VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
Volume 7, No. 2, Desember 2017
Penanggung Jawab Redaksi Patricia Cindy Andriani
Pemimpin Umum Muhammad Ikram Afif
Wakil Pemimpin Umum Adelia Hanny Rachman
Emir Falah Azhari
Editor
Andhika Danesjvara, S.H., M.Si Hendry Julian Noor, S.H., M.Kn. Heru Susetyo, S.H., LL.M., M.Si Kris Wijoyo Soepandji, S.H., M.P.P.
Pemimpin Redaksi Ailsa Namira Imani
Redaktur Pelaksana Hana Oktaviandri
Staf Redaksi Agnes Kusuma Wardhani
Aisha Adelia
Chrissie Margareta Ginting Fajar Adi Nugroho
KATA PENGANTAR REDAKSI
Pembangunan merupakan permasalahan yang pasti dipandang oleh tiap masyarakat. Tiap
negara bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Seiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi, negara-negara melakukan interaksi antara satu
dengan yang lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan itu. Ketika
sebelumnya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan dilihat sebagai pekerjaan rumah
tiap negara, kini pembangunan telah menjadi suatu ambisi global.
Salah satu bentuk konkrit dari ambisi global ini adalah Sustainable Development Goals, atau SDGs, yang diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB sebagai badan
internasional terkuat memiliki pengaruh besar dalam kebijakan-kebijakan negara di
dalamnya. Terdapat suatu peluang untuk menelusuri dampak SDGs ini terhadap
kebijakan-kebijakan, khususnya dalam ranah hukum. Oleh sebab itu, tim redaksi
memutuskan untuk mengusung tema “Penerapan Sustainable Development Goals dalam Kerangka Kebijakan dan Perundang-undangan” untuk Juris edisi ini.
Akhir kata, besar harapan kami agar masyarakat umum dapat memahami lebih dalam
mengenai Sustainable Development Goals melalui Juris Volume 7, No. 2, Desember 2017. Adapun masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam jurnal ini. Kami akan
sangat senang jika para pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat serta dapat
memberikan masukan demi perbaikan jurnal kami untuk kedepannya.
Selamat membaca,
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
SAMBUTAN DIREKTUR EKSEKUTIF LK2 FHUI 2017
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Suatu kebanggan bagi lembaga kajian
keilmuan dapat memberikan sumbangsih nyata
pada ilmu pengetahuan melalui sebuah karya.
LK2 FHUI senantiasa berkomitmen
mendukung perkembangan ilmu hukum
dengan karya-karya terbaiknya. Juris adalah salah satu karya LK2 FHUI yang mampu
merepresentasikan semangat lembaga ini mewujudkan pola pikir ilmiah dan jiwa keilmuan
pada insan muda. Kreativitas dan aspirasi kritis mahasiswa mengenai suatu isu hukum dapat
dituangkan dalam Juris agar turut memberikan kontribusi bagi masyarakat pembaca.
Juris adalah Jurnal Ilmiah Hukum tahunan yang dikelola oleh LK2 FHUI dan
merupakan salah satu program kerja dari Bidang Literasi dan Penulisan. Juris telah terdaftar
sejak tahun 2011 dan berlangsung hingga sekarang. Setiap tahunnya, LK2 FHUI menerbitkan
dua edisi Juris, yaitu pada bulan Juni dan Desember. Konsistensi ini dipertahankan sebagai
wujud karakteristik lembaga yang responsif pada isu-isu hukum yang tengah berkembang dan
memiliki urgensi untuk dibahas. Tentu, Juris tidak hanya memfasilitasi wadah bagi pemikiran
mahasiswa, melainkan akademisi serta praktisi hukum juga diberikan ruang. Berbagai
persoalan aktual dari dalam dan luar negeri dibahas dari perspektif hukum dan keilmuan lain
yang relevan oleh penulis lokal maupun internasional. Sebagai jurnal hukum mahasiswa
satu-satunya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Juris juga sudah berstandar nasional
dengan ISSN dan dapat digunakan sebagai referensi penulisan karya ilmiah. Manfaat
semacam inilah yang hendak dicapai oleh LK2 FHUI melalui pengembangan dan
pembaharuan Juris dari tahun ke tahun.
LK2 FHUI Periode 2017, dengan amat bangga, mempersembahkan Juris Volume 7
No. 2 Edisi Januari 2018. Setelah tahun lalu, Juris mengangkat tema mengenai kemaritiman
dan perdagangan bebas, maka tahun ini Juris bertemakan “Sustainable Development Goals
dalam Kerangka Kebijakan dan Perundang-undangan”. Tulisan-tulisan yang terdapat dalam
yaitu: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Para penulis membahas berbagai permasalahan
hukum dari sisi publik maupun privat, mulai dari hukum pidana, hukum internasional publik,
hukum lingkungan hingga hukum dagang. Setiap tulisan mengandung sebuah nilai dan
kontribusi penulis bagi isu pembangunan berkelanjutan yang menjadi perhatiannya melalui
solusi-solusi efektif.
