• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Agama Katolik

a. Hakikat Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Hamalik (2007:2) mengutip dari UU R.I.No 2 Tahun 1989, Bab I, Pasal 1 menyampaikan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Strategi pelaksanaan pendidikan yang diadakan di sekolah salah satunya dengan bentuk kegiatan pengajaran, yakni kegiatan interaksi dalam proses belajar dan mengajar antara guru dan peserta didik untuk mengembangkan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan. Pengembangan

pendidikan menengah sebagai lanjutan pendidikan dasar di sekolah ditingkatkan agar mampu membentuk pribadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang maha Esa dan berbudi pekerti luhur.

Untuk meningkatkan setiap pribadi peserta didik supaya semakin dewasa dan takwa terhadap terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu adanya pendidikan iman. Pendidikan iman pertama-tama harus dimulai dan dilaksanakan di lingkungan keluarga, tempat dan lingkungan dimana anak mulai mengenal dan mengembangkan iman. Pendidikan iman yang dimulai di keluarga perlu diperkembangkan lebih lanjut dalam kebersamaan dengan jemaat yang lain. Perkembangan iman dilakukan pula dengan bantuan pastor, katekis dan guru agama. Salah satu bentuk dan pelaksanaan pendidikan iman adalah pendidikan iman yang dilaksanakan secara formal dalam konteks sekolah yang disebut pelajaran agama. Dalam konteks Agama Katolik, pelajaran agama di sekolah dinamakan Pendidikan Agama Katolik yang merupakan salah satu realisasi tugas dan perutusannya untuk menjadi pewarta dan saksi kabar gembira Yesus Kristus.

Dapiyanta (2011:1), menyampaikan pandangan dari Gereja Katolik bahwa PAK merupakan salah satu bentuk dari katekese. Katekese dalam pandangan Kongregasi suci untuk para klerus merupakan salah satu bentuk pelayanan sabda dengan fungsi khas pendidikan iman. Pelayanan sabda merupakan salah satu tugas penggembalaan Gereja di samping tugas-tugas lain, yakni: membangun persekutuan, membangun pelayanan kepada masyarakat, membantu kehidupan doa. Yohanes Paulus II mengartikan katekese sebagai pendidikan anak-anak,

orang muda dan orang dewasa dalam iman dengan tujuannya, yakni dengan bantuan Allah mengembangkan iman yang masih berada pada tahap awal menuju kepada kematangan iman.

Mengutip dari Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik (1991), Dapiyanta (2011:4) mengemukakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksanaan pewartaan Kristus demi perubahan batin dan pembaharuan hidup secara langsung bagi kaum muda, baik di sekolah negeri maupun swasta Katolik. Secara langsung maksudnya di dalam PAK iman kepada Kristus dibicarakan dan diolah bersama. Di sekolah negeri PAK merupakan satu-satunya sarana pewartaan secara langsung bagi peserta didik yang percaya kepada Kristus. Mengutip dari Jacob (1992), Dapiyanta (2011:5) juga mengemukakan bahwa PAK di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi iman yang meliputi unsur pengetahuan, pergumulan, dan penghayatan dalam pelbagai bentuk. Dengan komunikasi iman itu pengetahuan siswa diperluas, pergumulan siswa diteguhkan, dan penghayatan iman siswa diperkaya. Sementara itu, dalam Lokakarya mengenai tempat dan peranan PAK di sekolah yang diadakan oleh Komkat KWI di Malino (1981) mengemukakan bahwa PAK merupakan bagian dari katekese yang berusaha membantu siswa agar dapat menggumuli hidupnya dari segi pandang kristiani dengan demikian mudah-mudahan menjadi manusia paripurna (beriman). Gagasan demikin dikemukakan dengan latar belakang keanekaan murid di dalam kelas, situasi sekolah, dan guru.

Sementara itu Heryatno (2008:15), menegaskan kembali pendapat Mangunwijaya (1994) yang menyatakan bahwa hakikat dasar PAK sebagai komunikasi iman bukan pengajaran agama. Ia membedakan antara beragama atau punya agama (having religion) dengan beriman (being religious). Agama merupakan jalan dan sarana menuju kepenuhan dan kesejahteraan hidup, jalan manusia menuju kesatuannya dengan Tuhan. Sebagai komunikasi iman, Heryatno (2008:16) mengungkapkan bahwa PAK perlu menekankan sifatnya yang praktis, artinya bermula dari pengalaman penghayatan iman, melalui refleksi dan komunikasi menuju kepada penghayatan iman, melalui refleksi dan komunikasi menuju kepada penghayatan iman baru yang lebih baik. Bersifat praktis juga berarti Pendidikan Agama Katolik lebih menekankan tindakan (kehidupan) daripada konsep atau teori. Dengan sifatnya yang praktis, Pendidikan Agama Katolik menjadi mediasi transformasi iman yang berlangsung secara terus-menerus. Yang ditekankan di dalam PAK bukan pengajaran agama tetapi proses perkembangan dan pendewasaan iman, peneguhan pengharapan dan perwujudan cinta kasih.

