• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PABRIK KELAPA SAWIT 92 A IDENTIFIKASI PEUBAH KEPUTUSAN

C. RUANG LINGKUP PENELITIAN

2. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)

Pabrik kelapa sawit adalah industri pengolahan tandan buah segar (TBS) dari tanaman kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Proses pengolahan TBS menjadi crude palm oil (CPO) dan

palm kernel (PK) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Berikut penjelasan mengenai proses pengolahan TBS menjadi CPO dan PK menurut Pahan (2008).

8 a. Stasiun penerimaan buah

Stasiun penerimaan buah merupakan tempat penerimaan pertama bagi TBS yang berasal dari kebun sebelum diolah dalam PKS. Di stasiun ini, TBS akan ditimbang di jembatan timbang (weight bridge) dan ditampung sementara di penampungan buah (loading ramp).

b. Stasiun rebusan (sterilizer)

Stasiun rebusan merupakan stasiun yang melakukan proses perebusan TBS. Proses perebusan sangat menentukan kualitas hasil pengolahan TBS di PKS. Tujuan dari proses perebusan TBS yaitu menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB), memudahkan proses pemipilan, mengurangi kadar air di dalam buah sehingga mempermudah proses pengempaan dan pemisahan minyak dari zat nonlemak serta penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit. Proses perebusan TBS dilakukan dengan menggunakan tekanan uap sebagai media panasnya.

c. Stasiun pemipilan (stripper)

TBS yang telah direbus dikirim ke stasiun pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil (thresher) dengan bantuan hoisting crane. Pada stasiun pemipilan dilakukan proses pemipilan untuk melepaskan brondolan dari tandannya. Proses pemipilan ini terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS dan menyebabkan brondolan terlepas dari tandannya. Brondolan dibawa ke stasiun pencacahan (digesting) dan pengempaan (pressing). Sementara itu, tandan yang telah dilepaskan brondolannya atau tandan kosong keluar melalui ujung tromol dan dibawa oleh empty bunch conveyor menuju tempat penampungan tandan kosong. d. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser)

Proses pencacahan brondolan bertujuan mempersiapkan daging buah untuk proses pengempaan sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian berupa kehilangan minyak yang sekecil-kecilnya. Hasil cacahan langsung masuk ke alat pengempaan yang berada persis di bawah alat pencacah. Proses pengempaan bertujuan untuk memisahkan minyakdari daging buah. Alat pengempaan yang digunakan adalah screw press. Minyak kasar hasil pengempaan dialirkan menuju sand trap tank, sedangkan ampas kering dan

9 Gambar 2.1 Diagram alir proses pengolahan TBS (Pahan, 2008)

Minyak + Sludge Crude Oil Tank

Minyak k

Oil Tank

Clarifier Tank

Sludge Tank

Oil Purifier Buffer Sludge Tank

Sludge Separator Brush Strainer

Minyak

Minyak

Vacuum Dryer

Reclaimed Oil Tank Transfer Oil Tank

CPO (MKS)

C

Sludge

Uap ke proses pengolahan

Fat Pit

D

Stasiun Pengolahan Limbah

Sebagian minyak dikutip dan dimurnikan kembali

Kernel

Kernel Silo Clay bath

LTDS Cangkang Kernel Polishing Drum Nut Silo King Cracker Kernel (IKS)

Nut Grading Drum

Kernel Cangkang Vibrating Screen Fiber Ampas Press Depericarper Minyak Janjangan Kosong Ke areal kebun TBS Jembatan Timbang D Screw Press Digester Thresser Sterilizer Loading Ramp Kondensat Loose fruit Uap Boiler B. P. Vessel Power House Steam

10 biji dibawa oleh cake breaker conveyor (CBC) menuju stasiun pemisahan biji dan inti.

