• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Pendidikan Multikultural

2. Urgensi Pendidikan Multikultural di Indonesia

Implikasi dari dialektika tiga dimensi itu di antaranya dengan menggunakan cara-cara yang bijaksana.179 Ada banyak metode yang dilakukan Rasulullah dalam penanaman nilai-nilai luhur tersebut. Adakalanya beliau menggunakan metode dialog, keteladanan, memberi motivasi, melalui kisah, metode pengulangan, dan metode nasehat.

2. Urgensi Pendidikan Multikultural di Indonesia.

Pluralitas mayarakat Indonesia meliputi keragaman agama, paham keagamaan, suku, adat istiadat, bahasa, perbedaan afiliasi politik dan perbedaan-perbedaan lainnya. Sejak Reformasi 1998, pluralitas tersebut sering menjadi pemicu perselisihan dan konflik horizontal maupun vertikal, hingga mengancam terjadinya disintregrasi bangsa. Demikian itu karena pluralitas tersebut tidak dikelola sebagaimana mestinya, bahkan pada masa Orde Baru, pemerintah telah memaksakan konsep monolitik kepada bangsa ini.

Untuk meredam perselisihan dan konflik yang meresahkan, masyarakat perlu disadarkan bahwa pluralitas masyarakat merupakan kekayaan yang harus disyukuri dan dilestarikan. Hal terpenting yang bisa dilakukan adalah dengan memberian pendidikan berwawasan multikultural kepada seluruh masyarakat, bukan hanya keada siswa dan mahasiswa, tapi juga masyarakat umum. Pendidikan berwawasan multikultural merupakan

179 QS. Al-Nah}}l (16): 125, اوُه اكَّبار َّنِإ ُناسْحاأ ايِه ِتَِّلِبِ ْمُْلَِدااجاو ِةاناساْلِا ِةاظِعْوامْلااو ِةامْكِْلِِبِ اكِ بار ِليِباس الَِإ ُعْدا اوُهاو ِهِليِباس ْناع َّلاض ْناِبِ ُمالْعاأ

انيِداتْهُمْلِبِ ُمالْعاأ (Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang yang baik dan berdialoglah dengan mereka dengan cara yang baik…). Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia dan manfaat serta maksud dari wahyu Ilahi., dengan cara yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi umat (sasaran dakwah), agar dakwah dapat dipahami oleh umat. Lihat: Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 5, Ibid., 418.

dasar strategis kebangkitan bangsa sekaligus untuk menggerakkan partisipasi seluruh masyarakat guna mengatasi krisis multidimensi.180

Chairul Mahfud menjelaskan bahwa pendidikan berwawasan multikultural penting diberikan kepada masyarakat Indonesia, sebab ia akan berguna : a, sebagai pemecahan konflik; b, agar masyarakat Indonesia tidak meninggalkan akar budayanya; c, sebagai landasan pengembangan kurikulum Nasisonal; d, Mengantar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berperadaban (civil society) 181

a. Sarana alternatif pemecahan konflik

Pendidikan monokultur yang mengabaikan keunikan lokal dan keunikan pribadi yang selama ini diberlakukan telah membawa masyarakat ini terjebak pada satu cara pandang dan wawasan yang sempit. Selanjutnya wawasan yang sempit telah menyebabkan masyarakat mudah tersulut konflik, meskipun hanya dikarenakan persoalan kecil. Maka benar kata orang bijak, bahwa orang kecil (yang berwawasan sempit) akan melihat masalah yang kecil menjadi besar; sebaliknya orang besar (yang berwawasan luas) akan menganggap masalah yang besar menjadi kecil.

Wawasan yang sempit juga mendorong kelompok masyarakat merasa paling unggul, satu-satunya yang benar, karenanya mereka bersikap ekslusif, tidak mau berbaur dengan kelompok lain karena menganggap yang lain tidak sederajat dengannya. Merasa benar sendiri

180 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, 261.

itu pada gilirannya mendorong kelompok tersebut tidak bisa mentolerir orang-orang yang berbeda paham dengannya sehingga sering terlibat konflik dengan yang lain.

Untuk mengatasi konflik-konfik tersebut, diperlukan pendidikan berwawasan multikultural. Wawasan multikultural bisa disampaikan melalui semua mata pelajaran (kajian), proses pembelajaran dan kegiatan-kegiatan lainnya. Khusus untuk mata pelajaran agama Islam (PAI), seharusnya materi-materinya menguraikan kebenaran ajaran Islam sesuai dengan perkembangan masyarakat dan sekaligus mendorong terwujudnya kehidupan harmonis di antara kelompok-kelompok yang ada.182

Berkaitan dengan uraian materi PAI, akan menjadi lebih baik jika tidak hanya disampaikan dengan cara doktrin, tetapi juga disertai alasan-alasan yang logis, sebagaimana yang terdapat dalam al-Quran dan Hadis. Uraian-uraiannya tidak hanya menyentuh jiwa, tapi juga disertai argument-argumen yang logis, atau kebenarannya dapat dibuktikan melalui penalaran.183 Selain itu, perlu juga disampaikan berbagai macam pendapat ulama, baik tentang materi akidah maupun fiqh. Demikian pula metode penyampaian materi, selayaknya disampaikan dengan berbagai model; diskusi, tanya-jawab, discovery supaya tidak ada siswa yang merasa terbaikan. Pemaparan materi yang beragam dan penggunaan berbagai metode akan mengantar siswa/mahasiswa bersikap kritis dan

182 M. Quraisy Syihab, Membumikan…, 185.

memiliki wawasan lebih, sehingga mereka akan lebih arif dalam menghadapi perbedaan.

b. Agar masyarakat Indonesia tidak meninggalkan akar budayanya.

