• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Yang Relevan

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 76-89)

Penelitian yang digunakan untuk pembanding adalah penelitian yang berkaitan dengan HAM, kelompok minoritas khususnya LGBT, oleh beberapa peneliti terdahulu.

Tabel 4. Penelitian yang relevan

No Nama Judul Penelitian Hasi Penelitian 1. Lucie

Cviklova

Advancement of Human Rights Standarts for LGBT People Through the Perspective of International Human Rights Law

Hasil penelitian melihat bagaimana beragam agama dan sistem hukum yang ada terhadap keberadaan LGBT.

Penelitian menunjukkan adanya hambatan dalam penerapan Yogyakarta Principle yang terjadi di Eropa khususnya di Swedia, karena adanya homophobia, meskipun sesunguhnya menerapkan prinsip nondiskriminasi dan pengakuan terhadap hak dasar manusia sebagaimana yang

220 Ibid, hlm. 6-7. Terdapat pula dalam Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 34

terdapat dalam HAM Internasional.221

2 Gary J.

Gates

How Many People Are Lesbian, Gay,

Bisexual, And Transgender

Hasil penelitian menunjukkan jumlah pesebaran LGBT khusunya di Amerika Serikat dengan membagi dalam dua kelompok besar yaitu orang dewasa yang memiliki orientasi seksual sejenis (gay, lesbian dan biseksual) dengan orang dewasa yang memiliki identitas gender berbeda (trangender). Ditemukan data bahwa dari jumlah penduduk Amerika terdapat 1,1 % wanita lesbian dan 2,2 % wanita biseksual dan 2,2 % laki- laki gay serta 1,4 % laki-laki biseksual. Untuk jumlah trnsgender sekitar 0,3 %. Data diambil hingga tahun 2010.222 Survey dilakukan sebagai salah satu upaya untuk dapat memberikan masukan untuk dapat mempertimbangkan dampak ekonomi dari kesetaraan pernikahan atau

221 Lucie Cviklova, Advancement of Human Rights Standarts for LGBT People Through the Perspective of International Human Rights Law, Journal of Comparative Research In Anthropology and Sociology, Charles University, Czech Republic. 2012.

222 Gary J. Gates, How Many People Are Lesbian, Gay, Bisexual, And Transgender, The Williams Institute, University Of California USA. 2011.

pemberian manfaat dalam hubungan pernikahan sejenis tersebut. yang diikuti oleh beberapa lembaga survey.

3. Ardiansyah Waria dalam Prespektif Hukum Islam.

Fenomena “waria” sangat banyak di Indonesia, islam membahas persoalan orientasi seksual dan perubahan jenis kelamain dengan sangat diklasifikasikan ke dalam tiga perspektif, Pertama, klasifikasi agama yang diwakili oleh tokoh agama dan organisasi keagamaan khususnya Islam,

223 Ardiansyah, Waria Dalam Prespektif Hukum Islam, Jurnal Istislah, Volume VI, No.1 Januari-Juli, 2013.

yang kedua, aktivis hak asasi manusia, dan yang ketiga, profesi psikolog. Menurut perspektif psikologis, LGBT adalah penyakit yang memiliki

kemungkinan untuk

disembuhkan. Menurut hukum Islam dan hak asasi manusia, kelompok LBGT harus dilindungi dalam bentuk asuransi kesehatan dengan membantu dan mengobati mereka dari penyakit menjadi normal. Tapi, kegiatan komunitas LGBT yang bertentangan dengan norma-norma agama dan mengganggu hak asasi manusia lainnya, maka menurut hukum Islam dan perspektif hak asasi manusia, kegiatan tersebut harus dilarang, bahkan mereka dapat dikenakan sanksi. 224 5 Ivana

Isailovic (2018)

Same Sex but Not the Same: Same-Sex Marriage in the United States and France and

Semakin banyak negara yang mengadopsi atau melegalkan pernikahan sesama jenis, salah satunya adalah Amerika. Dan

224 Rustam Dahar Karnadi Apollo Harahap, LGBT Di Indonesia: Perspektif Hukum Islam, HAM, Psikologi dan Pendekatan Maṣ lahah, Jurnal AlHakam, Volume 26, Nomor 2, Oktober 2016.

the Universalist Narrative

pendekatan yang digunakan adalah atas dasar “universal”, meskipun universalisme memiliki kekurangan baik teoritis maupun praktis, salah satunya mengisolasi hukum dari dinamika budaya dan politik lokal. Penelitian ini juga membandingkan dua reformasi hukum terkait dengan pernikahan sejenis yang ada di Amerika dan Prancis. Jika di Amerika pernikahan sejenis diakibatkan oleh keputusan yaitu Mahkamah Agung AS, terkait dengan definisi pernikahan ditingkat federal dan di negara bagian. Di mana pengadilan menyatakan larangan pernikahan sejenis adalah inskonstitusional.

