• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Pendidikan Multikultural

1. Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural

kemenangan. Ada dua hal yang dilakukan oleh beliau setelah menang perang, yaitu: (1) membagi harta rampasan dan memberikannya kepada umat Islam, dan (2) memdeklarasikan pemberian ampunan kepada mereka yang memusuhinya.161

D. Pendidikan Multikultural

1. Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural

Dalam dua dasa warsa ini, telah banyak terjadi kerusuhan antar warga, antar entis, antar golongan, antar agama hingga mengarah pada perpecahan bangsa. Sumber utama dari konflik-konflik yang menimpa bangsa ini adalah hilangnya rasa toleransi dan tidak adanya saling memahami dalam menghadapi perbedaan dan keberagaman. Kondisi bangsa yang demikian itu harus segera diatasi dengan berbagai perdekatan.

Memperhatikan fenomena maraknya bencana sosial tersebut, Azra memandang pentingnya memberikan wawasan multikultural bagi masyarakat. Menurutnya, salah satu langkah yang paling strategis dalam menangani masalah ini adalah melalui pendidikan multikultural yang diberikan oleh lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal, dan bahkan informal dalam masyarakat luas.162

Sejalan dengan pemikiran di atas, Mahfud berpendapat bahwa “dalam menghadapi pluralitas tersebut, diperlukan paradigma baru yang lebih toleran, yaitu pendidikan berparadigma multikultural yang akan

161 Abdullah Aly, Pendidikan Multikultural…., 123.

mengarahkan peserta didik (masyarakat) untuk bersikap dan berpandangan toleran, inklusif terhadap realitas yang beragam.”163

Sahrodi dan Abdul Karim menegaskan, pendidikan multikultural sebagai pendidikan yang diarahkan pada pengembangan sikap menghargai perbedaan;164 baik itu perbedaan adat istiadat, suku, bangsa, agama, paham keagamaan, ataupun politik. Secara lebih rinci Ainurrafiq Dawan menjelaskan:

Pendidikan multikultural sebagai proses pengembangan potensi manusia yang diarahkan pada penghargaan pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekwensi dari keragaman budaya, entis, suku dan aliran (agama). Dalam hal ini orientasi dari pendidikan multikultural adalah penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia dan demi tercapainya keharmonisan dan kedamaian di masyarakat.165

Berdasarkan pada berbagai paparan tersebut, dapat dijelaskan bahwa pendidikan Islam berwawasan multikultural adalah pendidikan Islam yang salah tujuannya adalah mengarahkan peserta didik agar memiliki wawasan tentang keragaman budaya dan cara pandang.

Pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai media transformasi yang membantu peserta didik dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk berpartisipasi aktif di masyarakat secara demokratis.“ Pendidikan sebagai media transformasi ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) diharapkan mampu memberikan nilai-nilai multikultural dengan cara saling menghargai dan saling menghormati atas realitas

163 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, 185.

164 Jamali Sahrodi dan Abdul Karim, Islam dan Pendidikan Pluralisme, Bandung, Arfino

Raya, 10

165 Ainurrafiq Dawam, Emoh Sekolah (Yogyakarta: Inspeal Ahimsa Karya Press, 2003),

yang beragam (plural), baik latar belakang maupun basis sosio budaya yang melingkupinya.166

Paradigma multikultural dalam dunia pendidikan sebenarnya telah tertuang dalam pasal 4 UU N0. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskrimanatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa”. .Dari penjelasan itu dapat dipahami bahwa tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk meningkatkan harkat mananusian dengan menanamkan sikap terbuka dan sportif, tidak membeda-bedakan kebudayaan dan menghapus stereotype, saling menghargai, bersikap empati dan simpati, serta toleransi terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda.

Pendidikan multikultural mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

(1) .Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya (berperadaban)”

(2) .Materinya mengajarkan nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai-nilai-nilai kelompok etnis (kultural).

(3) .Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perpedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis).

