• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

27 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori dan Kerangka Konseptual

Penggunaan teori dan kerangka konseptual sangat penting dalam sebuah penelitian, selain didasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Beberapa teori yang akan digunakan untuk membantu menjawab rumusan masalah dalam Disertasi ini yaitu teori tentang fungsi negara, teori tujuan hukum, teori politik hukum, teori negara hukum Pancasila, teori hak asasi manusia dan teori kelompok minoritas. Teori fungsi negara digunakan untuk membantu menjawab rumusan terkait fungsi negara terhadap gerakan LGBT.

Teori tujuan hukum akan membantu menjawab khususnya untuk rumusan masalah kedua, bahwa hukum yang ada atau hukum yang akan di bentuk sesungguhnya harus dapat mewujudkan tujuannya yaitu menciptakan keadilan, kemanfaatan dan juga kepastian. Teori politik hukum yang dimaknai sebagai legal policy sebagai arah kebijakan yang akan ditetapkan, terkait dengan adanya gerakan LGBT. Teori negara hukum Pancasila sangat penting, karena negara kita selain memiliki konstitusi namun juga memiliki Pancasila, baik sebagai pandangan hidup bangsa, dasar negara yang mana dalam berbangsa dan bernegara harus mampu mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila. Ini digunakan untuk meninjau apakah perilaku LGBT, hak yang diperjuangan serta gerakan LGBT tepat dan dapat dibenarkan jika di lihat dari sudut pandang nilai-nilai luhur Pancasila. Teori hak asasi manusia, digunakan untuk dapat menjelaskan, apakah benar pengakuan atas orientasi seksual dan perbedaan identitas gender yang diinginkan oleh LGBT merupakan bagian dari hak asasi manusia, karena memang esensi hak adalah universal namun implementasi hak dapat diartikan partikular. Dan teori kelompok minoritas, untuk membantu menjelaskan, apakah LGBT merupakan bagian kelompok minoritas yang diakui kedudukannya di Indonesia.

Kerangka konseptual yang digunakan adalah konsep LGBT, konsep gerakan LGBT dan konsep perilaku menyimpang. Konsep LGBT untuk

(2)

memberikan batasan pembahasan yang khusus hanya terkait dengan orientasi seksual yang berbeda pada lesbian, gay, dan biseksual serta identitas gender yang berbeda pada transgender. Konsep gerakan LGBT untuk menentukan apa yang dimaksud gerakan LGBT yang termasuk di dalamnya yang telah berbadan hukum baik berupa organisasi masyarakat, atau yang telah menjadi yayasan. Konsep perilaku menyimpang membantu mengklasifikasikan hubungan seksual sesama jenis apakah merupakan perilaku menyimpang atau merupakan penyakit kejiwaan menurut konsep ini. Untuk itu akan di jabarkan secara lebih rinci.

1. Landasan Teori

a. Teori Fungsi Negara

Membicarakan fungsi negara tidak dapat dilepaskan dari pemahaman tentang negara dan asal mula negara, hingga dapat diketahui tujuan pembentukan negara dan fungsi dari negara. Negara sendiri menurut Aristoteles adalah negara hukum yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut serta dalam permusyawaratan negara (ecclesia).67 Machiavelli dalam bukunya “Il Principle”, negara dipandang sebagai negara kekuasaan. Untuk mencapai tujuannya negara harus memiliki semua alat-alat kekuasaan fisik. Bahkan jika perlu semua alat dapat dipakai asal tujuannya tercapai walaupun mungkin alat tersebut bertentangan dengan peri kemanusiaan. Penguasa sebagai pemimpin harus memiliki sifat seperti serigala dan singa. Dan cara untuk memperoleh kekuasaan dengan pemerintahan.

Thomas Hobbes mendiskripsikan negara sebagai makluk raksasa dan menakutkan yang melegitimasikan diri semata-mata karena kemampuannya untuk mengancam.68 Negara dibentuk melalui perjanjian

67Moh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1995, hlm. 34. Berkaitan dengan pengertian negara, Aristoteles mengatakan bahwa negara hukum ialah negara yang berdiri sendiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.

68Dalam keadaan belum terdapat negara, maka manusia terhadap manusia lain seperti serigala dengan ungkapan Homo Homini lopus. Frans Magnis Suseno dalam Ni‟Matul Huda, Ilmu Negara, cetakan ke-5, Rajawali Press, Jakarta, 2013, hlm. 10

(3)

masyarakat dan dalam perjanjian itu rakyat menyerahkan hak-haknya baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak penguasa. John Locke mengatakan bahwa penguasa menerima kekuasaannya dari masyarakat, demi suatu tujuan tertentu, yaitu untuk melindungi kehidupan dan milik para warga masyarakat. JJ Rousseau berpendapat lain, jika hak asasi itu tetap pada rakyat oleh karena yang berdaulat di dalam negara itu rakyat sendiri, dan jika terdapat penguasa di dalam negara itu hanya merupakan mandataris dari rakyat.69

Adanya perjanjian masyarakat sebagai pembentukan negara memunculkan dua fenomena, yaitu.

1) Terbentuknya kemauan umum (volonte general), yaitu kesatuan dari kemauan setiap individu yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat tersebut. Merupakan kekuasaan tertinggi, embrio dari kedaulatan;

2) Terbetuknya masyarakat (gemeinscaft), yaitu kesatuan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat tersebut. Masyarakat inilah yang memiliki kemauan umum (volunte general). 70

Menurut Max Weber negara adalah satu-satunya lembaga yang memiliki keabsahan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap warganya. Logeman mengartian negara sebagai organisasi kewibawaan atau organisasi kekuasaan yang menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa.71 Organisasi sendiri merupakan sekumpulan orang yang dalam mencapai tujuan bersama mengadakan kerjasama dan pembagian kerja di bawah satu pemimpin. Kekuasaan memiiki arti kemampuan untuk memaksakan kehendak sehingga negara diartikan sebagai

69Ibid, hlm. 11

70 Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara, Cetakan Keempat, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm. 1.

71 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 89

(4)

sekumpulan orang yang dalam mencapai tujuan bersama mengadakan kerjasama dan pembagian kerja di bawah satu pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk memaksakan kehendaknya. Kewibawaan menyebabkan negara sebagai organisasi dapat hidup abadi. Dalam prespektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan. Menurut Logemann,

“In zijn sociale verschijningsvorm is de staat organisatie, een verbandvan functies. Met functie is dan bedoeld; enn omschreven werkkhing in verban van het geheel. Zij heet, met betrekking tot de staat, ambt. De staat is ambtenorganisatie.72 (dalam bentuk kenyataan sosialnya, negara adalah organisasi yang berkenaan dengan berbagai fungsi)

Fungsi negara yang dimaksud adalah lingkungan kerja yang terperinci dalam hubungannya secara keseluruhan. Fungsi-fungsi ini dinamakan jabatan. Kranenburg merumuskan negara sebagai suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan/bangsanya sendiri.73 Negara dijalankan oleh badan yang dinamakan pemerintah, namun tidak dapat berdiri sendiri, melainkan bersandar pada rakyat yang berdaulat. Kemauan yang dimiliki oleh pemerintah (volunte de corps), karena pemerintah terdiri dari kelompok manusia tertentu yang dipercaya oleh rakyat, sehingga pemerintah/penguasa dalam melaksanakan fungsinya harus dapat memahami kehendak masyarakat (volunte generale). 74

Negara sebagai organisasi kekuasaan yang dijalankan memiliki tujuan maupun fungsinya masing-masing. Tujuan negara dapat diartikan sebagai visi negara, secara umum ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealth).75 Tujuan negara juga

72 Logeman, dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 70.

73Ibid, hlm. 12-13.

