• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Teori Multiplier Effects Kaitannya dengan Kelemahan Peraturan Perundangan-Undangan Terkait

Dalam dokumen Pemberdayaan Cedaw dan BDPoA sebagai Kom (Halaman 78-85)

MULTIPLIER EFFECTS THEORY: BRIDGING DEVELOPMENT OF IDEAL AUTONOMOUS BORDER AREAS

A. Kerangka Ideal Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Mengoptimalkan Asas Otonomi di Kawasan Perbatasan

2. Penerapan Teori Multiplier Effects Kaitannya dengan Kelemahan Peraturan Perundangan-Undangan Terkait

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan kerangka penerapan teori multiplier effects yang ideal terhadap pembagian kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam membangun kawasan perbatasan. Kerangka ideal tersebut masih belum dapat terlaksana dengan maksimal karena terdapat kelemahan pada peraturan perundang-undangan terkait yang tidak memungkinkan penerapan teori multiplier

17Ibid., Ps. 9 ayat 4 18Ibid., Ps. 13 ayat 1

effects ini mengambil dampak lebih jauh. Dalam konteks ini, Penulis menyoroti kelemahan pada UU Pemerintahan Daerah dan UU Wilayah Negara serta ketiadaan peraturan pelaksana di bawahnya.

Berdasarkan penerapan teori multiplier effects, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah seharusnya membentuk hubungan yang sinergis dalam melaksanakan pembangunan sesuai koridor kewenangannya masing-masing. Namun, dalam implementasinya, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah seperti saling melempar tanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan di kawasan perbatasan. Titik berat tidak diaplikasikannya teori multiplier effects dengan baik adalah Pemerintah Daerah diberikan otonomi dalam menetapkan kebijakan di kawasan perbatasan sesuai Pasal 11 ayat (1) poin a dan Pasal 12 ayat (1) poin a UU Wilayah Negara, namun tidak ada peraturan pelaksana yang menjelaskan sejauh mana batas kebijakan yang dapat dibuat Pemerintah Daerah dalam rangka otonomi daerah. Ditambah lagi, Pasal 361 ayat (2) UU Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa pengelolaan kawasan perbatasan sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Akibatnya, Pemerintah Daerah cenderung menunggu inisiatif dari Pusat dan mengelakkan diri dari kewajiban membangun di kawasan perbatasan dengan dalih kewenangan pembangunan sepenuhnya ada di tangan Pusat termasuk pembangunan sarana prasarana atau infrastruktur dasar sesuai Penjelasan Pasal 361 ayat (3) poin c.

Celah pada Pasal 11 dan 12 UU Wilayah Negara dikaitkan dengan Pasal 361 UU Pemerintahan Daerah menjadi penyebab tidak tercapainya pembangunan di kawasan perbatasan pada lingkaran ketiga (jingga) sehingga penerapan teori

multiplier effects ini tidak sempurna dan akhirnya, dampaknya tidak signifikan. Pembangunan berhenti pada pusat dan koordinasi pusat ke daerah melalui dekonsentrasi atau tugas pembantuan, tetapi otonomi daerah yang diberikan kepada Pemerintah Daerah tidak dimanfaatkan dengan baik.

Agar teori multiplier effects dapat diterapkan dalam pembangunan kawasan perbatasan, celah pada peraturan perundang-undangan terkait perlu diatasi. Peraturan pelaksana UU Wilayah Negara harus segera dibuat agar batas kewenangan Pemerintah Daerah terkait dengan kebijakan yang dapat dibuat dalam

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

rangka otonomi daerah menjadi lebih jelas. Pemerintah Pusat juga diberikan koridor kewenangan tersendiri. Sesuai lingkaran pertama multiplier effects, Pemerintah Pusat cukup membangun pada titik pembangunan sebagai stimulan bagi perkembangan sektor-sektor lain. Titik pembangunan di kawasan perbatasan harus dibuatkan kriteria yang jelas. Kemudian, stimulan-stimulan seperti apa yang dapat diberikan untuk mendorong pembangunan juga harus dirumuskan dengan tegas agar tidak tumpang tindih dengan kewenangan Pemerintah Daerah. Umumnya, masalah infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, pasar, sekolah, puskesmas, dan lain-lain sering menjadi persinggungan dan perdebatan tanggung jawab kedua stakeholder tersebut. Jadi, batas-batas yang jelas harus segera dibuat.