Di dalam sand trap tank terjadi proses pengendapan sebagian kotoran berupa lumpur (sludge) maupun pasir, sedangkan minyak serta sebagian kotoran yang tidak mengendap berada di bagian atas dan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen). Kotoran yang mengendap tersebut dialirkan menuju fat pit. Pada saringan getar, minyak kasar disaring untuk memisahkan minyak kasar dari kotoran berupa serabut kasar. Minyak kasar yang telah disaring dialirkan menuju tangki minyak kasar (crude oil tank atau COT)), sedangkan kotoran berupa serabut kasar dibawa ke stasiun pengempaan untuk diproses kembali. Hal ini bertujuan untuk mengutip minyak yang masih terdapat pada serabut kasar sehingga minyak yang terbuang dapat dikurangi.

e. Stasiun pemurnian (Clarifier)

Pada stasiun pemurnian, minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan akan dibersihkan dari kotoran (padatan, lumpur, maupun air) agar diperoleh CPO dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga layak. Proses pemurnian mulai dilakukan pada COT. Pada COT, minyak kasar dijaga pada temperatur 90 OC untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air, dan kotoran sehingga dapat mempermudah proses pengendapan. Selanjutnya, minyak dari COT dikirim ke tangki pengendap (vertical clarifier tank

atau VCT), sedangkan sebagian kotoran yang mengendap (sludge) akan dibuang melalui saluran pembuangan yang dibuka tiap satu jam. Sludge tersebut dialirkan ke

fat pit.

Di dalam VCT, temperatur dijaga pada kisaran 90 - 95 OC untuk mempermudah proses pengendapan kotoran sehingga terpisah dari minyak kasar dan dilakukan pengadukan dengan menggunakan pengaduk (stirer agitator). Minyak dari VCT selanjutnya dikirim ke oil tank, sedangkan sludge dikirim ke

sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak dan akan diolah kembali untuk mengutip minyak yang masih terkandung di dalamnya. Temperatur di dalam oil tank dijaga pada kisaran 90 - 95 OC untuk mempermudah proses pengendapan tersebut. Minyak pada oil tank selanjutnya dialirkan menuju oil purifier. Pada oil purifier, minyak dipisahkan dari air dan

11 kotoran-kotoran ringan yang terkandung di dalamnya. Proses pemisahan dalam oil purifier ini menggunakan metode pemusingan dengan putaran tinggi untuk memisahkan cairan-cairan yang tidak saling bersenyawa (tidak saling melarutkan), mempunyai berat jenis yang berbeda, dan benda padat yang terkandung di dalamnya. Fase yang lebih berat, dalam hal ini air dan kotoran (sludge), akan mendapat gaya sentrifugal yang lebih besar sehingga akan terlempar lebih jauh ke bagian luar dari sumbu putar. Minyak yang telah dimurnikan di dalam oil purifier diharapkan memiliki kadar kotoran sebesar 0,01 – 0,02% dan kadar air ± 5%.

Selanjutnya, minyak dipompa menuju vacuum dryer. Di dalam vacuum dryer terjadi proses pengurangan kadar air pada minyak dengan proses pengeringan yang menggunakan tekanan rendah (vakum) antara -0,650 sampai - 700 mmHg dengan temperatur berkisar antara 90 – 95 OC. Pemberian tekanan dan temperatur pada vacuum dryer dilakukan menggunakan steam ejector. Minyak yang telah melalui proses pengeringan ini diharapkan memiliki kadar air berkisar antara 0,01 – 0,02%. Kemudian, minyak dialirkan menuju oil transfer tank

sebagai tempat penampungan sementara minyak yang telah dimurnikan sebelum dialirkan dan disimpan di dalam tangki timbun.

f. Stasiun pemisahan biji dan inti (kernel)

Proses pemisahan biji dan inti meliputi dua metode, yaitu metode pemisahan biji dan serabut serta metode pengolahan dan pemisahan inti sawit.

Metode pemisahan biji dan serabut

Cara yang digunakan untuk memisahkan biji dari serabut kelapa sawit yaitu dengan menggunakan tarikan atau hisapan udara pada sebuah kolom pemisah (separating column) yang terdapat pada depericarper. Kemudian biji masuk ke tromol pembersih biji (nut polishing drum) untuk membersihkan sisa-sisa serabut yang masih menempel pada biji. Biji yang telah bersih akan terdorong oleh beater arm ke ujung nut polishing drum dan selanjutnya dibawa oleh

elevator menuju nut grading drum untuk dipisahkan berdasarkan ukurannya. Metode pengolahan dan pemisahan inti kelapa sawit (IKS)

Proses pengolahan dan pemisahan IKS meliputi pemisahan biji, pengeringan biji, pemecahan biji, pemisahan inti dan cangkang serta pengeringan inti.