Besar harapan kami Juris mampu menjadi pionir dalam pengembangan jurnal-jurnal
ilmiah mahasiswa di berbagai fakultas hukum di Indonesia. Kehadiran Juris juga diharapkan
mampu memberikan ide-ide solutif yang efektif dalam menyelesaikan sejumlah
permasalahan hukum negeri ini. Setiap gagasan layak mendapat ruang dalam ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, tidak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
jajaran penulis hebat yang telah bersedia menuangkan gagasannya dalam Juris. Tanpa
kehadiran mereka, Juris tidak akan mampu memberikan manfaat yang optimal. Terima kasih
pula kepada panitia Juris Volume 7 No. 2, di bawah kepemimpinan Namira, selaku Pemimpin
Redaksi, dan anggota keluarga Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI 2017 yang telah
bekerja keras menyelesaikan masterpiece ini. Semoga proses 6 bulan yang tidak mudah mampu memberikan hasil yang memuaskan bagi teman-teman. Terakhir, terima kasih kepada
bapak/ibu dosen yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi mitra bestari
(reviewer) Juris. Kami tidak mampu membalas dengan penghargaan yang besar, namun kontribusi bapak/ibu bagi perkembangan ilmu pengetahuan sejatinya sangat berharga.
Semoga Juris dapat menjadi wadah terbaiknya.
Akhir kata, saya mewakili LK2 FHUI Periode 2017 mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah terlibat dalam proses penyusunan Juris hingga mereka yang
senantiasa menunggu terbitnya Juris. Selamat membaca!
Patricia Cindy Andriani
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Keilmuan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi ... ii
Sambutan Direktur Eksekutif LK2 FHUI 2017 ... iii
Daftar Isi ... v
Meretas Perdamaian melalui Penguatan Komponen Pertahanan Negara
Rillo Priyo Prambudi ... 1
Pemberdayaan Convention on the Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) dan Beijing Declaration and Platform of Action sebagai Komitmen Implementasi Sustainable Development Goals: Strategi Alternatif Indonesia dalam Memperbaiki Ekonomi Negara Kharisma Bintang Alghazy ... 20
Politik Hukum Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Pertambangan Perspektif Kearifan Lokal Masyarakat Adat yang Berwawasan Lingkungan
Wahyu Nugroho ... 40
Teori Multiplier Effects: Jembatan Pembangunan Wilayah Perbatasan menuju Implementasi Asas Otonomi yang Ideal
MERETAS PERDAMAIAN MELALUI PENGUATAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA
TAKING APART PEACE THROUGH THE EMPOWERMENT OF NATIONAL SECURITY COMPONENT
Rillo Priyo Prambudi1
Abstract
World peace is an aspiration that up until today is still difficult to realize. The
United Nations Development Program has mandated the realization of world
peace and partnership as one of the Sustainable Development Goals which the
international society needs to achieve. In Indonesia, other than stated in its
constitution namely the 1945 Constitution of the State of the Republic of
Indonesia along with all its amendments, the defense of the country becomes one
of the sectors that are given special attention. Many do not know that the defense
of the country is built by three components, namely the main components,
reserves, and supporters. Unfortunately these three components have not quite
executed hand in hand. More effort is required in building the country's defense
through these components in order for Indonesia to become a stronger in defense
and have the capacity to work together in realize the world peace.
Keywords: Peace, Defense, Reserve Components, Supporter Components
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
Abstrak
Perdamaian dunia adalah sebuah cita-cita yang sampai hari ini masih sulit untuk
dicapai. United Nations Development Program telah memaktubkan perdamaian
dan kemitraan internasional sebagai salah satu dari Sustainable Development
Goals yang perlu dicapai bersama oleh masyarakat dunia. Di Indonesia, selain
dinyatakan dalam konstitusinya, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 beserta seluruh amandemennya, pertahanan negara menjadi
salah satu sektor yang diberi perhatian khusus. Banyak yang belum cukup
mengetahui bahwa pertahanan negara dibangun oleh tiga komponen, yakni
komponen utama, cadangan, dan pendukung. Sayangnya, ketiga komponen ini
belum cukup berjalan secara beriringan. Oleh karena itu, diperlukan usaha lebih
dalam membangun pertahanan negara melalui komponen-komponen tersebut agar
Indonesia dapat menjadi negara yang kuat bertahan dan memiliki kapasitas untuk
bekerja sama dalam mempertahankan dunia.
I. Pendahuluan
Indonesia adalah sebuah negara hukum yang karenanya memiliki kewajiban untuk
menjamin hak-hak dasar rakyatnya2 dan juga dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 (“UUD 1945”), telah diterakan bahwa Indonesia adalah negara yang
bertujuan untuk antara lain memajukan kesejahteraan umum dan ketertiban
dunia.3 Berbeda dengan tujuan ‘kesejahteraan umum’ yang dapat dengan mudah
divisualisasikan sebagai tujuan negara dan diimplementasikan dalam
program-program pemerintah4, ‘ketertiban dunia’ merupakan sebuah cita-cita bangsa yang
terkesan tidak berkenaan dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan
seolah-olah menjadi tanggung jawab negara sebagai sebuah entitas yang berdiri sendiri
dalam pergaulannya dengan bangsa asing. Padahal sejatinya, tujuan ini disokong
tidak hanya oleh instrumen diplomatik5, namun juga pertahanan dan keamanan
negara.
Kata ‘pertahanan’ berasal dari kata dasar tahan yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki arti keadaan tetap, meskipun mengalami berbagai hal6.
Dengan kata lain, pertahanan adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk
menciptakan keadaan yang stabil dan tidak mudah terpengaruh keadaan. Dengan
begitu, dapat diartikan bahwa Pertahanan Negara adalah sebuah rangkaian usaha
yang dilakukan oleh dan untuk menjaga kestabilan negara. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2002 tentang memberi arti pertahanan negara
sebagai segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
2 Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara, Ilmu Negara, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013), hlm. 78-79.
Yang dimaksud hak-hak dasar rakyat dalam hal ini dapat ditinjau dari Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
3 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV, LN No. 14 Tahun 2006, Pembukaan.
4 Seperti subsidi bahan bakar dan pengendalian harga sembilan bahan pokok. 5 Instrumen diplomatik dapat diartikan hubungan Indonesia dengan negara lain.