Perkembangan teknologi dan informasi telah menyebabkan terjadinya globalisai, yang menggambarkan sempitnya dunia ini, sepertinya tidak ada batas yang memisahkan individu satu dengan lainnya. Globalisasi telah mendorong persinggungan antar budaya menjadi tidak bisa terhindari. Pertemuan budaya-budaya ini bisa menjadi ancaman serius bagi eksistensi budaya Indonesia. Sebagian masyarakat Indonesia saat ini lebih bangga meniru gaya hidup Negara kelas satu, meskipun terkadang hal itu kurang sesuai dengan budaya Indonesia. Friedman sebagaimana dikutip Baidhawy, mengatakan bahwa “globalisasi identik dengan Amerikanisasi dunia, kecenderungan homogenisasi pada tingkat tertentu”.184

Untuk mengantipipasi realitas yang demikian itu, Chairul Mahfud menyampaikan bahwa masyarakar perlu dikenalkan pada pengetahuan yang beragam, sehingga mereka memiliki kemampuan global, termasuk kebudayaan, 185 Masyarakat perlu diberi wawasan multikulturalisme supaya mereka memahami berbagai budaya, baik budaya dalam maupun luar negeri agar mereka tidak melupakan asal budayanya. Multikulturalisme sebagai ideologi yang menghargai perbedaan budaya,

184 Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama …., 31.

bahasa, agama, afiliasi politik dan seterusnya, bahkan menjaganya supaya masing-masing tetap hidup dan berkembang secara dinamis.186

Menghargai budaya orang lain bukan berarti larut dalam budaya tersebut, sehingga meninggalkan budaya sendiri; tapi penghargaan pada yang lain itu diimbangi dengan tetap bangga dan mengakar pada identitasnya. James Lynch menjelaskan bahwa pendidikan multikultural harus berorientasi pada dua ranah secara berimbang, yaitu penghargaan kepada orang lain (respect for others) dan ( 2 ) penghargaan kepada diri sendiri (respect forself ).187 Syafiq Mughni juga menegaskan, bahwa pendidikan multikultural sebagai strategi untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran atas kebanggaan terhadap bangsanya (the

pride of one’s home nation).188

c. Sebagai landasan Pengembangan Kurikulum Nasional .

Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi sangat penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu. Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut:1) dengan mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti sekarang menjadi filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang

186 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak (ed), Pendidikan Kewarganegaraan…, 118.

187 James Lynch, Multicultural Education : Principples and Practice ( London Routledge & Kegan Paul, 1986), 86 – 87.

pendidikan dan unit pendidikan; 2) harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi muda; 3) teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial,budaya, ekonomi, dan politik; 4) proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan bersaing secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya; 5) evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.189

d. Menuju Masyarakat Indonesia yang berperadaban

Desain masyakarat Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan oleh the Founding Fathers (para pendiri) negeri ini tertuang dalam semboyan

“Bhinneka Tunggal Ika”, yang artinya meskipun berbeda suku, bahasa dan kebudayaan tetapi hakekatnya adalah satu bangsa, yaitu Indonesia. Dalam penjelasan UUD 45 juga disebutkan: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan daerah”, yang menjadi identitas nasional Indonesia.190

189 Chairul Mahfud, Pendidikan Multikultural, 214-216.

Menurut mahfud, model masyarakat Indonesia yang dicita-citakan para pendiri negeri seperti sebuah mozaik yang mencakup kebudayaan-kebudayaan dari berbagai masyarakat kecil yang ada Indonesia. Masyarakat-masyarakat kecil itu selanjutnya menjadi sebuah bangsa yang besar, bangsa Indonesia yang mempunyai kebudayaan seperti mozaik.191

Model masyarakat yang dicita-citakan itu sampai saat ini masih sebatas pada keberagaman suku, bahasa, agama dan tradisi; yang mana masing-masing kelompok atau golongan masih hidup sendiri-sendiri, padahal eksistensi keragaman akan tetap terjaga bila ada sikap saling menghormati, menghargai dan toleransi di antara mereka.192 Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang dicita-citakan hanya mungkin melalui pendidikan berwawasan multikulturalisme. Pendidikan berwawasan multikulturalsme mengarahkan peserta didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif dalam menghadapi perbedaan.193

191 Choirul Mahfud , 236.

192 Ibid., 235.

BAB III

MASYARAKAT MUSLIM SOLO, MASJID AL-BUKHARI IAIN SUKARTA DAN MASJID NURUL HUDA UNS

A. Masyarakat Muslim Solo