(4) Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiassi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.167

Nilai multikultural seperti toleransi, demokrasi, dan keadilan168, perlu diinternalisasikan dalam jalur pendidikan, karena akan berguna bagi peserta

166 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural , 185

167 Ali Maksum dan Luluk Yunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal

(Yogyakarta, IRCiSoD, 2004), 191-192.

didik ketika mereka berhadapan dengan realitas masyarakat yang beragam. Disamping itu, proses penanaman nilai-nilai tersebut juga harus menggunakan model pembelajaran yang mencerminkan penghargaan terhadap sesama, toleransi kepada yang lain, karena dalam suatu kelas boleh jadi ada keragaaman. Peserta didik dengan demikian harus belajar menerapkan visi multikulturalisme untuk berinteraksisi dengan orang-orang di sekitar mereka. Oleh karenanya, pendidikan multikultural tidak hanya harus mampu menumbuhkan kesadaran, pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman dan kemajemukan yang ada, namun juga mampu melahirkan sikap empati, tindakan yang simpatik, yang berujung pada pada pembelaan terhadap kelompok yang mengalami ketidakberuntungan, penindasan, dan marjinalisasi yang didasarkan pada perbedaan.169

Pendidikan multikultural pada hakekatnya adalah pendidikan tentang nilai, dan nilai inilah yang kemudian akan membentuk cara pandang peserta didik dalam merespon berbagai perbedaan. Menurut Thomas Lickona untuk mendidik nilai-nilai yang baik, termasuk nilai-nilai multikultural diperlukan pembinaan yang meliputi tiga dimensi berikut secara terpadu, yaitu:

pertama, moral knowing, yang meliputi: (1) moral awarness; (2) knowing moral values, (3) perspective –taking, (4) moral reasoning, (5) decision making, (6) self knowing; kedua, moral feeling yang meliputi: (1) consience), (2) self-esteem, (3) empathy, (4) loving the good, (5)self control, (6) humanity; dan ketiga, moral action yang meliputi:

(1)competence, (2) will, (3) habit.170

169 Zainal Muttaqin, Pengembangan PTAI Berwawasan Multikulturalisme, dalam

Proceding Seminar Nasional” Reformulasi Peran PTAI di Era Teknologi dan Komunikasi: Tantangan dan Harapan “, 2012, 20.

170 Thomas Lickona, Educating for Character.; How Our Schools Can Teach Respect and

Untuk mengubah perilaku suatu masyarakat atau bangsa dari yang negative ke arah positif, perubahan itu harus dimulai dari pola (paradigma) berpikir mereka melalui penanaman nilai-nilai yang baik. Nilai-nilai baik tersebut nanti akan membentuk dan mewarnai pola pikir maupun pola sikap. Selanjutnya pola pikir dan sikap tersebut akan mencerminkan tampilan perilaku yang dikenal dengan sebutan budi pekerti luhur.

Melalui berbagai pendekatan dan model-model pembelajaran yang menarik, peserta didik perlu diajak berdiskusi, bersimulasi, dan berdialog bagaimana cara hidup saling menghormati, tulus, dan toleransi terhadap keragaman budaya yang ada ditengah-tengah masyarakat plural. Institusi pendidikan perlu disetting dan didesain sebagai wadah simulasi terhadap berbagai fenomena hidup dan kehidupan Indonesia yang serba plural. Dengan kata lain, perlu ada pengokohan dan revitalisasi pendidikan multikultural dalam dunia pendidikan Indonesia.

Secara garis besar pendidikan multikultural dimaksudkan agar peserta didik memiliki perspektif multikultural melalui program dan kegiatan pendidikan. Donna M. Gollnick dan Philip C. Chinn mengatakan:

It is important for all students to develop a multicultural perspective in order to enhance a good self-concept and self-understanding; sensitivity to and understanding of others; the ability to perceive and understand multiple, sometimes conflicting, cultural and national interpretations of and perspectives on events, values, and behavior. The ability to make decisions and take effective action based on a multicultural analysis and synthesis. Open minds when addressing

issues.. Understanding of the process of stereotyping, a low degree of

stereotypical thinking, and pride in self and respect for all peoples.171

Tujuan dari pendidikan multikultural agar peserta didik memiliki perspektif multikultural, dan selanjutnya dapat mengembangkannya ke dalam enam hal, yaitu: (1). Konsep diri dan pemahaman diri yang baik, (2). Sensitivitas kepada pihak lain dan memahami mereka; (3). Kemampuan untuk merasakan dan memahami keragaman, seperti konflik, interprestasi nasional, kultural, dan perspektif tentang peristiwa, nilai dan prilaku; (4) kemampuan untuk membuat keputusan dan melakukan aksi yang efektif berdasarkan analisis multikultural; (5) pikiran terbuka terhadap isu-isu yang berkembang dan (6) pemahaman terhadap proses stereotip, tingkat berpikir stereotip rendah, serta bangga terhadap diri sendiri dan menghargai semua orang.

