• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Pandangan Islam

Pendidikan Islam berupaya untuk mematri setiap corak bagi setiap aspek individu sejak awal pertumbuhannya. Kemudian pendidikan Islam berupaya membinanya sampai masalah terkecil sekalipun diantaranya :

1. Mengawasi Kematangan Seksual Sejak Dini

Kematangan seksual secar dini yang terjadi pada anak laki-laki dan anak perempuan sebelum mencapai usia baligh menurut ukuran normal, kalau pendidik muslim gagal dalam mengawasi keadaan-keadaan ini dan dalam mengetahuinya sebelum keadaanya terjadi ,maka anak-anak yang baligh secara dini itu terancam bahaya karena ia tidak memiliki kesiapan untuk menghadapi perubahan– perubahan seksual. Akibatnya muncul beberapa masalah yang membahayakan kesucian seksual dan kesucian moral.

Pengawasan ini artinya pemahaman kematangan seksual dini dan faktor-faktor yang menyebabkansertamengenaliperubahan-perubahanyang menyertainya. Ini semua menuntut pendidikan agar segera melakukan persiapan seksual bagi anak laki-laki dan perempuan untuk mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi

akibat kematangan seksual sejak dini.18

17

Sayyid Sabik, Fiqih Sunah, (Bandung : PT Al-Ma’arif), h.74

18

Anak dalam dunianya menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain, orang tua sering kali tidak memberikan kesempatan dan pengarahan untuk memproduktipkan waktunya, yang dengan cara ini dapat merasakan hasil yang diperolehnya serta berinovasi dalam menggunakan kelebihan kemampuan dirinya. Pandangan islam sangat jelas dan tegas terhadap masalah waktu ini , islam mengajarkan agar waktu digunakan untuk kebaikan dan kemampuan kemampuan manusia dan dimanfaatkan secara optimal, orang tua tidak akan dimintai pertanggung jawaban tentang penggunaan waktu mereka, namun juga akan ditanya tentang bagaimana memproduktipkan atau menghabiskan waktu

anak-anak mereka.19

3. Mengajarkan Kehalalan dan Keharaman dalam Program-Program Media

Informasi

Anak mumayyiz tidak mampu membedakan antara yang mubah dan yang

haram dalam program informasi, oleh karena itu hendaklah orang dewasa, ayah,ibu, dan saudara harus menanamkan keberanian kepadanya untuk berinteraksi dengan sebagian media dan menghindari media yang bersifat negatif. Dalam hal ini mengawasi anak dalam masalah ini membutuhkan keseimbangan, pendidik muslim orang tua, dari siapapun harus berusaha secara terus menerus tanpa merasa lelah dan bosan sehingga mendapatkan keyakinan bahwa anak didiknya telah menerapkan displin dan bersikap jujur, baik dalam hal

yang berkenaan dengan masalah seksual maupun dalam masalah-masalah lain.20

19

Yusuf Qarawi, Halal dan Haram, h. 150

20

Bebrapa teks syariat menganjurkan pemberian hukuman , peringatan dan sangsi moral, yaitu hukuman yang ditetapkan syariat ats pelanggaran seksual yang muncul pada anak. Tentang hukuman ini, bebrapa riwayat menunjukan tidak

boleh memukul anak kecil atau anak mumayyiz lebih dari sepuluh kali pukulan

yang bersifat mendidik.

Islam menyadari bahaya penggunaan hukuman bukan hanya pendidikan seksual bagi anak, melainkan juga dalam setiap aktivitas yang datang dari individu. Hukuman merupakan perkara yang perlu dalam kasus-kasus tertentu apabila nasihat dan bimbinan tidak mendatangkan hasil . apabila terbukti bahwa nasihat tidak mendatangkan hasil, maka pendidik tidak memiliki cara lain. Hukum badan yang diserukan islam adalah untuk mendidik anak yang menyimpang dari aturan-aturan islam dalam masalah syahwat seksual. Namun tidak berarti tidak ada langkah-langkah lain, pendidik muslim dapat menerapkan hukuman itu secara bertahap, seperti melarang anak dari beberapa keistimewaan keluarga, hak-hak financial, atau pengasingan dalam waktu yang singkat agar isa merakakan ketidakridhaan keluarga atas apa yang ia telah lakukan, hukuman badan adalah

cara terakhir dan sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan.21

5. Pernikahan Di Usia Dini

Langkah pencegahan ini terkadang merupakan solusi ilmiah terhadap masalah tidak ada kedisiplinan seksual pada diri seseorang, hal itu dilakukan pada usia baligh, pendidik muslim menggunakan cara ini setelah pendidikan sek selama masa persiapan mengalami kegagalan dan ketika seseorang (ayah atau ibu) meraskan tidak ada keyakinan terhadap masa depan kejujuran dan kesucian

21

menjauhkan anaknya dari penyimpangan seksual.

Pernikahan di usia dini telah diakui sebagai salah satu solusi yang baik bila cara-cara lain tidak berhasil, sebagai mana diinformasikan oleh Yusuf Madani:

“Para pakar psikologi, pendidikan dan seksiologi menganjurkan agar menempuh penyelesaian ini apabila pendidikan seksual dengan berbagai metode tidak berhasil. Sebab pernikahan usia dini merupakan solusi yang legal dan diperkenankan bagi anak yang sudah berusia baligh yang tidak mampu menahan dorongan seksualnyaagar ia dapat menyalurkan kebutuhan seksnya tanpa melanggar hokum agama dan norma-norma social, bahkan solusi ini memberikan ketenangan jiwa dan mendatangkan penghargaan dari orang lain”. Sebagai mana sabda Nabi SAW.

