BAB III. METODE PENELITIAN
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi serbuk bijiP. americana
Determinasi serbuk bijiP. americana dilakukan dengan mencocokan
ciri-ciri organoleptis dan mikrokopis serbuk biji yang diperoleh dari Padang dengan
serbuk biji dari sampel otentik tanaman P. americanayang dibuat secara mandiri
di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia.
2. Pembuatan serbuk
Biji P. americana dicuci bersih menggunakan air mengalir dan bagian
kulit ari biji alpukat tersebut dibuang. Biji yang telah dicuci kemudian dipotong
kecil-kecil dan diangin-anginkan hingga biji tidak tampak basah. Kemudian
dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50˚C selama 24
jam, lalu diblender. Serbuk inilah yang akan dibandingkan dengan serbuk yang
diperoleh dari daerah Padang.
3. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah biji P. americana yang sudah dalam
bentuk serbuk berwarna kecoklatan, diperoleh dari wilayah Padang,Sumatera
Barat.
4. Penetapan kadar air serbuk bijiP. americana
Penetapan kadar air dilakukan dengan alat moisture balance Halogen
ditimbang dan dihitung sebagai bobot sebelum pemanasan. Sebanyak 5 g serbuk
bijiP.americanadimasukkan ke dalam alatmoisture balance, kemudian diratakan.
Serbuk dipanaskan pada suhu 1050C selama 15 menit. Kemudian serbuk ditimbang ulang dan dihitung sebagai bobot sesudah pemanasan. Selisih bobot
sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan merupakan kadar air dari serbuk
yang diteliti.
5. Pembuatan ekstrak etanol bijiP. americana
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi yaitu dengan merendam 40
g serbuk biji P. americana dalam 200 mL pelarut etanol 70 % selama 5 hari
terlindung dari cahaya matahari, sambil sesekali digojog. Lalu hasil maserasi
disaring untuk memisahkan maserat dari serbuk dengan menggunakan corong
Buchner yang dilapisi kertas saring. Kemudian serbuk hasil penyaringan tersebut
diremaserasi dengan pelarut baru sebanyak 200 mL selama 2 hari lalu disaring
kembali ( Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010). Maserat kemudian
dicampur dan dievaporasi dengan rotary evaporator. Prinsip kerja alat vaccum
evaporator adalah menguapkan pelarut pada suhu rendah dengan adanya tekanan
yang menyebabkan titik didih pelarut menjadi lebih rendah dan mudah diuapkan.
Ekstrak yang sudah diuapkan pada vaccum evaporator lalu ditempatkan dalam
cawan petri dan diuapkan kembali di atas waterbath selama 10 jam dengan suhu
80oC hingga diperoleh selisih bobot penimbangan adalah 0. Kemudian ekstrak kental yang diperoleh disimpan di dalam desikator.
Menghitung rata-rata rendemen lima replikasi ekstrak etanol biji P.americana
Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental–berat cawan kosong
− = . 1 + . 2 + . 3 + . 4 + . 5
5 6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat
dibuat, dimana pada konsentrasi tersebut suspensi ekstrak dapat dimasukkan serta
dikeluarkan dari spuit oral dengan mudah. Cara pembuatannya adalah dengan
melarutkan ekstrak kental dengan CMC Na 1%, dengan melakukan kenaikan
konsentrasi secara bertahap hingga pada konsentrasi dimana campuran ekstrak
dengan CMC Na% sudah tidak dapat dikeluarkan dengan mudah dari spuit oral.
7. Penetapan dosis ekstrak etanol bijiP. americana
Penetapan peringkat dosis didasarkan pada perhitungan dengan bobot
tikus paling besar yaitu 250 gram, konsentrasi ekstrak etanol biji P.americana
yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan melalui spuit oral yaitu 7% atau 70
mg/mL, serta volume maksimal pemberian oral yaitu 5 mL.
