II TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Penelitian Terdahulu
Pada waktu sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian tentang tataniaga suatu produk. Masing-masing peneliti melakukan penelitian pada produk yang berbeda-beda.
Ariyanto (2008) meneliti tentang tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi- fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas sayuran bayam, menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, dan menganalisis efisisensi saluran tataniaga bayam berdasarkan marjintataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat.
Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terdiri dari tiga buah saluran tataniaga yaitu ; saluran tataniaga satu : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer - konsumen ; saluran tataniaga dua : petani - pedagang pengecer – konsumen ; saluran tataniaga tiga : petani - konsumen.
Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan, fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan, pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi petani bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar.
16 Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul adalah oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul.
Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembeli dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker.
Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian sayuran bayam dan kemudian menjualnya kepada pedagang pengecer. Secara umum sistem pembayaran antar lembaga tataniaga dan petani dilakukan secara tunai dan harga produk ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Kerjasama antara petani dan pedagang pengumpul terjalin dengan baik melalui kegiatan jual beli produk sayuran bayam. Hal yang sama juga terjadi diantara pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.
Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga petani yang paling efisien, karena hasil produksi sayuran bayam langsung dibawa ke pasar dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk ikat dan petani bertindak sebagai pedagang pengecer. Petani memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 368,- per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga yang terbesar (farmer’s share) diterima oleh petani berprofesi sebagai pedagang pengecer dan produk yang dijual sedikit sehingga keuntungan secara total yang diperoleh tidak begitu besar dan hanya sebagian kecil dari jumlah petani yang melakukan kegiatan tataniaga.
Hasniah (2005), meneliti tentang analisis sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang
17 dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga pepaya sayur di Desa Sukamaju, menganalisis struktur dan perilaku pasar yang dihadapi oleh pepaya sayur produksi Desa Sukamaju, dan menganalisis efisiensi tataniaga pepaya sayur Desa Sukamaju dilihat dari segi operasional dan harga. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis kualititatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjintataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.
Salah satu hasil analisis yang didapatkan adalah pola saluran tataniaga. Pola saluran tataniaga tersebut adalah sebagai berikut: saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga saluran satu (petani-pedagang pengumpul-pedagang grosir- pedagang pengecer-konsumen), saluran tataniaga dua (petani-pedagang pengumpul- pedagang pengecer-konsumen), dan saluran tataniaga tiga (petani- pedagang pengecer-konsumen). Saluran tataniaga satu merupakan tataniaga pepaya sayur terpanjang dan digunakan oleh 6,04 persen dari total petani responden. Sedangkan saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang digunakan oleh 35,17 persen dari total petani responden. Saluran tataniaga tiga dipergunakan oleh 58,79 persen petani responden. Pada saluran tiga, petani langsung menjual produknya ke pedagang pengecer di pasar.
Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani pepaya sayur yaitu fungsi pertukaran berupa kegiatan penjualan kepada pedagang perantara. Fungsi fisik dilakukan petani yang menjual produk pertaniannya langsung ke pasar yaitu kegiatan pengemasan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang grosir berupa kegiatan pengemasan. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang grosir berupa penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar.
Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Selain itu produk petani bersifat homogen. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tataniaga sangat lemah. Petani bertindak sebagai
price taker. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul adalah oligopsoni. Hal ini terlihat melalui adanya hambatan bagi pedagang dari daerah lain untuk
18 keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk bersifat homogen, harga berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Selain itu pedagang pengecer dapat dengan bebas keluar masuk pasar. Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian pepaya sayur dari petani dan menjual kepada pedagang grosir dan pedagang pengecer. Sistem penentuan harga di setiap tingkat lembaga tataniaga berdasarkan mekanisme pasar. Sedangkan sistem pembayaran di setiap lembaga tataniaga dilakukan secara tunai.
Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil, yaitu sebesar Rp 400,- per kg. Farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 60 persen. Namun rasio keuntungan dan biaya tataniaga pepaya sayur tertinggi terdapat pada saluran dua yaitu sebesar 1,24. Efisiensi tataniaga pepaya sayur tercapai jika saluran tataniaga yang digunakan adalah saluran tataniaga tiga. Selain itu saluran tataniaga tiga juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani.
