• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Umur Simpan Sari Wornas (Arpah, 2001)

DAFTAR LAMPIRAN

A. BAHAN DAN ALAT

4. Penentuan Umur Simpan Sari Wornas (Arpah, 2001)

Metode yang digunakan dalam penentuan umur simpan sari wornas adalah metode Arrhenius (k = ko . e-Ea/RT), pada tempat penyimpanan dengan kondisi 3 suhu yang berbeda (5 oC, 30 oC, dan 45oC). Pengamatan dilakukan setiap 7 hari sekali untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama penyimpanan, dengan menggunakan uji fisik (stabilitas, viskositas), uji mikrobiologi (total mikroba, total kapang dan khamir, uji pendugaan koliform pada awal penyimpanan), uji kimia (pH, TAT, TPT, kadar vitamin C, total gula), dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa manis, rasa asam, dan tesktur/kekentalan) untuk mengetahui batas penerimaan panelis.

Reaksi kehilangan mutu pada makanan dapat dijelaskan oleh ordo nol dan satu, dan hanya sedikit yang dijelaskan oleh ordo lain (Labuza,

35 1982). Perhitungan umur simpan diawali dengan memplotkan rataan nilai (skor) parameter tertentu terhadap waktu penyimpanan per suhu penyimpanan. Plot nilai di atas dilakukan pada ordo nol dan ordo satu. Pada ordo nol, plot dilakukan antara rataan skor pengamatan (sumbu y) dengan waktu penyimpanan (sumbu x), sedangkan ordo satu plot dilakukan antara ln skor pengamatan (sumbu y) dengan waktu penyimpanan (sumbu x).

Hasil plot di atas akan memberikan nilai k, intersep dan koefisien korelasi masing-masing suhu penyimpanan. Untuk melihat dan menetukan ordo reaksi kerusakan pangan yang disimpan dapat ditentukan dari nilai koefisien korelasi yang lebih besar (R2).

Ketika jenis ordo reaksi kerusakan pangan telah didapatkan, maka langkah selanjutnya dibuat plot Arrhenius, dengan sumbu x menyatakan nilai 1/T (K-1) dan sumbu y menyatakan nilai ln k pada masing-masing suhu penyimpanan yang digunakan. Hasil plot tersebut akan memberikan nilai k, intersep, dan koefisien korelasi. Nilai k merupakan gradien dari regresi linier yang didapat dari ketiga suhu penyimpanan.

k = ko . e-Ea/RT

Dimana : k = konstanta penurunan mutu

ko = konstanta (tidak tergantung suhu) Ea = Energi aktivasi

T = suhu mutlak (K)

R = konstanta gas (1.986 kal/mol K)

Persamaan garis linear hasil pemlotan akan mengikuti persamaan Arrhenius, dapat dilihat di bawah ini :

ln k = ln ko + (-Ea/R) . 1/T

Ea/R = gradien dari plot grafik Arrhenius

Dari rumus di atas akan diperoleh nilai ko. Sedangkan umur simpan dapat diperoleh dengan rumus :

Ao– At ln Ao– ln At

t = --- (orde 0) atau t = --- (orde 1)

36 Keterangan : t = prediksi umur simpan (hari)

Ao= nilai mutu awal

At= nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t ko= konstanta

Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatik, pencoklatan enzimatik, dan reaksi oksidasi. Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan, kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan.

Tipe kerusakan yang mengikuti reaksi ordo satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off flavor, kerusakan vitamin, dan penurunan mutu protein.

4.1Viskositas (Laboratory Manual Falling Ball Viscometer)

Sampel dimasukkan ke dalam tabung lalu masukkan bola ke dalam tabung yang telah berisi sampel tersebut. Kemudian dihitung waktu mengalirnya bola dari garis awal sampai garis akhir. Kekentalan diperoleh dengan rumus :

µ = K (ρf–ρ) t

Keterangan : µ = kekentalan (cP) ρf = densitas bola (g/ml)

2.53 untuk bola gelas; 8.02 untuk bola stainless steel (digunakan dalam penelitian); 16.6 untuk bola tantalum

ρ = densitas cairan (g/ml) t = waktu bola mengalir (menit)

K = konstanta viskometer (tipe 2 = 3.3) 4.2Total Mikroba (Total Plate Count) (BAM, 2001)

Analisis total mikroba dilakukan dengan merujuk pada metode Bacteriological Analytical Manual (BAM, 2001), dimana 1 ml sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri.

37 Sebanyak ± 12-15 ml media (Plate Count Agar) dituang ke dalam cawan petri kemudian cawan petri digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35°C selama 48±2 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Perhitungan total mikroba dilakukan dengan berbagai ketentuan BAM (2001), antara lain:

a. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat untuk setiap cawan.

b. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah. c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah:

Dimana: N = jumlah koloni per ml/ per gram produk Σ C = jumlah seluruh koloni yang dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua D = pengenceran pertama yang dihitung 4.3 Total Kapang dan Khamir (Harigan, 1998)

Sebanyak 1 ml sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak ± 12-15 ml media APDA (Acidified Potato Dextrose Agar) dituang ke dalam cawan petri kemudian cawan petri digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi dengan posisi

38 terbalik pada suhu 30°C selama 48±2 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM).

