• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Alpha Omega 1 Pendidikan Formal

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.2.3 Pendidikan Alpha Omega 1 Pendidikan Formal

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang terstandardisir di dalam hal jenjang-jenjangnya, paket kurikulumnya, persyaratan dan unsur-unsur pengolahannya dan keberartian nilai. Dengan kata lain pendidikan formal

memiliki persyaratan organisasi dan pengelolaan yang relatif ketat, lebih foramilistis (Sanapiah Faisal 1981:48). Pembagian kelas di kelas formal ini dibagi berdasarkan kemampuan daya tangkap anak. Setiap anak yang memasuki kelas formal ini berarti memang di tuntut untuk dapat berfikir dan menyelesaikan masalah. Adanya sistem semester dan rapor membuat guru lebih memahami perkembangan anak. Pendidikan Formal di yayasan ini dibagi menjadi beberapa kelas yaitu:

a. Kelas Persiapan

Kelas ini diasuh oleh ibu Dameria br Sembiring, ibu suasa purba. Kelas ini tidak terdiri dari satu kelas saja karena terbagi menjadi dua kelas yaitu P1 dan P2. Dikelas ini anak-anak diajarkan mengenai lingkungan mereka, belajar mendengarkan. Sebenarnya kelas ini setingkat dengan TK, namun dilihat dari kenyataannya kelas ini sangat jauh dari TK, karena anak-anak di dalam kelas ini sanagt masih memerlukan perhatian yang lebih.

“Ini kelas kayak Tknya nakku, biarpun badan mereka sudah besar tapi pikirannya masih kayak anak-anak. Mereka senang bermain terus, sepanjang hari bermain, harus ekstralah ngajar anak-anak ini. Anak-anak disini berbeda dengan anak kebanyakan, harus benar-benar yang ahli yang mengajar orang ini.” (ibu dameria)

Job, anak yang ikut dalam kelas ini. Anak-anak sangat antusias dalam belajar. Mereka biasanya diajarkan mengenal warna, mengenal huruf, angka dan mewarnai, akan tetapi semua ini belum sempurna dilakukan oleh anak-anak ini. Suasana kelas yang nyaman membuat anak betah di dalam kelas. Mereka terlihat senang di dalam kelas, terlihat dari sebagian besar tidak ada siswa yang keluar kecuali Job, memang anaknya suka berlari dan mengganggu teman-temannya.

Kelas ini dibagi menjadi dua bagian dimana dalam satu kelas ada dua guru yang mendidik anak berkebutuhan khusus. Ibu Dameria dengan anak yang sedikit lebih sulit diaatasi sedangkan ibu suasa dengn anak yang bisa memahami dan lebih baik dari kelas ibu Dameria. Fokus kelas ini sebenarnya adalah mendidik anak agar mampu mengurus diri mereka. Mendidik mereka untuk bisa bauang air kecil dan air besar sendiri, belajar untuk mampu mengutarakan isi hati mereka, belajar untk mampu mengatakan bila ia lapar, haus, merasa sakit, dan merasa senang.

Anak-anak belajar benryanyi, lagu ibu dan ayah, selamat pagi bu, dan beberapa lagu gereja. Namun dikelas ini juga ada pelajaran untuk melatih sensor oatak anak, agar mereka terlatih dan terbiasa untuk belajar.

Bernyayi merupakan salah satu metode pengajaran yang membuat anak- anak menjadi senang belajar, karena memang anak-anak seperti mereka suka dengan lagu dan tarian. Setelah selesai bernyayi anak-anak di suruh mengeluarkan peralatan menggambar mereka dari dalam laci meja, setiap alat menggambar baik buku, cat, pensil dan lain-lain sudah ada nama pemiliknya dan setiap siswa punya satu set alat menggambar mereka. Mereka mulai menggambar jari tangan, guru mereka membuat jari tangan setiap anak menjadi contoh di setiap buku gambar, dan anak-anak tinggal mewarnainya dengan warna mereka sendiri. Terkadang ada siswa yang masi belum bisa mewarnai sendiri dan harus di tuntun untuk mewarnainya, saya juga ikut membantu anak mewarnai gambarnya. Menuntun mereka dengan memegang tangannya dan mulai mengajari mewarnai.

“Mejile jemak pensil ndu ena nak ku, gelah megegeh tanndu ena”. (Ibu Suasa)

Artinya. “bagus pegang pensil kamu itu nak, agar tangan kamu menjadi kuat”.

Perhatian guru harus diberikan kepada individual langsung. Itu bukan berarti bahwa guru memilih siswa yang harus diperhatikan, namun berebeda anak berbeda cara membujuk mereka agar memiliki minat belajar. Guru di dalam kelas harus menggunakan beragam bahasa, karena ada anak yang tidak mengerti berbahaasa Indonesia. Ada juga anak yang memang selalu menggunakan bahas karo dalam berbicara pada semua orang.