Faisal (2010), meneliti tentang analisis tataniaga sapi potong di PT. Kariyana Gita Utama (PT. KGU) di Cicurug, Sukabumi. Tujuan penelitian yang dilakukan di antaranya mengidentifikasi dan menganalisis pola saluran tataniaga sapi potong di PT. KGU, mengidentifikasi dan meganalisis lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong di PT. KGU, menganalisis marjin tataniaga, producer’s share, rasio keuntungan dan biaya tataniaga sapi potong di PT. KGU, dan mengidentifikasi dan menganalisis struktur pasar tataniaga sapi potong di PT. KGU. Pengolahan data digunakan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif menjabarkan secara deskriptif tentang gambaran umum dan kondisi perusahaan, menganalisis saluran tataniaga dan fungsi tataniaga serta struktur dan perilaku pasar. Sedangkan data kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga,
producer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.
Hasil yang diperoleh bahwa di PT. KGU terdapat empat lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul, pedagang pemotong, pedagang pengecer, dan rumah potong hewan (RPH). Fungsi tataniaga yang dilakukan adalah fungsi pertukaran,
19 fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Lembaga-lembaga tataniaga tidak melakukan seluruh fungsi tataniaga tersebut. Masing-masing lembaga tataniaga hanya melakukan fungsi tataniaga yang dibutuhkannya untuk memperlancar aktivitas tataniaga untuk memperlancar aktivitas tataniaga yang dilakukannya. Di PT. KGU terdapat enam saluran tataniaga, yaitu : (1) PT. KGU - pedagang pengumpul - pedagang pemotong - konsumen, (2) PT. KGU - pedagang pengumpul - pedagang pemotong - pedagang pengecer - konsumen, (3) PT. KGU - pedagang pemotong - konsumen, (4) PT. KGU - pedagang pemotong - pedagang pengecer – konsumen, (5) PT. KGU – pedagang pengumpul – konsumen, (6) PT. KGU – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen.
Saluran dua merupakan jalur distribusi sapi potong terbesar diantara saluran lain yaitu sebesar 39,7 persen. Saluran tataniaga sapi potong di PT. KGU yang paling efisien adalah pada saluran tiga, berdasarkan nilai marjin tataniaga terendah (23,55 persen) dan memberikan nilai producer’s share terendah (73,53 persen). Struktur pasar yang dihadapi hampir seluruh lembaga tataniaga sapi potong di PT. KGU cenderung bersifat oligopoli. Hal ini dilihat dari kemampuan lembaga tataniaga dalam menentukan harga, produk yang diperdagangkan bersifat homogen, dan hambatan keluar masuk pasar yang cukup tinggi.
Purba (2010) meneliti tentang analisis tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar, dan menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Metode pengolahan data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut : terdapat lima lembaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, yaitu petani selaku produsen ubi jalar, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi yang berbeda-beda, yaitu
20 saluran tataniaga satu (petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – konsumen/pabrik keripik) ; saluran tataniaga dua (petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen) ; saluran tataniaga tiga (petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – konsumen). Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga tataniaga berbeda, di mana petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli.
Saluran tataniaga satu merupakan saluran yang relatif lebih efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325,- per kg dan persentase
farmer’s share terbesar yaitu 74,51 persen. Sementara saluran tataniaga yang relatif kurang efisien adalah saluran tataniaga kedua karena memiliki marjin tataniaga terbesar yaitu sebesar Rp 1.550,- per kg dan persentase farmer’s share
terkecil yaitu sebesar 38 persen. Purba memberi kesimpulan agar petani ubi jalar yang terdapat di desa Malang membentuk kelompok tani agar dapat menjual hasil panennya secara bersama-sama dan mencari alternatif tujuan penjualan sehingga meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani. Manfaat lainnya adalah untuk dapat menghasilkan produk-produk turunan seperti tepung, saos, keripik, untuk dapat memberi nilai tambah (added value) yang dapat menambah penghasilan petani di desa tersebut.
21 Tabel 8. Penelitian Terdahulu tentang Tataniaga
Nama Peneliti
Judul Tujuan Alat Analisis
Ariyanto (2008) Analisis Tataniaga Sayuran Bayam
1. Menganalisis saluran tataniaga
dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga- lembaga tataniaga pada komoditas sayuran bayam.
2. Menganalisis struktur dan
perilaku pasar pada masing- masing lembaga tataniaga yang terlibat
3. Menganalisis efisisensi saluran
tataniaga bayam berdasarkan
marjin tataniaga, farmer’s
share, rasio keuntungan biaya
1. Marjin tataniaga
2. Farmer’s share
3. Rasio keuntungan dan
biaya Hasniah (2005) Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Pepaya Sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
1. Menganalisis saluran tataniaga
dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga pepaya sayur di desa Sukamaju.