74 Muchsan, op. cit, hlm. 2

75 I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na‟an, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, Rafika Aditama, Bandung, 2012, hlm. 45

(5)

menunjukkan dunia-cita, yakni suasana ideal yang harus dijelmakan.

Sifatnya abstrak-idiil, sedangkan fungsi adalah pelaksanaan dari tujuan yang hendak dicapai. Fungsi adalah riil dan konkret. Tujuan tanpa fungsi adalah steril, fungsi tanpa tujuan adalah mustahil. Sehingga pembahasan tujuan dan fungsi negara akan memunculkan pemisahan warga negara kedalam dua golongan. Pertama golongan yang menetapkan tujuan dan yang melaksanakan fungsi negara tersebut. Kedua, golongan untuk siapa tujuan dan fungsi itu diadakan.

Tujuan negara menurut Shang Yang adalah membentuk kekuasaan.

Untuk membentuk kekuasaan ini ia mengadakan perbedaan tajam antara negara dengan rakyat. Perbedaan ini dikatakan sebagai perlawanan atau kebalikan satu terhadap yang lainnya. Kalau orang ingin membuat negaranya kuat dan berkuasa mutlak, maka ia harus membuat rakyatnya lemah dan miskin, dan sebaliknya jika orang hendak membuat rakyatnya kuat dan makmur, maka ia harus menjadikan negaranya lemah.

Persamaan dengan Machiavelli terletak pada sifat-sifat kekuasaan yang harus dimiliki negara, dan perbedaanya ialah bagi Machiavelli dibelakang negara tujuan negara kekuasaan, masih tersembunyi tujuan yang lebih jauh lagi, yaitu untuk kepentingan kehormatan dan kebahagiaan bangsa. Sedangkan bagi Shang Yang tujuan negara adalah kekuasaan untuk kekuasaan itu sendiri, lainnya tidak.76

Menurut Emmanuel Kant, tujuan negara adalah membentuk dan mempertahankan hukum. Hukum diperlukan untuk dapat menjamin kedudukan hukum individu-individu dalam masyarakat. Jaminan itu meliputi kebebasan dari negaranya yang berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak penguasa agar warganegaranya tunduk pada undang-undang yang belum disetujuinya. Selain itu juga berarti bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan hukum sama dan tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang. Sedangkan menurut Frans Magnis Suseno, apabila bertolak dari tugas negara untuk mendukung dan melengkapkan usaha

76 Ni‟Matul Huda, op. cit, hlm. 54-55

(6)

masyarakat untuk membangun suatu kehidupan yang sejahtera, di mana masyarakat dapat hidup dengan sebaik dan seadil mungkin, maka tujuan negara adalah penyelenggaraan kesejahteraan umum.77 Tujuan negara menurut Frans Magnis Suseno ini mungkin cukup relevan jika dikaitkan dengan pengertian negara modern.

Thomas Aquinas berpendapat bahwa tujuan negara identik dengan tujuan manusia. Tujuan manusia adalah untuk mencapai kemuliaan pribadi, yaitu kemuliaan abadi pada waktu sesudah manusia mati (bukan kemuliaan abadi yang bersifat keduniawian). Sedangkan tugas negara adalah memberi kesempatan bagi manusia agar tuntutan dari gereja dapat dilaksanakan, yang berarti bahwa negara harus menyelenggarakan keamanan dan perdamaian agar masing-masing orang dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan bakatnya dalam suasana ketentraman. Jadi tujuan negara adalah memberikan kemungkinan kepada manusia agar dapat mencapai kemuliaan pribadi.78

Plato menulis bahwa negara timbul karena adanya kebutuhan- kebutuhan umat manusia. Kerena kebutuhan manusia ini banyak dan tidak mampu dipenuhi sendiri sehingga dibentuklah negara. Hal yang samapun disampaikan oleh Aristoteles, bahwa negara dibentuk dan dipertahankan karena negara bertujuan untuk menyelenggarakan hidup yang baik bagi semua warganegaranya.

Terdapat tiga pandangan tentang tujuan negara.

1) Kekuasaan negara untuk negara sendiri/kekuasaan semata- mata;

2) Kekuasaan itu tidak untuk apa-apa;

3) Kekuasaan negara mempunyai tujuan tertentu.

Setelah pembahasan tujuan negara, maka pembahasan fungsi negara menjadi penting pula. Terdapat berbagai macam teori fungsi

77 Franz Magniz Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm. 314.

78 Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2001. hlm. 58.

(7)

negara. Menurut Jacobsen dan Lipman, terdapat kurang lebih delapan teori tentang fungsi negara. Teori tersebut yaitu anarkisme, individualism, sosialisme, komunisme, sindikalisme, sosialisme serikat buruh, fasisme, kolektivisme empiris.79

1) Anarkisme/anarchism

Menurut ajaran ini manusia dalam kodratnya bersifat baik dan berbudi luhur, akan tetapi menjadi rusak budi pekertinya ketika adanya negara. Sehingga sesungguhnya manusia tidak membutuhkan negara. Fungsi negara adalah untuk memelihara keamanan saja. Sedangkan fungsi-fungsi yang lainnya diserahkan kepada bentuk-bentuk asosiasi individu manusia yang didirikan secara sukarela dan tidak menggunakan suatu paksaan. Masyarakat yang dikehendaki ajaran anarkhisme adalah suatu masyarakat tanpa negara, tanpa pemerintahan dengan segala alat-alat pemaksannya, dan tidak ada undang-undang ataupun peraturan-peraturan hidup, karena undang-undang dan peraturan perundang- undangan dimaksud akan mengurangi kebebasan manusia.

2) Individualism-Liberalisme

Individualisme adalah suatu ajaran yang menempatkan kepentingan individu sebagai pusat tujuan hidup manusia.

Kepentingan individu dapat berupa kekayaan, keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seseorang. Setiap orang harus diberikan kebebasan dan kemerdekaan seluas-luasnya untuk memperjuangkan kepentingan masing-masing tersebut.

Fungsi negara juga harus ditunjukkan kepada kepentingan individu. Sehingga fungsi negara adalah hanya menjaga keamanan dan ketertiban saja supaya orang-orang tidak saling mengganggu dan tidak saling menghalangi dalam memperjuangkan hidupnya masing-masing dan penggunaan

79 I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na‟an, op. cit, hlm. 49-57

(8)

hak-haknya masing-masing. Negara tidak boleh ikut canpur dalam urusan individu. Sehingga ajaran ini tidak lepas dari paham yang sangat mementingkan dan menjunjung tinggi

“liberty”, artinya kebebasan dan kemerdekaan seseorang, yakni ajaran liberalism. Dengan semboyan “the less government the better”, yakni bahwa semakin sedikit negara menjalankan pemerintahan adalah semakin baik.

3) Sosialisme-komunisme

Ajaran sosialisme bersifat society-sentris, yang berarti bahwa ajaran sosialisme yang lebih dipentingkan atau yang diutamakan adalah keseluruhan masyarakat dan bukan pada individu masing-masing, terlebih dalam bidang kehidupan ekonomi. Sedangkan ajaran sosialisme ini memiliki perbedaan dengan komunisme.

a) Sosialisme menghendaki bahwa yang dijadikan miliki bersama dalam masyarakat hanya produksi-produksi yang penting saja mengenai hajat hidup orang banyak.