6 Kamus Besar Bahasa Indonesia, “tahan,” http://kbbi.web.id/tahan, diakses 19 Juni
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.7
Sifat dari pertahanan negara Indonesia adalah semesta yang penyelenggaraannya
didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan
pada kekuatan sendiri.8 Sifat semesta memiliki arti bahwa upaya pertahanan
negara mengikutsertakan seluruh warga negara, pemanfaatan seluruh sumber daya
nasional, dan seluruh wilayah negara dalam usaha pertahanan negara, sedangkan
yang dimaksud dengan keyakinan pada kekuatan sendiri adalah semangat untuk
mengandalkan pada kekuatan sendiri sebagai modal dasar dengan tidak menutup
kemungkinan bekerja sama dengan negara lain.9 Konsep pertahanan secara
semesta ini juga diterapkan di beberapa negara, seperti Singapura dengan total
defense sertaVietnam dan Cina dengan perang rakyat yang pada intinya mengacu
pada konsep yang sama, yaitu jika perang harus dilakukan, maka semua potensi
nasional dan kekuatan pertahanan akan dilibatkan.10
Selepas masa reformasi, Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik
Indonesia yang tadinya tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
dipisahkan kewenangannya melalui Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 sehingga TNI
ditentukan sebagai kekuatan pertahanan, sedangkan POLRI ditentukan sebagai
kekuatan keamanan. TNI adalah alat negara11 yang bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara,12 sedangkan
POLRI merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat dengan melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, termasuk
7 Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, UU No. 3 Tahun 2002, LN No. 3 Tahun 2002, TLN N0. 4169, Pasal 1 angka 1.
8Ibid., Pasal 2.
9Ibid., Penjelasan Ps. 2.
10 Timbul Siahaan, “Potensi Sumber Daya Nasional Sebagai Pilar Utama dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara,” WiRA 56 No.40 (September-Oktober 2015), hlm. 16.
11 Fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara, yakni bahwa TNI memiliki tanggung jawab
untuk menjadi: (a) penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa; (b) penindak terhadap setiap bentuk ancaman; dan (c) pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. (Indonesia, Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia, No. 34 Tahun 2004, LN No. 127 Tahun 2004, TLN No. 4439, Ps. 6).
menegakkan hukum.13 Oleh karena itu, rezim pertahanan negara yang tadinya digabungkan dengan keamanan negara saat ini sudah terpisah. Meski demikian,
keduanya tetap menopang fungsi sebagaimana didirikannya waktu dulu, yakni
untuk memberi rasa aman pada masyarakat, baik terhadap ancaman dari dalam
maupun dari luar negeri. Indonesia juga memiliki sebuah kementerian yang
mengurus khusus ihwal pertahanan Indonesia14. Hal ini menunjukkan bahwa
Indonesia sebagai sebuah negara telah menunjukkan kesungguhannya untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia yang setidaknya dapat dilihat cerminannya
dari segi kelembagaan perihal pengamanan negara dan masyarakat. Fungsi
pertahanan dan keamanan ini kendati demikian tidak terkurung begitu saja pada
peranan TNI dan Polri, tapi turut pula melibatkan masyarakat sebagai kekuatan
pendukungnya.15 Penerapan dari fungsi ini, khususnya dalam konteks
internasional, tidak melulu soal peperangan dan invasi-invasi yang bersifat
ofensif, namun juga yang bersifat defensif16. Konstruksi ‘peperangan’ defensif
inilah yang sesungguhnya memerlukan banyak sekali peranan masyarakat. Karena
pasca-Perang Dunia II dan pendirian organisasi-organisasi internasional, seperti
Liga Bangsa Bangsa, rezim perang ofensif telah digantikan dengan perang yang
bersifat defensif17. Salah satu negara yang memosisikan dirinya dalam mode
defensif adalah Indonesia. Hal ini berhubungan pula dengan politik luar negeri
13 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002, LN No.2 Tahun 2002, TLN No. 4168, Ps. 14 ayat (1).
14 Yang dimaksud adalah Kementerian Pertahanan yang kewenangannya diatur dalam
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
15 Hal ini dikenal juga dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(Sishakamrata), disebutkan tegas pada Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 – secara historis pelibatan masyarakat ini dipengaruhi oleh semangat juang bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan pada pasa penjajahan, yang tidak hanya melibatkan angkatan bersenjata, tetapi juga rakyat secara keseluruhan.
16 Upaya ofensif dapat dipahami sebagai agresi fisik yang berarti pertemuan senjata dan
peperangan sebagaimana dipahami oleh orang kebanyakan, sedangkan upaya defensif adalah tindakan mempersiapkan diri menghadapi segala serangan dengan pemenuhan kebutuhan penyerangan yang menimbulkan persepsi ‘takut’ pada negara lain dengan kesediaan peranti peperangan—disebut juga dengan efek deterrence. (Sayidman Suryohadiprojo, “Si Vis Pacem Para Bellum,” (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 11).
17 Terutama sejak terjadinya perang dingin antara blok Komunis dan blok Barat,
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
Indonesia yang bebas aktif dalam pergaulan internasional. Tidak adanya
penundukan Indonesia pada blok tertentu menjadikan Indonesia memiliki
kebebasan tersendiri dan menghindari sentimen-sentimen yang disebabkan kiblat
politik dan keberpihakan.