2. Menganalisis struktur dan
perilaku pasar yang dihadapi oleh pepaya sayur produksi desa Sukamaju.
3. Menganalisis efisiensi tataniaga
pepaya sayur desa Sukamaju dilihat dari segi operasional dan harga.
1. Marjin tataniaga
2. Farmer’s share
3. Rasio keuntungan dan
biaya Faisal (2010) Analisis Tataniaga Sapi Potong di PT. Kariyana Gita Utama (PT. KGU) di Cicurug Sukabumi 1. Mengidentifikasi dan
menganalisis pola saluran tataniaga sapi potong di PT. KGU.
2. Mengidentifikasi dan
meganalisis lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong di PT. KGU.
3. Menganalisis marjin tataniaga,
producer share, rasio keuntungan dan biaya tataniaga sapi potong di PT.KGU.
Mengidentifikasi dan menganalisis struktur pasar
tataniaga sapi potong di PT KGU.
1. Marjin tataniaga
2. Farmer’s Share
3. Rasio keuntungan dan
biaya Purba (2010) Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus : Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat )
1. Menganalisis lembaga dan
fungsi tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar ubi jalar di desa Gunung Malang, kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor.
2. Menganalisis efisiensi tataniaga
ubi jalar di desa Gunung Malang, kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor.
1. Marjin tataniaga
2. Producer’s Share
3. Rasio keuntungan
22 2.3 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Persamaan dari penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan penelitian terdahulu terletak pada topik penelitian yaitu tentang sistem tataniaga suatu produk. Adapun perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada komoditi yang dipilih yaitu brokoli yang menjadi komoditas usaha tani kelompok tani Suka Taniyang terletak di Kampung Suka Tani Rt 06/04, desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua – Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2011.
Metode pengolahan dan analisis data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio dan keuntungan dan biaya. Pemilihan responden petani brokoli dilakukan dengan menggunakan teknik snowballing sampling. Responden pertama untuk petani brokoli pada kelompok tani ini adalah ketua dari kelompok tani tersebut, yang ditentukan secara sengaja (purpossive). Penentuan sampel lembaga-lembaga pemasaran selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Tataniaga Pertanian
Menurut Limbong dan Sitorus (1985), tataniaga pertanian adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan- kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Kegiatan pemasaran dapat dikatakan efisien apabila telah tercipta keadaan di mana pihak produsen, lembaga pemasaran, dan konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas pemasaran tersebut.
3.1.2 Fungsi Tataniaga
Menurut Limbong dan Sitorus (1985), fungsi tataniaga terdiri atas tiga fungsi yaitu : (1) fungsi pertukaran, (2) fungsi fisik, dan (3) fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran adalah kegiatan untuk memperlancar perpindahan milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi penjualan merupakan kegiatan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat untuk melakukan penjualan barang sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dilihat dari jumlah, mutu bentuk, dan mutunya. Fungsi pembelian merupakan kegiatan untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli yang sesuai dengan kebutuhan untuk dikonsumsi langsung atau untuk kebutuhan produksi. Kegiatan utama pada fungsi pembelian adalah menentukan jenis, jumlah, kualitas, tempat pembelian serta cara pembelian barang jasa yang akan dibeli.
Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi fungsi penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama
24 belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah pemasaran atau menunggu sebelum diolah. Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah, dan mutunya. Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang tersebut maupun dalam rangka meningkatkan nilainya.
Fungsi fasilitas merupakan semua tindakan yang memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi : (1) Fungsi standarisasi dan grading, (2) fungsi penanggungan resiko, (3) fungsi pembiayaan, dan (4) fungsi informasi pasar. Pada fungsi standarisasi dan grading, standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, susunan kimia, ukuran bentuk, kekuatan atau ketahanan, kadar air, tingkat kematangan, rasa, dan kriteria-kriteria lainnya. Sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian menurut suatu standarisasi yang diinginkan sehingga kelompok-kelompok barang yang terkumpul sudah menurut satu ukuran standar, masing-masing dengan nama dan etiket tertentu. Fungsi penanggungan resiko merupakan kegiatan penanggungan resiko yang mungkin terjadi pada saat proses pemasaran berlangsung. Resiko yang mungkin terjadi diantaranya : kerusakan, kehilangan, kebakaran, penurunan harga, dan lain-lain. Penanggungan resiko ini dapat ditanggung para produsen maupun lembaga pemasaran sendiri, tetapi dapat juga dialihkan kepada lembaga lain yaitu lembaga asuransi. Fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses pemasaran dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut. Pada fungsi informasi pasar, terdapat kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut.
