• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan 1.1: Bagan Teori Strukturasi

G. Penelitian Terdahulu

Telah banyak peneliti yang melakukan penelitian tentang multikultural, namun penelitian berwawasan multikultural yang mengambil

Agen (tokoh agama, pemuda, wanita, masyarakat dan lainnya Stukturasi/ teori dualitas Praktek sosial, (sikap, perilaku/ tindakan manusia) yang menjadi rutinitas Struktur, Undang-undang , sosial, politik, ekonomi, yang menjadi sarana pelembagaan tradisi

terjadi derutinisasi, (ada praktek sosial baru, perubahan sikap dan perilaku)

Teks suci (qur’an, al-hadis, aturan-aturan, hukum Kesadaran praktis Reflektivitas (memonitor praktek sosial Kesadaran diskursif rasionalitas motivasi Motivasi tak sadar

obyek penelitian di masjid tampaknya belum ada. Berikut ini beberapa penelitian yang terkait dengan pendidikan multikultulral:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Biyanto dengan judul “Pluralisme Keagamaan Dalam Perspektif Kaum Muda Muhammadiyah (Suatu

Tinjauan Sosiologi Pengetahuan)”,42 Penelitian disertasi itu menghasilkan

temuan, bahwa ada keragaman pemahaman kaum muda Muhammadiyah terhadap konsep dan cara menyikapi wacana pluralisme keagamaan. Mereka yang setuju pada gagasan pluralisme keagamaan memahami, bahwa paham ini harus dibedakan dengan pluralitas, kemajemukan dan diversitas agama. Sebab pluralisme keagamaan lebih dari sekedar pengakuan secara pasif terhadap keragaman keyakinan dan agama lain. Sedangkan mereka yang menolak pluralisme keagamaan konsisten memahami pluralisme sebagai paham yang mengajarkan semua agama sama dan benar.

2. M. Lutfi Mustofa melakukan penelitian untuk disertasinya dengan judul “Etika Pluralisme Dalam Nahdlatul Ulama (Gagasan dan Praktek

pluralisme Keagamaan Warga Nahdiyyin di Jawa Timur)”.43 Temuannya

yaitu, sebagian besar terdapat kontestasi dalam etika pluralisme keagamaan warga NU Jawa Timur yang berpotensi mendukung terhadap usaha penegakan pluralisme keagamaan, maupun sebaliknya, mengancam terhadap masa depan pluralisme itu sendiri. Secara partikular terdapat

42 Biyanto, Pluralisme Keagamaan Dalam Perspektif Kaum Muda Muhammadiyah (Suatu

Tinjauan Sosiologi Pengetahuan), (Disertasi PPs IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007).

43M. Lutfi Mustofa, Etika Pluralisme Dalam Nahdlatul Ulama (Gagasan dan Praktek

pluralisme Keagamaan Warga Nahdiyyin di Jawa Timur), (Disertasi PPs IAIN Sunan

gambaran yang bersifat heterogin dalam gagasan dan praktek pluralisme keagamaan sebagai berikut: pertama, NU telah melakukan proses konstruksi gagasan dan praktek pluralisme dalam konteks sejarah dan sosial yang panjang melalui dialektika teologis, ideologis dan sosio kultural; kedua, dampak psiko sosial yang timbul dari adanya disparsitas Etika pluralisme tersebut telah memperlihatkan semakin menguatnya kontestasi antara kelompok konservatif dan progresif.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Sulalah dengan judul “Pendidikan Multikultural di Perguruan Tinggi (Studi tentang Implementasi Pendidikan

Multikultural di Universitas Yudharta Pasuruan).”44 Temuannya adalah,

Pendidikan multikultural dilaksanakan dengan model integrasi antara cognitive force, modelling force dan conditioning force, dengan

mengedepankan modelling force dan didukung dengan conditioning force. Selanjutnya dalam membangun sistem yang fungsional , para elit dan para aktifis kampus mengintensifkan berbagai kegiatan sosial dan keagamaan secara periodik, baik yang bersifat internal maupun eksternal.