Sosialisme berpendapat bahwa benda-benda lainnya, demikian pula usaha-usaha industri kecil dan menengah, hendaknya tetap dijalankan oleh swasta sebagai usaha bebas. Sedangkan komunisme tidak mengakui adanya kepemilikan perseorangan atas segala macam alat produksi dan kapital. Yang ada hanya kepemilikan oleh negara;

b) Kaum sosialis menganggap adanya negara tetap perlu, bahkan fungsi negara adalah luas sekali sebagai pengatur seluruh kehidupan masyarakat supaya tujuan sosialisme dapat tercapai. Kaum komunisme menganggap negara sebagai alat pemeras yang dipergunakan oleh kelas orang- orang ekonomi kuat untuk menekan kelas-kelas masyarakat lainnya yang dikuasai mereka.

(9)

4) Fasisme-Naziisme

Gerakan fasisme mulai dilancarkan oleh Mussolini, sebagai gerakan politik yang ternyata dapat merebut kekuasaan pemerintahan pada tahun 1922 tanpa menghapuskan secara formal bentuk pemerintahan monarkhi yang dewasa itu berlaku tanpa mengganggu kedudukan Paus di Roma.

Pemerintahan di bawah Mussolini yang mendasarkan faham fasise yang bersifat otoriter-diktatorial kemudian dijadikan sistem politik permanen dengan menggunakan slogan

“Cedere, obbe-dire, combattere”, yang berarti “percayalah, tunduklah, berjuanglah”. Sedangkan nazisme adalah ideologi politik dari partai yang dipimpin oleh Adolf Hitler. Program sosiolisme nasionalis menurut Hitler adalah untuk mendirikan negara yang totaliter dan untuk perluasan daerah (wilayah kekuasaan) Jerman dengan menerapkan teori geopolitik, yakni dengan tujuan memperluas “lebensraum”

(ruang hidup) bagi bangsa Jerman dengan memperluas wilayah. Dalam ajaran fasisme dan nazisme menunjukkan ciri-ciri; negara dianggap sebagai kekuasaan kolektivitas yang memiliki kekuasaan mutak.

Adapula yang memberikan pengertian fungsi negara sebagai tugas dari pada organisasi negara untuk mana negara diadakan. Pembahasan tentang fungsi negara pertama kali dikenal pada abad XVI di Prancis.

Fungsi negara saat itu ada lima, yaitu diplomacie, defencie, financie, justicie, dan policie. Fungsi-fungsi negara tersebut diadakan hanyalah sekedar untuk memenui kebutuhan pemerintah yang waktu itu masih bersifat diktator.80 John Locke memberikan pemahaman mengenai fungsi negara yaitu, fungsi legislatif, fungsi eksekutif dan fungsi

80 Ridwan HR, op. cit, hlm. 66

(10)

federatif. John Locke memandang fungsi mengadili termasuk tugas dari eksekutif.81

Van Volenhoven membagi fungsi negara atas regeling (membuat peraturan), bestuur (menyelenggrakan pemerintahan), Rechtspraak (fungsi mengadili), dan politie (fungsi ketertiban dan keamanan). Teori ini dikenal dengan istilah “catur praja”. Goodnow membagi fungsi negara menjadi dua yaitu, 1) Policy making, yakni kebijakan negara pada waktu tertentu, untuk seluruh masyarakat. 2) Policy executing, yakni kebijakan yang harus dilakukan untuk mencapai policy making.

Ajaran ini yang disebut sebagai “Dwipraja”.82 Socrates berpendapat fungsi negara adalah menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para pemimpin, atau para penguasa yang dipilih secara seksama oleh rakyat. Socrates menentang keras mengenai apa yang dianggapnya bertentangan dengan ajarannya, yakni mentaati undang-undang.83 Menurut Kusnadi fungsi negara diurakaian sebagai berikut, 1) melaksanakan penertiban (law and order), 2) menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

Fungsi dan tujuan negara menurt Mac Iver, fungsi negara adalah ditinjau dari segi intern. Artinya dilihat menurut kebutuhan negara itu sendiri, yang mencakup.

1) Memelihara ketertiban dan menghormati kepribadian warga negara yang merupakan tugas negara secara positif maupun negatif;84

81Teori fungsi negara menurut John Locke tersebut kemudian disempurnakan oleh Montequieu sebagai ajaran pemisahan kekuasaan atau “separation of power”. Masing-masing fungsi dilakukan oleh lembaga yang terpisah. Ketiga fungsi tersebut adalah fungsi legislatif, fungsi eksekutif dan fungsi yudikatif. Fungsi legislatif (membuat undang-undang), fungsi eksekutif (melaksanakan undang-undang), dan fungsi yudikatif ( untuk mengawasi agar semua peraturan ditaati/fungsi mengadili). Teori ini dikenal dengan Trias Politica.

82Soetomo, Ilmu Negara, Usaha Nasional, Surabaya, 1993. hlm. 37

83 Soehino, op. cit, hlm. 14

84Tugas negara secara positif artinya negara melindungi dan mensejahterakan warga negaranya. Sedangkan tugas negara secara negatif artinya negara mempunyai wewenang menindak, menghukum setiap orang yang melanggar aturan hukum. I Dewa Gedhe Atmadja, Ilmu Negara Sejarah, Konsep Negara dan Kajian Kenegaraan, Setara Press, Malang, 2012, hlm. 56.

(11)

2) Perlindungan, fungsi ini diperluas untuk perkembangan (development) dan konservasi (conservation). Melalui fungsi perlindungan yang mencakup pengembangan dan konservasi atau pelestarian, dan apabila negara dan aparatnya menjalankan fungsi ini dengan baik, maka akan dan menikmati oleh generasi yang akan datang.

Mac Iver juga menyampaikan fungsi negara dari segi transformasi (transformation fuction of government), fungsinya mencakup;

1) Fungsi kebudayaan (cultural function), di mana fungsi kultural atau kebudayaan ini sesungguhnya terletak pada aktivitas individu. Karena itu negara harus hanya memajukan dan menintensifkan saja usaha-usaha yang dijalankan rakyat dalam aktivitas budaya;

2) Fungsi kesejahteraan umum (public welfare function), yaitu semua aktivitas manusia yang ditujukan secara langsung kepada kehidupan rakyat dan ditujukkan kepada untuk seluruh lapisan masyarakat. Fungsi ini antara lain;

a) Pemelihara kesehatan rakyat ;

b) Pemelihara kesejahteraan material, spiritual (perumahan jaminan sosial) ;

c) Fungsi ekonomi (economic function), di mana negara secara aktif turut campur dalam bidang perekonomian, dengan maksud agar dapat menjamin kehidupan yang layak bagi warga negaranya. 85

Francis Fukuyama mengemukakan tiga fungsi negara, yaitu.

1) Fungsi minimal, menyediakan kebutuan publik, meningkatkan keadilan;

85Ibid, hlm. 56-57

(12)

a) Pertanahan, melindungi kelompok miskin dalam program anti kemiskinan;

b) Hukum dan ketertiban, program bantuan bencana;

c) Manajemen makro ekonomi;

d) Kesejahteraan masyarakat.

