• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait dengan topik ini antara lain dilakukan oleh Sari (2006), yang menganalisis sistem pemasaran wortel dan bawang daun. Kondisi pemasaran wortel dan bawang daun yang terjadi di Desa Sukatani ada lima saluran, yaitu :

1. Petani – Tengkulak Kecil – Pedagang Pengecer ( Pasar Cipanas) – Konsumen 2. Petani – Pedagang Pengecer ( Pasar Cipanas) – Konsumen

3. Petani – Tengkulak Besar – Pedagang Grosir – Pedagang Pengecer – Konsumen

4. Petani – Tengkulak Kecil – Pedagang Grosir – Pedagang Pengecer – Konsumen

5. Petani – Tengkulak Kecil – Tengkulak Besar – Pedagang Grosir – Pedagang Pengecer – Konsumen

Sebagaian besar petani wortel dan bawang daun melakukan penjualan kepada tengkulak kecil pada saluran pemasaran IV, karena tengkulak kecil yang menyalurkan langsung ke Bogor dan Jakarta banyak tersebar di masing-masing dusun sehingga lebih mudah.

Berdasarkan perhitungan margin pemasaran dan farmer’s share, saluran pemasaran wortel dan bawang daun yang paling efisien adalah saluran I karena memiliki marjin pemasaran yang paling kecil masing-masing sebesar 1,450,- per kg (64.44 persen) dan Rp 1,400,- per kg (56 persen). Sedangkan farmer’s share untuk wortel dan bawang daun yang paling besar terdapat pada saluran pemasaran II yaitu masing-masing sebesar 44.44 persen dan 54 persen. Untuk wortel dan daun bawang, rasio keuntungan dan biaya yang tertinggi juga terdapat pada saluran II, masing-masing sebesar 5.99 dan 6.82. Berarti, setiap Rp 100,- per kg wortel biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 599,- per kg dan Rp 681,- per kg. Dengan demikian saluran pemasaran I merupakan saluran yang paling efisien, sedangkan saluran pemasaran II yang memberikan keuntungan yang besar kepada petani karena memiliki farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya terbesar.

Penelitian yang dilakukan oleh Maharany (2007), menganalisis mengenai usahatani dan tataniaga jamur tiram putih, diketahui bahwa besarnya pendapatan atas biaya total adalah Rp 1,476,930.64,- dan pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 1,697,633.53,-. Besarnya nilai R/C atas biaya tunai adalah 2.69 dan R/C atas biaya total adalah 2.20. Berdasarkan kedua perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram telah efisien.

Analisis tataniaga jamur tiram menunjukkan bahwa terdapat lima saluran tataniaga jamur tiram di wilayah Bandung. Diantaranya yaitu pertama saluran I melibatkan produsen jamur tiram, pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen akhir, kedua saluran II melibatkan produsen jamur tiram, bandar pengumpul, pengumpul, pedagang menengah, pedagang pengecer dan pedagang akhir, ketiga saluran III melibatkan produsen jamur tiram, pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen akhir keempat saluran IV melibatkan produsen jamur tiram, pengumpul, pedagang menengngah, pedagang pengecer dan konsumen akhir dan kelima saluran V. Secara keseluruhan tidak ada saluran tataniaga yang efisien. Hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh petani hampir sama, bahkan lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga.

Meryani (2008) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang menunjukkan usahatani kedelai per hektar untuk kedelai yang dipanen polong muda, total penerimaannya mencapai Rp 1,871,269.84,- dan total penerimaan untuk kedelai polong tua mencapai Rp 4,243,974.73,- R/C rasio yang diperoleh petani yang panen polong tua adalah 1.35 dan petani yang panen polong muda adalah 1.27. Angka ini memberi arti bahwa dari setiap rupiah yang biaya yang dikeluarkan oleh petani kedelai akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.35,- untuk polong tua dan penerimaan sebesar Rp 1.27,- untuk polong muda.

Saluran tataniaga kedelai yang ada di kecamatan Ciranjang, kabupaten Cianjur, ada dua saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga kedelai polong muda dan saluran tataniaga kedelai polong tua. Saluran tataniaga kedelai polong muda mempunyai tujuan yang sama, yaitu dari petani kedelai dibawa ke pedagang pengumpul, kemudian kedelai tersebut dibawa ke pedagang Pasar Induk Parung.

Di pedagang Pasar Induk, kedelai diserap oleh pedagang pengecer dan konsumen akhir. Untuk tataniaga kedelai polong tua terdapat delapan saluran tataniaga.

