• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

D. PERUBAHAN MUTU PRODUK SELAMA PENYIMPANAN 1.Mikrobiologi

2. Total Asam Tertitrasi

Selama penyimpanan nilai total asam cenderung meningkat, dapat dilihat pada Gambar 24. Pada keadaan awal, besarnya total asam tertitrasi berkisar 24.00 - 24.96 ml NaOH 0.1N/100 ml sari. Setelah penyimpanan terjadi peningkatan hingga mencapai 27.84 – 78.24 ml NaOH 0.1N/100 ml sari. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 30.

66

Gambar 24. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap nilai total asam tertitrasi sari wornas

Peningkatan total asam sari wornas sejalan dengan waktu terjadinya kerusakan produk. Peningkatan total asam terjadi akibat fermentasi gula yang terdapat di dalam minuman oleh aktivitas mikroorganisme. Sumber energi mikroorganisme terutama didapat dari gula yang ditambahkan ke dalam minuman sari wornas. Gula difermentasi menjadi asam oleh mikroorganisme.

Menurut Fardiaz (1989), fermentasi adalah proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik. Karbohidrat merupakan substrat utama yang dipecah dalam proses fermentasi. Karbohidrat akan dipecah terlebih dahulu menjadi gula sederhana sebelum difermentasi. Pemanis yang digunakan dalam sari wornas adalah sukrosa dan tanpa pemanis buatan. Sukrosa tersebut diubah menjadi glukosa dan fruktosa sebelum difermentasi. Penambahan asam dan pemanasan akan mempercepat hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Kemudian glukosa dan fruktosa tersebut akan difermentasi oleh mikroorganisme yang ada di dalam minuman.

C12H22O11  C6H12O6 + C6H12O6

67

Gula invert ini selanjutnya akan terfermentasi dan terbentuk etanol. C6H12O6 + Saccharomyces ellipsoides  2C2H5OH + CO2

glukosa/fruktosa etanol

Etanol kemudian mengalami proses oksidasi oleh bakteri asam menjadi asam, misalnya oleh Acetobacter acetii menjadi asam asetat.

C2H5OH + Acetobacter acetii  CH3COOH + H2O

Etanol asam asetat

Hal ini akan menyebabkan kadar gula menurun dan kadar asam meningkat sehingga pH cenderung menurun (Muchtadi, 1992). Pembentukan asam inilah yang menyebabkan nilai total asam terus meningkat.

Proses hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dipercepat dengan adanya panas, sehingga pada minuman yang disimpan pada suhu 45oC nilai total asamnya lebih cepat meningkat dibandingkan dengan minuman yang disimpan pada suhu 5oC dan 30oC.

Secara statistik, nilai total asam sari wornas dengan perlakuan penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda menunjukan nilai total asam berbeda nyata (p<0.05) pada penyimpanan minggu ke-2, 3, dan 4 (Lampiran 38-40). Selain itu, waktu penyimpanan juga mempengaruhi total asam yang ditunjukkan dengan nilai total asam berbeda nyata (p<0.05) selama penyimpanan (Lampiran 41-43).

3.Nilai pH

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman produk semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai pH berarti tingkat keasaman produk semakin tinggi.

68

Selama penyimpanan nilai pH cenderung menurun yang berarti produk menjadi semakin asam, dapat dilihat pada Gambar 25. Pada keadaan awal, besarnya pH berkisar 4.13 – 4.24. Setelah penyimpanan terjadi penurunan hingga mencapai 3.39 – 4.04. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 31.

Gambar 25. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap nilai pH sari wornas

Penurunan nilai pH disebabkan oleh semakin meningkatnya asam yang terbentuk sebagai hasil aktivitas mikroorganisme selama penyimpanan. Peningkatan total asam akan mengakibatkan turunnya nilai pH. Pada pH yang rendah sukrosa akan terinversi menjadi gula invert. Inversi adalah pemecahan sukrosa menjadi gula invert yang terdiri dari glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang sama (Muchtadi, 1979).

Glukosa dan fruktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme. Proses fermentasi tersebut akan menghasilkan asam dan alkohol. Glukosa yang dipecah akan menghasilkan asam piruvat. Jika tidak ada oksigen maka asam piruvat tersebut akan diubah menjadi asam asetat dan alkohol. Pembentukkan senyawa asam tergantung dari bakteri yang memfermentasi. Menurut Fardiaz (1989) jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat homofermentatif maka akan menghasilkan 2 asam laktat. Jika glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat heterofermentatif, maka akan dihasilkan asam laktat, asam asetat, alkohol/etanol, dan CO2.

69

Pembentukan asam inilah yang menyebabkan pH minuman terus menurun.

Berdasarkan Gambar 25, nilai pH minuman sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC lebih cepat mengalami penurunan dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 5oC. Nilai pH minuman sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC juga lebih cepat mengalami penurunan dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC. Hal ini disebabkan karena peningkatan suhu dapat menyebabkan proses fermentasi semakin cepat sehingga asam yang terbentuk semakin banyak. Meningkatnya kadar asam menyebabkan nilai pH cenderung menurun.

