• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Isu-Isu Strategis

Dalam dokumen BAB I P E N D A H U L U A N (Halaman 69-77)

“TERWUJUDNYA KOTA BANDUNG

1. Misi Kedua yang berhubungan dengan Menghadirkan tata

3.5. Penentuan Isu-Isu Strategis

a. Sosial Politik dan Wawasan Kebangsaan di Kota Bandung

Kota Bandung merupakan kota metropolitan yang mempunyai latar belakang masyarakat beraneka ragam. Hal ini dilihat karena Kota Bandung merupakan kota tujuan bagi sebagian masyarakat di kota-kota lain untuk meraih peluang kehidupan yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari tingkat urbanisasi yang begitu tinggi setiap tahunnya yakni banyaknya pendatang dari luar Kota Bandung.

Keadaan demikian ini menjadikan Kota Bandung

mempunyai keberaneka-ragaman latar belakang masyarakatnya. Kondisi ini akan mempengaruhi terhadap sudut pandang antar masyarakat asli dan pendatang. Menghormati hak-hak antar warga sudah tidak lagi dipandang perlu oleh sebagian masyarakat dikarenakan banyaknya tuntutan dalam hal ketersediaan barang dan jasa guna menunjang kehidupan.

Fenomena cara pandang dan wawasan masyarakat akan pentingnya saling hormat-menghormati, toleransi dan kerukunan antar masyarakat akan terus terkikis oleh sifat masyarakat yang semakin tidak menghiraukan kehidupan orang lain. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam hormat menghormati, toleransi dan kerukunan antar masyarakat ini nantinya akan dimanfaatkan oleh sekelompok golongan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat kota.

Wawasan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin luntur akibat perbedaan cara pandang dan latar belakang sebagian warga masyarakat yang hidup di Kota Bandung. Mereka

akan memandang perbedaan (differensiasi sosial) merupakan hal yang harus dipertahankan mengingat apa yang dimiliki saat ini dibawa ke Kota Bandung merupakan asset yang dapat dijadikan modal bagi meraup keuntungan pribadi.

Kesadaran diatas selanjutnya tidak perlu dipelihara didalam suatu suatu hubungan sosial kritis yang terbuka bagi suatu control sosial dengan suatu kekuatan internal untuk bias terus melakukan kehidupan berbangsa.

Dalam kerangka kesadaran etis, selanjutnya perlu dikembangkan untuk mendorong setiap orang untuk bias bersikap kritis. Dari sini, dunia sosial dan keagamaan bisa dikembangkan sebagai wilayah kehidupan masyarakat yang akan memberi ruang bagi seseorang dengan menegasi orang lain. Selama ini upaya memecahkan konflik tidak pernah keluar dan tidak pernah bebas dari logika konflik yang bergulir di Kota Bandung.

Konflik kesukuan, ras, agama dan golongan justru akan mempertajam konflik menjadi lebih keras, massif dan absurb yang meninggalkan dendam sejarah.

Sulit sekali menentukan semua variable yang memberikan kontribusi bagi konflik-konflik etnis, suku dan agama. Faktor-faktor yang memberikan kontribusi ini dapat diklasifikasikan kedalam kategori faktor struktural dan kultural (psikologis) yang terkait satu sama lainnya yang mencakup ketimpangan ekonomis diantara kelompok-kelompok rasial antara lain orang asli Bandung versus pendatang, orang miskin versus orang kaya, pekerja versus pengusaha, rakyat versus pemerintah.

Masyarakat yang heterogen sangat sulit memahami aturan politik atau prosedur birokrasi politik. Yang penting, masyarakat dimudahkan dalam berbagai akses kehidupan. Jika perlu, sebagian masyarakat mengambil sikap abstain untuk proses pemilihan umum, karena memilih atau tidak memilih tidak memengaruhi kenaikan atau kesejahteraan. Jika kita amati, munculnya kegamangan politik berawal dari tak adanya pendidikan politik yang benar-benar dipahami sebagian besar masyarakat.Proses pembelajaran tidak menyentuh norma-norma

seseorang berada di pendidikan tinggi, yang konon merupakan tempat belajar berpolitik secara nyata.

b. Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Kemiskinan di Kota Bandung.

Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan sosial, budaya dan ekonomi agar tercipta masyarakat yang berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial agar mampu memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Lembaga yang memiliki peran didalam pemberdayaan masyarakat adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna dan Rukun Warga (RW); yang dikenal sebagai Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK).

LKK adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan danmerupakan mitra Kelurahan dalam memberdayakan masyarakat. Sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007, Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan mempunyai fungsi:

a. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat;

b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat;

d. penyusunan rencana, pelaksana, dan pengelola

pembangunan serta pemanfaat pelestarian dan

pengembangan, hasil-hasil pembangunan secara partisipatif, e. penumbuhkembang dan penggerak prakarsa dan partisipasi,

serta swadaya gotong royong masyarakat;

f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya serta keserasian lingkungan hidup;

g. pengembangan kreativitas, pencegahan kenakalan, penyalahgunaan obat terlarang (narkoba) bagi remaja;

h. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; i. pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat; j. Pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara

pemerintah Kelurahan dan masyarakat.