Riyanto (2005), menganalisis mengenai pendapatan cabang usahatani dan pemasaran padi kasus di Tujuh Desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil analisis diketahui ternyata pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani kelompok I, II, dan III bernilai positif dan lebih besar dari pada pendapatan atas biaya totalnya. Nilai R/C rasio yang diperoleh kelompok I lebih rendah dari petani yang ada pada kelompok II dan III. Adapun nilai R/C rasio yang diperoleh Kelompok I yaitu sebesar 1.81 atas biaya tunai dan 1.3 untuk R/C rasio atas biaya total. Nilai R/C rasio yang diperoleh Kelompok II yaitu sebesar 2.03 atas biaya tunai dan 1.54 untuk R/C rasio atas biaya total. Nilai R/C rasio yang diperoleh Kelompok III yaitu sebesar 2.13 atas biaya tunai dan 1.64 untuk R/C rasio atas biaya total. Pola pemasaran yang paling efisien adalah pola pemasaran I yaitu dari petani ke pedagang besar kemudian disalurkan kembali ke pedagang pengecer untuk disampaikan ke konsumen. Margin pemasaran Pola I adalah 23.30 persen dengan total keuntungan Rp 192.50,- per kg, margin pemasaran pola II adalah 18 persen dengan total keuntungan Rp 2,- per kg.

Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2008), mengenai analisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran pepaya California di Desa Cimande dan Lemahdulur, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa petani responden memperoleh nilai R/C rasio atas biaya total sebesar rata-rata 3.59 dan R/C ratio atas biaya tunai sebesar rata-rata 4.05. Nilai dari kedua R/C tersebut lebih dari satu, maka usahatani pepaya California tersebut masih memberikan keuntungan bagi petani dan layak untuk dikembangkan. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani responden di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur adalah: luas lahan, jumlah tanaman per hektar, jarak tanam, penggunaan bibit, penggunaan bibit, penggunaan pupuk kompos, penggunaan pupuk NPK dan penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK).

Pada saluran pemasaran pepaya California di Desa Cimande dan Lemahduhur, terdapat dua bentuk pola saluran. Pada pola saluran I, petani menjual pepaya tersebut kepada supplier, kemudian suplier menjual pepaya tersebut kepada pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjualnya kepada konsumen akhir. Sedangkan untuk pola saluran II, petani menjual pepaya langsung kepada pabrik (konsumen akhir).

Berdasarkan penelitian terdahulu, menunjukkan pentingnya mengetahui pendapatan usahatani dan pemasaran suatu produk pertanian untuk mengetahui suatu usahatani menguntungkan/layak untuk diusahakan atau tidak dan juga untuk mendapatkan saluran pemasaran yang menguntungkan bagi petani. Penelitian yang telah dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah pada analisis usahataninya yaitu mengenai analisis pendapatan yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya tunai dan biaya diperhitungkan), dan R/C rasio. Perbedaannya adalah pada lokasi penelitian yang dilakukan di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, perbedaan jenis komoditi dan waktu dilakukannya kegiatan penelitian. Dari hasil pengamatan penelitian terdahulu belum ada yang melakukan penelitian tentang kembang kol sebelumnya, serta analisis pemasaran yang akan ditinjau lebih lanjut di lokasi penelitian.

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Usahatani

Ilmu Usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) ( Soekartawi, 2006).

Tjakrawiralaksana (1983) menyebutkan suatu usahatani dapat digambarkan lebih rinci sebagai berikut:

1. Pada setiap usahatani kita akan selalu dapat menjumpai lahan dalam luasan dan bentuk yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat diselenggarakan usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan ternak, dan tempat keluarga tani bermukim.

2. Pada usahatani juga akan dijumpai, Bangunan-bangunan, seperti: rumah tempat tinggal keluarga tani, kandang ternak, gudang dan lumbung, sumur atau pompa air dan pagar. Alat-alat pertanian, seperti: bajak, cangkul, garpu, parang, sprayer, dan mungkin juga traktor. Sarana produksi (input), seperti; benih atau bibit tanaman, pupuk pabrik atau pupuk kandang, obat-obatan pemberantas hama penyakit tanaman serta hewan ternak dan makanan ternak. 3. Pada usahatani itu terdapat keluarga tani, yang terdiri dari petani, istri dan

anak-anak, serta mertua, adik, ipar, keponakan, menantu, dan pembantu. Semua merupakan sumber tenaga kerja usahatani bersangkutan.

4. Petani sendiri, selain sebagai tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengelola atau manajer, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan usahatani.

Menurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk

     

menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau pun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Menurut Hernanto (1989) usahatani adalah sebagai organisasi alam, kerja, modal dan pengelolaan yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi itu ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang/sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat secara geologis, politik maupun teritorial sebagai pengelolanya. Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi, 1986).

Ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi (Hernanto, 1989) yaitu :

1) Tanah

Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun polikultur atau tumpangsari.

2) Tenaga Kerja

Jenis tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Tenaga ini dapat berasal dari dalam dan luar keluarga (biasanya dengan cara upahan). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP) ; 1 wanita = 0,7 HKP ; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. 3) Modal

Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/famili/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa.

