• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pendidikan Spiritual Menurut Para Ahli

5. Pendidikan Spiritual Menurut Jhon Dewey

5. Pendidikan Spiritual Menurut Jhon Dewey

Filosofi pendidikan spiritual Dewey terkenal dengan istilah progresisivisme, adalah suatu gerakan dalam bidang pendidikan spiritual yang sejak awal, aliran ini berusaha menggapai secara positif pengaruh-pengaruh yang ada pada Iptek. Selain itu, perubahan yang terjadi pada masyarakat dipandang secara optimis dan dikembalikan kepada kemampuan manusia, hal ini, sepanjang sejarahnya telah menciptakan kebudayaan dan peradaban sebagai hasil dari beberapa kemajuan Iptek. Bagi progresivisme, segala sesuatu dipandang ke depan. Semua yang ada di belakang hanya merupakan catatan-catatan yang berguna untuk dipelajari dan saat dibutuhkan dapat ditampilkan kembali pada zaman sekarang.

Manusia dipandang sebagai makhluk yang dinamis dan kreatif, oleh karena itu, pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan, semua itu penting demi kemajuan yang diperlukan oleh manusia itu sendiri, sesuatu yang dipandang maju oleh progresivisme adalah kurikulum jenis core

269Sayet Housen, Cahaya Pencerahan Petunjuk Al-Qur‟an dan Hadis untuk Meraih Kesuksesan Dunia dan Akhirat, terj. Moh. Shoban Rahman Zuhdi, (Jakarta: Qisthi Press, 2006), hal. 346.

curriculum, yakni sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum, kurikulum-kurikulum tersebut harus disusun secara teratur dan terencana, kualifikasi semacam ini diperlukan agar pendidikan dapat mempunyai proses sesuai dengan tujuan, tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya insidental dan tidak penting.

Maka suasana pendidikan spiritual yang baik dapat diarahkan sesuai dengan arah yang ditentukan dalam pendidikan progresivisme pendidikan Jhon Dewey, kurikulum pendidikan berasal dari teori-teori yang ada, juga mengutamakan realitas alam sebagai bagian yang sangat penting yang harus terkaver dalam kurikulum pendidikan spiritual. Dalam memandang alam semesta progresivisme tidak menggunakan istilah alam semesta, melainkan dunia merupakan media proses dimana manusia hidup di dalamnya. Istilah dunia termasuk sinonim dengan kosmos realita alam.270

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa ontologi progresivisme adalah pendidikan mengandung makna dan kualitas evolusionistis yang kuat. Untuk itu, pengalaman diartikan sebagai ciri dari dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan, dan tindakan yang ada manfaatnya, berarti pengalaman adalah perjuangan pula. Kurikulum pendidikan harus berisi tentang berbagai pengetahuan dan kebenaran. Progresivisme membedakan antara pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan merupakan kumpulan kesan dan penerangan yang terhimpun dari pengalaman yang siap untuk digunakan. Sementara itu kebenaran adalah hasil tertentu dari usaha untuk mengetahui, memiliki dan mengarahkan beberapa segmen pengetahuan yang dapat menimbulkan petunjuk atau penyelesaian pada situasi tertentu, mungkin keadaannya kacau.

Dalam kaitan ini, kecerdasan merupakan faktor yang paling utama yang mempunyai kedudukan yang dapat mempertahankan adanya hubungan antara manusia dan lingkungan.271

Jika pengetahuan yang diajarkan bersumber dari teori-teori, maka harus dipilih teori-teori yang relevan serta pada persoalan siswa (anak). Apabila pengetahuan diajarkan bersumber dari pengalaman, maka harus dipilihkan dari pengalaman yang terkendali. Misalnya, pengetahuan tentang IPA dan ilmu teknologi yang harus disampaikan secara mantap, dasar-dasar dan penggunaannya. Pengetahuan ini biasanya dihimpun atas dasar pengamatan yang teratur. Ketika para observer menjumpai gejala atau data yang ia berusaha menguji apakah data itu benar-benar yang dicari? Pengujian itu didasarkan pada kritreria yang telah ditetapkan. Hal ini, pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang terkendali. Jhon Dewey merekomendasikan kurikulum pendidikan yang berisi tentang berbagai materi pelajaran yang

270Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 76.

