• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek nefroprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek nefroprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEK NEFROPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PANJANG EKSTRAK ETANOL BIJIPersea americanaMill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL PADA TIKUS

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Rotua Winata Nopelia Silitonga

NIM : 108114013

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau ; janganlah takut dan janganlah patah hati.”

Ulangan 31: 8

Hati raja seperti batang air dalam tangan TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini (Amsal 21:1)

(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pemurah atas segala

penyertaan, kasih dan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Efek Nefroprotektif Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol

Biji Persea americana Mill. terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histologis

Ginjal pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ” dengan baik. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

(S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing skripsi atas

perhatian, kesabaran, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis

dalam proses penyusunan skripsi ini.

2. Ibu dr. Fenti, M.Kes., Sp.K sebagai dosen penguji yang telah memberikan

kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. sebagai dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan

skripsi.

4. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam

(8)

viii

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. yang telah menyediakan waktu untuk

memberikan bantuan dalam determinasi tanamanP.americana.

6. Pak Kayat, Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Wagiran, Pak Parlan, Pak Kunto,

dan Pak Bimo selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah

membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

7. Keluargaku Bapak Dolok Silitonga, Mama Masdiana Sirait, Irna Marsaulina

dan Angri Jwita, yang selalu memberikan doa, perhatian, dan menjadi

motivasi terbesar penulis.

8. Beasiswa Unggulan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia atas kontribusinya dalam membiayai proses perkuliahan dan

penelitian ini.

9. Teman-teman seperjuangan dalam tim alpukat Ayu, Ita, Cilla, Ike kiting,

Lydia, Ike Kum, Dian, Dion, Iren, Liana, Obet, Angel, Dara dan Yudhita atas

kerjasama, bantuan, dan semangat yang selalu di bagikan dalam proses

penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

10. Kawan-kawan “sariayuers” Kak Sari Tambunan, Devi Sinaga, Jolina Bitti,

Mauryn Marpaung, Yoestenia, Metta Maurilla, Mariana, Novie Imoliana,

Melisa Dharmawan dan Anna Sofiana atas kebersamaan, kecerian,

dukungan, semangat dan masukan yang diberikan selama pembuatan skripsi

ini.

11. Yudi Theo Lumy yang selalu memberikan dukungan doa dan semangat

(9)
(10)

x

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

(11)

xi

1. Anatomi dan fisiologi ginjal...

2. Fungsi ginjal...

A. Jenis dan Rancangan Penelitian...

(12)

xii

B. Variabel dan Definisi Operasional...

1. Variabel utama...

D. Alat dan Instrumen Penelitian...

1. Alat ekstraksi...

2. Alat uji nefroprotektif...

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi serbuk bijiP. americana...

2. Pembuatan serbuk...

3. Pengumpulan bahan...

4. Penetapan kadar air serbukP. americana...

5. Pembuatan ekstrak etanol bijiP. americana...

6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak...

7. Penetapan dosis ekstrak etanol bijiP. americana...

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida...

9. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1%...

10. Uji Pendahuluan...

11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji...

(13)

xiii

13. Penetapan kadar serum kontrol, kadar kreatinin serum...

F. Tata Cara Analisis Hasil...

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

A. Penyiapan Bahan ... 1. Hasil determinasi serbuk bijiP.americana...

2. Penetapan kadar air serbuk bijiP. americana......

3. Hasil pembuatan dan penimbangan ekstrak etanol bijiP. americana...

B. Uji Pendahuluan... 1. Penentuan dosis nefrotoksik karbon tetraklorida...

2. Penentuan waktu pencuplikan darah...

3. Penetapan lama pemejanan ekstrak etanol bijiP. americana...

4. Penetapan dosis ekstrak etanol bijiP. americana...

C. Hasil Uji Efek Nefroprotektif Ekstrak Etanol BijiP.americana...

1. Kontrol negatifolive oil dosis 2 mL/kgBB ...

2. Kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB...

3. Kontrol ekstrak etanol bijiP. americanadosis 1400mg/kgBB...

4. Perlakuan ekstrak etanol biji P.americana dosis 350, 700 dan 1400mg/kgBB

pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB………..

D. Rangkuman Pembahasan... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...

(14)

xiv

LAMPIRAN...

BIOGRAFI PENULIS...

70

(15)

xv

Komposisi dan konsentrasi reagen serum kreatinin...

Purata kadar kreatinin tikus pada jam ke 0, 24, 48

dan 72...

Hasil ujiScheffekadar kreatinin serum tikus

pada jam ke 0,24, 48 dan 72 setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB...

Kadar kreatinin serum tikus pada enam kelompok...

Hasil ujiScheffe kadar kreatinin serum tikus

pada enam kelompok...

Hasil pemeriksaan histologis ginjal pada

keenam kelompok perlakuan...

Purata kadar kreatinin serum tikus setelah pemejanan

olive oildosis 2 mL/kgBB pada selang waktu

0 dan 48 jam...

Hasil rendemen ekstrak etanol biji

P.americana...

Pengeringan ekstrak etanol bijiP.americana

(16)

xvi

Sel-sel tubulus kontortus proksimal dan distal...

Perbedaan bentuk sel tubulus proksimal dan distal...

Gambaran mikroskopikductus colligens...

Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon

tetraklorida...

Diagram batang rata-rata kadar kreatinin

tikus padajam ke 0, 24, 48 dan 72 setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB...

Diagram batang rata-rata kadar kreatinin serum tikus

pada enam kelompok...

Diagram batang kadar kreatinin setelah pemejanan

olive oilpada selang waktu 0 dan 48 jam...

Gambaran mikroskopis ginjal pada kelompok perlakuan

kontrol negatifolive oil yang mengalami Intratubular

Hialin Cast (ITC)...

Gambaran mikroskopis ginjal pada kelompok

perlakuan kontrol negatif olive oil yang mengalami

Degenerasi Hidropik Epitel Tubulus (DHET)...

Gambaran mikroskopis ginjal pada kelompok

(17)

xvii

Gambar 13.

perlakuan nefrotoksin karbon tetraklorida 2mL/kgBB

dengan kondisi ginjal yang normal...

Gambaran mikroskopik ginjal pada kelompok

perlakuan ekstrak etanol bijiP.americana dosis

350mg/kgBB yang mengalami perivaskulitis... 52

(18)

xviii

Foto ekstrak kental bijiP.americana...

Foto larutan ekstrak etanol biji P.americana...

Surat pengesahan determinasi serbuk bijiP.americana...

Hasil determinasi serbuk bijiPersea americanaMill...

Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics

Committee (MHREC)...

Analisis statistik kadar kreatinin serum pada

uji penentuan waktu pencuplikan darah tikus

setelah diinduksi karbon tetraklorida 2mL/kgBB...

Analisis statistik kadar kreatinin serum pada enam

kelompok perlakuan ekstrak etanol biji P.americana

setelah induksi karbon tetraklorida 2mL/kgBB...

Analisis statistik kadar kreatinin serum pada

perlakuan kontrol negatifolive oildosis 2mL/kgBB...

Perhitungan efek nefroprotektif(%)...

Perhitungan penetapan peringkat dosis

ekstrak etanol bijiP.americanakelompok

perlakuan...

Perhitungan konversi dosis untuk manusia...

Penetapan kadar air serbuk bijiP.americana...

(19)

xix

Lampiran 14.

Lampiran 15.

Lampiran 16

Lampiran 17.

Hasil rendemen ekstrak etanol biji

P.americana...

Bobot pengeringan ekstrak etanol bijiP.americana hingga

terbentuk ekstrak kental...

Pengukuran validitas dan reliabilitas...

Surat pengesahan hasil pemeriksaan histologis...