III. Penutup

Berdasarkan rumusan masalah dalam tulisan ini beserta penjelasan yang telah dikemukakan, berikut ini beberapa hal yang dapat disimpulkan.

1. Belum ada pembagian kewenangan yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mengelola wilayah perbatasan. Selain itu, pola top

down dalam pembangunan masih digunakan karena UU memberikan

kewenangan lebih besar pada pusat sehingga peran otonomi daerah belum signifikan. Khusus mengenai urusan pemerintahan konkuren terkait pelayanan dasar harus diserahkan kepada Pemerintah Daerah agar pendekatan kesejahteraan di wilayah perbatasan lebih optimal dan pembangunan mulai berorientasi pada pola bottom up.

2. Program pembangunan di kawasan perbatasan harus diarahkan sesuai teori

multiplier effects. Agar dapat mencapai penerapan multiplier effects yang ideal, maka perlu diperbaiki celah pada Pasal 11 dan 12 UU Wilayah Negara serta Pasal 361 UU Pemerintahan Daerah. Peraturan pelaksana harus segera dibuat agar Pemerintah Daerah memiliki batasan yang jelas dalam membuat kebijakan pembangunan sehingga otonomi daerah terlaksana dengan baik. Terkait dengan tulisan ini, terdapat beberapa saran yang Penulis sampaikan.

Pertama, Pemerintah harus segera menyusun Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana yang merumuskan dengan jelas kewenangan Pemerintah

Pusat maupun Daerah dalam mengelola wilayah perbatasan. Kedua, rencana

induk dan rencana aksi BNPP maupun BPPD harus merumuskan pola multiplier

effect secara tertulis dalam merancang program pembangunan di kawasan perbatasan. Pada tataran implementatif, pola ini dapat diefektifkan penerapannya dengan menyerahkan penyelenggaraan pelayanan dasar pada Pemerintah Daerah.

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan No. 1 Tahun 2015,

Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019. 22 April 2015. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 589. Jakarta.

______ No. 1 Tahun 2011, Desain BesarPengelolaan Batas Wilayah Negara dan

Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2025. 1 Februari 2011. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44. Jakarta.

______ No. 1 Tahun 2014 Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan

Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. 17 Januari 2014. Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 75. Jakarta.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2011 Pedoman Pembentukan Badan Pengelolaan Perbatasan di Daerah. 7 Januari 2011. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 5. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Kecamatan. 2008. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 40. Jakarta. ______ Nomor 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah. 2008. Lembar

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 119. Jakarta.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2017 Peraturan

Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan No. 12 Tahun 2010. 12 April 2017. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 79. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 Wilayah Negara. 2008. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 177. Jakarta. ______ Nomor 23 Tahun 2014 Pemerintahan Daerah. 2014. Lembar Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244. Jakarta.

BUKU

Bouyjou, Jerome (ed). 2011. Applied Issues in International Land Boundary Delimitation/ Demarcation Process. Organization for Security and Co- operation in Europe. Austria.

Burki, Shahid, Guillermo Perry dan William Dillinger. 1999. Beyond the Center: Decentralizing the State. World Bank. Washington DC.

Dennis A. Rondinelli, “Decentralization, Territorial Power and The State: A Critical Response”, dalam Ni’matulHuda. 2005. Otonomi Daerah: Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. 2009. Laporan Penelitian

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan

Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat.

DPD RI. Pontianak.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. 2008. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta

Mamudji, Sri et al., 2005. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta

Masyhari, A. Wildan. 2013. Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Indonesia: Tinjauan atas Kewenangan Pemerintah Pusat.

Skripsi. Program Sarjana Universitas Indonesia. Depok.

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Grasindo. Jakarta.