Mengingat anak yang baligh berada dalam fase kehidupannya yang baru, dimana terjadi perubahan-perubahan penting, maka ia tidak mampu menghadapinya kecuali dengan bimbingan pendidik yang memberikan bimbingan praktis, tidak cukup dengan nasihat dan pengarahan saja. Pendidik tidak memiliki langkah efektip yang dapat membantu menentramkan remaja ini dan mengembalikan keseimbangan dirinya yang telah hilang kecuali dengan dilakukannya pernikahan dini.

Jika remaja yang telah baligh tidak diperkenankan menumpahkan dorongan syahwatnya seperti laki-laki dewasa, sementara itu ia tidak mampu mengendalikan dorongan syahwat ini, maka ketika itu ia menghadapi keadaan sulit dalam pergulatan didalam dirinya disebabkan pertentangan dua dorongan, yang satu dorongan melalui syahwat dan yang lain mencegahnya dari pemuasaan syahwat tersebut. Apabila seorang pendidik muslim tidak mampu menghilangkan

dari kekotoran penyakit kejiwaan dan penyimpangan seksual. Ia tertindas oleh sakitnya batin dan norma sosial.

Oleh karena itu, keputusan untuk menempuh pernikahan usia dini adalah sebuah langkah penyembuhan sekaligus langkha pencegahan dalam menghadapi factor-faktor penyimpangan yang telah menanti, dan merupakan langkah penyembuhan bagi penyakit kedurhakaan yang dilakukan remaja melawan nilai-nilai pendidikan dan norma-norma agama.

Demikian ,beberapa kaidah utama yang dapat ditemukan dari berbagai aturan Islam. Kaidah utama ini merupakan prinsip penghargaan islam terhadap potensi seksual yang dinilai sebagai sunnatullah yang alami dan fitri.

49 A. Kesimpulan

Rangkaian akhir dari penelitian yang telah penulis lakukan, berdasarkan uraian di atas mengenai pandangan Islam tentang pencegahan seks bebas perspektip hadis. Selama ini, jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak sebagian besar orang adalah hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin yang membedakan pria dan wanita secara biologis. Pada masa remaja terjadi perkembangan yang dinamis dalam kehidupan individu yang di tandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan sosial.

Pencegahan terjadinya tindakan seks bebas (zina) berdasarkan hadis adalah sebagai berikut :

1. Gha฀฀ul Ba฀har ( Menjaga Pandangan )

2. Berkhalawat ( Berdua duaan )

3. Larangan zina / seks bebas (hubungan seks sebelum menikh)

4. Anjuran Khitan

5. Menutup Aurat

6. Anjuran menikah

Itulah hadis yang ditemukan peneliti di dalam upaya pencegahan seks bebas ( zina ) .

B. Saran-saran

Berawal dari pembahasan dan kesimpulan tersebut di atas, dirasa perlu kiranya penulis menyampaikan saran-saran sebagaiberikut :

Respon remaja yang sudah baik ini terhadap kesehatan reproduksi sudah cukup baik perlu terus ditambahkan agar dapat berkembang sehingga dapat bermanfaat untuk mereka agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang tidak baik dari luar .

2. Untuk aktivis pendidikan, dalam menyampaikan materi pendidikan

termasuk pendidikan seks sebagai bagian dari materi pendidikan agama islam, hendaknya disesuaikan dengan tingkat usia dan tingkat pertumbuhan serta perkembangan fisik dan kejiwaan anak didik.

3. Untuk aktivis pendidikan, dalam menyampaikan materi pendidikan

termasuk materi pendidikan seks, hendaknya dipilih metode yang cocok dan sesuai dengan situasi dan kondisi serta sesuai dengan tuntunan ajaran agama, yakni al-Qur’an dan hadis.

4. Dalam memperkenalkan masalah seksual kepada anak, baik di

lingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat, guru serta aktivis pendidikan lainnya terutama orang tua di lingkungan keluarga, hendaknya memiliki wawasan yang benar tentang seks, sehingga mampu memberikan bekal sebagai rangsangan bagi anak didik untuk melakukan suatu kecenderungan yang logis dan benar dalam masalah-masalah seksual, mengembangkannya sesuai dengan pola pikirnya, dan menerapkannya dengan benar dalam kehidupan pribadinya di masadepan.

5. Khusus dalam pendidikan seks, baik guru sebagai pendidik formal

di sekolah, terutama orang tuayang memiliki kekuasaan dan tanggung jawab penuh untuk memberikan bimbingan kepada anaknya di

lingkungan keluarga dan merupakan kewajiban agama untuk tidak menyelewengkannya, hendaknya betul-betul memperhatikan usia dan perkembangan jiwa anak serta terus-menerus melakukan monitoring sampai anak mencapai akil baligh.

6. Untuk perawat atau petugas kesehatan agar meningkatkan

perannya terutama dalam peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi mengingat banyaknya dampak negatif yang semakin meluas akibat dari pengaruh hubungan seksual dan mengingatp erkembangan yang sangat maju dalam dunia technologi dengan melakukan pencegahan awal seperti melakukan penyuluhan dan membagikan leafleat.

Abdurahman, Syekh,Al-Jariri.Al–Fiqh ’ala al-Madzhab al-Arba’ah, Cairo: DarulUlum

Press,1994.

Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy’ats. Sunan Abu Daud, t.tp, Dar al-Hadis al-Qahirah, t.th,

babtentangkeutamaankhitan, juz 14.

Akbar, Ali. Merawat Cinta Kasih, Jakarta: Pustaka Antara, 1976.

Armando, DesakralisasiSeks, Bandung: Remaja Modern, 2003.

Asrori, Ahmad Ma’ruf dan Suheri Ismail, Khitan dan Aqidah : Upaya Pembentukan Generasi

Qur’ani, Surabaya: Al-Miftah, 1998, Cet. II.