2) Fungsi menengah;

3) Menangani persoalan-persoalan eksternal, mengatur monopoli, memperbaiki kualitas monopoli, memperbaiki kualitas informasi, dan menyediakan asuransi sosial, kegiatan mencakup; pendidikan, perlindungan lingkungan, pengaturan prasarana umum, pengaturan anti monopoli, regulasi keuangan, asuransi sosial dan redistribusi dana pensiun, perlindungan konsumen;

4) Fungsi aktivis, mengkoordinasikan aktivitas swasta, redistribusi aset, meliputi tiga aktivitas yaitu mendorong pasar, melakukan deristribusi aset dan mengumpulkan inisiatif.86

Wolfgang Friedmann menyebutkan empat fungsi negara, yaitu 1) Sebagai provider, negara bertanggungjawab dan menjamin

standar minimum kehidupan secara keseluruhan, dan memberikan jaminan sosial lainnya;

2) Sebagai regulator, negara membentuk aturan hukum dalam kehidupan bernegara;

3) Sebagai enterpeuner, negara menjalankan sektor ekonomi melalui badan usaha milik negara/daerah, dan mengusahakan kondisi kondusif untuk berkembangnya dunia usaha;

4) Sebagai umpirel, negara menetapkan standar-standar yang adil bagi pihak yang bergerak di sektor ekonomi, terutama antara sektor swasta atau antara bidang-bidang usaha tertentu.87

86Ibid, hlm. 57-58

87Ibid, hlm 58

(13)

Muchsan menyimpulkan bahwa fungsi negara bersifat universal berdasar teori kenegaraan, yakni kewajiban negara untuk mewujudkan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Fungsi tersebut antara lain.88

1) Fungsi reguler (reguler function), sebagai causa prima. Fungsi reguler meliputi.

a) Fungsi politik, merupakan kewajiban negara yang pertama kali muncul setelah negara lahir. Biasa disebut dengan fungsi klasik, antara lain.

(1) Pemelihara ketenangan dan ketertiban (maintenance of peace and order). Tujuannnya menanggulangi baik secara preventif maupun represif terhadap gangguan yang berasal dari masyarakat itu sendiri, yang tendensinya mengancam kedamaian kehidupan masyarakat;

(2) Pertahanan dan keamanan (security). Pelaksanaan fungsi ini ditujuakn terhadap ancaman-ancaman yang berasal dari luar, yang eksistensinya mengancam negara itu sendiri.

b) Fungsi diplomatik (diplomatical function). Inti dari fungsi diplomatik adalah negara berhubungan dengan negara lain atas dasar rasa persahabatan yang bertanggungjawab . c) Fungsi yuridis (legal function)

Negara harus dapat menjamian adanya rasa keadilan dalam kehidupan masyarakat. Negara berkewajiban untuk mengatur tata bernegara dan tata bermasyarakat agar konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat. Segala perbuatan yang dilakukan harus dapat dikembalikan pada aturan hukum

88 Muchsan, op. cit, hlm. 2-4.

(14)

d) Fungsi administratif (administrative function). Menuntut agar negera berkewajiban menata birokrasinya, demi terwujudnya tujuan hukum.

2) Fungsi pembangunan

Pembangunan hakekatnya adalah perubahan yang terencana yang dilakukan terus menerus untuk menuju pada suatu perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pembangunan merupakan tujuan negara pula sebagaimana yang terdapat dalam alenia ke IV Pembukaan Undang-Undanng Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Tujuan negara menjadi sangat penting berdasarkan beberapa teori tersebit. Dikarenakan memiliki peran yang sangat penting, maka beberapa negara mencantumkan tujuan negaranya dalam konstitusi.

Indonesia termasuk negara yang mencantumkan masalah tujuan negara dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945). Yaitu, (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) mewujudkan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Terkait dengan tujuan “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”, merupakan tujuan mempersatukan seluruh bangsa Indonesia yang heterogen. Artinya, persatuan bangsa yang dapat mengatasi perbedaan suku, agama dan ras. Tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia, sebenarnya merupakan tujuan kemanusian universal.

Hal ini karena negara tidak hanya melindungi seluruh warga Indonesia,

(15)

tetapi juga seluruh penduduk asing yang berada dalam wilayah hukum negara Indonesia. Hal ini sejalan dengan tujuan kemanusiaan universal lainnya.

Kemudian tujuan memajukan kesejahteraan umum adalah tujuan negara kesejahteraan. Artinya mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya dari segi material/ekonomi saja tetapi juga dari segi spiritual. Kesejahteraan ekonomi yang sesuai dengan tutunan agama, sehingga akan membawa keselamatan serta kebahagiaan dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Selain itu, sesuai dengan nilai luhur Pancasila, tujuan kesejahteraan ekonomi harus dicapai dengan mendahulukan nilai-nilai keadilan sosial. Selanjutnya tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak hanya menjadi tugas utama negara. Rakyat Indonesia juga dengan penuh kesadaran harus turut aktif dalam usaha mencerdaskan diri. 89 Memastikan seluruh anak-anak di Indonesia menikmati pendidikan tanpa diskriminasi. Pada akhirnya Setiap negara tentu mempunyai tujuan yang berbeda-beda, sesuai dengan latar belakang sejarah, budaya dan pandangan hidup dari masing-masing negara. Hal ini menimbulkan pula perbedaan dalam menentukan cara mencapai tujuan negaranya, termasuk cara menentukan sistem hukumnya. Sebagai negara yang berkembang, antara fungsi reguler dan fungsi pembangunan dilaksanakan secara seimbang.

Tujuan utama negara yang sedang berkembang adalah perwujudan kesejahteraan masyarakat yang merata (welfare state type). Maka negara dituntut untuk berperan aktif dalam menciptakan kesejahteraan ini, sehingga fungsi negara pada tipe kesejahteraan menjadi sangat luas.

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang masuk didalam tipe negara kesejahteraan, sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945, fungsi negara dijabarkan sebagai berikut.90

89 Maleha Soemarsono, Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan Negara, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-3 7 , No.2 April-Juni 2007, hlm. 308-309.

90 Ibid, hlm. 8.

(16)

1) Fungsi pertama, adalah tugas keamanan, pertahanan dan ketertiban (defence, security and protection function), termasuk dalam fungsi ini adalah memberikan perlindungan terhadap kehidupan, hak milik dan hak-hak lainnya sesuai yang akan diatur dalam peraturan perundang-undangan;

2) Fungsi kedua adalah tugas kesejahteraan atau welfare function.

Tugas ini dalam arti yang seluas-luasnya termasuk social services dan social welfare;

3) Fungsi ketiga adalah tugas pendidikan (education function).

Termasuk dalam fungsi ini penerangan umum, nation and character building, peningkatan kebudayaan;

4) Fungsi keempat adalah tugas untuk mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan dunia (world peace and human welfare), dalam politik bebas dan aktif.

Negara dilengkapi dengan kewenangan untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini memunculkan konsekuensi logis yaitu.91

1) Adanya intervensi atau campur tangan negara yang cukup luas terhadap aspek kehidupan masyarakat. Menurut Irving Swerdlow, campur tangan pemerintah dalam proses pembangunan terhadap perkembangan kehidupan masyrakat dapat dilakukan dengan lima cara;

a) Operasi langsung (direct operation). Pemerintah langsung aktif melakukan kegiatan yang dimaksudkan;

b) Pengendalian langsung (direct control). Langkah ini diajukan dalam bentuk penggunaan perijinan, lisensi, persenjataan dalan lainnya;

91 Muchsan, op. cit, hlm. 9.

(17)

c) Pengendalian tak langsung. Melalui peraturan perundang- undangan yang ada. Pemerintah dapat menetapkan syarat- syarat yang ada yang harus dipenui untuk dapat melaksanakan kegiatan tertentu;

d) Pemengaruhan langsung (direct influence). Intervensi cara ini dilakukan dengan cara persuasi, pendekatan ataupun nasehat, agar anggota masyarakat mau melakukan seperti yang dikehendaki pemerintah;

e) Pemengaruhan tak langsung (indirect influence).

Merupakan bentuk involvement, dengan tujuan tetap untuk menggiring masyarakat agar berbuat seperti yang dikehendaki oleh pemerintah.

Tujuan adanya campur tangan pemerintah tidak lain untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata dalam kehidupan masyarakat, dengan sasaran adalah pola perilaku masyarakat.