271Amin Syukur, Zuhud di masa Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal. 97.

mempunyai nilai kehidupan manusia atau memberikan imformasi bagi peserta didik, materi liberal, dan humanistik serta kesenian.272

Semuanya diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan spiritual melalui proses yang membebaskan. Jhon Dewey menentang keberadaan sekolah kuno yang dalam proses pendidikannya terlalu meninggikan posisi guru, sehingga cenderung berperan sangat menentukan terhadap segala sesuatu (teacher-centris). Ini jelas kurang mendidik terhadap kebebasan berfikir pada siswa, dan yang terjadi adalah model paksaan dari guru kepada siswa. Bagi Jhon Dewey, guru hanyalah sebagai motivator, fasilitator, pendamping, dan beberapa penunjuk bagi minat siswa. Misalnya, peserta didik berminat terhadap ilmu alam, tetapi malas untuk berhitung, maka tugas guru adalah membimbing dan menunjukkan untuk bisa memahami ilmu alam, haruslah belajar untuk bisa berhitung, dan begitu seterusnya.273

Di sekolah kuno, murid hanya mendengarkan (it is made for listening).

Dewey menamai sekolah tradisional dengan sebutan sekolah duduk, sekolah dengar, sekolah percaya, sekolah pasif, juga sekolah buku, karena siswa dipaksa megambil sesuatu hal yang lengkap dituturkan dan difikirkan dalam buku. Keadaan ini harus diubah, siswa harus bekerja sendiri, mengamati, dan berfikir sendiri sesuai dengan insting yang ada padanya, dan pada akhirnya menarik kesimpulan sendiri. Inilah makna istilah learning by doing yang dikehendaki Jhon Dewey dalam do school.274

Jhon Dewey, memberikan metode pendidikan dengan cara disiplin tetapi bukan disiplin otoritas, namun disiplin yang berorientasi pada aktivitas peserta didik. Cara yang ditempuh di sini adalah sebagai berikut: (1) semua paksaan harus dibuang, guru harus bisa membangkitkan kekuatan internal peserta didik sehingga bisa mencapai ketuntasan belajar (mastery learning);

(2) guru harus intim dengan kecakapan dan minat setiap peserta didik yang tidak ada minat universal yang ada plural, sehinggga beragam dan berbeda;

(3) guru harus bisa menciptakan situasi di kelas, sehingga setiap peserta didik bisa berpartisipasi dalam proses belajar.275

Dengan demikian, cara mengajar harus diperhatikan oleh guru dan mendapat perhatian peserta didik. Guru harus memperhatikan insting yang dipunyai peserta didik dan guru juga perlu memperhatikan perkembangan jiwa peserta didik.Tujuan pendidikan dalam progresivisme pendidikan Jhon

272Sayyed Hussein Nasr, Pengembangan Pendidikan Tasawuf di Era Modert, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), hal. 96.

273Jhon Dewey, Tasawuf Pendidikan Spiritual Rohani, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), hal. 96.

274Ahmad Kusairi, Tasawuf Modern dalam Pendidikan Spiritual masa Kini, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1990), hal. 78.

275Imam Barnadib, Sistem Filsafat Pendidikan Spritual & Metode, (Yogyakarta:

ANDI, 1997), cet. Ke 9, hal. 67.

Dewey adalah untuk memberikan bekal kemampuan kepada peserta didik agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Jhon Dewey, pendidikan adalah sebuah kebutuhan hidup. Pendidikan merupakan suatu transmisi yang dilakukan melalui komunikasi. Komunikasi adalah proses dari pernyataan empiris dan proses modifikasi watak, sehingga menjadi suatu keadaan pribadi.

Hal ini, dapat dikatakan bahwa setiap rancangan sosial memiliki bagian penting dari sebuah kelompok, dari yang tertua hingga yang termuda, sebagai sebuah masyarakat yang sangat kompleks dalam struktur maupun sumber daya, manusia membutuhkan beberapi pengajaran formal serta proses pembelajaran. Maka pendidikan bermaksud untuk memberikan kesiapan hidup bagi peserta didiknya agar mudah dalam menjalani hidup Jhon Dewey menyatakan bahwa pendidikan itu “preparing or getting ready for some future duty or privilege” (mempersiapkan atau mendapat kesiapan untuk banyak tugas atau tanggung jawab di masa mendatang). Lebih lanjut, Jhon Dewey menegaskan, “The notion that education is an unfolding from within appears to have more likeness to the conception of growth which has been set forth, dengan demikian, pemikiran Jhon Dewey tentang pendidikan spiritual lebih condong kepada suatu konsepsi pendidikan yang harus dibentangkan dari yang tampak dan memiliki kesamaan dengan konsepsi pertumbuhan yang menjadi perlengkapan seterusnya.276

276Abdullah Hasan, Mewujudkan Pendidikan Spiritual untuk Membangun Karakter Manusia, (Jakarta: Esa Berlian, 2009), hal, 23.