25 3.1.3 Lembaga Tataniaga
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), lembaga tataniaga adalah badan- badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Badan perantara dibutuhkan keberadaannya untuk menggerakkan barang dan jasa dari titik produksi ke titik konsumsi, karena jarak antara produsen dan konsumen seringkali berjauhan.
Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa lembaga pemasaran dapat digolongkan pada :
1. Lembaga tataniaga menurut fungsi yang dilakukan : • Lembaga fisik tataniaga, seperti badan pengangkut.
• Lembaga perantara tataniaga, seperti pedagang pengecer dan grosir. • Lembaga fasilitas tataniaga, seperti bank desa, kredit desa, dan KUD. 2. Lembaga tataniaga menurut penguasaan terhadap barang
• Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, seperti agen, perantara, dan broker.
• Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir/importir.
• Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, seperti pengangkutan, pergudangan, asuransi, dan lain-lain.
3.1.4 Saluran Tataniaga
Komoditi pertanian pada umumnya mempunyai sifat-sifat mudah rusak (perishable), mudah busuk, dan mempunyai bobot dan volume yang besar (bulky). Berdasarkan sifat-sifat komoditi tersebut, sistem penyalurannya harus mempunyai sifat mampu memberikan perlindungan dan keamanan bagi barang tersebut.
Menurut Limbong dan Sitorus (1985), saluran tataniaga dapat diartikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen.
Saluran tataniaga dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran. Panjangnya suatu saluran tataniaga akan ditentukan oleh
26 banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Pada Gambar 1. dapat ditunjukkan beberapa saluran pemasaran yang panjangnya berbeda-beda.
Saluran nol tingkat
Saluran satu tingkat
Saluran dua tingkat
Saluran tiga tingkat
Gambar 1. Contoh Saluran Tataniaga dengan Beberapa Tingkat Sumber : Limbong dan Sitorus (1985)
Saluran nol tingkat (zero level channel) atau dinamakan juga sebagai saluran tataniaga langsung, adalah saluran yang di mana produsen dan atau pabrikan secara langsung menjual produknya kepada konsumen. Tiga cara utama dalam penjualan langsung adalah door to door, mail, order, dan toko milik pabrikan sendiri.
Saluran satu tingkat (one level channel), adalah saluran yang menggunakan perantara. Dalam pasar konsumsi perantara ini adalah pengecer, dalam pasar industrial perantara tersebut adalah agen penjualan atau pialang.
Saluran dua tingkat (two level channel) mencakup dua perantara. Dalam pasar konsumsi perantara ini adalah grosir dan pengecer, sedangkan dalam pasar industrial perantara tersebut adalah distributor dan dealer industrial.
Pada saluran tingkat tiga (three level channel) terdapat tiga perantara. Dalam hal ini selain grosir dan pengecer terdapat pemborong (jobber). Pemborong tersebut membeli barang dari pedagang grosir dan menjualnya ke pedagang pengecer kecil, yang umumnya tidak dapat dilayani oleh pedagang grosir.
Produsen Konsumen
Produsen Pengecer Konsumen
Produsen Pengecer Konsumen
Produsen Pengecer Konsumen
Grosir
27 Pola saluran pemasaran yang terdapat pada Gambar 1. pada umumnya ditemui untuk barang industri dan barang atau komoditi pertanian. Penyaluran komoditi-komoditi pertanian biasanya dimulai dengan petani-petani yang menjual hasil-hasil pertaniannya kepada pedagang pengumpul di tingkat pedesaan, kemudian disalurkan ke grosir dan pengecer.
3.1.5 Fungsi Saluran Tataniaga
Saluran tataniaga menjalankan pekerjaan memindahkan barang dari produsen sampai pada konsumen. Saluran tataniaga membantu dalam mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari mereka yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut. Beberapa fungsi pokok saluran tataniaga diantaranya :
a. Riset, yaitu pengumpulan informasi yang diperlukan untuk perencanaan dan memudahkan pemasaran akan pertukaran.
b. Promosi, yaitu pengembangan dan penyebaran komunikasi yang persuasif mengenai tawaran.
c. Hubungan, yaitu pencarian dan berkomunikasi dengan calon pembeli.