• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang ada di Sekolah Dasar (SD). PKn menjadi sarana untuk reformasi kehidupan bangsa yang saat ini mengalami kemerosotan nilai dan moral (Utami, 2010: 1). Menurut Darmadi (2010: 34) Pendidikan Kewarganegaraan berupaya untuk membentuk anak didik menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab dan ikut serta mampu mengenalkan Pancasila dan UUD45. Pengertian PKn dapat disimpulkan sebagai mata pelajaran nilai dan moral untuk mendidik anak menjadi warga Indonesia yang baik sesuai Pancasila dan UUD45.

Tujuan PKn dalam Permendiknas RI Nomer 2006 adalah (1) membuat siswa mempunyai pikiran yang kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaaraan (2) berpatisipasi secara aktif, tanggung jawab, cerdas dalam bertindak di lingkungan masyarakat, bangsa, dan Negara serta anti korupsi (3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasar karakter-karakter masyarakat Indonesia agar mampu hidup berdampingan dengan bangsa yang lain (4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain secara langsung

ataupun tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Utami, 2010: 2)

Tercapainya tujuan PKn perlu didukung kompetensi pembelajaran yang sesuai. Kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa adalah (1) memiliki kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air Indonesia (2) memahami aturan-aturan sosial yang berlaku disekitarnya (3) menghargai keberagaman agama, suku, budaya, ras, dan golongan sosial ekonomi disekitarnya (4) memiliki sikap cinta lingkungan (5) memiliki kemampuan perilaku jujur, disiplin, senang bekerja dan anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai Pancasila (Utami, 2010: 2).

2. Sikap

Sikap menurut Secord & Backman dalam Azwar (2015: 5) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap adalah suatu bentuk reaksi dari perasaan seseorang terhadap suatu peristiwa yang sedang dialaminya.

Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang menurut Azwar (2015: 23-24) yaitu komponen yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi sesuatu hal yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang

dimiliki seseorang. Ketiga komponen sikap tersebut saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Apabila ketiga komponen tersebut berjalan dan terlaksana dengan seimbang maka dapat memunculkan karakter baik pada siswa.

Komponen-komponen karakter yang baik menurut Lickona (2014: 74-79) terdiri dari aspek pengetahuan moral merupakan ilmu yang dapat dimanfaatkan ketika seseorang menghadapi tantangan-tantangan moral dalam hidup. Terdapat enam ranah pengetahuan moral yaitu kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan diri. Aspek pengetahuan moral ini dapat disebut juga sebagai komponen kognitif dari sikap.

Aspek perasaan moral yang memiliki arti pertimbangan hati untuk menentukan susuatu tindakan yang benar atau salah. Terdapat enam ranah dalam perasaan moral yaitu hati nurani, penghargaan diri, empati, menyukai kebaikan, kontrol diri, dan kerendahan hati. Aspek perasaan moral ini dapat disebut juga sebagai komponen afektif dari sikap (Lickona, 2014: 79-85).

Aspek tindakan moral yang memiliki arti perbuatan benar atau salah yang didasari oleh pengetahuan dan perasaan yang siswa miliki. Terdapat tiga ranah tindakan moral yaitu kompetensi, kehendak, dan kebiasaan. Aspek tindakan moral ini dapat disebut juga sebagai komponen konatif dari sikap (Lickona, 2014: 86-87).

Interaksi komponen-komponen sikap menurut para ahli psikologi sosial dalam Azwar (2015: 28) adalah selaras dan konsisten karena ketiga komponen tersebut mempolakan arah sikap yang sama apabila dihadapkan pada suatu

masalah atau kejadian. Komponen sikap dapat dijadikan indikator yaitu: 1) kognitif; 2) afektif 3) psikomotor atau konatif.

3. Nilai

Nilai berasal dari bahasa latin vale’rê yang mempunyai arti berguna, berdaya, mampu akan, sehingga dipandang sebagai sesuatu yang baik (Adisusilo, 2012: 56). Nilai menurut Sapriya (2009: 53) merupakan sesuatu berharga yang berupa seperangkat keyakinan atau prinsip perilaku seseorang atau kelompok masyarakat yang terungkap ketika melakukan tindakan atau berpikir. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan sesuatu itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna, dan dapat membuat orang yang menghayatinya bermatabat (Adisusilo, 2012: 56). Nilai dapat dikatakan sebagai sesuatu yang berkualitas dimana merupakan keyakinan atau prinsip seseorang yang disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna saat sehingga menjadi orang yang bermatabat dalam melakukan tindakan atau berpikir.