Mode defensif dan politik bebas aktif Indonesia, di sisi lain, dapat dilihat sebagai
tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menyusun strategi pertahanan
sebaik mungkin agar tidak menjadi target okupasi yang mengganggu keamanan
negara dan ketertiban umum. Wilayah yang luas18 dan didukung kenampakan
alam19 serta kondisi geografis yang strategis20 adalah sepersekian dari aset bangsa
yang perlu dipertahankan dari pihak-pihak yang hendak merampasnya dengan apa
pun cara dan bentuknya. Oleh karena itu, perlu ada strategi perlindungan yang
tepat terhadap rencana dan pelaksanaannya.
I. Isi
Pentingnya menjaga pertahanan negara tidak terlepas dari salah satu kebutuhan
manusia yang paling prinsip, yakni rasa aman dan kemampuan untuk menjalankan
aktivitas. Perdamaian, sebagai salah satu cita-cita dunia yang tertuang dalam
Sustainable Development Goals (SDGs) 21, merupakan sebuah bukti bahwa dunia telah menyadari pentingnya berada dalam kondisi tentram tanpa konflik. Oleh
karena itu, perlu dilakukan usaha bersama untuk mencapai kesamaan persepsi
bahwa pengurangan kontak senjata sudah harus dikurangi. Upaya ini bisa pula
dilakukan dengan memastikan kerja sama antarnegara yang berjalan dengan baik
dan setiap negara menunjukkan kesungguhannya dalam upaya mempertahankan
diri, bukan mengupayakan serangan ke negara lain. Kesepahaman dan kesadaran
18 1.990.250 km2 (Central Intellegence Agency, “CIA World Factbook,”
https://www.cia.gov/library/publications/resources/the-world-factbook/geos/id.html, diakses 2
Maret 2017).
19 Yang dimaksud kenampakan alam adalah bentuk Indonesia yang merupakan kepulauan
dengan ditengarai perairan dan kawasan udara yang luas. Sebagai contoh adalah kawasan hutan Indonesia yang sekali waktu pernah dijadikan ‘laboratorium’ penelitian untuk membantu Angkatan Udara Amerika Serikat dalam memetakan operasi serangan gerilya masyarakat lewat media alam. (Guy J. Pauker, The Indonesian Doctrine of Territorial Warfare and Territorial Management,(Santa Monica, California: Rand Corporation,1963), hlm. 61-63).
20 Secara geografis merupakan persilangan antarbenua yang bisa menjadi jalan pintas bagi
bahwa konflik dapat diredam melalui kerja sama yang baik harus ditumbuhkan
sedemikian rupa. Dua poin terakhir dari SDGs ini dapat dimanifestasikan melalui
penguatan upaya pertahanan negara untuk mengantisipasi ancaman dan
menyelesaikan konflik.
Salah satu upaya mengantisipasi ancaman dan menyelesaikan konflik adalah dari
bagaimana cara manusia menyikapi ancaman dan atau rasa terancam. Rasa
terancam dan kepanikan dapat tersalur dalam bentuk reaksi spontan atau ketika
ancaman dan kepanikan itu berlangsung konstan dan terus-menerus—dalam hal
ini berarti tidak ada perubahan terhadap kondisi senjata di sekitarnya, maka ada
kemungkinan seseorang itu mengalami habituasi22. Meski begitu, tidak setiap
orang dapat melakukan habituasi dengan baik.23 Akan tetap ada kelompok orang
yang terus-menerus mengalami rasa takut dan terancam dalam menjalani
hidupnya. Selain dari dampak psikis yang dialami oleh orang tersebut, rasa
terancam atau takut dapat berakibat pada penurunan produktivitas dari seseorang
dalam melakukan pekerjaannya24 yang dimungkinkan dapat berpengaruh pada
pendapatan negara ketika terjadi secara kumulatif.
Dengan memperluas cakupan berpikir mengenai konteks rasa terancam dan rasa
takut, hari ini, di negara kita pun terjadi hal yang sama. Kekhawatiran akan
ancaman senjata ini, ketika dirasakan oleh sekelompok orang dalam waktu dan
tempat tertentu, dinamakan deterrence (penangkalan). Deterrence adalah sebuah
bentuk rasa takut yang disebabkan kesadaran bahwa kapasitas pertahanan25 yang
kita miliki tidak cukup untuk mengimbangi ‘lawan’ kita. Dengan kata lain,
deterrence dapat dipahami sebagai rasa takut yang ditimbulkan ketidakmampuan
22 Habituasi dapat dipahami sebagai sebuah keadaan dimana respon dari manusia akan berkurang karena sesuatu yang berlangsung secara terus-menerus, (Kendra Cherry, “What Is Habituation?” https://www.verywell.com/what-is-habituation-2795233, diakses 19 Juni 2017)
23Ibid.
24 Hal ini dipengaruhi oleh bagian amygdala pada otak yang mengendalikan otak dalam
keadaan takut dan mempersulit kerja prefrontal cortex sehingga akan timbul kesulitan untuk berpikir dengan benar. (Tony Schwartz, “Why Fear Kills Productivity,”
https://dealbook.nytimes.com/2014/12/05/reduce-fear-to-create-a-calmer-productive-workplace/,
diakses 19 Juni 2017).
25 Pertahanan di sini dimaksudkan pada pertahanan dalam artian luas, bukan sebatas
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
untuk menyaingi.26 Dalam ranah pertahanan, deterrence merupakan terminologi
yang umum digunakan untuk menggambarkan rangsangan untuk
mempertahankan diri yang datang dari potensi lawan.27 Menumbuhkan iklim
deterrence pada negara-negara lain, baik ‘teman’ maupun ‘lawan’, adalah sebuah
bentuk pelaksanaan dari perang defensif28 yang umum dilakukan dengan
meningkatkan kapasitas pertahanan dan penyerangan melalui penyediaan sumber
daya manusia dan penunjang-penunjangnya, seperti senjata dan fasilitas.
