan mendorongnya kepada situasi yang lebih baik, menghiasinya dengan akhlak mulia, serta memberikan dengan prinsip-prinsip keteladanan islam.

5. Metode Ganjaran dan Hukuman

Pendidikan Islam telah memberikan perhatian besar bagi hukuman, baik hukuman spiritual, maupun material. Hukuman ini telah diberikan batasan dan persyaratan, dan pendidik tidak boleh melanggar. Sangat bijaksana, jika orang tua di dalam keluarga meletakkan sikap ramah tamah dan lemah lembut, pada tempat yang sesuai (Abdullah Nashih Ulwan, 1995:60) .

22

Langkah-langkah yang dilakukan seperti pengamalan berupa gambaran yang jelas perihal yang akan dipelajari, pembiasaan keutamaan dapat membentuk sikap kepribadian anak yang dilaksanakan dalam ruang lingkup proses pengaruh mempengaruhi dan mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Keteladaan dengan memperkenalkan dan memebri tempat yang utama kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan yang baik. Penghayatan nilai-nilai Islam dengan memberi motivasai seseorang untuk mengamalkan nilai-nilai tertentu dalam wujud perbuatan dan tingkah laku terpuji (Helmawati, 2001:57).

Dalam pendidikan agama Islam bagi anak ada hal pokok yang harus diajarkan orang tua kepada anaknya yaitu pendidikan Akhlak yang diterapkan untuk usia anak 6 tahun ke atas.

g. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam disekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga manusi muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat

23

melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Majid, 2012:134-135).

Menurut Muhammad Hafidz dan Kastolani (2009:28) tujuan pendidikan Agama Islam adalah mewujudkan seorang

mu’min yang takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya,

memperbaiki ibadahnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Menurut Muhaimin, Pendidikan Agama Islam bertujuan agar siswa memahami, menghayati, menyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia (Muhaimin, 2004:78).

Jadi tujuan pendidikan Agama Islam adalah untuk membekali anak dengan nilai-nilai agama supaya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga terbentuk manusia yang berakhakul karimah.

Fungsi pendidikan Agama Islam adalah memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insani yang ada pada peserta didik menuju kepada terbentuknya manusia seluruh (insan kamil) sesuai dengan norma Islam yang diridhai Allah.

24 2. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Secara bahasa adalah ibu bapak dengan Anak-anaknya, orang seisi rumah yang menjadi tanggungjawabnya, sanak saudara, kaum kerabat, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat. Dengan demikian, berkeluarga adalah berumah tangga, menikah dan bersanak saudara.

Adapun batasan keluarga menurut ilmu kesehatan masyarakat adalah sebagaimana dijelaskan dalam beberapa poin berikut ini. 1). Sub Dit perawatan kesehatan Masyarakat Dep. Kes. RI (1983)

Keluarga adalah suatu kelompok atau kumpulan manusian yang hidup bersama sebagai suatu kesatuan atau unit masyarakat yang terkecil, dan biasanya tidak selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lainnya, mereka hidup bersama dalam satu rumah (tempat tinggal), biasanya di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga dan makan dari satu periuk.

2). Departemen Kesehatan RI (1988)

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang kumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. 3). Salvicion G. Bailon dan Aracelis Magiaya (1989)

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergantung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan

25

mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Nina Aminah, 2014:143-144).

Dari ketiga batasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah unit kecil masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih yang memliki hubungan darah yang tinggal dalam satu rumah tangga dibawah asuhan kepala rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan setiap amggota kelurga menjalankan peranannya masing-masing menciptakan dan mempertahankan suatu kebudayaan.

b. Jenis Keluarga

` Ada dua jenis utama dari keluarga yaitu: keluarga inti (nuclear family) dan keluarga batih (extended family).

1). Keluarga Inti

Keluarga inti adalah keluarga yang di dalamnya hanya terdapat tiga porsi sosial,yaitu: suami-ayah, istri-ibu, dan anak-sibling. Struktur keluarga yang demikian menjadikan keluarga sebagai orientasi bagi anak, yaitu keluarga tempat ia dilahirkan. Adapun orang tua menjadikan keluarga sebagai wahana prokreasi. Karena keluarga inti terbentuk setelah sepasang laki-laki dan perempuan menikah dan memiliki anak (Bern, 2004). Dalam keluarga inti hubungan antara suami istri bersifat saling membutuhkan dan mendukung layaknya persahabatan, sedangkan anak tergantung

Dokumen terkait