143 BAB III

PEMBENTUKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN A. Pembentukan Karakter dalam Perspektif Al-Qur’an

Di era globalisasi dalam rangka membentuk karakter manusia yang bermartabat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sangat menjadi perhatian yang sungguh-sungguh bagi pemerintah di Indonesia. Pemerintah menegas tentang pendidikan al-Qur‟an, bahwa pendidikan al-Qur‟an merupakan menjadi kurikulum pada semua jenjang pendidikan formal dalam penyelenggaraan beberapa pendidikan al-Qur‟an, hal ini merupakan bagian dari beberapa kurikulum nasional, dan pendidikan al-Qur‟an bertujuan untuk membentuk potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, pandai baca tulis al-Qur‟an, berahklak yang mulia, mengerti dan memahami serta mengamalkan kandungan ayat al-Qur‟an. Setidaknya ada empat aspek yang harus menjadi alasan untuk menerapkan pendidikan spiritual, yaitu:1

Pertama, aspek dogmatis, secara dogmatis diyakini bahwa pendidikan spiritual al-Qur‟an adalah pedoman hidup manusia. Al-Qur‟an tidak hanya berbicara tentang kehidupan pendidikan spiritual, akan tetapi mengandung ajaran yang komprehensif, holistik dan universal. Bahkan al-Qur‟an juga mengandung isyarat ilmiah yang tetap relevan sepanjang zaman, sehingga tatanan kehidupan masyarakat memiliki peradaban yang tinggi. Hanya saja, perlu pengembangan metodologi dalam pemahaman al-Qur‟an, sehingga lebih mampu menjawab tantangan dan kebutuhan umat, jika muncul

1Abdul Mukti, Pendidikan Karakter menuju Tangga Etika yang Baik, (Semarang:

Toha Putra, 2010), hal. 112.

beberapa anggapan dewasa ini umat Islam terbelakang bukan berarti al-Qur‟an yang bermasalah, akan tetapi manusia itu sendiri yang tidak mampu memahami pesan-pesan al-Qur‟an.2

Kedua, aspek sosio kultural adalah agama Islam yang memiliki kultur yang menyatu dengan al-Qur‟an, bahkan ketika orang berbicara tentang sosio kultural di Barat, maka key word yang ada dalam persepsinya hanya ada dua kata adat yang ada dalam Islam. Dalam hal ini, mengingat beberapa falsafah adat Syarak basandi adalah Kitabullah, begitu pula sudah mengakar dalam budaya. Untuk melestarikan dan falsafah yang selalu didengungkan, hal ini, dalam kehidupan yang nyata perlu dilakukan upaya melalui proses pendidikan spiritual, sehingga mampu menerapkan Kitabullah (al-Qur‟an) tersebut. Jika tidak, maka falsafah hanya menjadi buah bibir semata.3

Ketiga, aspek historis adalah berbicara tentang sejarah pendidikan spiritual tentu tidak terlepas dari pendidikan. Sistem pendidikan spiritual membaca al-Qur‟an masih tetap menarik untuk dikaji dan diteliti hingga saat ini. Sebab pendidikan al-Qur‟an telah memberikan kontribusi yang amat bermanfaat terhadap pembangunan mental dan spiritual, bahkan terhadap bangsa Indonesia sendiri, secara nasional dengan tampilnya beberapa ulama dan cendikiawan terkemuka yang merupakan produk dari pendidikan al-Qur‟an. Dan perlu ditegaskan bahwa setiap surau atau tempat yang berperan sebagai lembaga pendidikan Qur‟an pasti di dalam terdapat pendidikan al-Qur‟an. Namun pendidikan di surau tidak mampu tampil sebagai lembaga pendidikan formal seperti, pondok pesantren di tanah Jawa. Kini masyarakat yang mengalami romantisme sejarah, lalu mempopulerkan gagasan, karena surau telah dianggap berhasil pada zamannya. Cara yang paling bijak untuk menerapkan gagasan itu adalah dengan menerapkan kembali ciri khas sistem pendidikan surau itu sendiri, yaitu pedidikan al-Qur‟an.4

Keempat, aspek politik ini dalam pandangan al-Qur‟an adalah sebagai pendidikan karakter yang sangat beralasan, untuk berkembangnya potensi manusia agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Iman dan takwa jelas terinspirasi dari isi al-Qur‟an dalam perspektif Islam, mustahil seseorang mampu beriman dan bertakwa kepada Allah tanpa mengamalkan

2Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakaya, 2012), cet. Ke 2, hal. 112.

3Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Spiritual Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 3.

4Kementerian Pendidikan Nasional, Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, (Jakarta: Diknas, 2011).

kandungan ayat al-Qur‟an, mempelajari al-Qur‟an merupakan keniscayaan bagi yang ingin mengamalkan al-Qur‟an secara baik.5

Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan pemerintah dewasa ini sedang menerapkan beberapa pendidikan karakter, dan hakikat pendidikan spiritual yang sebenarnya adalah akhlak yang mulia dalam perspektif Islam, akhlak itu adalah mesti merujuk pada Rasulullah Saw, kemudian Nabi bersabda.

ُوُلُلُخ َن َكَ ْتَلاَلَف َىلَّ َسَو ِوََْلَع ُ ىللَّا ىلَّ َص ِالله ِلو ُسَر ِقُلُخ ْنَع ُة َشِئاَع ْتَلِئ ُ س :َلاَك ِن َسَحْلا ِنَع َنٓنْرُلْلا

( هاور دحمٔن

(

Dari Al-Hasan ia berkata: Aisyah ditanya tentang Akhlaq Rasulullah Saw, maka dia Menjawab: Akhlaqnya adalah Al-Qur‟an. (HR. Ahmad).

Pendidikan spiritual al-Qur‟an melahirkan kesadaran manusia dan memperkuat pendidikan spiritual yang saat ini dikembangkan diseluruh wilayah Indonesia, bahkan al-Qur‟an sejatinya menjadi karakter atau ciri khas pendidikan Islam. Maka pentingnya pendidikan al-Qur‟an dapat dilihat pada tujuan pertama untuk mempelajari dan mengajarkan ayat al-Qur‟an, serta al-Qur‟an adalah kalamullah, kitab suci mulia yang paling paripurna, pedoman dan landasan hidup setiap manusia beriman, yang mengakui Allah SWT sebagai Allah Yang Maha Esa. Isinya mencakup segala segi kehidupan manusia. Kemuliaan umat ini tergantung kepada bagaimana berinteraksi terhadap al-Qur‟an, hidup di bawah beberapa naungan al-Qur‟an, demikian kata Syahid Saiyyid Quthb, dalam kitab Zhilal-nya.6

Sebagai kitab pedoman, ia harus dibaca dan bahkan sangat dianjurkan untuk dijadikan bacaan harian. Hal ini, tersirat dalam berbagai keistimewaan, baik dalam keistimewaan tilawah, keistimewaan tadabbur, dan keistimewaan hifzh atau hafalan. Keistimewaan tilawah, artinya al-Qur‟an adalah sebuah kitab yang harus dibaca, bahkan dianjurkan untuk dijadikan bacaan harian.

Membacanya dinilai oleh Allah sebagai amal ibadah yakni pahala yang diberikan-Nya berlipat ganda, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

ٌف ْرَح َ ْيِْمَو ٌفْرَح ُمَلا َو َفْرَح ٌفْلَا ىنُنَاَو ٌفْرَح َ ىلمَا ُلْوُكٔ َل

)ىذمترلا هاور(

Saya tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, namun alif satu huruf, lam satu huruf, dan mimsatu huruf. (HR. Turmuzi).

Pada hakikatnya tilawah bukanlah hal yang sederhana, namun dalam bertilawah seorang qari‟ (pembaca) dituntut untuk menjaga keaslian bacaan al-Qur‟an seperti yang diturunkan oleh Allah SWT, kepada Nabi Muhammad Saw, melalui Jibril AS. Rasulullah dalam hal pengajaran al-Qur‟an ini, menunjukan dan memberi kepercayaan kepada beberapa sahabat

5Syahid Saiyyid Quthb,Tarbiyatul Awlaad fi al-Islam, (Jeddah: Darussalaam, 1992), cet. Ke 21, hal. 177.

6Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa, (Jakarta: BP Migas dan Star Energy, 2004), hal. 76.

untuk mengajarkannya, diantaranya: kepada Mu‟az bin Jabal, Ubay bin Ka‟ab dan Salim Maula Bin Abi Hudzaifah. Para sahabat kemudian mengajarkannya kepada Tabi‟in.7

Al-Qur‟an diajarkan secara turun temurun dalam keadaan asli tanpa terkurangi hurufnya. Untuk menjaga keaslian para ulama dan menjaga al-Qur‟an (runtutan para pengajar al-al-Qur‟an dari sejak zaman Rasulullah Saw, sampai sekarang) oleh karena itu, yang asli dalam mempelajari al-Qur‟an dengan Talaqqi, yaitu mempelajari al-Qur‟an melalui seorang guru langsung berhadap-hadapan dimulai dari surat al-Fatihah sampai al-Nash, namun mengingat terbatasnya jumlah orang yang menguasai al-Qur‟an, terutama dalam hal tilawah, maka ulama ahli Qira‟at meletakkan kaedah-kaedah dan cara membaca al-Qur‟an dengan tartil, baik dan benar, dengan mengunakan ilmu tajwid..8

Pertama, keistimewaan dalam tadabbur, artinya al-Qur‟an akan benar-benar menjadi ruh (penggerak) bagi kemajuan kehidupan manusia manakala selalu dibaca dan ditadabburkan makna yang terkandung dalam setiap ayat-ayatnya. Allah SWT, telah berfirman dalam surat Ash-Shura [42]: 52).



Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu sebuah ruh (al-Qur‟an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab itu dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Alquran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa diantara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.(Q.S. Ash-Shura [42]: 52).

Pertama, keistimewaan hafalan, artinya al-Qur‟an selain dibaca atau direnungkan juga perlu dihafal, dipindahkan dari tulisan ke dalam dada, karena hal ini merupakan ciri khas orang-orang yang diberi ilmu, juga sebagai tolok ukur keimanan dalam hati seseorang.

Kedua, dilihat pada keutamaan belajar dan mengajarkan al-Qur‟an, seperti berikut:

a) Orang yang belajar dan mengajarkan al-Qur‟an adalah sebaik-baik umat, kelak ia akan menerima balasan pahala dari Allah SWT.

b) Orang yang membaca al-Qur‟an mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.

7Azhar Arsyad, Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pustaka: 2011), hal. 11.

8Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah. Pesan-Pesan dan Keserasian Al-Qur‟an dalam Meningkatkan Pembentukan Karakter, vol. 16, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 244.

c) Di samping amal kebajikan, memperbanyak membaca al-Qur‟an dapat membebaskan seseorang dari sentuhan api neraka, karena datang kelak pada hari kiamat memberi syafa‟at.

d) Membaca al-Qur‟an merupakan suatu ibadah yang lebih utama dari umat Muhammad Saw. Rasulullah pernah menerangkan kepada para sahabatnya tentang kemuliaan orang-orang yang membaca al-Qur‟an, sebagaimana riwayat berikut ini. Barang siapa yang mengharap hendak bertemu dengan Allah, maka hendak memuliakan ahli Allah, sahabat bertanya, ya.. Rasulullah, apakah Allah mempunyai ahli? Jawab Nabi, ya.. kemudian para sahabat bertanya lagi, siapakah itu Rasulullah?

Kemudian Rasulullah Saw menjawab, Ahli Allah di dunia ialah orang-orang yang membaca al-Qur‟an. Ketahuilah, barang siapa yang memuliakan Allah maka Allah akan memuliakannya, dan memberikan surga kepadanya. Dan barang siapa yang menghinakan dia, maka Allah akan menghinakan pula, dan memasukkan ke dalam neraka.9

Seorang yang paling mulia di sisi Allah selain dari orang yang membaca al-Qur‟an. Ketahuilah, sesungguhnya orang yang membawa al-Qur‟an (untuk dibaca) itu di sisi Allah lebih mulia dari pada semua orang selain para Nabi, pada riwayat lain Nabi Muhammad Saw, membanggakan umatnya yang gemar membacaal-Qur‟an.10

Begitu juga pentingnya membaca al-Qur‟an, karena mempelajari al-Qur‟an dan mengajarkannya, adalah sebagai ibadah yang paling mulia, menurut bukunya Mahmud Yunus adalah, mengemukakan sebagai berikut:

1) Memelihara kitab suci, membacanya serta menghayati isinya, untuk jadi petunjuk dan pengajaran bagi orang muslim di dalam kehidupan didunia.