Karena merupakan hak fundamental seseorang (atas dasar persamaan hak).

Sedangkan legalisasi di Prancis menggunakan jalur legislatif. Di mana Prancis mengadopsi undang-undang pernikahan sejenis pada tahun 2013 setelah melalui perdebatan yang panjang

tentang rancangan undang-undang pernikahan sejenis.225 6 Phil C.W.

Chan (2009)

Shared Values of Singapore: Sexual Minority Rights as Singaporean Value

Penelitian ini menggambarkan bagaimana keberadaan kelompok seksual minoritas di Singapura. Isu-isu hak asasi manusia terkait dengan kelompok seksual minoritas kurang banyak didiskusikan di Singapura. Di mana aktivitas seksua sesama jenis menjadi kejahatan di Singapura. Hal ini karena Singapura memiliki

“nilai bersama” dan “budaya”, sehingga hak asasi manusia juga harus diselaraskan dengan nilai bersama Singapura. Oleh karena itu Singapura tidak menyetujui adanya Kovenen hak sipil dan politik dan Kovenan hak ekonomi, sosial, dan budaya yang akan mengharuskan Singapura mengikuti norma-norma hak asasi manusia internasional dan tunduk pada mekanisme

225 Ivana Isailovic, Same Sex but Not the Same: Same-Sex Marriage in the United States and France and the Universalist Narrative, The American Journal Of Comparative Law, Volume XX 2018, Oxford University Press, Amerika. 2018.

pemantauan internasional.

Pemerintah Singapura juga telah menyatakan bahwa tidak semua hak asasi manusia bersifat universal. HAM tunduk pada kekhasan sejarah, politik, ekonomi, sosial dan budaya masing-masing negara.

Pemerintah Singapura juga bertekad untuk menanamkan nilai “budaya Singapura” yang terdiri dari “etika Konfusianisme” (baik atau tidaknya hubungannya dengan keyakinan dan nilai-nilai Islam, Hindu dan Kristen). Sehingga berbicara hak kelompok minoritas seksual bukan hanya bicara hak asasi manusia, namun apakah bisa dibenarkan berdasarkan nilai-nilai bersama Singapura yang telah disepakati tersebut. Secara tegas pula bahwa hubungan sesama jenis merupakan perbuatan kriminal sebagaimanan disebut dalam

Pasal 377 A KUHP

Pada penelitian ini membahas sudut pandang hukum dan umum, termasuk bagi orang-orang dengan banyak identitas

226 Phil C.W. Chan, Shared Values Of Singapore: Sexual Minority Rights as Singaporean Value, The Internati onal Journal of Human Right, Vol. 13, Nos 2-3, April-June 2009, National University of Singapore, Singapore. 2010.

gender yang berbeda.

Perlakuan terhadap

transgenderpun berbeda beda pada negara bagian Amerika Serikat.

Namun Amerika masih menaruh perhatian bagi kelompok transgender, baik dalam pengatran hukum keluarga, pekerjaan bagi transgender, perumahan, layanan publik, kekerasan dan penahanan, imigrasi, pengungsi dan suaka, serta ikut dalam militer. Meskipun perhatian tidak seperti terhadap kelompok homoseksual.

Namun perhatian media yang meningkat terhadap kebutuhan transgender Amerika dan perluasan opini publik yang

positif terhadap

ketidaksesuaian gender menjadi sinyal positif bagi mereka. 227

227 Peter W. Schroth, Laura Erickson-Schroth, Linda l. Foster, Alexis Burgess and nancy S.Erickson, Perspectives on law and medicine relating to Transgender people in the United States.

The American Journal Of Comparative Law, Volume 66 2018, Oxford University Press, Amerika.

