• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian mengenai penggunaan model AHP-GP

E. ANALISIS BIAYA

2. Penelitian mengenai penggunaan model AHP-GP

Badri (2001) melakukan penelitian dengan mengkombinasikan metode AHP dan GP untuk pemodelan sistem pengawasan mutu untuk kualitas pelayanan. Nilai hasil analisis metode AHP akan dijadikan nilai bobot pada pemodelan fungsi kendala sasaran untuk pencapaian nilai global dan nilai lokal AHP pada pemodelan GP yang dilakukan. Nilai global AHP adalah nilai tingkat pencapaian tujuan (goal) pada hierarki AHP apabila menerapkan/menggunakan alternatif tertentu pada hierarki AHP tersebut. Nilai lokal AHP adalah nilai tingkat pencapaian kriteria dalam hierarki AHP apabila menerapkan/menggunakan alternatif tertentu pada hierarki AHP tersebut.

Oleh karena dari nilai AHP tersebut akan dimodelkan fungsi kendala sasaran, maka terdapat nilai deviasi dari fungsi kendala sasaran tersebut yang akan diminimumkan pada fungsi tujuan. Bentuk model AHP-GP yang dirumuskan oleh Badri (2001) yaitu sebagai berikut :

Fungsi tujuan : Fungsi kendala : a11X1 + a21X2+ …… + a1nXn + DB1– DA1 = b1 a21X1 + a22X2+ …… + a2nXn + DC2– DD2 = b2 . . . . . . am1X1 + am2X2+ …… + amnXn + DBm– DAm = bm am1X1 + am2X2+ …… + amnXn + DCm– DDm = bm dan

Xj, DAi, DBi, DCk, DDk, dan wk≥ 0, untuk i dan k = 1, 2, …, m

46 Xj = Variabel keputusan atau sub tujuan

amn = Koefisien variabel keputusan

bm = Tujuan atau target yang ingin dicapai

DBi = Variabel deviasi bawah/negatif dari tujuan/target ke-i

DAi = Variabel deviasi atas/positif dari tujuan/target ke-i

Wk = bobot relatif deviasi (pada pendekatan AHP)

DCk = Variabel deviasi bawah/negatif dari tujuan/target ke-k (pada pendekatan

AHP)

DDk = Variabel deviasi atas/positif dari tujuan/target ke-k (pada pendekatan

47 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN

Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan luasan lahan perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. Namun di sisi lain, kuantitas limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) di PKS juga ikut meningkat. Hal ini membuat resiko pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh limbah PKS akan meningkat apabila limbah PKS tidak ditangani secara tepat dan optimal. Bobot limbah PKS yang harus dibuang ke lingkungan sebagai badan penerima akan semakin bertambah.

Limbah PKS terdiri dari limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah gas umumnya telah ditangani di areal PKS sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah padat terdiri dari cangkang, serabut dan tandan kosong. Cangkang dan serabut umumnya digunakan sebagai bahan bakar boiler atau dijual kepada pihak lain, sementara tandan kosong dimanfaatkan di lahan perkebunan sebagai mulsa. Kandungan biomassa di dalam limbah padat yang dapat terurai secara alami membuat resiko pencemarannya terhadap lingkungan sangat kecil. Limbah cair harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan karena kandungan bahan- bahan organik di dalamnya yang berpotensi tinggi untuk mencemari lingkungan. Umumnya, limbah cair yang telah terolah dimanfaatkan untuk air irigasi dan penambah nutrisi tanah di lahan perkebunan. Selain itu, apabila telah memenuhi baku mutu limbah cair PKS yang telah ditetapkan pemerintah, maka limbah cair PKS dapat dibuang ke badan penerima seperti sungai dan danau.

Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai metode penanganan limbah PKS. Penanganan limbah di sini mencakup metode pengolahan dan metode pemanfaatan limbah PKS. Limbah PKS tidak hanya diolah hingga memenuhi baku mutu yang ditetapkan atau dimanfaatkan sekedarnya saja sehingga terkesan tidak memiliki potensi pemanfaatan yang menonjol. Berbagai metode yang dikembangkan telah dapat mengolah limbah PKS dan menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut terutama oleh pihak PKS sendiri, misalnya pengolahan limbah cair PKS

48 menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi di PKS dan tandan kosong kelapa sawit dapat diolah menjadi pupuk kompos yang dapat diaplikasikan di lahan perkebunan sebagai pengganti pupuk anorganik yang harganya semakin mahal.

Namun, metode-metode penanganan limbah PKS yang telah dikembangkan belum terlalu dilirik oleh pihak industri kelapa sawit untuk diterapkan di PKS yang mereka kelola. Hal ini karena umumnya metode-metode yang dikembangkan tersebut memerlukan biaya penerapan yang relatif besar sehingga mereka masih menerapkan metode-metode konvensional seperti metode kolam stabilisasi untuk mengolah limbah cair PKS. Di lain hal, banyaknya metode penanganan limbah PKS yang tersedia membuat pihak industri kelapa sawit perlu mempertimbangkan berbagai faktor agar apabila mereka dapat memilih dan menerapkan metode penanganan limbah PKS yang sesuai dengan kondisi perusahaan dan tujuan penanganan limbah yang ingin dicapai.

Suatu sistem penunjang keputusan dicoba dikembangkan dengan harapan dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pihak industri kelapa sawit pada proses pengambilan keputusan dalam pemilihan metode penanganan limbah PKS yang akan diterapkan. Sistem yang dibangun berupa sistem penunjang keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Melalui sistem ini juga diharapkan pihak industri kelapa sawit dapat mengetahui nilai-nilai keuntungan yang dapat diperoleh dari berbagai metode penanganan limbah PKS sehingga nilai penerapan suatu metode penanganan limbah PKS tidak hanya dilihat dari biaya penerapannya saja tetapi juga dilihat dari nilai manfaat yang akan diperoleh nantinya.

Sebagai awalan, dilakukan pendekatan sistem untuk mengetahui berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam pemilihan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS serta tujuan yang ingin dicapai dari optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Kemudian dilakukan tahapan analisis biaya terhadap metode penanganan limbah PKS yang akan dikaji. Selanjutnya, dirumuskan persamaan-persamaan optimasi yang merepresentasikan kondisi sumberdaya perusahaan dan tujuan penanganan limbah PKS yang ingin dicapai. Teknik optimasi yang digunakan dalam model SPK ini adalah metode goal programming yang dikombinasikan dengan metode analytical hierarchy process (AHP). Metode goal

49

programming dapat menangani masalah alokasi optimal atau kombinasi optimum dari beberapa masalah yang bertolak belakang. Dengan demikian, keputusan yang diambil merupakan hasil yang memuaskan dari berbagai alternatif yang ditawarkan. Metode AHP merupakan suatu analisis yang dapat dipakai dalam pengambilan keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem dan membantu melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan, yang pada penelitian ini digunakan sebagai pemberi bobot prioritas (peluang keterpilihan) dari metode-metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dipertimbangkan. Kedua metode tersebut digunakan untuk merumuskan fungsi-fungsi optimasi yang akan dihitung sehingga dapat menghasilkan nilai-nilai optimal untuk menentukan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang direkomendasikan untuk diterapkan. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.