Kemiskinan perkotaan adalah fenomena yang mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan perkotaan. Kota Bandung salah satu kota yang tergolong ibu kota provinsi menyandang berbagai permasalah penduduk miskin.

Luas Kota Bandung 16.729,50 Ha terdiri dari jumlah penduduk Kota Bandung berdasarkan hasil Susenas tahun 2005 adalah 2.270.970 jiwa (penduduk perempuan 1.135.485 Jiwa dan penduduk laki-laki 1.135.485 jiwa). Angka tersebut menentukan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,72%. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Bandung 13.505 jiwa/Km2, dilihat dari segi kepadatan penduduk per Kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan penduduk 39.256 jiwa/Km2. Menurut Laporan Dinas Tenaga Kerja 29.190 penduduk Kota Bandung tercatat sebagai pencari kerja tahun 2005, yang berarti menurun 44,83 % dari tahun sebelumnya. Sedangkan lowongan kerja yang tersedia sebanyak 1.448 orang dan jumlah penempatan hanya untuk 1.429 orang.

Tingkat kemiskinan di Kota Bandung pada tahun 2008 mencapai 379.255 jiwa (15,97%). Namun tahun 2012 tingkat kemiskinan mengalami penurunan menjadi sebanyak 360.578 jiwa (9,09%) (LKPJ AMJ Kota Bandung). Jumlah penduduk miskin dan jumlah individu miskin berdasarkan sebaran per kecamatan dapat dilihat pada tabel dibawah:

Jumlah Rumah Tangga

dan Individu Miskin di Kota Bandung Tahun 2011

Nama Kecamatan Jumlah

Rumah Tangga Individu

Bandung Kulon 5,407 21,616 Babakan Ciparay 6,018 24,277 Bojongloa Kaler 6,975 27,577 Bojongloa Kidul 3,702 14,507 Astanaanyar 2,264 8,972 Regol 2,592 9,467 Lengkong 1,342 5,559 Bandung Kidul 2,014 7,812 Buahbatu 2,627 9,879 Rancasari 1,062 4,273 Gedebage 668 2,444 Cibiru 3,030 11,810 Panyileukan 719 2,822 Ujung Berung 3,845 14,196 Cinambo 696 2,695 Arcamanik 1,580 6,354 Antapani 1,090 4,266 Mandalajati 2,427 9,308 Kiaracondong 5,193 18,735 Batununggal 4,469 16,712 Sumur Bandung 780 2,692 Andir 3,799 14,089 Cicendo 2,946 10,985 Bandung Wetan 624 2,198 Cibeunying Kidul 2,844 10,608 Cibeunying Kaler 1,456 5,630 Coblong 3,276 12,586 Sukajadi 3,263 11,938 Sukasari 1,519 5,787 Cidadap 1,346 5,145 Total 79,573 304,939 Sumber: PPLS 2011.

Penduduk miskin di Kota Bandung tersebut dimana tidak memilih-milih tempat dia mau "hinggap", tidak peduli mereka yang berada di tengah kota atau daerah kumuh. Kota Bandung adalah ibu kota Provinsi Jawa Barat yang menjadi pusat bisnis, pusat perdagangan, pusat tempat hiburan dan lain sebagainya yang berarti pusat perkonomian di Jawa Barat, tempat keluar-masuknya uang, selain kota-kota lain di Provinsi Jawa Barat ini pun tidak terlepas dari kemiskinan. Kita dapat melihat di setiap sudut kota pasti ada daerah yang perumahannya kumuh,

berhimpitan satu dengan yang lain, atau pula ada penduduk yang mendirikan rumah ala kadamya di bantaran sungai dan kali dan masih banyak lagi keadaan yang dapat menggambarkan masyarakat miskin perkotaan. Banyak cara telah dilakukan baik oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah dan juga individu-individu pemerhati kemiskinan dan permasalahannya untuk mengatasinya seperti transmigrasi penduduk dari daerah

padat ke daerah yang masih jarang penduduknya,

penanggulangan bertambahnya penduduk dengan program Keluarga Berencana (KB), pemberian keterampilan dan modal. Kota Bandung mampu pula menarik masyarakat pinggiran kota untuk pindah ke Kota Bandung sehingga tidak menutup kemungkinan menimbulkan daerah-daerah kumuh di beberapa titik kota ini.

Berbagai dinamika kehidupan dan pergantian generasi ke generasi, telah berhasil memimpin Kota Bandung, tapi yang pasti, warga kota mendambakan sebuah kehidupan yang harmoni, sejahtera lahir dan batin, dengan pemerintah kotanya yang mampu memfasilitasi dan membuat regulasi yang bisa menjamin keadilan semua warga kota, serta bisa memberikan pelayanan publik yang memuaskan warga.