Keberhasilan sebuah negara untuk menciptakan sistem pertahanan yang kokoh
tentu akan meningkatkan efek deterrence pada negara-negara lain dan
menjauhkan Indonesia dari bentuk-bentuk serangan yang mengganggu keamanan
nasional.
Salah satu upaya tertua dalam mewujudkan kemampuan untuk menghapus
deterrence di Indonesia dan menciptakan deterrence pada negara lain adalah
dengan mengerahkan Tentara Nasional Indonesia sebagai pihak yang memiliki
peran sebagai alat negara di bidang pertahanan29. Sejarah kelembagaan TNI
berawal dari seruan Presiden Ir. Soekarno yang menginstruksikan prajurit-prajurit
bekas PETA30, Heiho31 dan Pelaut serta pemuda-pemuda lain untuk bergabung ke
Badan Keamanan Rakyat yang kala itu difungsikan untuk menjaga keamanan
rakyat setempat.32 Singkatnya, berdasarkan fungsi keamanan rakyat setempat
tersebut, saat ini TNI telah berkembang sedemikian rupa dari segi fungsi dan
perannya untuk Indonesia. Berkaitan dengan hal itu, telah ada sebuah pengaturan
dalam bentuk Undang-Undang mengenai TNI, yakni Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (“UU TNI”). Dalam
26 Merriam Webster, “Definition of Detterence,” https://www.merriam-webster.com/dictionary/deterrence, diakses 19 Juni 2017.
27 Sebagai contoh adalah bom atom di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 adalah
sebuah pengaplikasian senjata yang menimbulkan deteren pada negara-negara lain yang belum memiliki teknologi bom sekuat Amerika Serikat saat itu.
28 Alfani Roosy Andini, “TNI: Konsep Pertahanan Indonesia Defensif Aktif,”
https://nasional.sindonews.com/read/1020196/14/tni-konsep-pertahanan-indonesia-defensif-aktif-1436008187, diakses 19 Juni 2017.
29 Indonesia, UU TNI, Ps. 5.
30 Pembela Tanah Air, kesatuan militer Indonesia yang dibentuk oleh Jepang. 31 Heiho adalah pasukan yang juga dibentuk Jepang pada masa Perang Dunia II.
undang tersebut, TNI tidak didefinisikan secara langsung, tapi dibagi ke dalam
empat jati diri33 yang bila disarikan, maka akan memberi definisi bahwa TNI
adalah warga negara Indonesia yang berjuang menegakkan NKRI, bertugas demi
kepentingan negara di atas kepentingan lainnya yang terlatih, terdidik, dan
diperlengkapi secara baik.
Fungsi pokok dari TNI adalah untuk menangkal dan menindak segala bentuk
ancaman terhadap kedaulatan negara, baik dari dalam maupun dari luar negeri,
serta memulihkan kondisi keamanan negara yang terganggu akibat ancaman itu.34
Selain fungsi pokok, TNI juga memiliki tugas pokok, yakni untuk menegakkan
kedaulatan, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa
dan tumpah darah NKRI. Tugas pokok TNI tersebut dilakukan dengan operasi
militer untuk perang atau operasi militer selain perang.35 Pelaksanaan tugas ini terbagi dalam tiga matra, yakni Darat, Laut, dan Udara. Pada pokoknya, tugas
ketiga matra ini terbagi atas empat, yaitu melaksanakan tugas di bidang
pertahanan, menjaga wilayah, membangun dan mengembangkan kekuatan, serta
memberdayakan wilayah. Perbedaan hanya dijumpai pada Angkatan Laut yang
dibebankan tugas diplomasi angkatan laut.36
Sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab sebegitu besarnya dalam
menjaga kedaulatan NKRI, TNI tentunya perlu mendapat dukungan yang cukup
dalam pengembangan diri dan penunjangnya. Untuk memfasilitasi kebutuhan ini,
Kementerian Pertahanan RI selaku elemen negara yang bertanggung jawab
mengurus perihal pertahanan negara melalui Keputusan Menteri Pertahanan No.
58 Tahun 2015 tentang Tata Kerja dan Organisasi Direktorat Jenderal Potensi
Pertahanan telah menentukan arah kebijakan dan standardisasi teknis bidang
untuk potensi pertahanan RI, yang di antaranya termasuk: (i) mendorong
tumbuhnya industri nasional guna mendukung kepentingan pertahanan dalam
memberdayakan industri pertahanan dalam negeri, (ii) pemenuhan Alutsista dan
alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam) dalam rangka mendukung
perekonomian nasional, serta (iii) meningkatkan penguasaan teknologi dalam
33 Indonesia, UU TNI, Ps. 2. 34Ibid., Ps. 6.
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
mendukung pengembangan industri pertahanan dalam negeri.37 Fokus
pemberdayaan mengenai penguatan industri pertahanan dan penguasaan teknologi, menurut hemat penulis, adalah sebuah ‘ruang masuk’ bagi warga negara Indonesia non-TNI untuk turut berjuang bersama pada garis belakang
untuk menjalankan amanat Undang-Undang Dasar38 melalui pengabdian sesuai
dengan profesi39 dan keahlian yang dimiliki, baik itu sebagai teknisi, peneliti, pembuat kebijakan, maupun akademisi.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, selain komponen utama, yakni TNI,
pertahanan negara juga ditopang oleh komponen cadangan dan komponen
pendukung. Komponen cadangan adalah sumber daya nasional yang telah
disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi40 guna memperbesar dan
memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama41, sedangkan komponen
pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen
cadangan.42 Kedua komponen ini, pada prinsipnya, dibangun dari sumber daya
nasional yang terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber
daya buatan.43 Kedua komponen ini disebut juga sebagai komponen Nir-Militer44
yang dalam lingkungan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia merupakan
tanggung jawab dari setidaknya Subdirektorat Penggunaan Komponen Cadangan
dan Pendukung45, Direktorat Pengerahan, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan
37 Timbul Siahaan, “Potensi Sumber Daya Nasional sebagai Pilar Utama Dalam
Penyelenggaraan Pertahanan Negara,” WiRA 56, (September-Oktober 2015), hlm. 15.