Sehubungan dengan pendidikan multikultural di Indonesia, HAR Tilaar mengemukakan bahwa model pendidikan yang berwawasan multikulturalisme perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:

a. Pendidikan multikultural haruslah berdimensi “ right to culture “ dan identitas lokal.

b. Kebudayaan Indonesia yang harus menjadi kerangka pendidikan multikultural, artinya kebudayaan Indonesia merupakan landasan yang terus berproses dan merupakan bagian integral dari proses kebudayaan mikro. Oleh karena itu, penting untuk mengoptimalisasikan budaya lokal yang beriringan dengan apresiasi terhadap budaya nasional.

c. Pendidikan multikultural normatif yaitu model pendidikan yang memperkuat identitas nasional yang terus menjadi tanpa menghilangkan identitas budaya lokal yang ada.

d. Pendidikan multikultural merupakan suatu rekonstruksi sosial, artinya pendidikan multikultural tidak boleh terjebak pada

171 Donna M. Gollnick dan Philip C. Chinn, Multicultural Education for Exceptional

xenophobia fanatisme dan fundamentalisme, baik etnik, suku, ataupun agama.

e. Pendidikan multikultural merupakan pedagogik pemberdayaan (pedagogy of empowerment) dan pedagogik kesetaraan dalam kebudayaan yang beragam (pedagogy of equity) . Pedagogik pemberdayaan pertama-tama berarti, seorang diajak mengenal budaya sendiri dan selanjutnya digunakan untuk mengembangan budaya Indonesia di dalam bingkai negara-bangsa Indonesia. Dalam upaya tersebut diperlukan suatu pedagogik kesetaran antara-induvidu, antara suku, antara agama dan beragam perbedaan yang ada.

f. Pendidikan multkultural bertujuan mewujudkan visi Indonesia masa depan serta etika bangsa. Pendidikan ini perlu dilakukan untuk mengembangkan prinsip-prinsip etis (moral) masyarakat Indonesia yang harus dipahami oleh seluruh komponen sosial budaya yang plural. 172

Berdasarkan pada uraian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan multikultural setidaknya terdiri dari tiga hal, yaitu: pertama adalah tujuan pendidikan multikultural; kedua, proses penanaman nilai yang mancakup juga metodenya; dan ketiga adalah evaluasinya. Tujuan pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan membentuk manusia berperadaban yang ditandai adanya sikap demokratis, terbuka dan sportif, tidak ada diskriminasi, menghapus stereotype ataupun dominasi.

Dalam konteks Islam, konsep pendidikan berwawasan multikultural haruslah berlandaskan pada tauhid (Keesaan Allah),173 tujuannya untuk mewujudkan kedamaian dan keharmonisan dalam bermu’amalah.174

172 H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-tantangan Global Masa depan dalam

Ransformasi Pendidikan Nasional ( Jakarta: Grasindo, 2002 ), 185 – 190.

173 Ada banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadis yang menyandingkan iman

kepada Allah dengan amal salih (kabajikan). Seperti, QS. Al-H}ajj (22): 50 yang berbunyi

انيِذَّلااف

ٌيِراك ٌقْزِراو ٌةارِفْغام ْمُالَ ِتااِلِاَّصلا اوُلِماعاو اوُناماآ (Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampuna dan rezeki yang mulia). Kementerian Agama,

Al-Qur’an dan Terjemahannya, 338

174 QS. Al-Anbiya>’ (21): 107 , ينِمالااعْلِل ًةاْحْار َّلَِإ اكاانْلاسْراأ ااماو (Dan Kami tidak mengutus engkau, Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam). Ibid., 331. Tujuan dari

Ketauhidan merupakan sumber dari segala kebaikan, dan sebaliknya sebagai pencegah dari kemunkaran.