Samekto, FX. Adji Samekto. 2009. Negara dalam Dimensi Hukum Internasional.

Citra Aditya Bhakti. Bandung.

Sembiring, A. S. 2008. Dasar Hukum, Prinsip dan Titik Berat Otonomi Daerah. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Medan.

Situmorang, V. M. dan Cormentyna Sitanggang. 1994. Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, cet. 1. Sinar Grafika. Jakarta

Soekanto, Soerdjono an Sri Mamutji. 1994. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Supriady, D. Bratakusmah dan Dadang Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Suriasumantri. 2001. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

Surya, Bayu. 1976. Pemerintahan dan Administrasi Desa. PT. Mekardjaja. Bandung.

Sutisna, D.S. et. al. “Boundary Making Theory dan Pengelolaan Perbatasan di Indonesia” dalam Ludiro Madu. et. al. (eds.). 2010. Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas. Graha Ilmu. Yogyakarta.

JURNAL

“Ane Permatasari”, Otonomi Khusus Daerah Perbatasan, Alternatif, Alternatif Solusi Penyelesaian Masalah Perbatasan di Indonesia, Jurnal Media

Hukum, Vol. 21 No. 2 Desember 2014

“Arditya Wicaksono”, “Menata Sejengkal Tanah di Ujung Batas Negara (Sinkronisasi dan Koorsinasi Lintas Kementrian dan Lembaga dalam Percepatan Pembangunan)”, Kekaring Administrasi Publik. Th V. No. 1, Januari-Juni 2013

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

“Belinda Padan”, Strategi Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Pedalaman dan Daerah Tertinggal Provinsi Kalimantan Timur dalam Rangka

Pelaksanaan Pembangunan Kecamatan Kayan Selatan, e-Journal

Pemerintahan Integratif, Vol. 3 No. 1 2015

“Boleslaw Domanski dan Krzysztof Gwosdz”, Multiplier Effects in Local and Regional Development, Quaestiones Geographicae, Institute of Geography and Spatial Management, Jagiellonian University, Cracow, Poland, Vol. 29 (2) 2010

“Budi Hermawan Bangun”, Konsepsi dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara: Perspektif Hukum Internasional, Tanjungpura Law jurnal, Vol. 1 No. 1 Januari 2017

“Sandy Nur Ikfal Raharjo”, Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia (Studi Evaluatif di Kecamatan Entikong), Widyariset

Vol. 16 No.1, bulan April 2013

“Wahyuni Kartikasari”, Mempelajari Wilayah Perbatasan Sebagai Ruang Bersama, Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 1 No. 2 Oktober 2012

SKRIPSI

Hidayat Chusnul Chotimah,2012. Multiplier Effect Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah Melalui Industri Kerajinan Anyaman Pandan di Kabupaten Kebumen, Skripsi. Program Sarjana Universitas Indonesia. Depok.

Purbasari, Endah Dewi Purbasari. 2012. Analisis Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antar Negara (Studi Kasus: Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat). Skripsi. Program Sarjana Universitas Indonesia. Depok.

MAJALAH

“Budi Situmorang”, Internalisasi Nawacita: Membangun Kawasan Perbatasan dalam perspektif Tata Ruang dan Pertanahan, Buletin Tata Ruang dan Pertanahan Tata, Edisi I 2015.

INTERNET

“Strategi Menjaga Kedaulatan di Wilayah Perbatasan”, PresidenRI.go.id, http://presidenri.go.id/pembangunan-infrastruktur-2/strategi-menjaga- kedaulatan-di-kawasan-perbatasan.html diakses pada tanggal 23 Agustus 2017.

Rachman, F. Fauzi, “Menyusuri Jalan Akses Menuju Perbatasan RI Entikong”,

detik.com,https://finance.detik.com/berita-ekonomi-

bisnis/3485032/menyusuri-jalan-akses-menuju-perbatasan-ri-di-entikong, diakses pada 2 September 2017.

Dalam dokumen Pemberdayaan Cedaw dan BDPoA sebagai Kom (Halaman 78-85)