12 Sebelum ditampung di dalam nut silo, biji bersih akan memasuki tromol pemisah biji (nut gradingdrum) untuk memisahkan antara biji berukuran kecil dengan biji berukuran besar. Tujuan pemisahan biji adalah untuk memperoleh efisiensi pemecahan biji yang optimal karena alat pemecah biji telah diset untuk memecahkan biji dengan ukuran tertentu. Pengeringan biji dilakukan di dalam

nut silo dan bertujuan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat di dalam biji sehingga daya lekat inti dan cangkang semakin renggang. Biji yang telah dikeringkan di dalam nut silo selanjutnya diumpankan ke alat pemecah biji, yaitu king cracker. Biji-biji tersebut akan terpecah sehingga mengeluarkan inti sawit (palm kernel) yang ada di dalamnya. Hasil pemecahan dari king cracker berupa campuran kernel, cangkang dan kotoran halus selanjutnya dibawa oleh conveyor dan elevator menuju ke bagian pemisahan.

Ada dua metode pemisahan kernel dan cangkang, yaitu sistem pemisahan kering dan pemisahan basah. Pemisahan kering dilakukan dalam suatu kolom vertikal (LTDS atau Light Tenera Dust Separator) dengan bantuan hisapan udara dari blower, dimana fraksi yang lebih ringan akan terhisap ke bagian atas, sedangkan fraksi yang lebih berat akan jatuh ke bawah. Proses pemisahan dilakukan pada dua kolom pemisah, yaitu LTDS 1 dan LTDS 2. Pemisahan basah dilakukan dengan menggunakan claybath dengan prinsip pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti dan cangkang menggunakan larutan kaolin. Inti yang sudah terpisah dari cangkang dimasukkan ke silo inti untuk diturunkan kadar airnya. Pengeringan ini bertujuan untuk menonaktifkan kegiatan mikroorganisme sehingga pembentukan jamur atau kenaikan asam dapat dibatasi pada saat inti disimpan. Selanjutnya, inti tersebut dibawa oleh

vanbelt conveyor menuju silo penyimpanan inti (bulk kernel silo). 3. Limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS)

Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Pengertian mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena penanganan limbah memerlukan biaya yang cukup besar disamping juga dapat mencemari lingkungan (Sa’id, 1994).

13 Aktivitas produksi pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah dalam volume yang sangat besar. Hal ini dapat terlihat pada neraca massa pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO) yang disajikan pada Gambar 2.2. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan limbah cair.

Gambar 2.2. Neraca massa pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO) (Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006)

Limbah padat dapat dibuang secara langsung ke lingkungan tanpa harus diolah terlebih dahulu. Sementara untuk limbah cair, sebelum dibuang ke lingkungan, harus

Air (6,2%) Pemisahan dengan Depericarper 2 Air (3%) Limbah cair (39,4%) Limbah padat (2,4%) Air (14,4%) Air hidro siklon (3%) Air kondensat (11,1%) Pengepresan Pemecahan Pemisahan dengan angin Pengeringan Penyimpanan Kernel Pemisahan dengan air Pemisahan dengan Depericarper 1 23,5% Cangkang Serabut (12,9%) 10,6% 4,2% 2,2% 4,2% 1,2% 5,0% TBS (100%) Tandan rebus (88,5%) Perebusan Perontokan Penguapan (0,4%) Tandan kosong (21,5%) Pengadukan Buah (67%) Minyak (0,2%) Penyaringan Pemisahan dengan Purifier Air (6,7%) Klarifikasi Minyak (21,3%) Pemisahan dengan Decanter CPO 22,5% Vacuum Dryer tangki timbun CPO IPAL

pengumpulan limbah cair di kolam/tangki Sludge (22,2%) Minyak (1,0%) 26% Limbah cair (6,7%)