4. Penelitian oleh Umi Sumbulah, Islam Radikal dan Pluralisme Agama, (Studi konstruksi Sosial Aktifis H>>}izb al-Tah}ri>r dan Majlis

Muja>hidi>n di Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi. Pendekatan

Fenomenologi. Temuannya, Konstruksi pada H}izb al-T}ahri>r (HT) dan

Majlis Muja>hidi>n (MM) dapat diklasifikasi pada 2 katagori: teologis dan politis. Secara teologis kristen dan Yahudi dikonstruksi sebagai dua agama

44Sulalah, Pendidikan Multikultural di Perguruan Tinggi (Studi tentang Implementasi

Pendidikan Multikultural di Universitas Yudharta Pasuruan), (Tesis PPs IAIN Sunan Ampel, 2008).

yang berupaya menghancurkan Islam melalui kekerasan fisik dan kultural-simbolik seagaimana terdapat pada QS al-Baqarah (2); 120. Secara politis orang-orang Yahudi dan Kristen dinilai berupaya menghancurkan akidah Islam, di antaranya melalui gagasan pluralism. Kekerasan agama juga dipandang sbg upaya konspirasi Yahudi dan Kristen dalam menghancurkan Islam. 45

5. Penelitian tesis yang dilakukan Imam (2010) dengan judul “Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menerapkan Pendidikan Multikultural

(Studi Kasus di SMA 3 Yogyakarta)”46. Hasil penelitian menunjukkan: (1)

Kondisi warga di SMA N 3 yogyakarta cukup beragam, Ada bermacam-macam etnis, agama, status sosial, intelegensi, dan pola pikir, (2) Peran guru PAI dalam usaha menerapkan pendidikan multikultural telah sesuai dengan maksud dan tujuan pendidikan multikultural. Hal ini berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar yang sudah dapat mengindikasikan, bahwa guru secara umum sudah menerapkannya. Selain itu interaksi sosial dengan para guru dan karyawan berjalan dengan baik dan toleran.

6. Penelitian oleh Kunawi Basyir, Harmoni Sosial Keagamaan Masyarakat

Multikultural di Denpasar Bali,47 Temuan penelitiannya: a. Masyarakat

multikultural di Denpasar menunjukkan adanya kerjasama yang ideal antarumat beragama dalam membangun kehidupan sosial keagamaaan.

45 Umi Sumulah, Islam Radikal dan Pluralisme Agama , (studi kontruksi social Aktifis hizb

al-Tahrir dan Majlis mujahidin di malang ttg agama Kristen dan Yahudi. (Disertasi PPs IAIN

Surabaya, 2007)

46Imam, Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menerapkan Pendidikan Multikultural

(Studi Kasus di SMA 3 Yogyakarta), (Tesis PPs IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010).

47 Kunawi Basyir, Harmoni Sosial Keagamaan Masyarakat Multikultural di Denpasar Bali,

Karakreristik ini merupakan bagian yg tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Bali; b. Untuk membangun Bali bersemi kembali (Bali Aga) membututuhkan proses dan waktu yang panjang, melalui dialektika teologis, ideologis, dan sosio –kultural. Melalui peran pemerintah daerah dan lembaga-lembaga sosial bersama masyarakat bekerja keras untuk menjaga dan melindungi kultur Bali yang bernafaskan Hindu dengan melestarikan tradisi menyama braya-nya untuk mewujudkan kehidupan keagamaan yang harmonis.

7. Penelitian oleh Abdullah Aly (2011) yang berjudul Pendidikan Islam

Multikultural di Pesantren48 dengan setting penelitian di pondok pesantren

dan fokus kajiannya pada kurikulum. Temuan dari penelitian ini adalah: 1) pada pererencaan kurikulum ditemukan dua nilai multikultural, yaitu: demokrasi dan keadilan. 2) dari dokuman kurikulum ditemukan muatan nilai multikultural sekaligus nilai yang kontradiktif terhadap nilai multikultural. Muatan nilai multikulturalnya yaitu : nilai kesamaan dan keadilan; sedangkan nilai yang kontradiktif dengan nilai multikultural yaitu: nilai diskriminasi dan ketidakadilan. 3) berdasarkan pada implementasi kurikulum, ditemukan pula nilai multikultural sekaligus nilai yang kontradiktif terhadap nilai multikultural. Nilai-nilai multikultural yang terdapat pada bahan ajar dan proses pembelajaran, seperti: dmokrasi, solidaritas, kebersamaan dan kasih saying; sedangkan yang kotradiktif dengan nilai multikultural, bahwa katan persaudaraan (ukhuwwah) hanya

48 Abdullah Aly, Pendidikan Multikultural di Pondok Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).

terbatas sesama Muslim, sedangkan dengan non Muslim tidak diperlukan ukhuwwah, hanya diperlukan persatuan dan kasihsayang. 4) pada evaluasi

kurikulum juga ditemukan nilai multikultural sekaligus nilai yang kontradiktif terhadap nilai multikultural. Nilai-nilai multikulturalnya yaitu: demokrasi, toleransi dan kebersamaan; sedangkan yang kontradiktif dengan nilai multicultural yaitu masih terdapat konflik, hegemoni dan dominasi. 8. Penelitian oleh Choirul Mahfud (2005) yang berjudul Pendidikan

Multikultural,49 dengan fokus pada pendidikan multikutultural di Indonesia.