Di tengah persoalan yang melilit saat ini, seperti masalah kemiskinan dan pengangguran yang masih belum bisa diatasi, tingkat daya beli masyarakat yang terus menurun seiring dengan harga BBM dan harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, serta masalah pendidikan, kesehatan juga permasalahan lingkungan antara lain ruang terbuka hijau, pencemaran sungai, meningkatnya kadar polusi, menyempitnya ruang-ruang publik serta semrawutnya tata ruang kota, telah menambah sejumlah persoalan yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah kota beserta seluruh aparaturnya.

Kecenderungan kemiskinan di Kota Bandung mempunyai empat dimensi pokok, yaitu: kurangnya kesempatan, rendahnya

kemampuan, kurangnya jaminan, dan ketidakberdayaan.

Mengacu pada batasan kemiskinan yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS) maka berdasarkan hasil sensus yang dilakukan

pada Tahun 2008 tercatat sebanyak 82.432 Rumah Tangga Sasaran (RTS) atau 11,66% dari jumlah total Kepala Keluarga di kota Bandung.

Angka kemiskinan kota Bandung Tahun 2008 tersebut apabila ditelusuri lebih mendalam terhadap 30 Kecamatan, maka diperoleh persentase terbesar keluarga miskin berada di Kecamatan Mandalajati (46,29%). Namun demikian, apabila dicermati lebih lanjut pada pendekatan jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) terbanyak, maka Kecamatan Bojongloa Kaler dan

diikuti oleh Kecamatan Kiaracondong serta Kecamatan

Batununggal merupakan jumlah RTS terbanyak.

Berdasarkan kategori persentase dan jumlah keluarga miskin per kecamatan di Kota Bandung, dapat diklasifikasi menjadi empat karakteristik kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan yang jumlah keluarga miskin dan persentase terhadap seluruh keluarga di kecamatan tersebut tergolong tinggi;

2. Kecamatan yang jumlah keluarga miskin banyak, namun persentase terhadap seluruh keluarga di kecamatan tersebut tergolong kecil;

3. Kecamatan yang jumlah keluarga miskin tergolong sedikit namun persentase terhadap seluruh keluarga di kecamatan tersebut tergolong tinggi;

4. Kecamatan yang jumlah keluarga miskin dan persentase terhadap seluruh keluarga di kecamatan tersebut tergolong kecil.

Fokus penting untuk program penanggulangan kemiskinan terutama adalah kategori-1, yaitu kecamatan yang jumlah keluarga miskin dan persentase terhadap seluruh keluarga di kecamatan tersebut tergolong tinggi.

Sebaran penduduk miskin terbanyak adalah di Kecamatan Bojongloa Kaler, Batununggal, Kiaracondong, Cibeunying Kidul, Babakan Ciparay, Coblong, Bojongloa Kidul, Bandung Kulon, dan Cicendo. Seluruh kecamatan tersebut meliputi 50% jumlah

terberat mengalami kemiskinan, yaitu jumlah penduduk miskin tergolong banyak dan proporsi terhadap penduduknya tinggi adalah di Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler,

Bojongloa Kidul, Lengkong, Ujungberung, Mandalajati,

Kiaracondong, Batununggal, Cicendo, Cibeunying Kidul, Coblong, dan Andir.

Pada umumnya kondisi ekonomi dan pendidikan orang tua keluarga miskin terlahir dari keluarga miskin sebelumnya. Tingkat pendidikan.

Dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi maka penetapan isu-isu strategis di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah :

Tabel 3.d.

Keselarasan Isu Strategis Pada RPJPD Kota Bandung dengan RPJMD Kota Bandung Tahun 2013-2018

RPJPD Kota Bandung Tahun 2005-2025

RPJMD Kota Bandung Tahun 2013-2018

· Modal sosial yang bersifat mediasi belum optimal

· Belum ada identitas bersama warga Kota Bandung yang dapat mempersatukan penduduk asli dan pendatang

Pemberdayaan Masyarakat

dan Ketahanan Keluarga

· Pertumbuhan penduduk belum dapat diimbangi oleh penyediaan lapangan kerja yang memadai

· Meningkatnya jumlah gelandangan dan pengemis, pelacuran, narkoba, gangguan keamanan

· Peningkatan kualitas SDM belum dapat diikuti oleh penyediaan lapangan kerja yang sesuai sehingga menimbulkan pengangguran terdidik · Peningkatan kualitas SDM belum

dapat diikuti oleh kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja (wiraswasta)

Penanggulangan

Kemiskinan, Permasalahan

RPJPD Kota Bandung Tahun 2005-2025

RPJMD Kota Bandung Tahun 2013-2018

· Keterbatasan SDM, hambatan birokrasi, keterbatasan biaya pembangunan merupakan kendala yang harus segera disikapi dan diantisipasi

· Belum optimalnya kerjasama antar kota

· Belum optimalnya pelayanan publik yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman

Reformasi Birokrasi dan

Tata Kelola

BAB IV

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI

Dalam dokumen BAB I P E N D A H U L U A N (Halaman 69-77)

Dokumen terkait