2) Mengingat hukum agama yang termaktub dalam al-Qur‟an, menguatkan keimanan, mendorong berbuat kebaikan dan menjauhi segala kejahatan.

3) Mengharapkan keridhaan Allah dengan menganut i‟ktikaf yang sah yang mengikuti segala keseluruhan-Nya dan menghentikan segala larangan-Nya.11

Menanamkan pendidikan akhlak yang mulia dengan mengambil „ibrah sebagai pengajaran suri tauladan yang baik dari riwayat yang termaktub dalam al-Qur‟an, menanamkan rasa keagamaan yang sangat mendalam dihati

9Maulan Sanjaya, Metodologi Penelitian Kualitatif Spiritual, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 67.

10Ibrahim Anwar, Belajara Karakter melalui Sholat, Zdikir, dan Shodaqoh, (Jakarta:

Intan Permata Mulia, 1998), hal. 73.

11Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an dalam Membangun Pendidikan Spiritual:

Tafsir Tematik Atas Berbagai Persoalan Umat, (Jakarta: Mizan, 2013), cet. Ke 2, hal. 70.

dan menumbuhkan kesetiaan, sehingga tetap keimanan dan bertambah dekat hati kepada Allah SWT.. Mempelajari al-Qur‟an amat penting sekali dimulai sejak kanak-kanak, baik di sekolah atau diluar sekolah, seperti rumah, masjid, atau langgar, taman lembaga pendidikan al-Qur‟an, madrasah diniyah awaliyah, di Masjid-Masjid, dan lain sebagainya, karena waktu ini (sebagai langkah awal), tenaga hafalan untuk anak-anak sangat kuat dan sangat cepat untuk menghafal, sehingga mudah baginya menghafal ayat-ayat tersebut.12

Hal ini, sejalan dengan pendidikan sholat, bahwa siswa harus bisa menghafal ayat-ayat yang perlu dibaca dalam sholat atau di luar sholat. Sebab itu akan menjadi kebiasaan dari dahulu kala, anak-anak belajar al-Qur‟an itu di surau-surau (langgar) di seluruh Indonesia. Perguruan al-Qur‟an itu harus dihidupkan di tempat-tempat seperti disebut di atas, baik petang hari atau malam hari, pagi atau siang, tetapi supaya pelajaran itu lebih teratur dan menghasilkan tujuan di atas, harus diikuti dengan cara-cara yang baik untuk mengajarkannya.13

Pada zaman sekarang merasa perlu mempelajari al-Qur‟an menurut dasar-dasar yang kokoh, bukan semata-mata membaca dan melagukan saja.

Karena al-Qur‟an itu di turunkan Allah sebagai petunjuk dan penuntun bagi masyarakat Islam, dan ummat manusia. Sementara, Ilmu pendidikan Islam Fannu al-Tadris, tujuan mengajarkan al-Qur‟an kepada murid-murid adalah sebagai berikut: (a) untuk menjelaskan asas utama syari‟at Islam; (b) untuk meningkatkan daya berfikir para siswa (murid-murid) tentang hidup dan menikmati keindahan; (c) memberi faham ayat-ayat yang dipelajarinya, supaya siswa mengetahui hukum-hukum agama yang terkandung di dalam al-Qur‟an dan mengingatkan serta menghafalnya; (d) untuk membentuk akhlak murid-murid yang mulia; (e) untuk memberi paham tentang ayat-ayat yang dipelajarinya.Tujuan mengajar al-Qur‟an untuk membentuk akhlak siswa yang dapat mencapai dengan memahami dan pengertian dari al-Qur‟an.14

Maka pentingnya pendidikan al-Qur‟an merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang yang beriman (mukmin), disamping itu mengimani, menghayati, memahami, mengamalkan, memelihara dan meresapi arti dari ayat al-Qur‟an melalui pendidikan spiritual al-Qur‟an, maka setiap siswa didikakan mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu terbentuknya karakter yang baik atau akhlak yang mulia sebagai tujuan yang tertinggi dari

Maka pentingnya pendidikan al-Qur‟an merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang yang beriman (mukmin), disamping itu mengimani, menghayati, memahami, mengamalkan, memelihara dan meresapi arti dari ayat al-Qur‟an melalui pendidikan spiritual al-Qur‟an, maka setiap siswa didikakan mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu terbentuknya karakter yang baik atau akhlak yang mulia sebagai tujuan yang tertinggi dari

Dokumen terkait