38 Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara setidaknya
yang sesuai dengan profesinya masing-masing. (Indonesia, UUD 1945, Ps. 30 ayat (3)).
39 Indonesia, UU Pertahanan Negara, Ps. 9 ayat (2) huruf d.
40 Mobilisasi yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah adalah tindakan
pengerahan dan penggunaan secara serentak sumber daya nasional serta sarana dan prasarana nasional sebagai kekuatan pertahanan negara. (Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, Penjelasan Pasal 8 ayat (1)) .
41Ibid., Pasal 1 angka 6. 42Ibid., Pasal 1 angka 7. 43Ibid., Pasal 1 angka 8.
44 Indonesia, Menteri Pertahanan, Peraturan Menteri Pertahanan tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Pertahanan, Nomor PM 16 Tahun 2010, Ps. 1 angka 3.
45 Subdirektorat Penggunaan Komponen Cadangan dan Pendukung biasa juga disingkat
(Strahan), serta Direktorat Komponen Cadangan46, Direktorat Komponen
Pendukung47, dan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Pothan).
Kemudian dengan menggunakan perluasan atas definisi Komponen Cadangan dan
Komponen Pendukung, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pertahanan juga memiliki andil dalam kedua perihal tersebut, yakni untuk
penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program di bidang penelitian dan
pengembangan pertahanan serta pelaksanaan tugas di bidang penelitian dan
pengembangan pertahanan meliputi strategi, sumber daya, ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan alat peralatan pertahanan.48
Meskipun bukan merupakan komponen utama untuk menjalankan fungsi
pertahanan negara, pengembangan kualitas dari komponen cadangan dan
pendukung tidak diabaikan. Pada tahun 2005, perancangan undang-undang
tersendiri mengenai komponen Nir-Militer ini sudah mulai diinisiasi49, namun
Tugas dari Subdirektorat Penggunaan Komponen Cadangan dan Pendukung antara lain untuk menyiapkan bahan perumusan kebijakan; penyusunan standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang kebijakan; pelaksanaan evaluasi kebijakan; pelaksanaan bimbingan dan supervisi teknis serta perjanjian di bidang kebijakan pengerangan dan dukungan administrasi kekuatan komponen cadangan dan pendukung. (Ibid, Ps. 210 huruf a s/d d).
46 Direktorat Komponen Cadangan biasa juga disingkat menjadi Direktorat Komcad
dalam lingkungan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (Ibid, Ps. 509).
Tugas dari Direktorat Komponen Cadangan antara lain untuk menyiapkan bahan perumusan kebijakan; penyusunan standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang kebijakan; pelaksanaan evaluasi kebijakan; pelaksanaan bimbingan dan supervisi teknis serta perjanjian di bidang kebijakan pengerahan dan dukungan administrasi komponen cadangan matra darat, laut, dan udara. (Ibid, Ps. 510 huruf a s/d e).
Direktorat Komponen Cadangan terdiri dari Subdirektorat Matra Darat, Laut, dan Udara (Ibid, Ps. 511), yang pada setiap Subdirektoratnya memiliki seksi Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam dan Buatan, dan Kemampuan. (Ibid, Ps. 514, 520, dan 526).
47 Direktorat Komponen Pendukung biasa juga disingkat menjadi Direktorat Komduk
dalam lingkungan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (Ibid, Ps. 531).
Tugas dari Direktorat Komponen Pendukung antara lain merumuskan kebijakan komponen pendukung; perencanaan standardisasi, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur; pembinaan bimbingan, supervisi, dan perizinan; pengendalian dan evaluasi kebijakan di bidang penataan dan pembinaan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan serta sarana dan prasarana komponen pendukung; serta pelaksanaan administrasi dan kerumahtanggaan Direktorat (Ibid, PaPs.sal 532 huruf a s/d e).
Direktorat Komponen Pendukung terdiri dari Subdirektorat SDM, SDAB, dan Sarana-Prasarana (Ibid, Ps. 536 huruf a s/d c).
48Ibid., Ps. 781.
49 Penulis menemukan dari sebuah alamat url dengan domain dari Universitas Gajah
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
belum mendapat sambutan baik dari masyarakat karena dianggap terlalu
memaksakan serta mengharuskan setiap orang mengikuti wajib militer dan
terdapat sanksi bagi yang tidak turut serta di dalamnya. Pengaturan yang demikian
dianggap telah mencederai hak kebebasan pribadi warga negara50. Selain itu,
dengan mengharuskan setiap orang mengikuti wajib militer, berarti akan ada
pembengkakan Anggaran Pembelian dan Belanja Negara serta bukannya tidak
mungkin terjadi ketidakharmonisan dengan pengaturan mengenai pertahanan
negara lainnya51. Dengan demikian, perlu ditakar lagi apakah pengaturan ini
benar-benar diperlukan atau tidak karena sebuah pengaturan juga harus
memperhatikan kemanfaatan pelaksanaannya secara ekonomis.52
Namun, upaya pertahanan negara tidak berhenti sampai di sana, tidak ada rotan,
akar pun jadi; tidak bisa menerapkan konsep bela negara ke seluruh rakyat,
Kementerian Pertahanan mulai menginisiasi program pengenalan bela negara
kepada pendidikan tinggi. Bekerja sama dengan Kementerian Riset dan
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pertahanan akan mengganti kegiatan ospek53
dengan pengenalan bela negara. Program ini dimaksudkan agar para peserta didik
dapat memulai menerapkan nilai-nilai yang ditanamkan pada mereka sehingga
http://rtegarprisandi.web.ugm.ac.id/downloads/archive/RUU%20KOMPONEN%20CADANGAN
%20PERTAHANAN%20NEGARA.pdf, diakses 22 Juni 2017.