2018.

Berdasarkan penelitian yang terdahulu, belum diketemukan penelitian yang secara khusus meneliti tentang politik hukum negara terhadap gerakan LGBT. Sebagain besar terkait dengan individu-individu LGBT yang memiliki orientasi seksual yang berbeda. Penelitian terdahulu menjadi bahan rujukan, serta bahan perbandingan untuk penelitian saat ini. Perbandingan dengan penelitian terdahulu seperti yang pertama dilakukan Lucie Cviklova dengan hasil penelitian tentang bagimana beragam agama dan sistem hukum yang ada terhadap keberadaan LGBT. Penelitian menunjukkan adanya hambatan dalam penerapan Yogyakarta Principle yang terjadi di Eropa khususnya di Swedia, karena adanya homophobia, meskipun sesunguhnya menerapkan prinsip non diskriminasi dan pengakuan terhadap hak dasar manusia sebagaimana yang terdapat dalam HAM Internasional. Yogyakarta Principle disebutkan dalam penelitian ini dan digunakan juga sebagai pembahasan. Dokumen ini bukan merupakan dokumen resmi, namun digunakan sebagai acuan hukum khsusnya HAM terkait dengan orientasi seksual dan identitas gender. Dan dokumen ini telah digunakan di beberapa negara salah satunya dalam penelitian sebelumya di Eropa khususnya di Swedia.

Penelitian kedua yang membahas tentang jumlah penduduk dewasa di Amerika Serikat khususnya yang masuk dalam bagian LGBT yang di lakukan pada tahun 2010 oleh Gary J. Gates. Penelitian atau survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga ini memberikan manfaat salah satunya bagimana mengukur manfaat yang di dapat ketika Amerika memberikan legalisasi pernikahan sejenis. Sehingga tidak hanya mengetahui jumlah orang-orang atau komunitas LGBT saja. Dalam penelitian yang merupakan pembahasan dari hasil survey keberadaan orang-orang LGBT di Indonesia, memberikan rujukan bagi penulis khususnya ketika membahasa perbandingan LGBT di Amerika.

Penelitian berikutnya membahas bagaimana Waria dalam Prespektif Hukum Islam. Terdapat pula penelitian yang membahasa fenomena LGBT di Indonesia dalam perspektif hukum Islam, HAM, dan psikologis. Secara umum, kontroversi ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga perspektif,

Pertama, klasifikasi agama yang diwakili oleh tokoh agama dan organisasi keagamaan khususnya Islam, yang kedua, aktivis hak asasi manusia, dan yang ketiga, profesi psikolog. Menurut perspektif psikologis, LGBT adalah penyakit yang memiliki kemungkinan untuk disembuhkan. Menurut hukum Islam dan hak asasi manusia, kelompok LBGT harus dilindungi dalam bentuk asuransi kesehatan dengan membantu dan mengobati mereka dari penyakit menjadi normal. Tapi, kegiatan komunitas LGBT yang bertentangan dengan norma-norma agama dan mengganggu hak asasi manusia lainnya, maka menurut hukum Islam dan perspektif HAM, kegiatan tersebut harus dilarang, bahkan mereka dapat dikenakan sanksi. Kedua penelitian tersebut menjadi bahan rujukan khususnya ketika pembahasan perdebatan LGBT di Indonesia, bagaimana awalmula seseorang menjadi homoseksual dan memilih menjadi transgender. Hingga pandangan agama (Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu). Menurut sudut pandang psikologi, merupakan sebuah ragam orientasi seksual atau merupakan sebuah penyimpangan/penyakit. Serta sudut pandang HAM.

Penelitian dengan judul Same Sex but Not the Same: Same-Sex Marriage in the United States and France and the Universalist Narrative yang dilakukan oleh Ivana Isailovic tentang “perkawinan sejenis di Amerika Serikat dan di Prancis. Dalam penelitian ini dijelaskan bagaimana sejarah kedua negara hingga melegalkan pernikahan sejenis, dengan dua cara yang berbeda.