89

89

90

(20)

xx INTISARI

Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya efek nefroprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji Persea americana Mill. (P.americana) terhadap penurunan kadar kreatinin serum dan gambaran histologis ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dan memperoleh besar dosis efektifnya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Dalam penelitian ini digunakan tiga puluh ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan ±150-250 gram. Tikus dibagi dalam enam kelompok yaitu kelompok kontrol negatif diberi olive oil

dosis 2 mL/kgBB, kelompok kontrol nefrotoksin diberikan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB secara ip, kontrol ekstrak etanol biji P.americana dengan dosis 1400 mg/kgBB, dan kelompok empat hingga enam merupakan kelompok perlakuan yang diberi ektrak etanol biji P.americana dosis 350, 700, dan 1400mg/kgBB. Pemberian ekstrak etanol bijiP. americanadilakukan secara peroral, sekali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari yang ketujuh semua tikus pada kelompok perlakuan diberi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara ip. Empat puluh delapan jam setelah diberikan karbon tetraklorida, darah diambil melalui sinus orbitalis mata tikus untuk diukur kadar kreatinin serum dan pengambilan organ ginjal untuk pemeriksaan histologis. Data kadar kreatinin dianalisis dengan analisis ANOVA satu arah dan dilanjutkan dengan uji Scheffe

atau uji T-berpasangan untuk dua kelompok sampel berpasangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji P.americana

memiliki efek nefroprotektif dengan penurunan kadar kreatinin serum dan gambaran mikroskopis ginjal yang normal pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Tidak terdapat kekerabatan antara dosis dan respon yang dihasilkan. Ekstrak etanol bijiP.americanadosis 350, 700, dan 1400 mg/kgBB memiliki efek nefroprotektif berturut-turut sebesar 133,3; 133,3; dan 85,7%. Dosis efektifnefroprotektif ekstrak etanol bijiP.americanaadalah 350 mg/kgBB.

(21)

xxi ABSTRACT

The aim of this research wasto determine about nephroprotective effect of ethanol extract Persea americana Mill. (P.americana) seeds by reducing creatinine serum level in rats induced by carbon tetrachloride and get the effective dose.

This research was an experimental research with direct sampling design. This research used Wistar male rats, age 2-3 months, and weight ± 150-250 g. The rats were divided into six treatment groups. The first group (negative control) was givenolive oil 2 mL/kgBW. Then, the second group (nephrotoxin control) was given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW i.p. Third group (extract control) was given ethanol extract of P.americanaseed 1400mg/kgBW.The fourth until sixth group (treatment) were given ethanol extract ofP. americanaseed dose 350, 700 and 1400mg/kgBW orally once a days for six days successively and then in the seventh day all of the treatments group were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW by i.p. Fourty eight hours later, blood was collected from the orbital sinus eye to be measured creatinine serum level and examined the histological figure of kidney. It was analyzed statistically with One Way Anova and Scheffe

test or T-test for paired sample.

Based of the result of the research, ethanol extract P. americana seed gave nephroprotective effects by reducing creatinine serum level and a relatively normal histological figure of kidney in rats induced by carbon tetrachloride. There was no relation between dose and response which were seen from the greater dose of ethanol extract P. americana seed given, thus the nephroprotective was not higher. Nephroprotective effect with dose of 350, 700 and 1400mg/kgBW successively were 133.3; 133.3; and 85.7%. The effective dose of ethanol extract

P.americanaseed was 350mg/kgBW.

(22)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Ginjal merupakan sepasang organ bersimpai yang berfungsi menyaring

darah dan terletak di daerah retroperitoneum pada dinding posterior abdomen.

Ginjal menyaring darah untuk membersihkan zat-zat sisa terutama urea dan

senyawa yang mengandung nitrogen serta mengatur elektrolit ekstravaskular dan

volume intravaskular.Kategori penyakit ginjal didasarkan pada letak lesi,

misalnya glomerulopati dan penyakit tubulo interstisium atau berdasarkan sifat

faktor yang menyebabkan penyakit ginjal, misalnya imunologik, metabolik,

infiltratif, infeksi, hemodinamik, atau toksik (McPhee dan Ganong, 2007). Fungsi

homeostatik pada keadaan gagal ginjal kronik atau gagal ginjal akut akan

terganggu yang kemudian menyebabkan terjadinya abnormalitas komposisi dan

volume cairan tubuh yang berat dan cepat (Guyton dan Hall, 2006).

Penyakit ginjal menjadi masalah kesehatan, baik di negara maju maupun

negara berkembang. Selama satu dekade terakhir terjadi peningkatan insidensi dan

prevalensi penyakit ginjal di seluruh dunia (Hamer dan Nahas, 2006). Menurut

laporan World Health Report (WHO) (2002) dan proyek Global Burden of

Disease (GDB), penyakit ginjal dan saluran kemih telah menjadi salah satu

penyakit global yang mematikan. Penyakit ini menyebabkan rata-rata 850.000

kematian setiap tahun dan 15.010.167 mengalami kecacatan seumur hidup

(23)

Insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia belum

diketahui dengan pasti. Namun diperkirakan besarnya insidensi gagal ginjal

kronik terminal di Indonesia adalah sebesar 100-150 orang tiap 1 juta penduduk

pertahun. Sedangkan besarnya prevalensi gagal ginjal kronik terminal di

Indonesia diperkirakan sebesar 200–250 orang tiap 1 juta penduduk pertahun

(Bakri,2005). Berdasarkan tingginya angka kejadian gagal ginjal, maka

dibutuhkan adanya alternatif pengobatan untuk penyakit ini.

P. americanamerupakan tanaman yang dikenal mempunyai kemampuan

mengobati hipertensi (Anaka, Ozolua, dan Okpo, 2009), juga sebagai anti radang

dan menghilangkan rasa sakit (Haryanto,2009). Biji P.americana mengandung

antioksidan larut air dan dapat menangkap radikal bebas yaitu flavonoid (Arukwe,

Amadi, Duru, Agomuo, Adindu, dan Odika, 2012). Flavonoid mampu mencegah

kerusakan oksidatif sel, memiliki aktifitas perlindungan dan anti kanker yang kuat

dalam melawan tahap-tahap karsinogenesis (Salah, Miller, Pangauga, Bolwell,

Rice, dan Evans, 1995). Selain itu, Malangngi, Sangi, dan Paendong (2012)

melaporkan ekstrak etanol biji P. americana menunjukkan aktivitas antioksidan

melalui penangkapan radikal bebas DPPH.

Karbon tetraklorida merupakan salah satu senyawa model yang dapat

menginduksi terjadinya kerusakan oksidatif sel pada beberapa fungsi fisiologis

hewan uji (Ivor dan Schneider, 2005). Karbon tetraklorida akan mengalami

metabolisme oleh enzim sitokrom P-450 membentuk radikal bebas triklorometil

(CCl3) dan triklorometilperoksida (OOCCl3) yang lebih reaktif. Radikal bebas

(24)

jaringan ginjal (Manna, Sinha, dan Sil, 2006). Terbentuknya ikatan kovalen antara

radikal bebas dengan makromolekul jaringan ginjal terutama menimbulkan

kerusakan pada bagian tubulus proksimal ginjal (Cotran dan Robbins, 1997).

Kosinska, Karamac, Estrella, Hernandez, Bartolome, dan Dykes (2012)

melaporkan kandungan fenolik yang tinggi serta kapasitas antioksidan dari

ekstraksi biji P.americana dengan menggunakan pelarut metanol. Aktivitas

antioksidan in vitro diperoleh dari hasil ekstraksi biji P.americana menggunakan

pelarut etil asetat, asetone dan metanol (Javier, David, María, Petri, dan Mario,

2011). Pada penelitian ini digunakan sediaan dalam bentuk ekstrak menggunakan

pelarut etanol. Hal ini didasarkan pada penelitian Marlinda, Sangi, dan Wuntu

(2012) yang memperoleh kandungan metabolit sekunder P. americanayaitu

alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid dan saponin melalui ekstraksi dengan

pelarut etanol 70%. Selain itu, pemilihan pelarut etanol dilakukan untuk

memperoleh senyawa yang dapat berperan sebagai antioksidan menggunakan

pelarut yang memiliki tingkat kepolaran berbeda dengan metanol.