Ketika Rasulullah SAW berdakwah di Mekah, prioritas dalam dakwah beliau adalah mengajak kepada ketauhidan (percaya kepada ke-Esaan Allah) yang diparalelkan dengan pembangunan akhlak terpuji.175 Ukuran keimanan seseorang kepada Allah terukur dari akhlak dan perilakunya. Inilah yang membedakan antara pendidikan multikultural pada umumnya dan pendidikan multikultural perspektif Islam. Nilai-nilai multikultural pada umumnya bersumber dari masyarakat, sedangkan dalam Islam nilai-nilai itu bersumber dari yang Maha Esa .

Alasan Allah mengutus Muhammad SAW di tengah-tengah manusia tiada lain adalah untuk membimbing manusia supaya menjadi manusia yang sebenarnya, bukannya manusia hanya dari bentuk fisiknya saja. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan ada artinya jika manusianya berakhlak rusak, tidak memiliki kepedulian pada yang lain; bahkan dunia ini bisa hancur dengan cepat karena teknologi canggih dikendalikan oleh orang-orang yang tidak berakhlak.

ajaran Islam, termasuk perintah berbuat kebjikan dan larangan berbuat kezaliman agar manusia mendapatkan rahmat. Rahmat Allah bagi seluruh alam meliputi perlindungan, kedamaian, kasih saying dan sebagainya. Lihat: Kementerian Agama, Al-Qur’an dan

Tafsirnya, Jilid 6, (Jakarta; Karya Thoha Putra, 2009), 336.

175 هاور قلَخلَا مراكم متملَ تثعب انما ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر لاق لاق ةريره بىا نع لحاص بىا نع ىقهيبلا (dari Abu Salih dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Aku diutus untuk menyempurkan akhlak mulia”. Ima>m al-Baiha>qi>, Al-Sunan al-Kubra> li al-Baiha>qi>, juz 10, (Mauqi’ al-Isla>m), 192. Dalam redaksi lain disebutkan : لاقةريره بىا نع لحاص بىا نع

انما ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر لاق متملَ تثعب

لحاص قلَخلَا

ىقهيبلا هاور (dari Abu Salih dari Abu

Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Aku diutus untuk menyempurkan akhlak yang bagus”. Ibid.

Pendidikan multikultural perspektif Islam, meskipun bersumber pada ketauhidan Allah, transformasinya perlu menggunakan pola tiga dimensi; yaitu: wahyu, nalar dan realitas sosial. Demikian itu supaya nilai-nilai universal yang termuat dalam Al-Qur;an dan Hadis tetap sejalan dengan perkembangan masyarakat.

Dialektika antara wahyu, nalar dan realitas sosial sebenarnya telah dikenalkan oleh Fazlur Rahman dengan teori “double movement” atau gerakan bolak-balik,176 yaitu dialektika antara realitas sosial ke wahyu, lalu dari wahyu ke realitas sosial. Dialektika antara realitas sosial ke wahyu dan sebaliknya tidak akan terjadi tanpa campur tangan nalar. Dalam menginterpretasi teks wahyu, langkah pertama yang ditawarkan yaitu upaya memahami kondisi sosial dan budaya pada masa Rasulullah, kemudian melihat bagaimana hal itu direspon oleh wahyu. Dari sini ditemukan moral

ideal (ajaran-ajaran universal)177 yang melandasi berbagai aturan dalam

Islam.178 Langkah kedua, yaitu upaya menarik moral ideal dalam konteks kekinian. Nilai-nilai dari ideal moral dirumuskan lebih dulu, kemudian dicari relevansinya dengan kebutuhan masyarakat.

176 Shofiyllah MZ, “Ushul Fiqh Integratif- Humatis: Sebuah Rekonstruksi Metodologis””, dalam Amin Abdullah, Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi (Yogyakarta: Suka Press, 2007),184

177 Ideal moral yaitu nilai-nilai universal yang menjadi alasan ditetapkan suatu hukum. Al-Syatibi mengistilahkannya dengan maqa>s}id al-syari>’ah (tujuan ditetapkannya suatu hukum). Lihat: Abu> Ish}aq al-Sya>tibi, al-Muwa>faqa>t, (Kairo: Da>r al-Hadi>s, 2006), 261

Implikasi dari dialektika tiga dimensi itu di antaranya dengan menggunakan cara-cara yang bijaksana.179 Ada banyak metode yang dilakukan Rasulullah dalam penanaman nilai-nilai luhur tersebut. Adakalanya beliau menggunakan metode dialog, keteladanan, memberi motivasi, melalui kisah, metode pengulangan, dan metode nasehat.