• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengobatan Mandiri

Berdasarkan The International Pharmaceutical Federation (FIP) dan The

World Self Medication Industry (WSMI), pengobatan mandiri didefinisikan

sebagai suatu perilaku yang menggunakan obat tanpa resep yang didasari oleh

inisiatif dari diri sendiri (Anonim, 1999). Pengobatan mandiri berperan untuk

mengatasi suatu penyakit secara tepat dan efektif yang tidak memerlukan

konsultasi medis, pengurangan beban pelayanan kesehatan karena keterbatasan

sumberdaya dan tenaga, serta peningkatan keterjangkauan pelayanan kesehatan

untuk masyarakat yang jauh dari puskesmas (Supardi, 1997).

Menurut Hott and Hall (1990) pengobatan mandiri dengan obat tanpa

resep hendaknya dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab, biasanya pada

kasus :

1. Perawatan simtomatik minor

2. Penyakit self-limiting atau paliatif

3. Pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan

4. Penyakit kronis yang sebelumnya sudah pernah di diagnosis dokter atau

tenaga medis profesional lainnya.

Menurut Holt dan Edwin (cit., Kristina, Prabandari, dan Sudjaswadi,

2008) swamedikasi merupakan kegiatan atau tindakan mengobati diri sendiri

maupun keluarganya dengan Obat Tanpa Resep (OTR) secara tepat dan

lain: aman bila digunakan sesuai dengan aturan, efektif untuk menghilangkan

keluhan, efisiensi biaya, efisiensi waktu, dapat ikut berperan serta dalam

mengambil keputusan terapi, dan meringankan beban pemerintah dalam

keterbatasan jumlah tenaga kerja dan sarana kesehatan di masyarakat.

Perilaku swamedikasi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya

tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang, pengalaman, sikap dalam

mengatasi masalah kesehatan, demografi dan epidemiologi, ketersediaan

pelayanan kesehatan, ketersediaan produk obat tanpa resep, dan faktor sosial

ekonomi (Holt and Hall, 1990).

B. Obat Over The Counter (OTC)

Obat Over The Counter (OTC) adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep

dokter dan dapat digunakan oleh konsumen atas inisiatif sendiri dan secara

bertanggung jawab untuk mencegah, mengurangi atau mengobati gejala atau

penyakit ringan, yang tersedia dalam bentuk, kondisi dan dosis resmi yang aman

untuk konsumen (Anonim, 2005).

OTC adalah salah satu obat tanpa resep, obat tanpa resep adalah obat

yang digunakan untuk pengobatan sendiri, yang bertujuan untuk memperbaiki

kesehatan, meringankan gejala minor, dan mencegah penyakit (Widijapranata,

1997). Dalam upaya swamedikasi atau pengobatan sendiri digunakan golongan

obat bebas dan obat bebas terbatas (Hartini dan Sulasmono, 2007).

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter, sedangkan obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya

8

dan disertai dengan tanda peringatan (Anonim, 2006). Obat yang dapat diperoleh

tanpa resep dokter, pada kemasan dan etiketnya tertera tanda khusus. Tanda

khusus pada obat bebas berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam,

sedangkan tanda khusus pada obat bebas terbatas berupa lingkaran biru dengan

garis tepi berwarna hitam (Anonim, 2007). Tanda obat bebas dan bebas terbatas

ditunjukkan pada gambar 1 dan gambar 2.

Gambar 1. Tanda obat bebas (Anonim, 2007)

Gambar 2. Tanda obat bebas terbatas (Anonim, 2007)

Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda khusus lingkaran

biru juga terdapat tanda khusus berupa tanda peringatan untuk aturan pakai obat.

Tanda peringatan tersebut berupa empat persegi panjang dengan huruf putih pada

Gambar 3. Tanda peringatan obat bebas terbatas (Anonim, 2007)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 919/ MENKES/ PER/

X/ 1993 pasal 2, obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria :

1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak

dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun

2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada

kelanjutan penyakit

3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan

4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia

5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

10

Dalam penggunaan produk obat tanpa resep secara aman dan efektif,

konsumen harus memperhatikan beberapa aturan yang digunakan oleh seorang

tenaga kesehatan dalam mengobati pasien dengan obat resep. Aturan tersebut

seperti pengenalan gejala yang cermat, keadaan objek terapi, pemilihan produk

yang akan digunakan, pemilihan dosis dan aturan pakai yang sesuai,

memperhitungkan riwayat penyakit seseorang, kontraindikasi, penyakit penyerta

dan penggunaan obat yang bersamaan, dan memonitoring respon terhadap

pengobatan dan kemungkinan adanya efek samping yang terjadi (Anonim, 2000).