50 ADY (inisial), “RUU Komponen Cadangan Belum Penting: Perang Modern Lebih
Mengutamakan Kecanggihan Teknologi dan Profesionalisme Prajurit,” http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51b5bdfd26851/ruu-komponen-cadangan-belum-penting, diakses 22 Juni 2017 .
51 RFQ (inisial), “RUU Komponen Cadangan Terlalu Dipaksakan: Pemerintah Harus
Menjelaskan Dulu Urgensi RUU Tersebut,”
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51fa2ebf434e0/ruu-komponen-cadangan-terlalu-dipaksakan, diakses 22 Juni 2017.
52 Penulis menggunakan prinsip pemikiran Richard Posner bahwa hukum harus
menunjang efisiensi secara ekonomi, yang ketika sebuah peraturan atau putusan yang diterapkan malah memakan biaya yang terlalu banyak dalam pelaksanaan dan tidak menghasilkan sesuatu yang konkret yang menguntungkan secara ekonomis, maka dari perspektif ekonomi, peraturan itu telah gagal. Lebih lanjut lihat pada Raymond Wacks, Philosophy of Law: A Very Short Introduction, (New York: Oxford University Press, 2006), hlm. 65-67.
dapat menimbulkan efek deterence (penangkalan) pada negara-negara lain yang
potensial mengancam kedaulatan negara.54
Kementerian Pertahanan pada tahun ini juga telah mengesahkan berdirinya Pusat
Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Bela Negara55 sebagai sarana bagi calon
Aparatur Sipil Negara, mahasiswa, dan organisasi masyarakat. Di masa
mendatang, diharapkan Pembinaan Kesadaran Bela Negara dapat dikembangkan
secara lebih terpadu, sinergis, dan komprehensif. Sebagaimana dalam program prioritas “Nawa Cita” menuju Indonesia Hebat, Pembinaan Kesadaran Bela Negara menjadi bagian dari revolusi karakter bangsa. Pembangunan Pusdiklat
Bela Negara Badiklat Kemhan sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan
bela negara bagi komponen bangsa merupakan realisasi dari RPJMN 2015-2019
dan sejalan dengan salah satu tujuan pertahanan negara yang tertuang dalam
Kebijakan Pertahanan Negara, yakni terwujudnya warga negara Indonesia yang
memiliki kesadaran bela negara.
Pusdiklat Bela Negara dibangun sejak tahun 2014 di atas lahan seluas 21,33
hektar dengan berbagai fasilitas dan sarana prasarana meliputi kantor, mess/barak
dengan kapasitas 264 orang siswa putra dan 96 orang siswa putri, kelas lapangan,
aula serba guna, montenering, lapangan sepak bola, poliklinik, masjid, rumah
dinas, rumah makan, dan dapur. Upaya-upaya ini tentu akan semakin memperkuat
komponen cadangan pertahanan negara untuk lebih siap menghadapi
ancaman-ancaman bagi kedaulatan bangsa dan wilayah NKRI. Selain komponen cadangan,
tentu komponen pendukung juga perlu dibangun kualitasnya agar dapat
menunjang komponen utama dalam menjalankan fungsi pertahanan negara.
Keberadaan komponen cadangan, dalam konteks pertahanan negara, menjadi hal
yang secara bertahap wajib ada. Perubahan ancaman keamanan saat ini tidak
54 BDI (inisial), “Mulai Tahun 2017, Kemhan Akan Galakan Program Bela Negara di Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia,”
https://www.kemhan.go.id/2017/01/21/mulai-tahun-2017-kemhan-akan-galakan-program-bela-negara-di-perguruan-tinggi-seluruh-indonesia.html, diakses
22 Juni 2017.
55 Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pertahanan, “Kemhan Resmikan
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
hanya berdimensi militeristik56 sehingga ketersediaan logistik pertahanan tidak
hanya merujuk pada material persenjataan perang, tapi juga kemampuan
infrastruktur nasional dan industri dasar serta peralatan pendukung dan
transportasi untuk memindahkan tentara serta kemampuan untuk memasok
kembali.57 Beberapa negara bahkan menjadikan komponen cadangan sebagai
perangkat utama, khususnya pada bagian dan atau divisi non-tempur, seperti
Jerman, Korea Selatan, dan Singapura.58
Berkenaan dengan upaya Indonesia dalam memperkuat kapasitas komponen
pendukung pertahanan negara, terdapat pula rancangan undang-undang mengenai
Komponen Pendukung Pertahanan Negara59 yang belum juga disahkan sampai
hari ini. Namun sebagai wujud lain dari komponen pendukung, di lingkungan
Kementerian Pertahanan telah berkembang pengaturan-pengaturan yang
mendukung berkembangnya komponen pendukung, salah satunya adalah
pembaharuan terhadap Undang-Undang Industri Pertahanan yang lebih
mendorong kemandirian industri pertahanan dalam negeri sebagai unsur
pertahanan negara yang harus diberdayakan terlebih dahulu ketimbang
industri-industri luar negeri, khususnya dalam pengadaan alutsista.60
Upaya pemberdayaan ini penting dilakukan dengan menyelesaikan masalah
ketergantungan teknologi dari luar negeri, komponen-komponen, peralatan untuk
produksi, dan produk persenjataan61, tidak lain karena Industri pertahanan
56 Muradi, Organisasi Komponen Cadangan Matra Darat, (makalah pengantar pada Rapat Kajian Organisasi Komponen Cadangan Matra Darat, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, 19 September 2012).