Perhitungan total mikroba dilakukan dengan berbagai ketentuan BAM (2001), antara lain:

a. Cawan yang normal berisi 10-150 koloni. Semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat untuk setiap cawan.

b. Cawan yang berisi lebih dari 150 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah. c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah:

Dimana: N = jumlah koloni per ml/ per gram produk Σ C = jumlah seluruh koloni yang dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua D = pengenceran pertama yang dihitung 4.4 Uji nilai pH (AOAC Official Method 981.12, 1995)

Pengukuran pH harus dilakukan pada suhu yang sama. Sebelum pengukuran, pH-meter harus distandarisasi dengan menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas tisue. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml kemudian elektroda dicelupkan hingga tenggelam pada larutan sampel dan dibiarkan kurang lebih selama satu menit hingga diperoleh angka yang stabil lalu nilai dicatat.

39 4.5 Total Asam Tertitrasi (AOAC Official Method 940.15, 1995)

Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan aquades. Diambil 50 ml sampel untuk dititrasi menggunakan NaOH 0.1 N dengan indikator phenophtalein 2-3 tetes. Standarisasi NaOH dilakukan dengan menggunakan KHP.

TAT (ml NaOH 0.1 N/100 ml bahan)= V x N x FP x 100 0.1 x W V = Volume NaOH yang digunakan (ml) N = Normalitas NaOH

FP = Faktor Pengenceran W = Volume sampel (ml)

4.6 Total Padatan Terlarut (AOAC Official Method 932.12, 1995) Refraktometer dibersihkan dulu bagian kacanya dengan cara meneteskan alkohol hingga merata dan melapnya dengan tisue hingga permukaan kaca refraktometer kering. Sebanyak 2-3 tetes sampel produk jadi diteteskan pada kaca bagian depan refraktometer dan dilakukan pembacaan skala. Kemudian bersihkan kembali sampel pada kaca dengan tisue dan lakukan prosedur awal untuk menghitung kembali TPT. Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix.

4.7 Vitamin C Metode Oksidimetri (Jacobs, 1958)

Kandungan vitamin C ditentukan dengan cara titrasi iod. Sebanyak 30 gram sampel dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml kemudian disaring. Diambil sebanyak 10 ml larutan sampel, ditetesi indikator pati 4-5 tetes, dan dititrasi menggunakan larutan iod 0.01N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru. Kadar vitamin C dihitung dengan rumus :

Vitamin C (mg/100 gram bahan) = V x N x 0.88 x FP x 100% 0.01 x W V = Volume iod yang digunakan (ml)

40 FP = Faktor pengenceran

W = Berat sampel (gram)

4.8 Total Gula (Luff Schoorl, SNI-01-2892-1992)

Timbang bahan 2.5-25 gram sampel, dipindahkan dalam labu takar 100 ml dan tambahkan 20 ml akuades, bubur Al(OH)3 dan larutan Pb asetat. Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi, kemudian tambahkan aquades sampai tanda tera dan disaring.

Filtrat ditampung dalam gelas piala. Tambahkan Na2CO3 anhidrat atau K/Na oksalat anhidrat atau Na fosfat secukupnya untuk menghilangkan kelebihan Pb. Diambil 50 ml filtrtat bebas Pb, masukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30%. Panaskan di atas penangas air pada suhu 67-70oC selama 10 menit lalu dinginkan secepatnya sampai suhu 20oC. Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu sehingga 25 ml air mengandung 15-60 mg gula pereduksi.

Sebanyak 25 ml larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schrool. Blanko dibuat dari 25 ml larutan Luff Schrool ditambah 25 ml akuades. Kemudian erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik lalu dididihkan (usahakan 2 menit sudah mendidih). Pendidihan pertahankan 10 menit lalu didinginkan dan tambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 26.5%.

Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na thiosulfat 0.1 N menggunakan indikator pati 2-3 ml. Penetapan berat glukosa dilakukan dengan membandingkan volume Na-thiosulfat yang diperlukan dengan tabel Luff Schrool.

Kadar Gula (%) = bobot glukosa x FP x 100% bobot sampel

41 4.9 Endapan

Pengamatan endapan dilakukan secara kualitatif. Ada atau tidaknya endapan diamati pada selang waktu pengamatan yang telah ditentukan, dalam hal ini 7 hari sekali. Adanya endapan diberi tanda (+), dan tidak adanya endapan diberi tanda (-).

4.10 Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik dengan menggunakan 30 orang panelis tetap. Karakteristik yang diamati adalah rasa manis, rasa asam, warna, aroma, tekstur/kekentalan. Jika panelis sudah memberikan nilai 3 (agak tidak suka) pada karakteristik tertentu maka dinyatakan produk tersebut sudah tidak dapat diterima.

42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. FORMULASI SARI WORTEL-NANAS

Dokumen terkait