Dalam hal ini masyarkat akan direkayasa agar berperilaku sesuai dengan derap pembangunan yang dilaksanakan oleh negara. Hukum difungsikan sebagai alat untuk merekayasa kehidupan masyarakat (as atool of social engineering). Namun yang perlu digarisbawahi bahwa campur tangan pemerintah ini dengan tujuan pengarahan terhadap perubahan perilaku masyarakat dengan menggunakan kaidah hukum sebagai sarananya, akan dapat berhasil dengan baik hanya terhadap aspek kehidupan yang bersifat publik.

2) Digunakannya asas diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam penyelenggaraaan pemerintahan perbuatan aparat negara harus dapat dikembalikan kepada tertib hukum

(18)

b. Teori Tujuan Hukum

Salah satu sarana yang digunakan oleh negara dalam mencapai tujuan dan dalam menjalankan fungsinya yaitu menggunakan sarana hukum. Hukum sendiri memiliki banyak sekali pengertian, dan hukum memiliki fungsi serta tujuan. Karena pada dasarnya ketika merumuskan tujuan hukum sama dengan merumuskan apa itu hukum. Sebagaimana yang dituliskan oleh Peter Mahmud Marzuki bahwa tujuan hukum mengarah pada sesuatu yang hendak di capai. Tujuan pada akhirnya merujuk pada sesuatu yang ideal sehingga dirasakan abstrak dan tidak operasional.92 Para pemikir yunani seperti Aristoteles mencoba memberikan gambaran tentang tujuan hukum. Hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberikan setiap orang yang berhak untuk menerimanya. Yang disebut dengan etis (etische theorie), hukum hanya semata-mata bertujuan mewujudkan keadilan. Keadilan yang di maksud oleh Aristoteles yaitu keadilan distributief, dan juga keadilan commutatief. Keadilan distributief yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya atau disebut “suum ciuque tribuere” sedangkan keadilan communitatief yaitu keadilan yang memberikan setiap orang sama banyaknya (merata).93 Sebagai pemikir Yunani pertama yang berbicara mengenai tujuan hukum Aristoteles melihat bahwa manusia sebagai makluk sosial atau zoonpoliticon,94 yang bisa diterjemahkan pula dengan manusia yang selalu hidup bermasyarakat. Suatu negara didasarkan atas hukum sebagai satu- satunya sarana yang tepat dan dapat digunakan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan utama organisasi politik. 95 Tujuan hukum disini adalah untuk mencapai kehidupan yang baik. Untuk memperoleh kehidupan yang baik

92 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2008, hlm. 98.

93 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hlm.

11-13.

94 K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1999, hlm. 200.

95 Peter Mahmud Marzuki, loc. cit, hlm. 107.

(19)

diperlukan hukum. Pemikiran Aristoteles diadopsi oleh Thomas Aquinas,96 yang menyatakan hukum terpancar dari kekuasaan untuk memerintah guna kebaikan bersama. Hukum adalah sesuatu yang hidup secara batiniah di dalam masyarakat. Tugas hukum yang memadai tertulis dalam hati dan kehendak, karena manusia adalah makhluk rasional.

Perkembangan apa yang menjadi tujuan hukum di pengaruhi oleh pemikiran para ahli hukum di jamananya. Seperti halnya pada periode aliran hukum alam klasik sebagaimana pandangan Thomas Hobbes, yang menilai bahwa tujuan hukum adalah untuk ketertiban sosial.97 Masih berangkat dari aliran pemikir hukum alam klasik yaitu John Locke, yang memodernisasi pandangan abad pertengahan dengan mengadopsi pemikiran Thomas Hobbes kaitannya dengan tujuan negara berangkat dari penggambaran hakikat kemanusiaan. Di mana Thomas Hobbes menggambarkan hakikat kemanusiaan yang bersifat individualistis dan menyatakan nilai-nilai individualistis itu dalam kaitannya dengan hak-hak alamiah yang tidak dapat diasingkan. Ini yang kemudian diadopsi oleh John Locke, bahwa menurutnya setiap pribadi memiliki hak-hak alamiah yang dibawa sejak lahir, yaitu hak hidup, hak atas kebebasan dan hak milik.98 Sehingga fungsi dari negara adalah untuk mempertahankan hak-hak alamiah tersebut. John Lock menyatakan bahwa hukum alam berlaku sebagai aturan abadi bagi semua orang, legislator, maupun orang lain. Kehidupan bernegara ini tentunya diatur oleh hukum, maka dengan itu tujuan hukum adalah memelihar hak-hak alamiah pada masa status naturalis. 99 Tujuan ini yang harus menjdi acuan pagi para legislator.

96 Ibid, hlm. 108-109.

97 Ibid, hlm. 113.

98 Ibid, hlm. 115-116.

99 Status naturalis menurut Thomas Hobbes adalah suatu kedaan yang tanpa adanya pemerintahan yang teratur (homo homini lupus). Di dalam status naturalis setiap orang memiliki

“hak alamiah” untuk mempertahankan jiwa dan raganya dan dengan segala kekuatan yang dimilikinya ia menghadapi serangan dari pihak lain. Meskipun manusia akan cenderung memilih

(20)

Pemikiran tentang tujuan hukum lainnya dikemukakan oleh Jeremy Bentham, dengan pemikiran yang berbeda dari pendahulunya. Bentham dalam mengembangkan pandangannya berpegang pada pola pemikiran empiris. Ajaran Bentham lebih dikenal dengan “utilitarianisme”.100 Utility sendiri adalah prinsip-prinsip yang menyetujui atau menolak setiap tindakan apapun juga yang tampak memperbesar atau mengurangi kebahagiaan pihak yang kepentingannya terpengaruh oleh tindakan itu.

Utility harus diarahkan untuk kebahagiaan masyarakat. Tugas pemerintah di sini adalah untuk meningkatkan kebahagiaan masyarakat dengan memperbesar kesenangan yang dapat dinikmati masyarakat dan memungkinkan terciptanya keamanan dengan mengurangi penderitaan.

Dengan demikian hukum bertujuan untuk menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya, atau dikenal dengan ungkapan “the greatest good of the greatest number”.

Pada hakekatnya yang menjadi inti ajaran teori utilitis bahwa tujuan hukum adalah menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak. 101 Masih menurut Bentham, pembentuk undang-undang yang ingin menjamin kebahagiaaan masyarakat harus berjuang untuk mencapai empat tujuan, yaitu subsitensi, kelimpahan, persamaan dan keamanan bagi warga negara.

Dari keempat tujuan hukum ini, yang paling utama adalah keamanan.

Hukum ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan masyarakat secara keseluruhan dengan cara melarang perbuatan-perbuatan yang mendatangkan sengsara. Namun Bentham menempatkan tujuan dibuatkan aturan hukum untuk keamanan dan persamaan, meskipun tidak menempatkan kebebasan sebagai tujuan hukum.102

damai. Status naturalis yang diatur oleh hukum alam ini memberikan kedudukan yang sama dan merdeka bagi setiap orang. Dimana tujuannya untuk menciptakan kedamaian. Ibid, hlm. 113-117.

100 Ibid, hlm. 119.

101 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2008, hlm. 80.

102 Peter Mahmud Marzuki, op. cit, hm. 120-122.

(21)

Menurut Van Apeldoorn, hukum memiliki tujuan untuk hidup secara damai.103 Hukum menghendaki kedamaian, kedamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan manusia yang tertentu yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa harta benda, dan lain sebagainya terhadap yang merugikannya. Untuk itu hukum harus menjaga keseimbangan dalam melindungi kepentingan manusia sebagai individu dengan kepentingan manusia sebagai sebuah kesatuan masyarakat. Karena selain melindungi individu hukum juga harus ditujukan untuk mengabdi kehidupan bersama.104

Kemudian Utrecht mengatakan bahwa hukum bertugas, menjamin adanya kepastian hukum (rechtszerheid) dalam pergaulan masyarakat.