Hal ini mencerminkan bahwa ada kedekatan tersendiri dari guru kepada setiap anak, dan anak juga menganggap guru adalah orang tua karena apapun yang terjadi gurulah tempat mereka mengadu dan mengutarakan keinginan mereka selama di sekolah.

“Bila diikuti kurikulum pemerintah dalam mengajar mereka, kemungkinan besar tidak bisa, karena yang disajikan pemerintah masih terlalu berat untuk anak di sini nakku, jadinya kami buat kurikulum sendiri sehingga anak-anak lebih bisa mencerna dan mengerti. Liatlah ini nakku, kalau udah belajarpun main-main lalap anak-anak ini, kan payah nerapkan kurikulum pemerintah tadi. Disini sistemnya per semester, terus orang ini pun ada rapornya” (Ibu Dameria)

Melalui kurikulum yang dibuat yayasan sendiri, maka yayasan dapat menyelidiki, mengorganisasi, memonitor dan mengevaluasi secara sadar terhadap penegembangan kepribadian peserta didik. Pada akhirnya semua sistem bekerja dengan baik karena semua elemen pendidikan di lembaga ini mengerjakan tugass dengan baik.

Ibu ini juga berusaha menciptakan kelas yang aktif, dimana siswa dituntut untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan mengajar, bukan hanya mendengar dan

diam, setiap anak bebas mengutarakan apapun yang mereka mau walaupun itu salah.

Tabel 4.6 Roster kelas Persiapan

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Agama B.

Indonesia

Pintar Bermain

Agama Olahraga Senam Pagi Pintar Bermain Sensor Motorik B.Indonesia Pintar Bermain Snack Snack

Snack Snack Snack Snack Bina diri

Sensor Motorik

Bina Diri Kesenian Sensor Motorik Sumber: Data lapangan kelas persiapan

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar kegiatan anak adalah bermain dan latihan sensor motorik, hal ini lah yang paling diutamakan dikelas ini. Karena di dalam kelas anak masih sesuka mereka hati belajar dan bebas melakukan apa yang meereka suka.

Demikianlah setiap hari, hal yang sama berulang-ulang dilakukan oleh guru, berbagai metode dilakukan belajar mulai dari ceramah, memperkenalkan lingkungan lewat lagu, lewat cerita, memperkenalkan anggota keluarga serta memberikan tugas pada anak namun belum ada PR bagi mereka.

Guru: Dameria Br. Sembiring Siswa

 Josua  Dova  Salim  Putra Guru: Suasa Purba Siswa

 Robby  Fatimah

 Hijrah  Desi  Wandi 4. Kelas Dasar

Jika kelas persiapan seperti TK, maka kelas dasar ini diibaratkan seperti SD. Tidak ada patokan siswa yang tamat harus enam tahun berada dikelas ini, meskipun diibaratkan seperti SD namun mata pelajaran mereka tidak seberat SD yang semestinya.

Masuk ke kelas dasar ini menjadi sesuatu yang berbeda bagi saya, karena kelas yang lebih besar, anak yang lebih banyak dan semua lebih pintar dari kelas persiapan. Kelas ini diasuh oleh dua orang guru dimana mereka adalah pasanagn suami istri yaitu ibu Ester Pinem dan pak Darson Sitepu. Ada sekitar delapan anak didalam kelas ini dan tidak termasuk anak yang absen hari itu.

Bel tanda masuk kelas telah berbunyi semua anak berkumpul di lapangan untuk memulai hari dengan kebaktian dan bernyayi. Mereka dipimpin oleh guru piket yang sudah ditunjuk oleh kepala sekolah setelah itu mereka masuk dan seperti biasa guru mencari anak mereka yang belum ada di kelas. Setelah semua masuk kelas pelajaran pun dimulai. Sebelum memulai pelajaran anak-anak bernyayi dipimpin bu Pinem dengan lagu :”Selamat Pagi”

Selamat pagi pak guru Kami sudah sedia Menerima tugas bapak Belajar dengan gembira Selamat pagi bu guru Kami sudah sedia

Menerima tugas ibu Belajar dengan gembira Selamat pagi pak Selamat pagi buk Selamat pagi semua

Masih banyak lagu yang mereka nyayikan lagu gereja dan lagu anak-anak juga ada. Rini, Andre satu, Andre dua, Juan Devi, Ivander, Debora, Raskita adalah beberapa siswa yang ada di dalam kelas. Untuk pelajaran pertama mereka belajar membaca. Ada beberapa kata yang mereka pelajari diantaranya

Ja-ri Ma-ta Lam-pu Bo-la Da-da Ti-ti Pi-pi Bu-rung Gi-gi Ba-ju

Kedua guru ini secara bergantian mengajar di depan kelas, meskipun pak Darson guru olahraga ia juga mengajar di kelas ini untuk mendampingi ibu Pinem. Suasana kelas juga tidak kaku sama seperti kelas persiapan. Kelihatan anak senang membaca hal ini dibuktikan dengan antusias anak-anak dalam belajar walaupun terkadang hal demikian tidak berlangsung lama.