Penelitian mengenai khasiat bagian buah maupun daun tanaman P.

americana telah banyak dilakukan. Namun penelitian terkait biji P. americana

yang umumnya dianggap kurang bermanfaat atau hanya sebagai limbah masih

terbatas terutama terkait kemampuannya sebagai nefroprotektif. Berdasarkan hal

tersebut maka perlu dilakuan penelitian untuk membuktikan kemampuan

nefroprotektif ekstrak etanol biji P. americana pada tikus terinduksi karbon

(25)

1. Perumusan masalah :

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diuraikan permasalahan sebagai

berikut :

a. Apakah pemberian jangka panjang ekstrak etanol bijiP.americanamempunyai

efek nefroprotektif terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis organ

ginjal pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida?

b. Berapa besar dosis efektif nefroprotektif ekstrak etanol biji P. americanapada

tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengamatan penulis, penelitian terhadap P. americana pernah

dilakukan oleh Idris, Ndukwe, dan Gimba (2009) yang melaporkan kemampuan

bijiP. americana sebagai antimikroba. Penelitian Anaka, dkk. (2009) melaporkan

pengaruh ekstrak biji P.americana sebagai penurun tekanan darah pada tikus

Sprague-Dawley. Arukwe, dkk. (2012) melaporkan kandungan kimia biji P.

americana yaitu saponin, flavonoid, alkaloid dan fenol. Malangngi, dkk.(2012)

juga melaporkan kandungan tanin dan aktivitas antioksidan ekstrak etanol biji P.

americana dalam menangkap radikal bebas DPPH. Kosinska, dkk. (2012)

melaporkan kandungan fenolik yang tinggi serta kapasitas antioksidan pada

ekstrak metanol kulit dan biji P. americana terhadap radikal bebas DPPH dan

ABST.

Sepanjang pengetahuan peneliti, efek nefroprotektif ekstrak etanol biji P.

(26)

tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida belum pernah

dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan ilmu pengetahuan mengenai pengaruh pemberian jangka panjang

ekstrak etanol biji P. americana terhadap fungsi ginjal dengan parameter kadar

kreatinin dan gambaran histologis organ ginjal tikus yang terinduksi karbon

tetraklorida.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan

masyarakat untuk menggunakan biji P.americana sebagai proteksi terhadap

organ.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Membuktikan adanya efek nefroprotektif pemberian jangka panjang

ekstrak etanol biji P.americanapada tikus yang terinduksi karbon

tetraklorida.

2. Tujuan khusus

Mengetahui dosis efektif ekstrak etanol biji P.americana sebagai

(27)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Persea americanaMill.

1. Taksonomi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus :Persea

Spesies :Persea americanaMill. (Proseanet, 2012)

2. Sinonim

Laurus persea L, Persea drymifolia Schlecht. and cham, Persea

gratissimaC.F. Gaertn. Persea edulisRaf.,Persea nubigena, Persea steyermarkii

C.K. Allen(Lim, 2012).

3. Nama lain

Adpukat, avokad (Indonesia), avocado (Filipina), Avocado (Amerika),

alligator pear, avocado, avocado-pear, butter fruit (Inggris), avocat, avocatier,

(28)

apukado, avokado, buah mentega (Malaysia), aguacate, pagua (Spanyol),

awokado (Thailand) (World Agroforestry Centre, 2002).

4. Morfologi

P.americana merupakan jenis pohon berkayu menahun (perennial) dan

memiliki ukuran sedang sampai besar, dengan tinggi mencapai 20 m. Tumbuhan

ini memiliki daun tunggal dan memiliki tepi daun rata. Daun berbentuk elips

hingga lanset, bulat telur hingga bulat telur sungsang, dengan panjang daun 5-40

cm dan lebar 3-15 cm, permukaan atas daun terdapat selaput lilin. Bentuk bunga

berupa tongkol majemuk yang muncul di ujung cabang. Bunga dari P.americana

ini tergolong bunga banci tersusun atas 3 daun mahkota. Buah besar berdaging

dan berair, berbiji tunggal, permukaan buah halus, panjang 7-20 cm. Buah besar

dan bulat, dilapisi dua lapisan dan dua kotiledon besar yang melindungi embrio

kecil (Proseanet, 2012).

5. Kandungan kimia

Kandungan fitokimia pada tanaman alpukat (P.americana) memiliki

kadar yang berbeda-beda pada setiap bagiannya. Beberapa kandungan fitokimia

penting yang ditemukan dalam tanaman ini antara lain, kandungan saponin,

flavonoid, tanin, alkaloid, glikosida sianogenik, steroid dan fenol (Arukwe dkk,

2012).

6. Khasiat dan kegunaan

Di Nigeria, ekstrak biji P. americana digunakan untuk mengobati

hipertensi. Penelitian Anaka, dkk. (2009) melaporkan bahwa ekstrak biji P.

(29)

digunakan secara tradisional sebagai pengobatan penyakit kulit yang disebabkan

oleh parasit di Nigeria (Owolabi, Jaja, dan Coker, 2005). Penelitian Idris, dkk.

(2009) melaporkan ekstrak biji P. americana memiliki kemampuan sebagai

antimikrobia. Daun P. americanamemiliki kemampuan menyembuhkan penyakit

diabetes melitus, sedangkan biji P. americanasebagai anti radang dan

menghilangkan rasa sakit (Haryanto, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan

Malangngi, dkk. (2012), dilaporkan ekstrak etanol biji P.americana memiliki

kandungan antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas DPPH. Alpukat

diketahui memiliki kegunaan sebagai tanaman obat yaitu untuk menyembuhkan

luka dan menstimulasi pertumbuhan rambut, sebagai aprodisiaka, dan mengobati

disentri serta diare (DerMarderosin dan Beutler, 2002).

B. Ginjal 1. Anatomi dan fisiologi ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ bersimpai yang berfungsi menyaring

darah dan terletak di daerah retroperitoneum pada dinding posterior abdomen.

Ginjal dialiri sekitar 25% curah jantung. Ekskresi produk sisa metabolisme,

pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam dan basa, serta

sekresi berbagai hormon dan autokoid merupakan fungsi penting dari ginjal

(Robbins dan Cotran, 2007).

Ginjal memiliki sisi medial cekung, yaituhilusyang memiliki permukaan

lateral cembung yang dilapisi oleh suatu simpai fibrosa tipis. Hilus berfungsi

(30)

pembuluh darah dan pembuluh limfe. Ginjal memiliki korteks di bagian luar dan

medula di bagian dalam. Medula ginjal terdiri dari 8-15 struktur berbentuk

kerucut yang disebut piramida ginjal. Piramida ginjal ini dipisahkan oleh

penjuluran korteks yang disebut columna renalis. Setiap piramida medula dan

jaringan korteks di dasarnya dan sepanjang sisinya membentuk suatu lobus

(Gambar 1) (Mescher, 2011). Pada orang dewasa berat ginjal mencapai 150 gram

dan kira-kira seukuran kepalan tangan. Kapsul fibrosa keras melingkupi ginjal

untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh (Guyton dan Hall, 2006).

Gambar 1. Struktur Ginjal (Mescher, 2011 )

Satuan anatomis fungsi ginjal adalah nefron. Nefron tersusun atas

korpuskulus ginjal, tubulus kontortus proksimal, segmen tebal dan tipis ansa

Henle, tubulus kontortus distal, serta ductus colligens (Gambar 2) (Junqueira,

Carneiro, dan Kelley, 2005). Glomerulus berfungsi sebagai tempat darah disaring,

sedangkan tubulus ginjal berfungsi sebagai tempat air dan garam dalam filtrat

(31)

merupakan tempat dimana sekitar 80% elektrolit dan air diserap kembali. Ansa

henle dan tubulus kontortus distal serta ductus colligens merupakan tempat

pemekatan urin dan tempat terjadinya perubahan pada elektrolit dan air sebagai

respon terhadap pengaturan hormonal (McPhee dan Ganong, 2007).