Dalam tugas tersebut disimpulkan dua tugas yaitu harus menjamin keadilan serta hukum tetap berguna. Dalam tugas tersebut tersimpul pula tugas ketiga yaitu hukum bertugas polisonil (politionele taak van het recht). Hukum menjaga agar dalam masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri. 105

Tujuan hukum dalam prespektif ilmu sosial salah satu aspek eksistensial manusia adalah terwujudnya rasa keadilan dalam hidup bermasyarakat. Lawrence Friedman mengartikan keadilan sebagai bagaimana hukum memperlakukan masyarakat dan bagaimana hukum mendistribusikan keuantungan dan biaya. Hukum merupakan suatu produk tuntutan sosial. Suatu tuntutan datang dari suatu keyakinan atau keinginan mengenai sesuatu yang harus terjadi untuk mewujudkan kepentingan itu. Tuntutan – tuntutan tersebut itulah yang menentukan isi hukum.106 begitupula yang di sampaikan oleh Richard A. Posner, pada akhirnya tujuan dari hukum bukanlah sekedar berkaitan dengan aspek

103 L.J. Van Apeldoorn, op. cit, hlm. 10.

104 Ibid, hlm. 11

105 Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, ctk. Kesebelas, Sinar Harapan, Jakarta, 1989, hlm. 11-13.

106 Peter Mahmud Marzuki, op. cit, hlm 131-132.

(22)

fisik, melainkan dan lebih-lebih harus mempertimbangkan aspek eksistensial manusia.

Sebagian besar tujuan hukum atau cita hukum tidak lain adalah keadilan. Menurut Gustav Radbruch, untuk dapat mencapai tujuan hukum dituntut untuk dapat memenui ketiga nilai dasar dari hukum, yaitu: keadilan, kegunaan (kemanfaatan), dan kepastian.107 Hukum harus dapat memberikan keadilan, kemanfaatan, dan adanya kepastian, meskipun terkadang terpenuhinya tujuan yang satu dapat mengesampingkan tujuan yang lain. Tujuan hukum terpenting terletak pada perwujudan keadilan, sebagaimana banyak filsuf menyatakan demikian. Jika diterjemahkan keadilan memiliki pengertian sebagai suatu keinginan yang terus menerus. Mochtar Kusumaatmadja mengungkapkan “bahwa tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban (order)”. Kebutuhan akan ketertiban syarat pokok(fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur.

Disamping ketertiban tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat pada zamannya”. 108

Menurut Friedrich Karl Von Savigny sebagai filsuf dari aliran hukum sejarah/historis, di mana hukum merupakan pencerminan dari jiwa rakyat.109 Hukum muncul karena adanya semangat atau roh rakyat (volkgeis) yang hidup dalam tiap individu yang menghendaki hukum tersebut. Hukum adalah kesadaran rakyat akan waktu dan tempatnya berada, serta hukum merupakan wujud komunikasi jujur rakyat dalam bernegara.110 Sehingga dalam pandangannya hukum positif adalah

107 Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Salatiga, 2011, hlm.

33.

108Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, ctk. Kedua, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 3.

109 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah. 2007. Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum (Studi Pemikiran Ahli Hukum Sepanjang Zaman), ctk. Kedua, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hlm. 111.

110 Antonius Cahyadi, Hukum Rakyat a La Friedrich Karl Von Savigny, Jurnai Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No.4 Oktober-Desember 2005, hlm. 387- 388

(23)

hukum yang hidup dan muncul dalam masyarakat, dalam kesadaran umum dari rakyat. Kesadaran rakyat akan menciptakan dan menumbuhkan hukum positif. Dan hukum positif ini dalam konteks tempat dan waktu keberlakuan tertentu.111 Hukum positif yang ada dan diakui oleh masyarakat tidak lepas dari campur tangan legislatif. fungsi lembaga ini yang mengartikulasikan hukum positif. "Lastly into the history of every people, enter stages of development and conditions which are no longer propitious to the creation of law by the general consciousness of a people. In this case this activity, in all cases indispensable, will in great measure of itself devolve upon legislation ...

".112 (Akhirnya dalam sejarah tiap bangsa, datanglah masa perkembangan dan situasi yang tidak lagi menguntungkan bagi penciptaan hukum oleh kesadaran umum dari bangsa yang bersangkutan.

Dalam hal aktivitas ini, dalam semua kasus hal ini lak dapat dihindari, akan berpindah secara besar-besaran ke lingkup proses legislasi). Murid Von Savigny yaitu G. Punchta yang menamakannya dengan volkgeits, hukum itu tumbuh bersama-sama dengan kekuatan dari rakyat, dan pada akhirnya akan mati jika bangsa itu kehilangan kebangsaannya.

Hubungan organis yang kuat antara hukum jiwa rakyat.113

Dari beberapa pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum merupakan cerminan jiwa rakyat. Sehingga tujuan hukum sebenarnya yaitu untuk dapat menciptakan ketertiban di dalam masyarakat sehingga dapat tercipta suatu kedamaian, dengan memenui kepastian, kemanfaatan dan keadilan tentunya. Keadilan inilah yang kemudian menjadi hal utama, dan untuk dapat menjamin rasa keadilan di dalam masyarakat hukum tidak boleh dilupakan dari sejarhnya. Karena sebagaimana Antonius Cahyadi menyampaikan dalam tulisannya hukum yang menyejarah dapat secara akomodatif dan kontekstual

111 Ibid, hlm. 396.

112 Ibid, hlm. 399

113 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, op. cit, hlm. 111

(24)

mengantisipasi perubahan yang terjadi di masyarakat dan secara pasti menjamin rasa keadilan masyarakat.114

c. Teori Politik Hukum

Politik hukum sendiri secara etimologis merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari bahasa Belanda “rechtspolitiek”, yang merupakan bentukan dari dua kata recht dan politiek. Dalam bahasa Indonesia recht berarti hukum. Hukum sendiri diartikan oleh banyak ahli, salah satunya Sri Soemantri yang memberikan arti hukum, sebagai perangkat aturan tingkah laku yang berlaku di dalam masyarakat.115

Kata politiek mengandung arti beleid, kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti kebijakan (policy). Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa politik hukum secara singkat berarti kebijakan hukum. Kebijakan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak”.116 Dengan kata lain politik hukum adalah “rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum”. Selain dari itu banyak pakar mengemukakan mengenai definisi tentang politik hukum, karena memang pengertian secara etimologis kurang dapat memuaskan karena masih begitu sederhana.117

Padmo Wahjono, memberikan pengertian politik hukum sebagai kebijaksanaan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari

114 Antonius Cahyadi, op. cit, hlm 388

115 Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 33.

116 Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Cet. II, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1986, hlm. 160. Lihat pula dalam Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 22. Menurut KBBI dapat disimpulkan bahwa politik hukum merupakan serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum.

(25)

hukum yang akan dibentuk. Definisi ini masih begitu sederhana kemudian dilengkapi lagi, bahwa politik hukum merupakan kebijaksanaan penyelenggaraan negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukum sesuatu. Kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakan hukum.118 William Zevenbergen mengutarakan bahwa politik hukum mencoba menjawab pertanyaan, peraturan-peraturan hukum mana yang patut untuk dijadikan hukum. Perundang-undangan itu sendiri merupakan bentuk dari politik hukum (legal policy).119 Sunaryati Hartono dalam bukunya Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional melihat “politik hukum sebagai sebuah alat (tool) atau sarana”, dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan citacita bangsa Indonesia.