Dalam kelas ini tidak terlalu banyak lagi bermain seperti kelas lain namun tetap tidak menjenuhkan bagi anak-anak. Kata-kata yang telah ditulis guru di

papan tulis dibaca oleh semua anak-anak, kemudian satu persatu mereka maju kedepan karena disuruh ibu ini ke depan kelas dan menunjukan mana kata yang disebutkan oleh ibu penem.

“Andre 1 mana bacaannya da-da.. “? (ibu Pinem)

Andre menunjuk kearah papan tulis paling atas karena itulah tulisan kata da-da.

“Ini bukkk”.(Andre 1) Sambil melihat ibu pinem.

“Iyaaaa benarr, duduk ko ntehh. Gitu min ko lalap kan bisa pintar,

jangan lalap ganggui kawan”. (ibu Pinem) dengan suara yang besar dan

tersenyum.

Seterusnya seperti itulah yang dilakukan guru kepada semua anak. Terkadang ada anak yang tidak tau lalu tanpa disuruh Andre satu memberi tahu kepada temannya apa jawabannya. Inilah kelebihan anak ini yang memang hiperaktif dan agak sulit dikendalikan.

Sambil belajar membaca dengan alat peraga yang ada, anak juga diperkenalkan mengenai dunia hewan dan tumbuhan. Mereka belajar membedakan mana hewan darat, laut dan udara. Selain itu mereka juga mengenal suara hewan.

“Bagaimana suara kucing nakku, cumi-cumi hidup dimana? Yang terbang

apa namanya nakku?”( Pak Darson)

Kembali lagi Andre satu yang menjawab pertanyaan tersebut walaupun jawabannya salah ia hanya tertawa. Ketika guru mengatakan jawabnnya itu salah maka siswa yang lain menjawab pertanyaan guru mereka.

“Iyah nakku yah apai tulisenna boooo-laaa nina, debo? Emaka ula tawa

lalap dahinndu nande ginting, kai pe latehndu me?”.(bu Pinem)

Artinya.

Ayog nakku, mana tulisannya boooo-laaa, debo? Makanya jangan

ketawa selalu beru ginting, jadinya apapun kamu tidak tahu”.

Debora terlihat lama berada di depan papan tulis karena agak sulit mengerti yang dikatakan oleh ibu Pinem, namun lambat laun setelah diarahkan ia mengerti dan melingkari kata yang tepat. Tepuk tangan untuk Debora dan untuk semua anak di dalam kelas ini, Mereka tertawa karena bisa menyelesaikan tugas dari ibu Pinem ini.

Anak-anak dikelas ini lebih aktif dibandingkan kelas persiapan. Mereka

dituntut untuk bisa mengikuti pelajaran dengan baik, sudah ada aturan yanga harus di ikuti, penerapan peraturan tersebut harus ditanamkan secara berkala

sehingga menjadi kebiasaan”.(ibu Pinem)

Dalam hal ini sekolah mengatur dan mengontrol ABK secara utuh, dimana sekolah telah mengajarkan tindakan positif dan negatif, mana yang harus diikuti dan tidak. Bimbingan merupakan salah satu cara yang ampuh digunakan untuk mengajarkan hal yang baik serta dengan adanya kontrol guru akan menggunakan otoritas mereka untuk menegur dan menindak murid tersebut (Nasution, 2010:18)

Tidak seperti di kelas persiapan yang beberapa anak harus dijemput ke lapangan, anak-anak di kelas dasar ini tidak dicari namun mereka kembali sendiri walaupun waktunya agak lama. Hal ini biasa terjadi karena mereka tidak akan pernah jauh bermain-main. Mereka kembali belajar, sekarang anak-anak masuk ke pelajaran menggambar, pelajaran yang sangat disenangi semua anak. Ibu mengeluarkan buku gambar dan membagikannya kepada mereka. Tema gambar nya adalah bebas. Setiap anak bebas menggambar apa yang mereka inginkan.