Gambar 2. Nefron ginjal (Mescher, 2011)

Bagian-bagian dari nefron yaitu korpuskel ginjal, tubulus kontortus

proksimal, segmen tebal dan tipis ansa Henle, tubulus kontortus distal, serta

ductus colligens,akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Kospuskel ginjal dan filtrasi darah. Pada setiap nefron terdapat sebuah

korpuskel ginjal dengan diameter sekitar 200µm dan mengandung seberkas

kapiler yang disebut glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh simpai

(32)

Glomerulus tersusun atas arteriol aferen dan eferen serta suatu berkas

kapiler diantaranya yang dilapisi oleh sel endotel. Glomerulus ini dibungkus oleh

sel epitel yang membentuk suatu lapisan yang berhubungan dengan lapisan yang

membentuk simpai Bowman dan tubulus ginjal. Ruang antara kapiler-kapiler di

glomerulus disebut mesangium. Di antara sel epitel dan kapiler terdapat zat yang

membentuk suatu membran basal (McPhee dan Ganong, 2007). Glomerulus

berhubungan dengan kapsula Bowman di bagian dalam melalui lapisan viseral.

Lapisan viseral ini tersusun oleh modifikasi sel-sel epitel yang disebut podosit.

Ruang Bowman dikelilingi oleh dinding luar yang tersusun oleh sel-sel epitel

skuamous simpleks yang membentuk lapisan parietal (Gartner dan Hiatt, 2007).

b. Tubulus kontortus proksimal. Epitel skuamosa pada lapisan parietal simpai

Bowman berhubungan langsung dengan epitel kuboid pada tubulus kontortus

proksimal (Gambar 3). Tubulus berlekuk ini lebih sering tampak pada potongan

korteks ginjal karena berukuran lebih panjang dari tubulus kontortus distal. Sel

tubulus proksimal berfungsi mereabsorpsi sebanyak 60-65% air yang disaring

dalam korpuskel ginjal, beserta hampir semua nutrien, ion, vitamin dan protein

plasma kecil. Dinding tubulus akan mengangkut air dan dan zat terlarut secara

langsung dan segera diambil olehkapiler peritubular( Mescher, 2011).

Adanya sejumlah besar mitokondria pada tubulus proksimal

menyebabkan sel-sel pada tubulus proksimal memiliki sitoplasma asidofilik.

Kemampuan mereabsorbsi dari tubulus kontortus proksimal didukung oleh adanya

banyak mikrovili berukuran panjang, yang membentuk suatu brush border. Pada

(33)

tampak terisi serabut. Kapiler dan komponen mikrovaskular lain banyak dijumpai

pada jaringan ikat sekitar ( Mescher, 2011).

Gambar 3. Sel-sel tubulus kontortus proksimal (P)dan distal (D) ( Mescher, 2011)

Sel-sel epitel tubulus sangat peka terhadap anoksia dan mudah

mengalami efek toksik. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah

permukaan yang luas untuk reabsorbsi tubulus, sistem transpor aktif untuk ion

dan asam organik, dan kemampuan melakukan pemekatan secara efektif. Selain

itu kadar sitokrom P450 yang tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan

toksikan juga menjadi faktor penyebab efek toksik yang dialami oleh epitel

tubulus(Robbins dan Cotran, 2007; Katzung, 2002).

c. Gelung nefron (ansa Henle). Setelah tubulus kontortus proksimal akan

tampak adanya tubulus lurus yang lebih pendek dan memasuki medula

membentuk gelung nefron. Ansa Henle merupakan struktur berbentuk U dengan

(34)

epitelkuboid di dekat korteks, namun berupa epitel skuamosa di dalam medula

(Mescher, 2011).

d. Tubulus kontortus distal dan aparatus jukstaglomerulari. Saat memasuki

korteks, segmen tebal asendens gelung nefron menjadi lurus dan kemudian

berkelok-kelok membentuk tubulus kontortus distal. Selapis sel kuboid tubulus

kontortus distal berbeda dengan tubulus kontortus proksimal. Sel kuboid tubulus

ini lebih kecil dan tidak memilikibrush border(Gambar 4) ( Mescher, 2011).

Gambar 4. Perbedaan bentuk sel tubulus proksimal dan distal (Mescher, 2011)

e. Tubulus dan ductus colligens. Urin yang dihasilkan setelah melalui proses

filtrasi dan reabsorbsi akan diekskresikan. Urin tersebut mengalir melalui tubulus

kontortus distal hingga sampai ke tubuluscolligens. Tubuluscolligensmerupakan

bagian akhir setiap nefron yang saling bergabung membentuk ductus colligens

yang berukuran lebih besar dan lebih lurus, berjalan di tepi piramidal ginjal dan

bermuara ke dalamcalyx minor (Gambar 2). Epitel kuboid berdiameter sekitar 40

µm melapisi tubulus colligens. Sel-sel ductus colligens yang berkonvergensi

berbentuk kolumnar dan diameter ductus mencapai 200µm di dekat puncak

(35)

Gambar 5. Gambaran mikroskopikductus colligens(CD) (Mescher, 2011)

2. Fungsi ginjal

Ginjal menjalankan berbagai fungsi dalam homeostasis sebagai berikut:

a. Ekskresi produk sisa metabolik, bahan kimia asing, obat, dan metabolit

hormon.Ginjal akan membuang berbagai macam produk sisa metabolisme yang

tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Produk-produk tersebut antara lain urea (dari

metabolisme asam amino), kreatinin (dari kreatin otot), asam urat (dari asam

nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit

berbagai hormon.

b. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit.Fungsi homeostatis tubuh diatur

oleh ginjal dengan mengatur ekskresi air dan elektrolit sesuai dengan asupannya.

Asupan air dan banyak elektrolit terutama ditentukan oleh kebiasaan makan

seseorang. Dengan demikian ginjal harus mengatur kecepatan ekskresi sesuai

(36)

dalam tubuh, maka ginjal akan mengatasinya dengan meningkatkan ekskresi

sampai keseimbangan antara asupan dan keluaran natrium tercapai kembali.

c. Pengaturan tekanan arteri. Ginjal mengatur tekanan arteri jangka panjang

dengan mengekskresikan sejumlah natrium dan air. Selain itu ginjal juga turut

mengatur tekanan arteri jangka pendek dengan mengekskresikan faktor atau zat

vasoaktif, seperti renin, yang menyebabkan pembentukan vasoaktif lainnya,

misalnya angiotensin II.

d. Pengaturan keseimbangan asam-basa. Pengaturan keseimbangan asam-basa

oleh ginjal dilakukan bersama dengan paru dan sistem dapar cairan tubuh, dengan

cara mengekskresikan asam dan mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh.

e. Pengaturan produksi eritrosit. Ginjal berperan dalam sekresi eritropoetin, yang

merangsang pembentukan sel darah merah. Hipoksia merupakan salah satu

rangsangan yang penting untuk sekresi eritropoetin oleh ginjal .

f. Sintesis glukosa. Ginjal mensintesis glukosa dari asam amino dan prekursor

lainnya selama masa puasa yang panjang, proses ini disebut glukoneogenesis.