Menurut Satjipto Rahardjo politik hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum hukum dalam masyarakat yang cakupannya meliputi jawaban atas pertanyaan yang mendasar yaitu.120

1) Tujuan apa yang hendak dicapai;

2) Cara-cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam mencapai tujuan tersebut;

3) Kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah;

4) Dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut dengan baik.

Politik hukum merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika masyarakat, karena politik hukum diarahkan kepada

118 Ibid, hlm. 26

119 Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm.19

120 Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 352.

(26)

iure constituendo yang seharusnya berlaku. Apeldoorn menyebut politik hukum sebagai politik peraturan perundang-undangan. Menurutnya politik hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang- undangan. Dengan lain perkataan, pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja.121 Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menyatakan bahwa politik hukum adalah kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai.122 Abdul Hakim Garuda Nusantara mengemukakan bahwa politik hukum yang lebih dikhususkan sebagai politik hukum nasional diartikan sebagi kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu. Politik hukum ini bisa meliputi;

1) Pelaksanaan hukum yang ada secara konsisten;

2) Pembangunan hukum yang intinya adalah pembaharuan hukum yang telah ada dan yang dianggap usang, dan penciptaan ketentuan hukum baru yang diperlukan untuk memenui tuntutan perkembangan yang terjadai dalam masyarakat;

3) Penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya;

4) Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi kelompok elit pengambil kebijakan.123

Pengertian yang hampir sama dengan Abdul Hakim Garuda Nusantara disampaikan oleh Mahfud MD, bahwa politik hukum itu merupakan legal policy tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak diberlakukan dalam mencapai tujuan negara. Dalam hal ini hukum diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara, sebagaimana pendapat Sunaryati Hartono bahwa “hukum sebagai alat” sehingga

121 Moempoeni, Catatan Perkuliahan Politik Hukum, Pasca Sarjana UNS, Surakarta, 2008. Terdapat pula dalam Winardi, Dinamika Politik Hukum, Pasca Perubahan Konstitusi dan Implementasi Otonomi Daerah, In TRANS Publishing, Malang, 2008, hlm. 6.

122 Ibid.

123Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, op. cit, hlm. 31

(27)

secara praktis politik hukum juga merupakan alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional guna mencapi cita-cita bangsa dan tujuan negara.124 Masih menurut Sunryati Hartono faktor-faktor yang akan menentukan politik hukum tidak semata-mata ditentukan oleh apa yang kita cita-citakan atau tergantung pada kehendak pembentuk hukum, praktisi atau para teoritisi belaka, akan tetapi ikut ditentukan pula oleh kenyataan serta perkembangan hukum di lain-lain negara serta perkembangan hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu dengan negara lain inilah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut dengan Politik Hukum Nasional.125

Politik hukum satu negara berbeda dengan politik hukum negara yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang kesejarahan, pandangan dunia (world-view), sosio-kultural, dan political will dari masing-masing pemerintah. Dengan kata lain, politik hukum bersifat lokal dan partikular (hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja), bukan universal. Namun bukan berarti bahwa politik hukum suatu negara mengabaikan realitas dan politik hukum internasional.

Politik hukum sendiri memiliki sifat permanen maupun periodik.

Secara khusus bersifat periodik dibuat berdasarkan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik yang akan memberlakukannya maupun mencabutnya. Menurut Mahfud MD selain sifat dari politik hukum, terdapat pula hubungan antara politik dan hukum yakni hukum merupakan produk politik, atau dengan asumsi

124 Sunaryati Hartono dalam Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Cetakan Kelima, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 2. Dikemukakan pula perbedaan politik hukum dan strudi politik hukum. Jika politik hukum lebih bersifat formal pada kebijakan resmi, namun studi politik hukum mencakup kebijakan resmi dan hal-hal lain yang terkait dengannya.

Studi politik hukum mencakup pertama, kebijakan negara (garis resmi) tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak diberlakukan dalam rangka pencapaian tujuan negara, kedua, latar belakang politik, ekonomi, sosial, budaya atas lahirnya produk hukum, ketiga, penegakan hukum didalam kenyataan lapangan.

125 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991. hlm. 23.

(28)

bahwa hukum pada dasarnya merupakan produk atau kristalisasi normatif dan implementatif dari kehendak-kehendak politik yang saling bersaing sehingga ”setiap produk hukum memiliki karakter menurut konfigurasi politik yang melahirkannya”. Dapat diperinci mengenai hubungan politik dan hukum: pertama, hukum determinasi atas politik dalam arti bahwa hukum harus menjadi arah dan pengendalian semua kegiatan politik. Kedua, politik determinan atas hukum dalam arti bahwa dalam kenyataannya baik produk normatif maupun implementasi penegakannya hukum itu sangat dipengaruhi dan menjadi dependent variabel atas politik. Ketiga, politik dan hukum terjalin dalam hubungan yang interdependent atau saling tergantung yang dapat dipahami dari adagium yang sangat terkenal tentang ini “politik tanpa hukum menimbulkan kesewenang-wenangan atau anarkis, hukum tanpa politik akan menjadi lumpuh”.126

Hubungan tolak dan tarik dari hukum dan politik, dapat disimpulkan bahwa hukumlah yang terpengaruh oleh politik, karena subsistem politik memiliki konsentrasi energi yang lebih besar dai pada hukum. Sehingga jika harus berhadapan dengan politik, maka hukum berada dalam kedudukan yang lebih lemah.127

Sebagai sebuah fakta sebenarnya bukan hanya hukum dalam arti UU yang merupakan produk politik, tetapi juga bisa mencakup hukum dalam arti-arti yang lain. Termasuk juga konstitusi atau UUD. Konstitusi dalam arti luas mencakup semua peraturan perundang-undangan dalam pengorganisasian negara merupakan resultante (produk kesepaktan politik).128 Jika politik hukum dimaknai sebagai legal policy, maka legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh

126 Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, 1999, Hlm: xi. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2001, hlm.

8. Dijelaskan bahwa hubungan politik dan hukum pada poin ketiga bahwa politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi yang derajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain, karena meskipun hukum merupakan produk keputusan politik tetapi begitu hukum ada maka semua kegiatan politik harus tunduk terhadap aturan-aturan hukum.

127 Daniel S Lev dalam Mahfud MD, loc.cit, hlm. 20

128 Ibid, hlm. 6.

(29)

pemerintah yang meliputi, Pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan. Kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Terlihat bahwa politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang akan menunjukkan sifat dan kearah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan.129

Dari berbagai pengertian mengenai politik hukum, maka dapat disimpulkan, ruang lingkup politik hukum meliputi.

1) Proses pengenalan nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelenggaraan negara yang berwenang merumuskan politik hukum;

2) Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut kedalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum;

3) Penyelenggaraan negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum;

4) Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum;

5) Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum baik yang akan datang, sedang, dan yang telah ditetapkan;

6) Pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu negara.130

Berbicara tentang politik hukum, maka kondisi politik akan mempengaruhi suatu produk hukum. Produk hukum yang dihasilkan dari konfigurasi politik memiliki sifat atau karakter yang secara dikotomis

129 Ibid, hlm. 17.

130 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, op.cit, hlm. 51-52

(30)

dibedakan atas hukum otonom serta hukum responsif dan hukum ortodoks. Kemudian kedua dikotomi tersebut dikelompokkan menjadi satu dikotomi yaitu hukum responsif/populistik dan hukum ortodoks/konsevatif/elites.131

1) Hukum otonom dan hukum menindas

Masuknya pemerintah ke dalam pola kekuasaan yang bersifat menindas, melalui hukum berhubungan erat dengan masalah kemiskinan sumber daya pada elit pemerintahan. Penggunaan kekuasaan menindas terdapat pada masyarakat yang masih berada pada tahap yang pembentukan tatanan politik tertentu.