14 diolah terlebih dahulu sampai dapat memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah padat dan limbah cair PKS juga dapat dimanfaatkan oleh PKS setelah limbah tersebut diolah dengan metode pengolahan tertentu. Pemanfaatan limbah PKS tersebut juga harus didasarkan pada peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

a. Limbah cair pabrik kelapa sawit

1) Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit

Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi. Pada Tabel 2.1 disajikan komposisi jumlah air limbah dari 1 ton CPO yang diproduksi. Pada Tabel 2.2 disajikan kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh PKS berdasarkan parameter lingkungan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Tabel 2.1 Komposisi jumlah air limbah dari satu ton CPO

No. Uraian Kapasitas

1 Air 2,35 ton

2 NOS (Non Oil Solid) 0,13 ton

3 Minyak 0,02 ton

Jumlah 2,50 ton

Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan (2006) Tabel 2.2 Kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh PKS secara umum

No. Parameter Lingkungan Satuan Limbah Cair Kisaran Rata-rata 1 BOD mg/l 8.200 – 35.000 21.280 2 COD mg/l 15.103 – 65.100 34.720 3 TSS mg/l 1.330 – 50.700 31.170 4 Nitrogen Total mg/l 12 – 126 41

5 Minyak dan Lemak mg/l 190 – 14.720 3.075

6 pH - 3,3 – 4,6 4

Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan (2006)

Penjelasan mengenai parameter lingkungan yang menjadi parameter kualitas limbah cair PKS yaitu sebagai berikut :

15 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD adalah banyaknya oksigen yang terlarut dalam ppm atau milligram per liter (mg/l) yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan organik di dalam air (Fardiaz, 1992).

COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter (mg/l) yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi (Sugiharto, 1987).

TSS (Total Suspended Solid)

TSS adalah jumlah total bobot bahan (padatan) yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu, biasanya dinyatakan dalam miligram per liter (mg/l) atau ppm. TSS menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi (Kristanto, 2004).

Nitrogen total

Nitrogen total merupakan penjumlahan dari kandungan nitrogen organik, total amoniak, NO3-N dan NO2-N di dalam air limbah. Semakin tinggi kandungan

total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota (Suprihatin dan Ismayana, 2000).

Minyak dan lemak

Kandungan minyak dan lemak di dalam air limbah dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobik. (Fardiaz, 1992).

pH

pH atau konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun air limbah. Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral (pH 6 – 8). Perubahan keasaman pada air limbah akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Air limbah dengan pH yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya (Kristanto, 2004).

16 2) Peraturan mengenai penanganan limbah cair PKS

Limbah cair PKS harus diolah terlebih dahulu hingga memenuhi baku mutu air limbah sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 51 tahun 1995. Daftar baku mutu limbah cair industri kelapa sawit diberikan pada lampiran B.IV di dalam Keputusan Menteri tersebut seperti yang disajikan pada Tabel 2.3. Setelah memenuhi baku mutu air limbah tersebut, barulah limbah cair dapat dibuang ke badan air seperti sungai atau danau.

Tabel 2.3 Baku mutu limbah cair untuk industri kelapa sawit Parameter Kadar Maksimum

(mg/l) Beban Pencemaran Maksimum (mg/l) BOD5 100 0,25 COD 350 0,88 TSS 250 0,63

Minyak dan Lemak 25 0,063

Nitrogen Total (sebagai N) 50,0 0,125

pH 6,0 – 9,0

Debit Limbah Maksimum 2,5 m3 per ton produksi minyak sawit Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 51 tahun 1995

Selain itu, dalam proses penanganan limbah cair juga diwajibkan kepada pihak industri kelapa sawit untuk memiliki izin pembuangan air limbah hasil pengolahan limbah cair PKS yang diatur atau dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat yang penetapannya berdasarkan pada :

Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 111 tahun 2003 tentang pedoman mengenai syarat dan tata cara perizinan serta pedoman kajian pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

3) Metode pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit

Menurut Kristanto (2004), secara umum pengolahan air limbah terbagi menjadi tiga teknik pengolahan, yaitu :

17 a) Pengolahan secara fisika, dilakukan sebelum pengolahan lanjutan air limbah yang bertujuan untuk menyisihkan bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan mudah menguap atau bahan-bahan yang terapung.

b) Pengolahan secara kimia, dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.

c) Pengolahan secara biologi, dilakukan karena semua air limbah mengandung bahan organik yang dapat diolah secara biologi.