Kapasitas ginjal untuk menambahkan glukosa pada darah selama masa puasa yang

panjang dapat menyaingi hati.

g. Pengaturan produksi 1,25-dihidroksivitamin D3.Ginjal menghasilkan bentuk

aktif vitamin D, yaitu 1,25-dihidroksivitamin D3(kalsitriol). Kalsitriol penting

untuk deposit kalsium yang normal dalam tulang dan reabsorpsi kalsium oleh

(37)

3. Kerusakan ginjal

Penyakit yang terjadi pada ginjal sangat kompleks, sehingga untuk

memahaminya dapat disederhanakan dengan membagi penyakit ginjal

berdasarkan empat komponen morfologik dasar ginjal yaitu glomerulus, tubulus,

interstisium dan pembuluh darah. Sebagian besar penyakit pada glomerulus

disebabkan oleh proses imunologik, sedangkan penyakit pada tubulus dan

interstisium sering disebabkan oleh bahan toksik atau infeksi.

a. Penyakit glomerulus. Glomerulonefritis kronis merupakan penyebab tersering

gagal ginjal kronik. Glomerulus dapat mengalami cedera sebagai akibat berbagai

faktor dalam suatu perjalanan penyakit sistemik, misalnya lupus eritematosus,

hipertensi, diabetes melitus. Penyakit glomerulonefritis dibagi menjadi sindrom

nefrotik akut, glomerulonefritis progresif cepat, sindrom nefrotik, gagal ginjal

kronik dan hematuria atau proteinuria asimtomatik.

b. Penyakit yang mengenai tubulus dan interstisium. Penyakit yang mengenai

kedua komponen ini yaitu cedera tubulus iskemik atau toksik yang menyebabkan

Nekrosis Tubulus Akut (NTA) dan gagal ginjal akut serta reaksi peradangan di

tubulus dan interstisium (nefritis tubulointerstisium).

c. Penyakit pembuluh darah. Adanya penyakit vaskular sistemik dapat

mengenai pembuluh darah ginjal. Penyakit yang menyerang bagian pembuluh

darah ginjal yaitu nefrosklerosis jinak, hipertensi maligna dan nefrosklerosis

akseleratif, steanosis arteri renalis, serta mikroangiopati trombolitik (Robbin dan

(38)

Gagal ginjal akut ditandai oleh naiknya kreatinin serum dengan cepat.

Penyebab gagal ginjal akut dibagi menjadi prerenal, renal, dan postrenal. Aliran

darah cukup tinggi terjadi pada ginjal yaitu 20% curah jantung, namun ginjal

rentan terhadap iskemia. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan sel ginjal

iskemik atau akibat toksin termasuk kekurangan adenosin trifosfat seluler dan

pembentukan radikal bebas. Penyebab gagal ginjal akut lainnya yaitu

glomerulonefritis dan obat-obatan nefrotoksik (Rubenstein, Wayne, dan Bradley

2007).

Pada penyakit gagal ginjal kronik atau gagal ginjal akut, fungsi

homeostatik ginjal terganggu, dan kemudian terjadi abnormalitas komposisi dan

volume cairan tubuh yang berat dan cepat. Dalam beberapa hari saja dapat terjadi

akumulasi kalium, asam, cairan, dan zat-zat lainnya dalam tubuh sehingga

menyebabkan kematian, kecuali ada intervensi klinis seperti hemodialisis untuk

memulihkan (paling tidak sebagian) keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit

(Guyton dan Hall, 2006).

C. Kreatinin

Kreatinin merupakan hasil metabolisme kreatin. Setiap hari kreatin

disintesis terutama oleh hati dan sedikit oleh pankreas serta ginjal. Kreatin

terdapat dalam hampir semua otot rangka dan terikat secara reversibel pada fosfat

dalam bentuk fosfokreatin. Fosfokreatin ini merupakan senyawa penyimpan

energi. Sebagian kecil dari kreatin secara irreversibel berubah menjadi kreatinin

yang tidak mempunyai fungsi dan akan diangkut ke ginjal untuk diekskresikan

(39)

Kreatinin akan dilepaskan secara konstan dari otot dan ekskresi utamanya

melalui filtrasi glomerulus. Pada kegagalan ginjal kronis, ketika terjadi penurunan

kecepatan filtrasi glomerulus, kadar kreatinin akan meningkat berbanding terbalik

dengan kecepatan ekskresi (Huether, McCance, Brashers, dan Rote, 2008).

Setelah mengalami filtrasi pada glomerulus, kreatinin tidak akan direabsorpsi oleh

tubulus ginjal. Serum kreatinin dapat digunakan sebagai metode untuk

menentukan Glomerulus Filtration Rate (GFR) dan luasnya kerusakan ginjal

secara tidak langsung pada kerusakan ginjal kronis (Porth dan Matfin, 2009).

Macam metode pemeriksaan kreatinin darah yaitu :

a.Jaffe reaction.Metode ini didasarkan pada adanya reaksi antara kreatinin dan

asam pikrat dalam suasana basa akan membentuk senyawa kuning jingga. Warna

yang dihasilkan akan dibaca oleh alat photometer.

b. Kinetik. Prinsip dasar penggunaan metode ini relatif sama dengan metode

Jaffe reaction, hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali pembacaan. Alat

yang digunakanautoanalyzer.

c. Enzimatik. Penggunaan metode ini didasarkan pada adanya substrat dalam

sampel bereaksi dengan enzim membentuk senyawa enzim substrat dengan

menggunakan alat photometer (Price and Wilson, 1985).

D. Nefrotoksisitas 1. Faktor penyebab nefrotoksisitas

Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kerentanan ginjal pada

(40)

a. Tingginya aliran darah pada ginjal.Aliran darah pada sebuah organ hanya

kurang dari 1% dari berat tubuh, tetapi ginjal menerima sekitar 25% aliran darah

dari jantung. Oleh sebab itu ginjal akan menerima konsentrasi toksikan yang lebih

tinggi (per gram jaringan) dibanding jaringan yang diperfusi lambat oleh darah

seperti otot skelet, kulit dan lemak. Distribusi aliran darah renal tidak merata,

dimana korteks menerima aliran darah tidak proporsional dengan yang diterima

oleh medula dan papila. Karena itu, toksikan yang terbawa oleh darah akan lebih

banyak tertuju pada bagian korteks dan berpotensi mempengaruhi fungsi kortikal

lebih besar daripada medula dan papila.

b. Konsentrasi senyawa kimia di cairan intraluminal. Proses pemekatan urin pada

ginjal berpotensi menyebabkan terjadinya pemekatan senyawa toksik pada filtat

glomerular. Proses reabsorpsi sepanjang nefron dapat meningkatkan konsentrasi

intraluminal toksikan dari 10mM menjadi 50mM pada bagian tubulus proksimal

ginjal, 66mM pada lengkung henle, 200mM pada tubulus distal, dan sebesar 2000

mM pada duktus pengumpul. Untuk senyawa toksik yang memiliki kelarutan

rendah akan mengalami presipitasi intraluminal sehingga menyebabkan gagal

ginjal akut sekunder bahkan obstruksi. Gradien konsentrasi berpotensi

menimbulkan terjadinya difusi pasif toksikan kedalam sel-sel tubulus.

c. Reabsorpsi dan /atau sekresi senyawa kimia melalui sel-sel tubulus. Proses

transpor aktif di tubulus proksimal dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi

intraseluler dari suatu toksikan yang aktif untuk ditransportasikan. Selama proses

(41)

tubulus proksimal dengan kadar yang sangat tinggi dibanding dengan yang berada

di cairan luminal atau daerah peritubular.

d. Biotransformasi dari pro-toksikan menjadi intermediet yang reaktif.Nefron

memiliki kapasitas untuk memetabolisme pada segmen tertentu. Tubulus

kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal mengandung isoenzim dari

sistem sitokrom P450 monooksigenase yang dapat memediasi bioaktivasi

intrarenal dari beberapa pro-toksikan. Ditambah lagi aktivitas sintesis

prostaglandin di sel interstitial medula dan papila dapat turut andil dalam

menyebabkan oksidasimenghasilkan kerusakan yang selektif pada papiler

(Hodgson, 2010).

2. Nefrotoksikan

Banyak senyawa memiliki implikasi sebagai nefrotoksikan seperti

terlihat pada Tabel I.

Tabel I.Senyawa-senyawa yang bersifat nefrotoksikan (Hodgson, 2010)

(42)

E. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan suatu senyawa model nefrotoksik yang

dapat menyebabkan Nekrosis Tubuler Akut (NTA). Radikal bebas yang

dihasilkan dapat mengakibatkan kerusakan pada tubulus proksimal ginjal

(Robbins dan Cotran, 1997). Kerusakan yang terjadi pada tubulus proksimal ginjal

tidak disertai dengan kerusakan membran basalis sehingga memungkinkan untuk

terjadinya regenerasi sel epitelnya. Karena itu, Nekrosis Tubular Akut (NTA)

yang disebabkan karbon tetraklorida bersifat reversibel (dapat balik) (Underwood,

2000; Cotran dan Robbin, 1994).