Heryatno (2014:36) menyampaikan bahwa di dalam konteks pendidikan di sekolah, PAK juga perlu memperhatikan bahasa, dunia dan warna khas hidup peserta didik. Pendidikan Agama Katolik perlu sekali menyapa, mengangkat dunia dan permasalahan peserta didik, maka dari itu PAK perlu memilih metode dan menggunakan sarana yang betul-betul menyentuh hati peserta didik. Paus Paulus Yohanes II dalam pesannya, memperingatkan agar katekese atau pewartaan iman dapat disertai dengan penggunaan metode dan sarana baru yang

cocok, (misal: mass media, berbagai metode komunikasi, sarana lain seperti bacaan-bacaan katekese dan katekismus). Dan yang pokok, metode tentunya harus mampu menghormati cita rasa nilai budaya setempat, serta dapat menjawab permasalahan dan kebutuhan peserta didik. Oleh sebab itu penting jika Pendidikan Agama Katolik dapat dikemas sedemikian rupa dengan menggunakan sarana dan prasarana yang cocok dengan situasi peserta sehingga peserta didik makin bersemangat dalam mengikuti pelajaran dan pada akhirnya dapat sampai pada hasil dan tujuan dari pengajaran yang telah diselenggarakan.

Melalui berbagai pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat PAK di sekolah yang sesungguhnya tidak hanya berhenti pada pengajaran agama semata. PAK di sekolah adalah bagian katekese/pewartaan yang merupakan salah satu bentuk dari pelayanan sabda yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan. PAK di sekolah dilaksanakan melalui komunikasi iman yang berusaha membantu peserta didik mampu berinteraksi, memahami, menggumuli dan menghayati iman. Dengan komunikasi iman tersebut diharapkan iman peserta didik semakin diperkuat, diperteguh serta didewasakan sehingga dapat diwujudkan dalam tindakan cinta kasih terhadap sesamanya.

b. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Dapiyanta (2000:149) dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah pada era reformasi mengungkapkan bahwa arah PAK di sekolah dirumuskan secara luas dan sempit. Secara luas arah PAK ialah: memperluas pengetahuan, memperteguh

pergulatan iman, dan memperkaya penghayatan iman dalam pelbagai bentuk serta memperkembangkan dialog antar iman. Secara sempit arah PAK dirumuskan membantu anak menggulati hidupnya dari sudut pandang Kristen. Dengan itu ia memperkembangkan pengetahuan dan penghayatan iman.

Sebagaimana dikemukakan John Paul II (Connel, 1996:384), secara hakiki tujuan katekese ialah agar umat baik kelompok maupun perorangan menyerupai Kristus (Dapiyanta, 2011: 3).

Changed by the working of grace into new creature, the Christian thus gets himself to follow Christ and learns more and more within the Church to think like him,to act in conformity with his commandments,and to hope as he invites us to.

Dalam konteks dunia ini tujuan katekese ialah menghantar orang sampai pada kedewasaan iman. Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa katekese merupakan salah satu bentuk pelayanan sabda yang berupa komunikasi atau pendidikan dalam iman, bertitik tolak dari pertobatan melalui proses interaksi antara subjek, bahan, pendekatan, dan sarana menuju kedewasaan iman dalam seluruh dimensinya (pengetahuan, afeksi, dan tindakan).

Daniel Stefanus (2010:49) menerjemahkan dari Groome menyampaikan bahwa tujuan Pendidikan Agama Katolik adalah untuk memampukan orang-orang hidup sebagai orang-orang Kristen, yakni hidup sesuai iman Kristiani. Pendidikan Agama Katolik (PAK) pada dasarnya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang

memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan.

Di lain sisi, Heryatno (2008:23-34) menyatakan bahwa tujuan PAK harus bersifat holistik, menyeluruh dalam arti mencakup seluruh aspek hidup beriman naradidik. Bersifat holistik artinya sesuai dengan kepentingan hidup naradidik, tujuan PAK di sekolah harus mencakup segi kognitif, afeksi dan praksis. Ketiganya merupakan unsur-unsur pokok kehidupan orang beriman dewasa maka dari itu tidak dapat dipisah-pisahkan. Inilah pendidikan iman Kristiani yang bersifat konatif, yang berarti, tujuan pendidikan di dalam iman sudah diolah dan dipertimbangkan, sehingga mendorong semua pihak supaya semakin setia serta konsisten mewujudkannya di dalam kenyataan hidup sehari-hari.

Terwujudnya kerajaan Allah merupakan visi dasar atau arah utama seluruh kegiatan pendidikan di dalam iman atau PAK. Kehidupan Kristiani dengan semangat pertobatan yang terus-menerus diperbaharui dan diwujudkan diharapkan menjadi tanggapan terhadap karya penyelamatan Allah. Terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah menjadi pusat referensi (sumber acuan) bagi kita untuk merumuskan arah, visi dan tujuan pendidikan di dalam iman untuk memberdayakan pendidik dan naradidik di dalam proses pendidikan.