Dalam proses pemilihan obat, perlu diperhatikan gejala atau keluhan

penyakit yang diderita, kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, dan usia

lanjut, pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat tertentu,

nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan interaksi

obat. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah memilih obat yang sesuai

dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi dengan obat yang sedang diminum

(Anonim, 2006).

C. Batuk

Batuk merupakan mekanisme fisiologis yang bermanfaat untuk

mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari dahak, zat-zat asing,

dan unsur infeksi (Tjay dan Rahardja, 2002). Berdasarkan lamanya batuk tersebut

terjadi, batuk diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : batuk akut yaitu batuk yang terjadi

kurang dari 3 minggu, batuk subakut yaitu batuk yang terjadi selama 3 sampai 8

minggu, dan batuk kronis yaitu batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu.

yaitu: batuk berdahak (batuk produktif) dan batuk tidak berdahak (batuk

non-produktif) (Tietze, 2006).

Batuk dimulai dengan tarikan nafas yang dalam diikuti oleh penutupan

glotis dan kontraksi yang kuat pada rongga dada, dinding abdomen, dan otot

diafragma yang melawan glotis yang tertutup. Ketika glotis terbuka, terjadi

pengeluaran nafas yang kuat yang mendorong keluarnya sputum dan benda asing

dari sistem pernapasan (Tietze, 2006).

Batuk merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak-anak, penyebab

paling umum adalah infeksi saluran pernafasan atas. Anak-anak biasanya

terinfeksi penyakit saluran pernafasan 6 sampai 12 kali pertahun, umumnya

disebabkan oleh virus. Kadang-kadang, anak dapat mengalami batuk sampai

berminggu-minggu setelah terinfeksi virus (post-viral cough ) (Anonim, 2008b).

Menurut Tietze, (2006) tujuan utama swamedikasi batuk adalah

mengurangi jumlah dan tingkat keparahan batuk. Kemudian tujuan kedua adalah

untuk mencegah terjadinya komplikasi. Golongan obat yang digunakan untuk

meringankan gejala batuk adalah antitusif, ekpektoran, dan mukolitik. Golongan

antitusif yang disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) meliputi

kodein, dekstrometorfan dan difenhidramin (Tietze, 2006). Golongan obat

antitusif yang dapat digunakan untuk swamedikasi adalah dekstrometorfan dan

difenhidramin (Anonim, 2007).

Pengunaan antitusif untuk batuk yang tidak diketahui penyebabnya

mungkin berguna yaitu untuk batuk yang mengganggu tidur. Penggunaan antitusif

12

dianjurkan pada anak dan harus dihindari pada anak yang berusia kurang dari 1

tahun (Anonim, 2008a).

Ekspektoran digunakan untuk batuk yang memerlukan pengenceran

dahak, misalnya batuk karena influenza atau radang saluran pernapasan.

Mekanisme kerja obat ini diduga dengan cara memicu sekresi cairan saluran napas

sehingga mempermudah pengeluarannya (Anonim, 2007). Obat ekspektoran yang

hanya disetujui oleh FDA adalah guaifenesin (gliseril guaikolat) (Tietze, 2006).

Mukolitik memiliki mekanisme kerja dengan cara mengurangi viskositas sputum.

Golongan obat mukolitik yang dapat digunakan untuk swamedikasi adalah

bromheksin (Anonim, 2008a).

D. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus

atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan dan minuman, serta lingkungan di sekitarnya (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku kesehatan adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu

dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap

tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan

(Sarwono, 2007). Perilaku manusia terbagi dalam 3 domain, ranah atau kawasan

yakni : a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (phychomotor).

Dalam perkembangannya teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behavior). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku

yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,

2007).

3. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Menurut

Notoatmodjo, (2007), praktik ini mempunyai beberapa tingkatan, yaitu :

a. Persepsi (perception). Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat

14

b. Respon terpimpin (guided response). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan

urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator

praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (mechanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,

maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

d. Adopsi (adoption). Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

E. Perubahan Perilaku

Dalam perilaku kesehatan, hal yang penting adalah masalah

pembentukan dan perubahan perilaku. Perubahan perilaku merupakan tujuan dari

pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program

kesehatan. Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang

kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Menurut Notoatmodjo,

(2007) perubahan perilaku seseorang melalui tiga tahap, yaitu :

1. Pengetahuan

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti

atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya dan keluarganya. Indikator- indikator

yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran

a. Pengetahuan tentang sakit atau penyakit yang meliputi : penyebab penyakit,

gejala atau tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari

pengobatan, bagaimana cara penularan, dan bagaimana cara pencegahannya .