     

4) Pengelolaan atau manajemen

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik dan ekonomis perlu dilakukan untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil. Prinsip teknis tersebut meliputi : (a)perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi yang dikuasai dan (d) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Prinsip ekonomis antara lain : (a) penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) pemasaran hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan serta tercermin dari keputusan yang diambil agar resiko tidak menjadi tanggungan pengelola. Kesediaan menerima resiko sangat tergantung kepada : (a) perubahan sosial serta (b) pendidikan dan pengalaman petani.

3.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian dalam satu tahun. Tujuannya adalah membantu perbaikan pengolahan usaha pertanian yang digunakan adalah harga berlaku, kemudian penyusutan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk investasi modal yang umur penggunaanya cukup lama. Penggunaan barang yang bukan tunai seperti produksi yang dikonsumsi sendiri di rumah dan pengeluaran di luar usaha pertanian dikeluarkan oleh karena analisisi ini dimaksudkan untuk mengetahui hanya perkembangan usaha pertanian saja. Analisa tersebut memerlukan suatu perkiraan pengembalian modal investasi dan tenaga petani, dan kemudian dibandingkan dengan pengambilan pola pilihan tanaman lain atau pilihan diluar usaha pertanian (Gittinger, 1986).

Menurut Tjakrawiralaksana (1983), pendapatan adalah jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar di biayai maupun yang hanya diperhitungkan, telah dikurangkan penerimaan.

     

1. Imbalan jasa manajemen, “upah” atau honorarium petani sebagai pengelola 2. Sisanya atau laba, yaitu net profit, merupakan imbalan bagi risiko usaha.

Inilah yang sebenarnya merupakan keuntungan atau laba, dalam artian ekonomi perusahaan.

Pendapatan usahatani dapat didefinisikan sebagai sisa (beda) dari pada pengurangan nilai penerimaan-penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Dari jumlah pendapatan tersebut kemudian dapat dinyatakan besarnya balas-jasa atas peggunaan tenaga kerja petani dan keluarga, modal sendiri dan keahlian pengelolaan petani. Menurut Seokartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani oleh karena itu uraian berikut menjelaskan penggunaan beberapa istilah dan artinya.

1. Pendapatan Kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. Nisbah seperti pendapatan kotor per hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukkan intensitas operasi usahatani.

2. Pendapatan kotor tunai didefenisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan Kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda yang dikonsumsi.

3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.

4. Pengeluaran total usahatani didefenisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

     

6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit. 7. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani

dengan total pengeluaran usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor – faktor produksi.

8. Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

Analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu keadaan usahatani dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani, analisa pendapatan membantu untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973).

Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak dapat pula diukur nilai efisiennya. Salah satu alat untuk mengukur efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (analisa R/C). Perbandingan ini menunjukkan penerimaan kotor untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahatani. Semakin tinggi nilai R/C rasio menunjukkan semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan semakin tinggi.

3.1.3 Konsep Pemasaran

Menurut Sudiyono (2002), definisi pasar sebagai produsen adalah sebagai tempat untuk menjual barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan. Konsumen mendefinisikan pasar sebagai tempat membeli barang-barang dan jasa-jasa sehingga konsumen tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

     

aktivitas usaha dengan melakukan fungsi-fungsi pemasaran tertentu sehingga lembaga pemasaran dapat keuntungan.

Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi di pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses penyimpanan. Sebagai proses produksi yang komersil maka pemasaran pertanian merupakan syarat mutlak yang dipertukar dalam pembangunan pertanian. Pemasaran pertanian dapat menciptakan nilai tambah melalui guna tempat, guna bentuk, dan guna waktu. Dengan demikian, pemasaran pertanian dianggap memberikan nilai tambah yang dapat dianggap sebagai kegiatan produktif.

Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2005). Menurut Hammond dan Dahl (1977) pemasaran didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari tentang (1) kekuatan permintaan dan penawaran, (2) menentukan atau memodifikasi harga, (3) pelayanan pemindahan barang atau jasa dari produsen ke konsumen, dan (4) lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran barang.

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang – barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen. Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan rasa kehilangan. Berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya dengan mempertukarkan produk dan nilai dari produsen. Suatu produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen.

Menurut Asmarantaka (1999) pemasaran merupakan serangkaian atau koordinasi aktivitas bisnis yang merupakan kegiatan produktif karena menciptakan atau menambah nilai guna (guna kepemilikan, bentuk, tempat dan waktu) yang menghubungkan titik produksi primer (petani) dengan konsumen akhir, serangkaian aktivitas tersebut secara klasik disebut fungsi - fungsi

     

pemasaran dan pelaksanaan aktivitasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran atau marketing firms.

Adapun tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Dalam proses penyampaian produknya diperlukan berbagai kegiatan atau tindakan–tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa bersangkutan, dan kegiatan tersebut dinamakan fungsi – fungsi pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1997). Fungsi – fungsi pemasaran tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga fungsi, yaitu :

1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak

Dokumen terkait