Dalam penanganan limbah cair PKS, teknik pengolahan yang digunakan lebih mengarah ke pengolahan secara fisika dan biologi. Tahapan pengolahan limbah cair PKS dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pengolahan pendahuluan (pre treatment), pengolahan utama (primary treatment) dan pengolahan akhir (post treatment), seperti yang disajikan pada Gambar 2.3. Pada tiap tahapan akan dilakukan proses pengolahan limbah cair PKS dengan metode pengolahan yang direkomendasikan oleh Subdit Pengelolaan Lingkungan Ditjen PPHP Departemen Pertanian. Berikut penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut :

a) Tahap pengolahan pendahuluan (pre treatment)

Rangkaian proses pengolahan limbah cair PKS yang dilakukan pada tahap pendahuluan pengolahan pendahuluan yaitu :

i. Proses segregasi aliran

Proses segregasi (pemisahan) aliran limbah cair PKS berdasarkan sumbernya, yaitu limbah cair yang berasal dari air rebusan TBS, stasiun klarifikasi dan air hidrosiklon.

ii. Proses pengurangan minyak dan lemak

Proses pengurangan kandungan minyak dan lemak dalam limbah cair PKS dilakukan di kolam pengutipan minyak (fat-pit) dengan menerapkan prinsip pengendapan. Minyak yang mengapung di bagian atas (berat jenis yang lebih kecil dari bahan lain), akan dialirkan menuju stasiun pemurnian untuk diolah kembali. Proses ini bertujuan untuk meminimalkan hilangnya kuantitas CPO akibat terbawa limbah cair PKS, mengurangi kandungan minyak dalam limbah cair PKS untuk memenuhi baku mutu agar dapat dibuang ke lingkungan dan

18 mengurangi kemungkinan terbentuknya buih yang dapat mengganggu proses pengolahan pada tahap pengolahan utama.

Gambar 2.3 Tahap pengolahan limbah cair PKS

Menurut Hassan, et al (2004), pemisahan minyak dan lemak dari limbah cair PKS dapat dilakukan dengan oil skimmer yaitu pemisahan dengan bantuan uap panas yang dimasukkan ke dalam limbah cair PKS untuk membantu mempercepat pemisahan antara minyak dan cairan lumpur.

iii. Proses penurunan suhu limbah cair PKS

Suhu limbah cair PKS diturunkan dari suhu 70 – 80 OC menjadi 40 – 45 OC dan dilakukan di menara atau bak pendingin. Proses ini dilakukan selama 1 sampai 2 hari. Tujuan dari proses ini yaitu untuk menurunkan suhu limbah cair PKS agar

dibuang ke badan air Kolam aerobik-aerasi Kolam pengendapan Pengolahan akhir Secara aerobik Limbah cair PKS 1. Segregasi aliran 2. Pengutipan minyak 3. Penurunan suhu RANUT

Kolam anaerobik Tangki anaerobik

Pengolahan pendahuluan

Pengolahan utama

19 sesuai dengan kondisi suhu yang ideal untuk mikroorganisme yang akan digunakan pada tahapan pengolahan utama.

b) Tahap pengolahan utama (primary treatment)

Tahap pengolahan utama terdiri dari 2 tahap proses pengolahan, yaitu proses pengolahan limbah cair secara anaerobik dan secara aerobik.

i. Proses pengolahan limbah cair secara anaerobik (tanpa oksigen)

Rantai reaksi anaerobik ditunjukkan pada Gambar 2.4. Pada tahap pertama, bahan-bahan organik dikonversi oleh bakteri menjadi bahan-bahan organik yang terlarut. Pada tahap kedua, bahan-bahan organik terlarut tersebut dikonversi oleh bakteri asidifikasi menjadi asam organik, alkohol, aldehid dan sebagainya sehingga air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik. Tahap kedua juga menghasilkan hidrogen dan karbondioksida. Tahap selanjutnya adalah dua tahap pembentukan asam asetat dan metana serta karbondioksida. Bersamaan dengan dua tahap terakhir, terjadi pembentukan hidrogen sulfida oleh bakteri pemakan sulfat. Jika kandungan sulfur dalam air limbah tinggi, hidrogen sulfida yang terkandung di dalam gas akan menimbulkan masalah bau dan korosi (Siregar, 2005).