Tujuan formal jangka panjang PAK yakni kedewasaan iman, diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh dan bersifat holistik karena mencakup tindakan meyakini (believing), mempercayai (trusting) dan melakukan kehendak Allah (doing God's will). Pendidikan iman di sekolah sebagai pendewasaan iman diharapkan membantu memperkembangkan iman peserta didik secara seimbang dan integratif ketiga aspek iman tersebut. Selanjutnya iman yang dihayati itu juga harus bersifat membebaskan. Kebebasan merupakan kondisi utama bagi manusia untuk menghayati dan memperkembangkan imannya. Iman yang dewasa dapat diwujudkan hanya oleh orang-orang yang betul-betul bebas. Iman dan kebebasan memiliki hubungan simbiotik, saling mengandaikan, saling memberi dan menerima. Oleh karena itu kebebasan harus menjadi bagaian utuh dari tujuan PAK di sekolah.

Dari pembahasan mengenai tujuan PAK di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan PAK yaitu untuk membantu dan membimbing peserta didik agar semakin mampu memperteguh iman terhadap Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan agama Katolik dengan tetap memperhatikan dan mengusahakan penghormatan dan memperkembangkan dialog dengan agama dan kepercayaan lain. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus yang memiliki keprihatinan tunggal terwujudnya Kerajaan Allah dalam hidup manusia. Melalui PAK peserta didik juga semakin diperluas pengetahuannya sehingga memiliki kemampuan untuk terus membangun hidup yang semakin beriman serta mendorong peserta didik supaya semakin setia dan konsisten

mewujudkannya di dalam kenyataan hidup sehari-hari. Dengan demikianlah melalui PAK, peserta didik akan tumbuh dalam kedewasaan iman.

c. Kurikulum PAK di Sekolah

Ilmu pengetahuan selalu berubah dan berkembang, demikian juga bidang pendidikan. Perubahan dalam bidang pendidikan membawa pengaruh terhadap perubahan pandangan mengenai kurikulum. Kurikulum menjadi tidak terbatas pada mata pelajaran saja tetapi semua aspek yang mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan (Nana Sudjana, 1989:2). Beberapa kurikulum telah dilaksanakan, kurikulum yang banyak digunakan saat ini yakni kurikulum 2013.

Fadlilah (2014:1) memahami bahwa kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2013/2014. Kurikulum ini adalah pengembangan dari kurikulum yang telah ada sebelumnya, baik kurikulum Berbasis Kompetensi maupun kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dapat dipahami bahwa Kurikulum 2013 adalah sebuah kurikulum yang dikembangkan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kemampuan soft skill dan hard skill yang berupa sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Mengingat pendidikan perlu diselenggarakan secara optimal untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas maka diupayakan untuk mewujudkan itu semua dengan mengembangkan kurikulum yakni dengan diberlakukannya kurikulum 2013.

Fadlilah (2014 : 24), mengungkapkan bahwa tujuan dan fungsi kurikulum secara spesifik mengacu pada Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang Sisdiknas ini disebutkan bahwa fungsi kurikulum ialah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pelajaran Agama Katolik menjadi salah satu pelajaran wajib yang dilaksanakan di sekolah-sekolah baik di swasta maupun negeri. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) menyatakan bahwa pembelajaran agama diharapkan tak hanya menambah wawasan keagamaan, tapi juga mengasah keterampilan beragama dan mewujudkan sikap beragama siswa. Kurikulum 2013 dirancang agar tahapan pembelajaran memungkinkan peserta didik berkembang dari proses menyerap pengetahuan dan mengembangkan keterampilan hingga memekarkan sikap serta nilai-nilai luhur kemanusiaan. Sesuai dengan pendekatan yang dipergunakan dalam kurikulum 2013, peserta didik didorong untuk mempelajari agamanya melalui pengamatan terhadap sumber belajar yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya. Dalam pendidikan Agama Katolik, pendekatan pembelajaran lebih ditekankan pada pendekatan yang di dalamnya terkandung tiga proses, yaitu proses pemahaman, pergumulan yang diteguhkan dalam terang Kitab

Suci/ajaran Gereja dan pembaharuan hidup yang terwujud dalam penghayatan iman sehari-hari.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) dalam pengantarnya di buku Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti kelas XI di SMA/SMK menyampaikan bahwa agama terutama bukanlah soal mengetahui mana yang benar atau yang salah. Tidak ada gunanya mengetahui tetapi tidak melakukannya,

seperti dikatakan oleh Santo Yakobus : “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah

mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Ykb 2:26). Pembelajaran agama diharapkan tak hanya menambah wawasan keagamaan, tapi

juga mengasah “keterampilan beragama” dan mewujudkan sikap beragama siswa.

Tentu saja sikap, beragama yang utuh dan berimbang, mencakup hubungan manusia dengan pencipta-Nya dan hubungan manusia dengan sesama dan lingkungan sekitarnya. Pendidikan Agama Katolik secara khusus bertujuan membangun dan membimbing peserta didik agar tumbuh berkembang mencapai kepribadian utuh yang semakin mencerminkan diri mereka sebagai gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia” (Kej 1:27).

Dokumen terkait