Amerika melalui jalur peradilan (putusan Mahkamah Agung) dan Prancis melalui jalur legislatif, dan keduanya melewati sejarah yang panjang hingga kemudian nilai-nilai universal HAM diakui termasuk bagi kelompok homoseksual (persamaan hak). Terutama di Amerika, penolakan terhadap pernikahan sesama jenis merupakan tindakan inskonstitusional yang tidak dapat dibenarkan. Karena nilai universalitas memberikan kepada manusia persamaan kedudukan. Sejarah yang berbeda terjadi diPrancis, melalui perdebatan yang panjang di dalam Parlemen hingga pada akhirnya Prancis memiliki undang-undang pernikahan sejenis tahun 2013. Penelitian ini bisa menjadikan bahan perbandingan khususnya ketika membahas sejarah dan

ketentuan hukum yang beraku bagi kelompok LGBT di Amerika dan Negara Eropa. Sehingga sangat relevan jika digunakan sebagai bahan referensi.

Selanjutnya penelitian dengan judul Shared values of Singapore:

sexual minority rights as Singaporean value, secara spesifik membahas tentang hak kelompok minoritas seksual yang ada di Singapura. Seperti yang telah diketahui bahwa Singapura menjadi salah satu negara yang sangat tegas menolak adanya pernikahan sejenis, bahkan dalam hukum pidananya merupakan kejaharan (Pasal 377 A KUHP Singapura). Singapura memiliki alasan, karena bertentangan dengan nilai-nilai bersama Singapura. Di mana universalitas tidak dapat dibenarkan sepenuhnya, hak harus memperhatikan budaya, politik masyarakat lokal. Apalagi dalam nilai bersama Singapura ada etika Konfiunisme. Itulah mengapa pemerintah Singapura tidak memberikan ruang bagi pembahasan isu-isu seksual. Singapura juga mengambil langkah dengan tidak ikut dalam perjanjian internasional hak asasi manusia seperti Kovenen hak ekonomi, sosial dan budaya serta Kovenen hak sipil dan politik.

Sehingga dalam hal ini Singapura tidak tunduk pada hak internasional dan tidak tunduk pada sistem pemantauan internasional. Langkah ini diambil untuk terus menjaga nilai-nilai bersama Singapura yang juga terus ditanamakan bagi generasi mendatang. Penelitian ini bisa di jadikan kajian perbanding terkait dengan kebijakan konkrit Singapura dan ketegasan Singapura dalam mengatur kelompok homoseksual. Apalagi jika mengingat Indonesia dan Singapura merupakan negara Asia yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dan Singapura secara khusus memiliki “Nilai Asia”, yang tidak memungkinkan dalam hukum keluarga di mana orang tua memiliki jenis kelamin yang sama.

Artikel dengan judul Perspectives on law and medicine relating to Transgender people in the United States,merupakan hasil penelitian yang lebih khusus membahas tentang transgender dalam sudut pandang hukum dan kedokteran di Amerika Serikat. Di Amerika isu transgender tidak sepopuler isu homoseksual, sehingga cenderung menjadi kelompok yang dipinggirkan dan orang transgender hidup sebagai warga kelas dua. Dan masih terdapat

beberapa tindakan diskriminasi dan pelecehaan terhadap kelompok ini meskipun hukum Amerika mengakui transgender dan melegalkan pernikahan sejenis. Dari sisi kesehatan masih banyak orang transgender yang terhambat dalam mendapatakan layanan kesehatan. Dan berdasarkan hasil survey tahun 2010 sebanyak 89, 4 % orang transgender tidak dirawat secara professional ketika mereka sakit dan beberapa dari mereka ditolak karena alasan tersebut.

Dalam pembahasan juga dikemukaan secara khsusus terkait dengan transgender. Karena fokus gerakan LGBT lebih ditekankan kepada kelompok homoseksual di bandingkan dengan transgender. Begitupula dengan Indonesia, dari beberapa penelitian pembanding rencana penelitian penulis memiliki sudut perbedaan, dari segi bidang kajian yaitu ilmu hukum, meskipun dengan objek gerakan dan aktifitas LGBT yang hampir sama.

Namun terdapat beberapa hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai rujukan dan bahan perbandingan terutama jika membahasa permasalahan LGBT yang ada di Amerika, dan juga Singapura. Penelitian ini bisa menjadi penelitian lanjutan atau tambahan bagi penelitian-penelitian yang terdahulu yang juga membahasa mengenai isu LGBT khususnya dalam sudut pandang politik hukum di Indonesia.

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 76-89)

Dokumen terkait