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat,

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, meliputi manfaat air bersih,

cara-cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan dan penerangan

rumah yang sehat, dan akibat polusi (polusi air, udara dan tanah) bagi

kesehatan

2. Sikap

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan

menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Indikator

untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yaitu :

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana penilaian atau pendapat

seseorang terhadap : gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit,

cara penularan penyakit, dan cara pencegahan penyakit.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan adalah pendapat atau penilaian

seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan.

3. Perilaku

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

16

diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut praktik kesehatan atau perilaku

kesehatan (overt behavior). Indikator praktik kesehatan meliputi :

a. Tindakan sehubungan dengan penyakit. Tindakan ini mencakup pencegahan

penyakit dan penyembuhan penyakit.

b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

c. Tindakan kesehatan lingkungan

F. Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan yaitu

suatu rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk

mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok, atau masyarakat secara

keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memelihara, melindungi dan

meningkatkan kesehatannya (Anonim, 2003). Beberapa strategi untuk

memperoleh perubahan perilaku tersebut oleh WHO dikelompokkan menjadi 3,

yaitu :

1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan

Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau

melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini akan menghasilkan

perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung

lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh

kesadaran sendiri.

2. Pemberian informasi

Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat,

pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan

pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan

menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu.

Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi

perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran

mereka sendiri (bukan paksaan).

3. Diskusi partisipasi

Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua yang dalam memberikan

informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini

berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus

aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya.

Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku mereka

diperoleh secara mantap dan lebih mendalam, dan akhirnya perilaku yang mereka

peroleh akan lebih mantap juga, bahkan merupakan referensi perilaku orang lain

(Notoatmodjo, 2007).

Salah satu metode yang digunakan untuk penyuluhan kesehatan adalah

dengan metode ceramah dan leaflet. Metode ceramah efektif jika dilakukan pada

kelompok besar (lebih dari 15 orang). Leaflet merupakan salah satu alat bantu

media promosi kesehatan dalam menyampaikan bahan pendidikan atau

pengajaran yang berupa lembaran yang dilipat. Isi informasi dalam leaflet dapat

dibentuk dalam kalimat, gambar, atau kombinasi keduanya. Dengan adanya alat

bantu dalam menyampaikan suatu informasi maka akan mempermudah

18

G. Landasan Teori

Swamedikasi merupakan salah satu cara alternatif yang digunakan oleh

masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada

pelaksanaannya, swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan

pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan

obat dan penggunaannya. Salah satu obat yang beredar dipasaran dan banyak

digunakan untuk pengobatan sendiri adalah obat Over The Counter (OTC), yaitu

obat bebas dan bebas terbatas. Obat bebas dan obat bebas terbatas adalah obat

yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan dipergunakan untuk jenis penyakit

yang pengobatannya dianggap telah dapat ditetapkan sendiri dan tidak

membahayakan jika mengikuti aturan pemakaiannya. Hal ini berarti bahwa

pemilihan dan penggunaan obat tersebut merupakan tanggung jawab

penggunanya. Anak belum memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap

kesehatannya sendiri, sehingga ibu sebagai orang tualah yang memiliki peran

penting dalam swamedikasi batuk pada anak.

Penggunaan obat batuk anak tanpa resep dalam swamedikasi harus

mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu penggunaan obat secara

aman dan rasional. Dalam hal ini, seorang ibu perlu memiliki pengetahuan yang

cukup mengenai tanda, gejala, penyebab, dan tipe batuk yang umumnya

menyerang anak-anak, serta penatalaksanaan yang tepat. Salah satu cara yang

dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan ibu-ibu dalam hal memilih dan

menggunakan obat batuk untuk anak yang benar dan tepat adalah dengan

peningkatan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude), dan tindakan

(practice).Dengan meningkatnya pengetahuan akan menimbulkan kesadaran dan

akhirnya akan menyebabkan orang tersebut berperilaku sesuai dengan

pengetahuan yang dimilikinya.

H. Hipotesis

Ada pengaruh metode edukasi (ceramah, leaflet, ceramah+lealet) yang

signifikan terhadap peningkatan perilaku ibu-ibu dalam memilih dan

menggunakan obat batuk untuk anak di Desa Sukorejo, Kecamatan Sukorejo,

20

Dokumen terkait