20 Pada proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik, terdapat tiga metode pengolahan yang direkomendasikan oleh Subdit Pengelolaan Lingkungan Ditjen PPHP Departemen Pertanian, yaitu metode kolam anaerobik, tangki anaerobik dan reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT).

i. Kolam anaerobik (kolam stabilisasi)

Kolam anaerobik merupakan metode pengolahan limbah cair PKS dengan menggunakan kolam-kolam sebagai tempat berlangsungnya proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik. Pada Gambar 2.5 disajikan dasar perancangan untuk sistem kolam anaerobik aerasi. Proses anaerobik dilakukan di dalam kolam-kolam anaerobik yang terdiri dari kolam asidifikasi (pengasaman), kolam anaerobik primer dan anaerobik sekunder.

Pada kolam asidifikasi, bahan-bahan organik yang telah dikonversi menjadi bahan terlarut akan dikonversi menjadi asam organik, alkohol, aldehid dan sebagainya. Pada kolam anaerobik primer, akan terjadi proses asetogenesis dan fermentasi metana terhadap air limbah hingga tercapai baku mutu air limbah untuk aplikasi lahan. Sementara kolam anaerobik sekunder dimanfaatkan untuk melanjutkan proses di kolam anaerobik primer dan diperuntukkan terhadap limbah cair yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan. Secara prinsip, proses kerja yang terjadi di kolam anaerobik sekunder sama dengan kolam anaerobik primer. Pada Tabel 2.4 disajikan kisaran komponen kimia limbah cair PKS sebelum dan setelah penanganan dengan metode kolam anaerobik (kolam stabilisasi).

ii. Tangki anaerobik

Pada metode tangki anaerobik, akan dilakukan proses biologis dalam kondisi anaerobik, dimana bahan organik yang terkandung dalam limbah cair PKS akan terurai menjadi gas metan dan karbondioksida yang kemudian disebut biogas. Pada proses biologis tangki anaerobik, biogas yang terbentuk akan ditampung dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada Gambar 2.6 disajikan rancang bangun sistem tangki anaerobik tertutup yang dilanjtkan dengan proses aerobik-aerasi.

21 Tabel 2.4 Kisaran komponen kimia limbah cair PKS sebelum dan setelah

penanganan dengan metode kolam stabilisasi. Uraian WPH (hari) BOD (mg/l) P (mg/l) N (mg/l) K (mg/l) Mg (mg/l) Limbah (fat pit) - 25.000 500-900 90-140 1000-1975 250-340 Kolam pengasaman 5 25.000 500-900 90-140 1000-1975 250-340 Kolam anaerob primer 75 3500-5000 675 90-110 1000-1850 250-320 Kolam anaerob sekunder 35 2000-3500 450 62-85 875-1250 160-215 Kolam aerobik 15 – 21 100-200 80 5-15 420-670 25-55 Kolam pengendapan 2 100-150 40-70 3-15 330-650 17-40 Sumber : Pamin, Siahaan dan Tobing (1996)

Proses anaerobik, yang dilakukan dalam dua tahapan proses anaerobik, yaitu :

 Proses anaerobik yang dilakukan di tangki anaerobik tertutup, dengan alur proses pengolahan sama dengan proses pengolahan yang terjadi di kolam anaerobik pada metode kolam stabilisasi. Gas metan (biogas) yang dihasilkan dari proses pengolahan air limbah secara anaerobik akan ditampung dan kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Limbah cair yang telah mengalami biodegradasi di dalam tangki memiliki BOD < 2000 mg/l sehingga dapat diaplikasikan di lahan perkebunan. Fraksi lumpur yang dihasilkan akan mengendap pada dasar tangki dan dialirkan menuju bak pengeringan lumpur.

 Proses anaerobik pada kolam pengendapan anaerob, yang dilakukan untuk mengolah lebih lanjut limbah cair hasil biodegradasi di dalam tangki anaerobik (yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan). Pada kolam pengendapan ini akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah setelah proses anaerobik di tangki anaerobik. Biosolid yang mengendap pada dasar kolam akan diambil dan dialirkan ke sand bed.