Maka dosis tertinggi dapat ditentukan sebagai berikut :
BB x D = C x V
Berat badan (kg) x dosis(mg/kgBB) = konsentrasi (mg/mL) x volume pemberian (mL)
0,250 kg x D = 70mg/mL x 5 mL D = 1400 mg/kgBB
Dosis tengah dan dosis rendah ditentukan dengan menurunkan dua dan empat
8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida
Karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50%, dengan cara
memasukkan 50 mL karbon tetraklorida ke dalam labu ukur 100 mL, lalu
ditambahkanolive oilhingga tanda batas (Janakat dan Al-Merie, 2002).
9. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1%
Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara mendispersikan lebih
kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam air sampai volume
100,0 mL. CMC-Na 1% ini akan digunakan untuk membuat suspensi ekstrak
etanol bijiP.americana.
10. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida dan waktu
pencuplikan darah. Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk
mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu menyebabkan
kerusakan ginjal tikus yang ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin dalam
serum darah. Dosis nefrotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh Moneim dan El-Deib (2012) dan hasil
orientasi, dimana pada dosis karbon tetraklorida 2 mL/kgBB dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dengan kenaikan kadar kreatinin serum. Penentuan waktu
pencuplikan darah didasarkan pada hasil orientasi yaitu pada jam ke 48 setelah
induksi karbon tetraklorida, dimana terjadi peningkatan kreatinin paling tinggi.
11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam
(kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok II
(kontrol nefrotoksik) diberi larutan karbon tetraklorida : olive oil (1:1) dosis 2
mL/kgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak etanol biji P.
americana dosis 1400 mg/kgBB selama enam hari berturut-turut secara per oral,
tanpa diinduksi karbon tetraklorida. Kelompok IV, V dan VI merupakan
kelompok perlakuan yang diberi ekstrak etanol biji P. americana dengan dosis
350, 700 dan 1400mg/kgBB. Pada hari ke tujuh kelompok IV-VI diberi larutan
karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secarai.p. Setelah 48 jam diambil darahnya
melaluisinus orbitalismata, lalu diukur kadar kreatinin serum.
Setelah pengambilan darah untuk pengukuran kadar kreatinin serum,
tikus dikorbankan dan diambil organ ginjalnya. Organ ginjal tersebut kemudian
dicuci pada larutan saline (NaCl 0,9%) dan diawetkan dengan direndam dalam
formalin 10% untuk dibuat preparat histologis lalu diamati penampakan
mikroskopisnya. Pemeriksaan histologis dilakukan di Laboratorium Patologi
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil pemeriksaan
dibuat fotomikroskopik sebagai data kualitatif penunjang.
12. Pembuatan serum
Darah diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus lalu ditampung
dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama kurang lebih 15 menit,
kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 10000 rpm dan bagian
supernatannya diambil. Supernatan yang diambil adalah serum yang akan diukur
13. Penetapan kadar serum kontrol, serum kreatinin
Alat yang digunakan untuk menganalisis kadar kreatinin serum adalah
Mikrolab 200 Merck®. Kadar kreatinin dinyatakan dalam satuan mg/dL.
Pengukuran kadar kreatinin serum dilakukan di Laboratorium Biokimia-Fisiologi
Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
a. Penetapan kadar serum kontrol. Analisis dilakukan dengan cara
mencampur 1000 μ L reagen I dengan 50 μ L serum kontrol, divorteks selama lima
detik lalu didiamkan selama dua menit. Setelah itu, ditambahkan 250 μ L reagen
II, divorteks selama lima detik dan dibaca resapan setelah satu menit.
b. Penetapan kadar kreatinin serum. Analisis serum kreatinin dilakukan
dengan cara mencampur 1000 μ L reagen I dengan 50μ L serum darah tikus,
divorteks selama lima detik, lalu didiamkan selama dua menit. Setelah itu,
ditambahkan 250μ L reagen II, divorteks selama lima detik dan dibaca resapan setelah satu menit.