• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Upah Kerja dan Pembayarannya

BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI

5. Penentuan Upah Kerja dan Pembayarannya

Masalah yang paling penting dalam ijarah adalah menyangkut pemenuhan hak-hak musta'jir, terutama sekali hak untuk diperlakukan secara baik dalam lingkungan pekerjaan, hak-hak atas jaminan sosial, dan hak atas upah yang layak. Untuk itu perlu dikaji tentang ketentuan hak-hak musta'jir terutama tentang upah.

Persoalan upah hanya secara umum yang ada dalam Al-Qur'an, diantaranya yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 90 sebagai berikut :

:

Artinya : "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang melakukan perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".

Ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan untuk berlaku adil dan berbuat dermawan kepada kaum kerabat kemudian Allah juga melarang agar tidak berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Menurut Chairul Pasaribu dalam bukunya Perjanjian Kerja menyatakan bahwa kata "kerabat" dalam ayat di atas dapat diartikan dengan "tenaga kerja", sebab pekerja tersebut sudah merupakan bagian dari suatu perusahaan kalau bukan karena jerih payah pekerja tidak mungkin majikan dapat berhasil menyelesaikan pekerjaannya. (Pasaribu 1994, 157)

Jadi Allah melarang penindasan dengan mempekerjakannya tetapi tidak membayarkan upahnya. Disamping itu Rasulullah sendiri pernah melakukan pengupahan terhadap seorang bekam, namun Nabi karena telah menggunakan jasanya tetap menunaikan upahnya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits sebagai berikut :

:

Artinya : "Hadits dari Yazid, Ibn jura'ijarah Khalid dari Ikrimah,serta Ibn Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengupah

seorang tukang bekam kemudian membayar upahnya"( H.R Abu Daud). (Muhammad Syam, 210)

Dalam hadits berikutnya juga dijelaskan bahwa di akhirat ada tiga golongan yang diancam dan dimusuhi Allah kelak. Salah satu diantaranya adalah majikan yang mempekerjakan seorang buruh kemudian tidak memberikan haknya secara layak, tidak membayar upahnya padahal buruh telah memenuhi kewajibannya dengan semestinya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut :

Artinya : "Dari Yusuf bin Muhamad berkata menyampaikan kepada ku Yahya bin Salam dari Ismail bin Aminah dari Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah R.A dari Nabi SAW bersabda :" Allah SWT berfirman ada tiga orang yang aku musuhi di hari kiamat yaitu : orang yang berjanji dengan nama-Ku, kemudian dia berkhianat, orang menjual manusia merdeka kemudian memakan harganya, dan orang yang mempekerjakan buruh lalu ia ambil tenaganya dengan cukup tetapi tidak membayar upahnya"( H.R Bukhari). (Ismail Al bukhari, matan bukhari Tth, 24)

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa Allah membenci orang yang mempekerjakan buruh sesuka hatinya, menyuruh buruh bekerja lalu tidak menunaikan upah sesuai dengan perjanjian padahal jika seseorang telah melakukan akad kerjasama maka harus ditunaikan sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 1 :

)

:

Artinya : " Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu".(Departemen Agama RI 2001, 84)

Ayat ini mengandung maksud bahwa jika majikan dengan pekerja melakukan akad kerja sama, misalnya majikan akan membayar upah pekerja setiap minggu, membayar upah Rp 25.000,- perhari, maka majikan wajib menunaikan akad yang telah disepakati itu maka tidak boleh mengingkarinya, melalaikannya atau tidak membayarkan sama sekali.

Salah satu norma ditentukan Islam adalah memenuhi hak-hak pekerja. Islam tidak membenarkan jika seseorang pekerja mencurahkan jerih payahnya dan keringatnya sementara upah tidak didapatkan, dikurangi, dan ditunda-tunda.(Qardhawi, hafidhuddin 1997, 403)

Pada dasarnya semua kegiatan manusia akan diberikan balasan yang sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Seorang hamba tidak akan dirugikan dan tidak merugikan. Sesuai dengan Al-Ahqaaf ayat 19 sebagai berikut :

Artinya : " Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka, sehingga mereka tiada dirugikan."

Ayat di atas dapat dipahami bahwa dari kata "Allah mencukupkan balasan sehingga mereka tiada dirugikan" berarti ada jaminan terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dan jaminan tentang upah yang layak (cukup) kepada setiap pekerja. Jadi jika ada pengurangan dalam upah mereka tanpa adanya pengurangan kinerja pekerjaannya maka hal itu dianggap ketidakadilan dan penganiayaan. Ayat ini memperjelas bahwa upah kerja ditentukan berdasarkan kerjanya dan sumbangsihnya dalam proses produksi, untuk itu harus upah mereka harus dibayar dan tidak dikurangi dan juga tidak lebih dari apa yang dikerjakannya.

Selanjutnya, perlu diketahui juga kapan upah harus dibayarkan oleh para majikan. Untuk menjawab itu nabi SAW mengatakan dalam haditsnya sebagai berikut :

)

(

Artinya : "Dari Abdullah Bin Umar berkata : Rasulullah SAW Bersabda Bayarkanlah upah buruh sebelum keringatnya".(H.R Ibnu Majah)

Hadits di atas dapat dipahami bahwa Nabi SAW memerintahkan, bayarkanlah upah buruh itu sebelum kering keringatnya, artinya upah pekerja dibayarkan secepatnya ( selesai bekerja buruh langsung menerima upahnya). Jenis ini sering digunakan untuk buruh kasar seperti kuli bangunan, tukang angkat, buruh tani dan yang sejenis dengannya. Dan juga dapat diberikan pengertian bahwa pekerja menerima upahnya sebelum keringatnya artinya, pekerja menerima upah menurut kebiasaan daerah setempat. Ataupun menurut aturan yang berlaku bagi pegawai negeri yang menerima gaji perbulan. Sedangkan bagi pekerja yang tidak ada aturan yang mengaturnya perlu adanya perjanjian kerja dan dilaksanakan sesuai dengan perjanjian itu. Untuk itu dalam perjanjian kerja mu'jir harus menetapkan kapan dan berapa jumlah upah yang akan diterima musta'jir sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :

:

:

.

)

(

Artinya : "Dari Abu Sa'id al-Khudri R.A menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda barang siapa yang mempekerjakan seorang maka hendaklah menyebutkanlah upahnya."( H.R. Bukhari). (Ismail Al Bukhari Tth, 24)

Dokumen terkait