Temuan dari penelitian ini adalah: 1) pendidikan multikultural seharusnya menfasilitasi proses belajar mengajar yang mengubah perspektif monokultural yang esensial, penuh prasangka dan diskriminatif ke perspektif multikulturalis yang menghargai keragaman, perbedaan, toleran dan sikap terbuka. Perubahan paradigma tersebut menuntut tranformasi yang tak terbatas pada dimensi kognitif belaka. 2) Signifikansi pendidikan multikultural di Indonesia adalah: (a) Pendidikan multikultural sebagai sarana alternatif pemecahan konflik sosial, b) pendidikan multikultural sebagai pembinaan agar siswa tidak tercerabut dari akar budayanya, c) sebagai landasan pengembangan kurikulum pendidikan nasional, d) menciptakan masyarakt multikultural.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Zakiyuddin Baidhawy dengan judul “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural”,50 Hasil temuannya adalah: pertama: wawasan multikulturalisme pada ranah pendidikan dapat

49 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).

50 Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga, 2002), 108-124.

diimplementasikan melalui 3 (tiga) jalur, yaitu: a) orientasi muatan yang dapat dikembangkan melalui pendekatan kontributif, pendekatan aditif, pendekatan transformatif, pendekatan aksi sosial, dan pendekatan

dekonstruktif. b) Orientasi siswa, programnya dilakukan dengan melihat

latar belakang kultural dan keagamaan siswa. Bentuk-bentuk program ini adalah: program yang menggunakan penelitian gaya belajar berbasis kultur keagamaan dalam upaya menentukan cara pengajaran yang dapat digunakan untuk kelompok siswa tertentu; dan program lintas budaya; studi bersama antaragama, studi bersama antaretnik, dan sebagainya. c) Orientasi sosial, program ini meliputi bukan hanya program-program yang didesain untuk merestrukturisasi dan menghilangkan segregasi sekolah-sekolah, namun juga program-program yang dirancang untuk meningkatkan semua bentuk kontak dan perjumpaan antaragama, antaretnik, dan antarkultur. Kedua, pada ranah tranformasi; pendidikan agama berwawasan

multikulturalisme mengarahkan seluruh programnya pada tranformasi pendidikan yang mencakup: a) transformasi diri, b) transformasi sekolah, dan c) transformasi lingkungan sekolah.

Penelitian yang dilakukan Biyanto mengambil obyek organisasi keagamaan Muhammadiyah dengan fokus pada sikap para aktifis organisasi tersebut terhadap pluralisme51, Kemudian penelitian Lutfi mustofa obyeknya adalah organisasi Islam NU (Nahdlatul Ulama) dengan fokus pada gagasan dan praktek pluralisme di organisasi NU. Penelitian Umi Sumbulah

mengambil obyek pada organisasi keagamaan Hizb al-Tahrir dan Majlis Mujahidin dengan focus penelitian pada sikap dua organisasi itu terhadap pluralism. Penelitian yang dilakukan Kunawi Basyir obyeknya adalah Masyarakat Bali, dengan fokus pada hubungan harmoni antara pemeluk Hindu-Islam. Sedangkan Sulalah, Abdullah Aly maupun Imam, semua penelitian tersebut difokuskan pada implementasi nilai-nilai multikultural dengan mengambil obyek penelitian di lembaga/ institusi pendidikan formal. selanjutnya Choirul Mahfud menfokuskan penelitian literernya pada pendidikan multikultural di Indonesia, sementara itu Zakiyuddin Baidhawy menfokuskan penelitiannya pada pendidikan agama berwawasan multikultural.

Penelitian Biyanto, Umi Sumbulah, dan Basyir masing-masing menggunakan teori fenomenologi dari Max Weber, Mustofa menggunakan teori konstrusi sosial dari Peter L. Berger; Sulalah menggunakan teori strukturalisme fungsional dari Robert K. Merton; sedangkan Mahfud memakai teori pengembangan kurikulum pendidikan multikultural dari Donna M. Gollnick, James A. Bank, dan James A. Lynch, dan Baidhawy menggunakan teori reformasi pendidikan multikultural dari James A. Bank. Penelitian ini mengambil obyek pada pendidikan nonformal dengan memakai teori strukturasi dari Anthony Giddens