Nilai mempunyai peranan dalam hidup manusia. Menurut Wahana (2004: 92) peranan nilai untuk kehidupan adalah mengarahkan dan memberi daya tarik pada manusia untuk membentuk dirinya menggubakan tindakan-tindakan. Nilai mengarahkan hidup manusia menjadi manusia yang baik. Nilai juga dapat memotivasi menjadi pedoman hidup manusia” (Adisusilo, 2012: 59). Nilai tidak bisa lepas dari hidup manusia karena nilai merupakan acuan tingkah laku manusia. Tahapan nilai menjadi acuan tingkah laku manusia adalah sebagai berikut:

a. Nilai pada tahapan dipikirkan

b. Nilai yang menjadi keyakinan atau tahap niat pada seseorang untuk melakukan sesatu

c. Tahap nilai telah menjadi keyakinan dan diwujudkan dalam tindakan. Nilai dibagi menjadi dua, yaitu nilai subtantif dan nilai prosedural. Nilai subtantif adalah keyakinan yang dipegang pelajar sebagai hasil belajar bukan hanya penyampaian informasi saja. Nilai prosedural merupakan mendasar yang harus dimiliki oleh seseorang, misalnya nilai kedisiplinan, tolelansi, kejujuran, menghormati kebenaran.

4. Kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata dasar disiplin. Disiplin menurut kamus besar Bahasa Indonesia mempunyai arti kepatuhan terhadap peraturan (KBBI 2008). Mustari (2014: 35) memaparkan disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang ada. Disiplin adalah suatu keadaan tertib, ketika orang-orang yang bergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati (Mulyasa, 2008: 191). Pendapat dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan tindakan yang patuh dan tertib pada aturan yang ada. Disiplin dapat ditanamkan dengan menggunakan tiga cara, yaitu: cara otoriter, cara permisif, dan cara demokratis (Hurlock, 1989: 92).

Cara otoriter adalah cara menanamkan disiplin dengan keras agar perilaku sesuai dengan yang diinginkan, jika tidak menurut aturan maka akan diberi

hukuman yang berat tanpa persetujuan. Pujian akan diberikan kepada siswa yang berhasil melakukan disiplin. Cara permesif adalah cara yang bebas. Siswa diberi kebebasan untuk melalukan disiplin sesuai dengan hati nuraninya. Cara demokratis adalah cara mengajarkan disiplin dengan mengenalkan teori-teori mengenai kedisiplinan tersebut (Hurlock, 1989: 93-94).

Tujuan menanamkan disiplin menurut Hurlock (1989: 93-94) adalah untuk mengajar siswa bahwa perilaku tidak disiplin selalu akan diikuti hukuman, namun perilaku disiplin akan mendapatkan pujian. Mengajarkan pada siswa tingkatan penyesuain yang wajar, tanpa menuntut konformitas yang berlebihan. Membantu siswa mengembangkan pengendalian diri dan pengarahan diri sehingga mereka dapat mengembangkan hati nurani untuk membimbing tindakan mereka. Tujuan disiplin di sekolah menurut Mulyasa(2008: 192) adalah untuk membantu peserta didik menemukan dirinya, mengatasi, dan mencegah timbulnya

problem-problem disiplin, serta berusaha menciptakan situasi yang

menyenangkan dalam pembelajaran sehingga dapat mengapai hasil belajar yang optimal. Mendisiplinkan peserta didik diperlukan strategi. Strategi mendisiplinkan anak menurut Mulyasa (2011: 27) sebagai berikut:

1. Konsep diri (self-concept), menekankan konsep individu merupakan sikap yang penting dari setiap perilaku. Hal yang diperlu dilakukan pendidik untuk menumbuhkan konsep diri adalah bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka sehingga siswa dapat mengeksplor pikiran dan perasaannya untuk memecahkan masalah.

2. Keterampilan berkomunikasi (communication skills), pendidik perlu memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan dan mendorong timbulnya kepatuhan siswa.

3. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences), perilaku siswa yang salah karena telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Pendidik disarankan untuk menunjukkan perilaku yang salah dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.

4. Klarifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untuk membantu siswa dalam menjawab pertanyaan sendiri mengenai nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.

5. Analisis transaksional (transactional analysis), seorang pendidik belajar sebagai orang dewasa terutama saat menghadapi siswa yang mempunyai masalah.

6. Terapi realitas (reality therapy), sekolah berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Pendidik hendaknya mempunyai sikap positif dan tanggungjawab.

7. Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline), pendidik mengendalikan penuh untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan yang ada disekitar siswa.

8. Modifikasi perilaku (behavior modification), perilaku salah yang disebabkan oleh lingkungan, sebagai tindakkan remediasi. Sehubungan

dengan hal tersebut, pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.

9. Tantangan bagi disiplin (dare to discipline), pendidik diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan mempunyai pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa siswa akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari pertama masuk sekolah.

Dokumen terkait