Gambar 6. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)

Dalam tubuh karbon tetraklorida akan mengalami proses metabolisme

oleh enzim sitokrom P450 khususnya isoenzim CYP2E1. Enzim pemetabolisme

ini dapat mempengaruhi aktivasi metabolit dari senyawa yang terbentuk, sehingga

(43)

metabolisme karbon tetraklorida, isoenzim CYP2E1 berfungsi sebagai agen

pereduksi dan mengkatalis adisi elekron yang mengakibatkan hilangnya satu ion

klorin sehingga terbentuk radikal bebas triklorometil (CCl3) (Gambar 6) yang

merupakan metabolit reaktif. Radikal bebas triklorometil ini akan berubah

menjadi radikal bebas triklorometilperoksi (OOCCl3) dengan adanya O2

(oksigen), dimana radikal bebas dalam bentuk ini menjadi lebih reaktif (Gregus

dan Klaaseen, 2001). Phosgen yang terbentuk dari reaksi pada gambar 2

merupakan suatu intermediet yang sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan

makromolekul seluler untuk menginduksi terjadinya kerusakan sel (Hodgson,

2010).

Karbon tetraklorida juga dapat mempengaruhi fungsi mitokondria ginjal,

termasuk menyebabkan efluks kalsium melintasi membran mitokondria

(Natarajan, Basivireddy, Ramachandran, Thomas, Ramamoorthy, dan Pulimood,

2006). Radikal reaktif yang terbentuk dapat berikatan kovalen dengan dengan

makromolekul jaringan, yang menyebabkan jaringan mengalami kerusakan

(Eaton, Gallogher, Bammler, dan Kunze, 1995).

F. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa kimia yang dapat mencegah

oksidasi suatu substrat misalnya sel pada konsentrasi yang rendah (Halliwell,

1990). Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dua yaitu antioksidan endogen

dan antioksidan eksogen. Antioksidan endogen merupakan antioksidan yang

dihasilkan oleh tubuh yang terdiri atas enzim-enzim superoksida dismutase,

(44)

antioksidan non enzimatik seperti glutation (GSH) dan transferin. Antioksidan

eksogen adalah antioksidan yang dibutuhkan dan diperoleh dari luar seperti

senyawa-senyawa flavonoid, vitamin C, vitamin E dan karotenoid yang banyak

ditemukan dalam sayur-sayuran dan buah-buahan (Heinonen dan Albanes,1994).

G. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan

menyari simplisia, diluar cahaya matahari langsung. Cairan penyari yang dapat

digunakan dalam pembuatan ekstrak yaitu air, eter, etanol, atau campuran etanol

dan air (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010). Pada akhir proses

ekstraksi semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).

Istilah maserasi berasal dari bahasa latin ”macerare” yang artinya

mengairi, melunakkan (Voigt, 1994). Metode maserasi adalah salah satu metode

ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia

dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung

dari cahaya sambil diaduk (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik

Indonesia, 2010). Rendaman tersebut disimpan dan harus terlindungi dari cahaya

langsung untuk mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna,

sambil sesekali digojog. Penggojogan dilakukan untuk mencegah terjadinya

keseimbangan antara larutan zat aktif yang terdapat dalam sel dengan larutan zat

aktif yang terdapat diluar butir sel, sehingga perpindahan bahan aktif dapat terus

(45)

Indonesia, 1986). Keadaan diam tanpa penggojokan selama maserasi

menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar perbandingan

simplisia yang diekstraksi terhadap cairan ekstraksi, akan semakin baik hasil yang

diperoleh (Voight, 1994).

Dengan metode ini, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati

dinding sel sehingga isi sel akan larut akibat perbedaan konsentrasi antara larutan

di dalam sel dengan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak

keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi).

Peristiwa tersebut terjadi secara berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selanjutnya endapan dipisahkan dan

filtrat dipekatkan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik

Indonesia, 1986).

Lamanya proses maserasi adalah berbeda-beda. Farmakope

mencantumkan 4-10 hari, namun pada umumnya 5 hari. Setelah waktu tersebut

keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar

sel telah tercapai. Remaserasi merupakan metode ekstraksi dengan melakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,

dan seterusnya. Pelarut kedua ditambahkan sebanyak penambahan pelarut pertama

(Depkes RI, 2000).

Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang

dan bakteri sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral,

absorbsinya baik. Etanol dapat dicampur dengan air pada berbagai perbandingan.

(46)

akan lebih sedikit. Untuk meningkatkan penyarian, biasanya digunakan campuran

antara etanol dan air dalam berbagai perbandingan tergantung pada bahan yang

akan disari (Voight, 1994).

H. Landasan Teori

Ginjal merupakan organ yang berfungsi menyaring darah. Fungsi

penting ginjal antara lain dalam ekskresi produk sisa metabolisme, pengendalian

air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam dan basa, serta sekresi berbagai

hormon dan autokoid (Robbins dan Cotran, 2007).Ginjal menerima sekitar 20%

aliran darah dari jantung, namun ginjal rentan terhadap iskemia. Beberapa

penyebab kerusakan sel ginjal yaitu terjadinya iskemik, adanya toksin,

kekurangan adenosin trifosfat seluler(ATP seluler), dan pembentukan radikal

bebas. Penyebab gagal ginjal akut lainnya yaitu glomerulonefritis dan obat-obatan

nefrotoksik (Rubenstein dkk., 2007). Pengukuran kuantitatif kerusakan ginjal

dapat dilakukan dengan mengukur kadar kreatinin yang pada kegagalan ginjal

akan ditahan bersama unsur nitrogen non-protein darah (Baron,1992).

Karbon tetraklorida akan dimetabolisme oleh enzim sitokrom P-450

menjadi radikal bebas triklorometil (CCl3) dan triklorometilperoksida

(OOCCl3) yang lebih reaktif. Radikal reaktif yang terbentuk dapat berikatan

kovalen dengan makromolekul jaringan, yang menyebabkan jaringan mengalami

kerusakan (Eaton dkk.,1995).

Pemberian antioksidan dapat melindungi jaringan dari pengaruh radikal

(47)

memperlambat proses perjalanan penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis (Lai,

Chou dan Chao, 2001 ; Gulcin, Oktay, Kirecci dan Aslam, 2003). Senyawa tanin

yang yang diperoleh dari ekstraksi biji P. americana dengan pelarut etanol oleh

Malangngi dkk. (2012) menunjukkan kemampuan sebagai antioksidan yang dapat

menangkap radikal bebas DPPH. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan

Kosinka dkk. (2012) dengan melakukan ekstraksi biji P. americana dengan

pelarut metanol diperoleh aktivitas antioksidan dari kandungan fenolik dalam

menangkap radikal bebas DPPH dan ABST. Penelitian ini dilakukan untuk

membuktikan kemampuanproteksi P. americanaterhadap kerusakan ginjal akibat

adanya radikal bebas yang dihasilkan oleh karbon tetraklorida.

I. Hipotesis

Pemberian jangka panjang ekstrak etanol bijiP. americanamemiliki efek

sebagai nefroprotektif dengan menurunkan kadar kreatinin serum dan gambaran

(48)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis

ekstrak etanol biji P. americana.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah kadar

kreatinin serum dan gambaran histologis ginjal akibat pemberian jangka panjang

ekstrak etanol biji P.americanapada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam

penelitian ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus jantan galur Wistar dengan

berat badan 150-250 gram dan umur 2-3 bulan. Frekuensi pemberian ekstrak

etanol biji P. americanasatu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan

waktu pemberian yang sama, cara pemberian senyawa pada tikus dilakukan secara

(49)

P.americana yang diperoleh dari daerah Padang, Sumatera Barat, diambil pada

bulan Januari 2013.