Ivander adalah anak yang termasuk sangat disiplin dalam belajar, ia langsung menggambar pemandangan sawah. Walaupun ia harus di arahkan dalam menggambar tapi semangatnya tinggi. Ada anak yang menggambar gereja,ada yang membuat lingkaran dan ada juga ynag hanya mencoret-coret kertas gambarnya. Bu Pinem berkeliling kelas mengawasi anak-anaknya. Ketika tiba di bangku Juan ia mengomentari gambarnya.

Silalap gambar lingkaran Juan?? Itupun gak apa-apa yah nakku,

Lingkaran besar, lingkaran kecil lingkaran lagi” (ibu Pinem) Sambil bernyayi.

Ternyata Juan memang selalu menggambar lingkaran karna hanya itu yang ia tau, tapi semakin lama semakin bagus gambar Juan. Waktu menggambar sudah habis dan tibalah waktu pulang sekolah dan kelas ditutup dengan nyayian.

Ketika anak-anak pergi ke lapangan dan berkumpul Ibu Pinem becerita bahwa kelas dasar ini juga menggunakan sistem semester dan sistem naik kelas. Ada juga ranking bagi anak-anak. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum pemberian pemerintah namun yayasan juga menyesuaikan kurikulum dengan kemampuan anak Alpha Omega.

“Kurikulum disini kami godok lagi nak, yaaa biar sesuai sama anak-anak kita. Karna dari pemerintah terlalu berat. Jadiii beda kelas dia beda

kurikulumnya” (Ibu Pinem)

Setiap hari ada saja yang menjadi tantangan guru-guru di sini, karena setiap hari memang anak yang sama yang harus dihadapi tapi setiap hari juga ada saja sifat-sifat mereka yang tiba-tiba tidak diharapkan, seperti malas belajar, penyakit mereka yang kumat, suka marah-marah bahkan melukai teman mereka. Setiap hari guru ini juga terus belajar memahami anak-anaknya, dan mencoba berbagai metode, baik membujuk, memberikan hadiah kepada anak yang menurut

terkadang harus ikut menjadi anak-anak kembali dan melakukan hal-hal yang disukai anak seperti ikut duduk di lapangan dan bermain..

Tabel 4.7 Roster kelas dasar

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

Agama B.Indonesia PKN Orkes B.Indonesia Kesenian

Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat Kebersihan

MM MM MM IPS Bina diri Bina Diri

Istirahat Istirahat Istirahat Isirahat B.Indonesia

B.Indonesia IPA Kesenian Keterampilan

Sumber: Data Lapangan Kelas Dasar

Dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa pelajaran anak memang sama dengan anak SD, hanya saja ada bina diri yang diharuskan memang ada di setiap kelas, namun bina diri di kelas ini tidak sebanyak di kelas persiapan, karena anak di kelas dasar anak-anak sudah mampu merawat diri mereka sendiri dan tidak terlalu menyusahkan guru mereka. Pembagian kelas dasar ini di bagi berdasarkan kemampuan daya tangkap anak dan kecerdasan anak dan bukan berdasarkan label kecacatan anak.

Pembagian Kelas Dasar

Guru: Cinta Malem Br. Ginting Siswa  Alemi  Bey  Abet  Dani Haganta  Kornelius  Tarsimta  Guru: Darson Sitepu Siswa

 Ivander  Juan  Baginta  Andre I

Guru: Ester Pinem Siswa  Dewi  Debora  Rini  Raskita  Andre II  Devi

Guru: Lisbeth / Mereksa Sitepu Siswa:  Maria  Arlinta Malem  Kastria  Rivika  Mampa  Ponda  Ria

Guru: Mariati Pelawi Siswa:  Ernita  Erik suhendar  Untung  Jerusalem  Halomoan  Melani  Betaria  Hema  Helena 4.2.3.2 Pendidikan Non-formal

Pendidikan non-formal merupakan pendidikan yang tidak ada pembagian jenjang pendidikannya, usia siswa dalam kelas tidak perlu sama, Materinya lebih praktis dan khusus dan tujuannya adalah agar para peserta didik segera dapat menerapkan hasil pendidikannya dalam praktek kerja. Sama halnya dengan ABK di Alpha Omega yang melalui kelas volasional dilatih dan dididik

keterampilanya. Pendidikan non-formal ini dapat dihargai setara dengan pendidikan formal karena pendidikannya melalui lembaga yang ditunjuk pemerintah (Sanapiah Faisal:1981:40). Pembagian kelas non-formal ini didasarkan berdasarkan kemampuan dan minat anak, sehingga ada beberapa anak mengikuti lebih dari satu kelas. Kelas ini biasa mereka sebut kelas karya atau kelas vokasional. Pendidikan non-formal di Alpha Omrga dibagi menjadi:

Dokumen terkait