Secara statistik, nilai pH sari wornas dengan perlakuan penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda menunjukan nilai pH berbeda nyata (p < 0.05) (Lampiran 44-47). Selain itu, waktu penyimpanan juga mempengaruhi nilai pH yang ditunjukkan dengan nilai pH berbeda nyata (p < 0.05) selama penyimpanan pada suhu 30oC dan 45oC (Lampiran 49-50).

4.Vitamin C

Selama penyimpanan kandungan vitamin C cenderung menurun, dapat dilihat pada Gambar 26. Pada keadaan awal, besarnya kandungan vitamin C berkisar 34.29 – 34.33 mg/100 gram sari atau sebesar 56.58-56.65 mg/cup atau 56.58-56.58-56.65 mg/serving size. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa produk sari wornas dapat dikatakan tinggi kandungan vitamin C karena telah memenuhi standar klaim yang ditetapkan FDA, yaitu minimal mengandung 20% RDA vitamin C. RDA vitamin C untuk wanita dan pria dewasa menurut National Academy of Science (2000), adalah sebesar 75-90 mg. Suatu produk dapat diklaim mengandung vitamin C yang tinggi jika mengandung vitamin C minimal 15-18 mg/serving. Setelah penyimpanan terjadi penurunan hingga mencapai 5.95 – 14.53 mg/100 gram sari. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 32.

70

Gambar 26. Grafik hubungan antara lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C sari wornas

Menurut Winarno et al., (1984), vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil di antara semua jenis vitamin yang mudah mengalami kerusakan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Vitamin C memiliki sifat sangat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi, terutama jika dipercepat oleh panas, sinar, alkali, serta oleh katalis tembaga dan besi. Vitamin C atau juga dikenal asam askorbat, mudah berubah menjadi asam dehidro-askorbat tetapi reaksi tersebut reversible (dapat balik). Pada reaksi oksidasi, anion dari asam askorbat akan diserang oleh molekul oksigen, menghasilkan radikal anion askorbat, air, dan terjadi pembentukan asam dehidro askorbat dan hidrogen peroksida. Asam dehidro askorbat tersebut tidak dapat berubah kembali menjadi asam askorbat. Proses ini distimulus oleh suhu dan cahaya matahari. Asam dehidro askorbat hasil oksidasi asam askorbat akan kehilangan aktivitas vitamin C.

Penurunan kadar vitamin C pada produk minuman sari wornas dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Sari wornas yang disimpan pada suhu 45oC kandungan vitamin C-nya lebih cepat menurun dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC dan 5oC. Sari wornas yang disimpan pada suhu 30oC kandungan vitamin C-nya juga lebih cepat

71

menurun dibandingkan sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC. Penurunan kandungan vitamin C sari wornas yang disimpan pada suhu 5oC selama 4 minggu sebesar 57.64%, pada suhu 30oC sebesar 73.92%, dan pada suhu 45oC mencapai 82.67%. Hal ini disebabkan karena peningkatan suhu penyimpanan dapat mempercepat proses oksidasi asam askorbat menjadi asam dehidro askorbat sehingga kadar vitamin C-nya lebih cepat berkurang. Selain itu penurunan kadar vitamin C juga disebabkan oleh penggunaan kemasan cup PP yang berwarna bening atau tembus cahaya, sehingga sinar matahari sangat mudah menembus bahan dan mengoksidasi vitamin C yang ada pada sari wornas. Menurut Ball (1994), vitamin C cenderung lebih stabil jika disimpan pada suhu rendah, oleh karena itu untuk penyimpanan produk lebih disarankan pada suhu rendah untuk meminimalisasi penurunan kadar vitamin C.

Secara statistik, kadar vitamin C sari wornas dengan perlakuan penyimpanan pada 3 suhu yang berbeda menunjukkan kadar vitamin C berbeda nyata (p < 0.05) (Lampiran 52-56). Selain itu, waktu penyimpanan juga mempengaruhi kadar vitamin C yang ditunjukkan dengan nilai vitamin C berbeda nyata (p < 0.05) selama penyimpanan (Lampiran 57-59).

5.TPT

Nilai total padatan terlarut menunjukan persen total padatan terlarut dalam suatu larutan, biasanya dinyatakan dalam satuan % gula sukrosa atau oBrix. Sebagian besar komponen yang terkandung terdiri atas komponen- komponen yang larut air, seperti glukosa, fruktosa sukrosa, dan protein yang larut air. Selama penyimpanan nilai total padatan terlarut cenderung tidak stabil (Lampiran 33).

Secara statistik, perubahan nilai total padatan terlarut dengan perlakuan tiga suhu penyimpanan tidak berbeda nyata (p>0.05). Selain itu, perubahan nilai total padatan terlarut sari wornas selama 4 minggu penyimpanan juga tidak berbeda nyata (p>0.05).

72

Dokumen terkait