Ciri menonjol hukum otonom adalah terkaitnya masyarakat secara kuat pada prosedur dan “prosedur adalah jantung hukum”. Di mana keteraturan dan keadilan, bukanlah keadilan substantif, merupakan tujuan dan kompetensi utama dari tertib hukum. “Ketaatan pada hukum” dipahami sebagai kepatuhan yang sempurna terhadap peraturan-peraturan hukum positif.132 Sehingga elit penguasa tidak lagi leluasa menggunakan kekuasaannya karena ada komitmen masyarakat untuk menjalankan kekuasaan sesuai dengan tata cara yang diatur. 133 Nonet dan Selznick membuat tabel karakteristik hukum yang menindas dan otonom.

Tabel 1.

Karakteristik hukum menindas dan hukum otonom134 Tipe menindas Tipe otonom Tujuan Hukum Ketertiban Kesahan Legitimasi Pertahanan sosial

dari raison d‘etaat Menegakkan prosedur

131 Daniel S Lev dalam Moh Mahfud MD,op.cit, hlm.26

132 Philippe Nonet dan Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, Haarper dan Row, 1978 (terj. Raisul Muttaqien), Nusamedia, Bandung, 2008, hlm. 59-61

133 Moh Mahfud MD,op.cit, hlm.27

134 Philippe Nonet dan Philip Selznick, loc. cit, hlm. 59-61

(31)

Peraturan Kasar dan terperinci tetapi hanya mengikat pembuat peraturan secara lemah

Sangat terurai, mengikat

pembuat maupun ang diatur

Penalaran (Reasoning)

Ad hoc, sesuai keperluan dan partikularistik

Mengikatkan diri secara ketat kepada otoritas hukum, peka terhadap

formalisme dan legisme

Diskresi Merata, oportunistik

Dibatasi oleh peraturan-

peraturan pendelegasian sangat terbuka.

Pemaksaan Luas sekali, pembatasannya lemah

Dikontrol oleh pembatasan- pembatasan hukum Moralitas Moralitas

komunal,

moralitas hukum, moralitas

pemaksaan

Moralitas kelembagaan, yaitu diikat oleh pemikiran tentang integritas dari proses hukum Kaitan politik Hukum

ditundukkan kepada politik kekuasaan

Hukum bebas dari politik,

pemisahan kekuasaan Harapan

terhadap kepatuhan

Tidak bersyarat, ketidakpatuhan dengan begitu saja dianggap

menyimpang

Bertolak dari peraturan yang sah, yaitu menguji kesahan undang-undang dan peraturan

(32)

Partisipasi Tunduk dan patuh, kritik dianggap tidak loyal

Dibatasi oleh posedur yang ada, munculnya kritik hukum

2) Hukum Ortodoks dan Hukum Responsif

Terdapat dua strategi pembangunan hukum yang akhirnya sekaligus berimplikasi pada karakter produk hukum, yaitu pembangunan hukum “ortodoks” dan pembangunan hukum

“responsif”. Pada strategi pembangunan hukum ortodoks, peran lembaga-lembaga negara (pemerintah dan parlemen) sangat dominan dalam menentukan arah perkembangan hukum.

Bersifat positivis-instrumentalis diposisikan sebagai alas yang ampuh bagi pelaksanaan ideologi dan program negara.

Sebaliknya pada strategi pembangunan hukum responsif, peranan besar terletak pada lembaga peradilan yang disertai partisipasi luas kelompok sosial atau individu di dalam masyarakat. Strategi pembangunan hukum responsif akan menghasilkan hukum yang bersifat responsif terhadap tuntutan- tuntutan berbagai kelompok sosial dan individu dalam masyarakat.135

Pada hukum responsif, hukum yang diberlakukan diharapkan dapat memberikan keadilan substansial terhadap masyarakat. Menurut prespektif ini hukum yang baik seharusnya menawarkan sesuatu yang lebih dari sekedar keadilan prosedural. Hukum yang baik harus berkompeten dan juga adil. Suatu institusi yang responsif mempertahankan secra kuat hal-hal yang esensial bagi integritasnya sembari tetap memperhatikan keberadaan kekuatan-kekuatan baru di

135 Mahfuud MD, op.cit, hlm 29.

(33)

dalam lingkungannya. Lembaga responsif menganggap tekanan-tekanan sosial sebagai sumber pengetahuan dan kesempatan untuk melakukan koreksi diri.136

Kesimpulan pendapat Nonet dan Selznick memberikan pernyataan bahwa, “Politik pada saat ini menempatkan keadilan pada urutan teratas dalam agenda kepentingan publik”. Dan perubahan hukum akan ada melalui proses politik, bukan dari pelaksanaan kebebasan atau keleluasaan yang ada pada agen-agen hukum yang merespon tuntutan yang bersifat partisan.137 Sehingga hukum dapat dijadikan sebagai fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan apresiasi sosial, sebagiamana tujuan hukum responsif.138 Hukum dikatakan baik jika menawarkan yang lebih dari sekedar keadilan prosedural.139

d. Teori Negara Hukum Pancasila

Pancasila memiliki makna salah satunya yaitu sebagai dasar falsafah hidup bangsa. Falsafah hidup atau nilai kebenaran yang ada dan diakui dalam masyarakat atau bangsa, harus menjadi rujukan utama dalam membentuk suatu hukum (aturan hukum atau norma hukum) yang akan dipergunakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, penting untuk ditekankan bahwa kaidah hukum atau norma hukum yang akan dibentuk harus mencermikan falsafah hidup masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.

Dari segi filosofis, seluruh sistem hukum Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pandangan yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau disebut juga grundnorm. Nilai-nilai yang terdapat daam grundnorm harus diimplementasikan dalam sebuah UUD NRI 1945 sebagai norma

136 Philippe Nonet dan Philip Selznick, op. cit, hlm. 87-88

137 Nonet dan Selznick dalam Sabian Utsman, Menuju Penegakan Hukum Responsif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hlm. 32.

138Philippe Nonet dan Philip Selznick, loc.cit, hlm 18.

139 Ibid, hlm. 84

Gambar

Tabel 4. Penelitian yang relevan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, bila terjadi keterlambatan atau gangguan pada ketrampilan motorik si kecil bisa segera terdeteksi dan dikoreksi (Aminati, 2013, p.83)... Pada dasarnya, yang

Pendekatan penyimpangan positif sebaiknya menggunakan pendekatan PAK (Practice, Attitude, Knowledge) artinya karakter kelompok penyimpangan positif dalam kaitannya dengan

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung

Dengan tidak memperhitungkan faktor tinggi pohon, maka volume pohon individual yang ditunjukkan oleh tarif volume, rata-rata akan lebih besar penyimpangannya dari pada

Sebuah cerita tidak mungkin terjadi tanpa adanya ruang. Ruang adalah tempat di mana para pelaku cerita bergerak dan berkreativitas. Sebuah film umumnya terjadi pada suatu tempat

a) Unsur sengaja meliputi tindakannya dan objeknya, artinya si pembuat atau pelaku mengetahui atau mengkehendaki adanya orang mati dari perbuatannya tersebut.

Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup

Menurut perhitungan stochiometrik, yaitu seandainya proses pembakaran terjadi secara sempurna maka dalam 1 kg bensin diperlukan 15 kg udara untuk pembakaran