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali

dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus jantan galur Wistar yang

digunakan. .

3. Definisi operasional

a. BijiP.americana. Biji yang diambil dari tanaman P.americanaadalah

yang berwarna kuning segar, tidak bercacat dan diambil dari buah yang telah

matang.

b. Ekstrak etanol biji P.americana. Ekstrak etanol biji P.americana

adalah ekstrak kental yang diperoleh secara maserasi dengan merendam serbuk

kering biji P.americana seberat 40,0 g dalam 200 mL pelarut etanol 70% selama

lima hari, lalu diremaserasi selama dua hari. Kemudian disaring menggunakan

corongBuchner, dievaporasilalu diuapkan dengan waterbath selama 10 jam pada

suhu 800C, hingga diperoleh selisih bobot penimbangan adalah 0.

c. Dosis ekstrak etanol biji P. americana.Didefinisikan sebagai jumlah

(mg) ekstrak kental tiap kilogram (kg) berat badan tikus.

d. Kadar kreatinin(mg/dL). Didefinisikan sebagai jumlah kreatinin (mg)

dalam tiap satu desiliter (dL) darah subjek uji.

e. Penurunan kadar kreatinin serum. Didefinisikan sebagai kemampuan

ekstrak etanol biji P. americanapada dosis tertentu untuk menurunkan kadar

(50)

f. Pemberian jangka panjang. Didefinisikan sebagai pemberian ekstrak

etanol biji P. americana satu kali sehari selama enam hari berturut-turut secara

peroral.

g. Gambaran histologis ginjal. Didefinisikan sebagai gambaran

mikroskopik sel-sel ginjal tikus setelah perlakuan.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus jantan galur Wistar dengan umur 2-3

bulan dan berat badan 150-250 gram yang diperoleh dari Laboratorium

Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Serbuk biji P.americanayang diperoleh dari daerah Padang, Sumatera Barat

pada bulan Januari 2013.

2. Bahan kimia

a. Bahan nefrotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh

dari laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

b. Etanol 70% yang digunakan sebagai cairan penyari dalam proses ekstraksi

serbuk bijiP.americanayang diperoleh daritoko kimia Aldrich.

c. Bahan untuk pembuatan preparat histologis ginjal adalah larutan fisiologis

(51)

d. Aqua bidestilata untuk blanko pengujian kadar kreatinin, yang diperoleh

dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

e. Kontrol serum Kreatinin Cobas® (PreciControl ClinChem Multi 2)

Roche/Hitachi analyzer

f. Reagen serum kreatinin

Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum kreatinin adalah sebagai

berikut :

Tabel II.Komposisi dan konsentrasi reagen serum kreatinin

g. Olive oilBertolli ®

D. Alat atau Instrumen Penelitian 1. Alat ekstraksi

Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu

ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki

Glass®). Ayakan No. 40 Electric Sieve Shaker Indotest 28 Multi Lab®, alumunium foil, timbangan analitik Mettler Toledo®, rotary vacuum evaporator IKAVAC®, waterbathdan desikator.

2. Alat uji nefroprotektif

Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, tabung reaksi, labu ukur,

batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), pipet gondok, glass firn. Timbangan

elektrik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Reagen I Sodium Hidroxide 0,2mol/L

(52)

Wilten®, spuit per oral dan syringe 3 mL Terumo®, spuit ip. dan syringe 1 mL

Terumo®, pipa kapiler, tabungEppendorf, Microlab 200 Merck®.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi serbuk bijiP. americana

Determinasi serbuk bijiP. americana dilakukan dengan mencocokan

ciri-ciri organoleptis dan mikrokopis serbuk biji yang diperoleh dari Padang dengan

serbuk biji dari sampel otentik tanaman P. americanayang dibuat secara mandiri

di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia.

2. Pembuatan serbuk

Biji P. americana dicuci bersih menggunakan air mengalir dan bagian

kulit ari biji alpukat tersebut dibuang. Biji yang telah dicuci kemudian dipotong

kecil-kecil dan diangin-anginkan hingga biji tidak tampak basah. Kemudian

dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50˚C selama 24

jam, lalu diblender. Serbuk inilah yang akan dibandingkan dengan serbuk yang

diperoleh dari daerah Padang.

3. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah biji P. americana yang sudah dalam

bentuk serbuk berwarna kecoklatan, diperoleh dari wilayah Padang,Sumatera

Barat.

4. Penetapan kadar air serbuk bijiP. americana

Penetapan kadar air dilakukan dengan alat moisture balance Halogen

(53)

ditimbang dan dihitung sebagai bobot sebelum pemanasan. Sebanyak 5 g serbuk

bijiP.americanadimasukkan ke dalam alatmoisture balance, kemudian diratakan.

Serbuk dipanaskan pada suhu 1050C selama 15 menit. Kemudian serbuk ditimbang ulang dan dihitung sebagai bobot sesudah pemanasan. Selisih bobot

sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan merupakan kadar air dari serbuk

yang diteliti.

5. Pembuatan ekstrak etanol bijiP. americana

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi yaitu dengan merendam 40

g serbuk biji P. americana dalam 200 mL pelarut etanol 70 % selama 5 hari

terlindung dari cahaya matahari, sambil sesekali digojog. Lalu hasil maserasi

disaring untuk memisahkan maserat dari serbuk dengan menggunakan corong

Buchner yang dilapisi kertas saring. Kemudian serbuk hasil penyaringan tersebut

diremaserasi dengan pelarut baru sebanyak 200 mL selama 2 hari lalu disaring

kembali ( Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010). Maserat kemudian

dicampur dan dievaporasi dengan rotary evaporator. Prinsip kerja alat vaccum

evaporator adalah menguapkan pelarut pada suhu rendah dengan adanya tekanan

yang menyebabkan titik didih pelarut menjadi lebih rendah dan mudah diuapkan.

Ekstrak yang sudah diuapkan pada vaccum evaporator lalu ditempatkan dalam

cawan petri dan diuapkan kembali di atas waterbath selama 10 jam dengan suhu

80oC hingga diperoleh selisih bobot penimbangan adalah 0. Kemudian ekstrak kental yang diperoleh disimpan di dalam desikator.

Menghitung rata-rata rendemen lima replikasi ekstrak etanol biji P.americana

(54)

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental–berat cawan kosong

− = . 1 + . 2 + . 3 + . 4 + . 5

5

6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat

dibuat, dimana pada konsentrasi tersebut suspensi ekstrak dapat dimasukkan serta

dikeluarkan dari spuit oral dengan mudah. Cara pembuatannya adalah dengan

melarutkan ekstrak kental dengan CMC Na 1%, dengan melakukan kenaikan

konsentrasi secara bertahap hingga pada konsentrasi dimana campuran ekstrak

dengan CMC Na% sudah tidak dapat dikeluarkan dengan mudah dari spuit oral.

7. Penetapan dosis ekstrak etanol bijiP. americana

Penetapan peringkat dosis didasarkan pada perhitungan dengan bobot

tikus paling besar yaitu 250 gram, konsentrasi ekstrak etanol biji P.americana

yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan melalui spuit oral yaitu 7% atau 70

mg/mL, serta volume maksimal pemberian oral yaitu 5 mL.

Maka dosis tertinggi dapat ditentukan sebagai berikut :

BB x D = C x V

Berat badan (kg) x dosis(mg/kgBB) = konsentrasi (mg/mL) x volume pemberian

(mL)

0,250 kg x D = 70mg/mL x 5 mL

D = 1400 mg/kgBB

Dosis tengah dan dosis rendah ditentukan dengan menurunkan dua dan empat

(55)

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida

Karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50%, dengan cara

memasukkan 50 mL karbon tetraklorida ke dalam labu ukur 100 mL, lalu

ditambahkanolive oilhingga tanda batas (Janakat dan Al-Merie, 2002).

9. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1%

Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara mendispersikan lebih

kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam air sampai volume

100,0 mL. CMC-Na 1% ini akan digunakan untuk membuat suspensi ekstrak

etanol bijiP.americana.

10. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida dan waktu

pencuplikan darah. Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk

mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu menyebabkan

kerusakan ginjal tikus yang ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin dalam

serum darah. Dosis nefrotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu

pada penelitian yang dilakukan oleh Moneim dan El-Deib (2012) dan hasil

orientasi, dimana pada dosis karbon tetraklorida 2 mL/kgBB dapat menyebabkan

kerusakan ginjal dengan kenaikan kadar kreatinin serum. Penentuan waktu

pencuplikan darah didasarkan pada hasil orientasi yaitu pada jam ke 48 setelah

induksi karbon tetraklorida, dimana terjadi peningkatan kreatinin paling tinggi.

11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam

(56)

(kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok II

(kontrol nefrotoksik) diberi larutan karbon tetraklorida : olive oil (1:1) dosis 2

mL/kgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak etanol biji P.

americana dosis 1400 mg/kgBB selama enam hari berturut-turut secara per oral,

tanpa diinduksi karbon tetraklorida. Kelompok IV, V dan VI merupakan

kelompok perlakuan yang diberi ekstrak etanol biji P. americana dengan dosis

350, 700 dan 1400mg/kgBB. Pada hari ke tujuh kelompok IV-VI diberi larutan

karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secarai.p. Setelah 48 jam diambil darahnya

melaluisinus orbitalismata, lalu diukur kadar kreatinin serum.

Setelah pengambilan darah untuk pengukuran kadar kreatinin serum,

tikus dikorbankan dan diambil organ ginjalnya. Organ ginjal tersebut kemudian

dicuci pada larutan saline (NaCl 0,9%) dan diawetkan dengan direndam dalam

formalin 10% untuk dibuat preparat histologis lalu diamati penampakan

mikroskopisnya. Pemeriksaan histologis dilakukan di Laboratorium Patologi

Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil pemeriksaan

dibuat fotomikroskopik sebagai data kualitatif penunjang.

12. Pembuatan serum

Darah diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus lalu ditampung

dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama kurang lebih 15 menit,

kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 10000 rpm dan bagian

supernatannya diambil. Supernatan yang diambil adalah serum yang akan diukur

(57)

13. Penetapan kadar serum kontrol, serum kreatinin

Alat yang digunakan untuk menganalisis kadar kreatinin serum adalah

Mikrolab 200 Merck®. Kadar kreatinin dinyatakan dalam satuan mg/dL.

Pengukuran kadar kreatinin serum dilakukan di Laboratorium Biokimia-Fisiologi

Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

a. Penetapan kadar serum kontrol. Analisis dilakukan dengan cara

mencampur 1000 μ L reagen I dengan 50 μ L serum kontrol, divorteks selama lima

detik lalu didiamkan selama dua menit. Setelah itu, ditambahkan 250 μ L reagen

II, divorteks selama lima detik dan dibaca resapan setelah satu menit.

b. Penetapan kadar kreatinin serum. Analisis serum kreatinin dilakukan

dengan cara mencampur 1000 μ L reagen I dengan 50μ L serum darah tikus,

divorteks selama lima detik, lalu didiamkan selama dua menit. Setelah itu,

ditambahkan 250μ L reagen II, divorteks selama lima detik dan dibaca resapan

setelah satu menit.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data kadar kreatinin serum diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk

mengetahui distribusi data dan analisis variansi dengan Levene’s Testuntuk

melihat homogenitas antar kelompok perlakuan sebagai syarat analisis parametrik.

Data terdistribusi normal dan variansi homogen maka dilanjutkan dengan analisis

variansi pola searah (ANOVA one way) dengan taraf kepercayaan 95% untuk

mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan

uji Scheffe untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan)

(58)

normal dan terdiri dari dua kelompok yang berpasangan, maka dilakukan uji

t-berpasangan untuk melihat kebermaknaan perbedaan pada dua kelompok tersebut.

Penentuan % efek nefroprotektif dilakukan melalui perhitungan dengan rumus

sebagai berikut :

( ) – (

(59)

38 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek nefroprotektif

pada pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji P. americana terhadap

penurunan kadar kreatinin serum dan gambaran histologis ginjal pada tikus

terinduksi karbon tetraklorida serta memperoleh besar dosis efektifnya. Dalam

penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu determinasi serbuk P.americana,

penetapan kadar air serbuk, pembuatan ekstrak, penetapan dosis ekstrak etanol biji

P. americana, pengukuran kadar kreatinin serum, dan pemeriksaan histologis

ginjal.

A. Penyiapan Bahan 1. Hasil determinasi serbuk bijiP.americana

Tujuan dilakukan determinasi serbuk P.americana adalah untuk

memastikan bahwa serbuk yang digunakan adalah benar berasal dari biji tanaman

P.americana. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri organoleptis

dan mikrokopis serbuk biji P.americana yang diperoleh dari daerah Padang

dengan serbuk biji yang dibuat secara mandiri di Laboratorium Farmakognosi

Fitokimia (Lampiran 5). Hasil determinasi yang dilakukan menunjukkan bahwa

(60)

P.americana berdasarkan kemiripan secara organoleptis yaitu kemiripan

warna, rasa dan aroma serbuk yang dibandingkan. Selain itu juga berdasarkan

pengamatan mikroskopik serbuk, diperoleh adanya kemiripan

fragmen-fragmen antara kedua serbuk yang dibandingkan yaitu amilum dan parenkim

endosperm.

2. Penetapan kadar air sebuk bijiP.americana

Penetapan kadar air serbuk biji P.americana bertujuan mengetahui

kadar air dalam serbuk yang akan digunakan. Kadar air dalam serbuk harus

kurang dari 10% untuk memenuhi persyaratan kadar air serbuk yang baik

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Kadar air dalam

serbuk penting dilakukan dan harus memenuhi persyaratan untuk menjamin

serbuk bebas dari kemungkinan pertumbuhan mikroorganisme karena air

merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme.

Penetapan kadar air serbukP.americana dilakukan menggunakan alat

moisture balance dengan metode gravimetri. Pada penetapan kadar air ini

digunakan suhu 1050 C selama 15 menit. Hasil perhitungan rata-rata selisih bobot sebelum dan sesudah pemanasan pada ketiga replikasi menunjukkan

bahwa kadar air dalam serbuk bijiP.americana yaitu sebesar 7,40%. Kadar air

pada serbuk yang digunakan telah memenuhi persyaratan kadar air serbuk yang

baik.

3. Hasil pembuatan dan penimbangan ekstrak etanol bijiP.americana Pembuatan ekstrak etanol biji P.americana dilakukan dengan metode

Gambar

Gambar 13.Gambaran mikroskopik ginjal pada  kelompok
Gambar 1. Struktur Ginjal (Mescher, 2011 )
Gambar 2. Nefron ginjal (Mescher, 2011)
Gambar 3.  Sel-sel tubulus kontortus proksimal (P)dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peran Perempuan Paska Perceraian di GPM Jemaat Kategorial Lanud Pattimura dari Perspektif Konseling

Menimbang : bahwa dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan bebas Fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

FKTP dapat menjadi teladan untuk FKTP di sekitarnya serta menjadi tempat pembelajaran ( benchmark ) bagi tenaga kesehatan dan FKTP lainnya. FKTP dapat menjadi salah satu

Mengacu dari uraian yang sudah dijelaskan di atas bahwa penerapan model Missouri Mathematics Project (MMP) menggunakan teknik permainan kartu arisan merupakan model

dioFij 6 Pedu &pd nqopt l..

[r]

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana pada Program Studi S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

• Untuk mengerjakan boneka memerlukan waktu 1jam pekerjaan tukang kayu dan 2 jam tukang poles sedang untuk kereta api diperlukan 1jam pekerjaan tukang kayu dan 1 jam