57 Agus Brotosusilo, Revitalisasi Industri Startegis Pertahanan melalui Integrasi Industri
Induk dan Industri-industri Pendukung dengan Pendekatan Cluster Industry System untuk Mewujudkan Kemandirian dan Peningkatan Daya Saing Industri Strategis Pertahanan, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2014), hlm. 1.
58 Harry Tie, Framing A Strategic Approach for Reserve Component Joint Officer
Management, (New York: Rand Cooperation, 2006).
59 Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Rancangan Undang-Undang tentang Komponen
Pendukung Pertahanan Negara, (Jakarta: Perpustakaan & Data Kasus (Pustaka) Bantuan Hukum LBH Jakarta, s.t.), selengkapnya RUU tersebut dapat pula diakses secara online melalui tautan http://rtegarprisandi.web.ugm.ac.id/downloads/archive/RUU%20KOMPONEN%20PENDUKUN
G%20PERTAHANAN%20NEGARA.pdf, diakses 22 Juni 2017.
60 Indonesia, Undang-Undang tentang Industri Pertahanan, UU No. 16 Tahun 2012, LN No. 183 Tahun 2012, TLN No. 5343, Ps. 43 ayat (1).
61 Muhammad, Kontribusi PT Pindad pada Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan
merupakan industri yang strategis sehingga harus dilindungi dan dikembangkan
oleh negara. Hal ini dikarenakan industri pertahanan merupakan salah satu pilar
utama kedaulatan negara untuk dapat memenuhi kebutuhan alutsista (weapon
systems), dan dapat memberikan efek tangkal (deterrence effect) bagi Indonesia
dalam interaksi strategis dengan negara-negara lain. Selain itu, industri pertahanan
juga memperkuat posisi tawar (bargaining power) Indonesia dengan
meningkatkan kapasitas produksi Alutsista sehingga akan mengurangi tingkat
ketergantungan pada pasokan luar negeri.62
III. Penutup
Dengan diperkuatnya sektor pertahanan melalui optimalisasi komponen cadangan
dan komponen pendukung, bukannya tidak mungkin Indonesia beberapa tahun ke
depan akan menjadi negara adidaya dalam mempertahankan kedaulatan negaranya
dan dapat menjalankan performa yang prima dalam mendukung perdamaian
dunia. Tentara Nasional Indonesia, sebagai komponen utama pertahanan negara
dengan segudang prestasinya, tentu juga memiliki batasan-batasan tertentu.
Pengandaian situasi yang secara implisit dibuat oleh Undang-Undang Pertahanan
Negara dengan mengatur komponen cadangan menuntut kita sebagai warga
negara untuk siap di segala situasi yang mengancam kedaulatan NKRI. Dengan
meningkatkan kapasitas perorangan dan pendukungnya, maka Indonesia akan
dipandang sebagai negara yang kuat dan siap menghadapi tantangan, baik yang
bersifat militeristik maupun tidak.
Sebatang lidi mudah untuk dipatah, tapi tidak ketika ia bersama dengan lidi-lidi
lainnya. Hendaknya lidi-lidi itu diikat kuat agar tidak tercerai-berai. Kita pun
demikian. Indonesia dan negara-negara lainnya adalah bak lidi-lidi yang memiliki
daya tahan yang berbeda-beda ketika hendak dipatahkan. Namun sekuat-kuatnya
sebatang lidi, pasti ada juga yang dapat membelahnya. Indonesia boleh jadi bukan
lidi yang terkuat atau boleh jadi justru lebih kuat dari yang lainnya. Kita tidak
pernah tahu. Tapi satu yang pasti: ketika semua negara saling memperkuat
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
dirinya, lalu bersatu dengan apik, maka tujuan perdamaian dunia bukannya tidak
DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.
Indonesia. Undang-Undang Industri Pertahanan, UU No. 16 Tahun 2012, LN
No. 183 No. 183 Tahun 2012, TLN No. 5343.
Indonesia. Undang-Undang Pertahanan Negara, UU No. 3 Tahun 2002, LN No.
3 Tahun 2002, TLN No. 4196.
Indonesia. Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, UU No. 34 Tahun 2004,
LN No. 127. Tahun 2004, TLN No. 4439.
Indonesia. Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, UU No. 34 Tahun 2004,
LN No. 127. Tahun 2004, TLN No. 4439. BUKU
Brotosusilo, Agus. Revitalisasi Industri Startegis Pertahanan Melalui Integrasi
Industri Induk dan Industri-Industri Pendukung Dengan Pendekatan Cluster Industry System Untuk Mewujudkan Kemandirian dan Peningkatan Daya Saing Industri Strategis Pertahanan. Jakarta: Universitas Indonesia, 2014.
Pauker, J Guy. The Indonesia Doctrine of Territorial Warfare and Territorial
Management. Santa Monica, California: Rand Corporation, 1963. Siahaan, Dr. Timbul. “Potensi Sumber Daya Nasional Sebagai Pilar Utama dalam
Penyelenggaraan Pertahanan Negara,” WiRA 56 No.40 (September-Oktober 2015).
Suryohadiprojo, Sayidman. Si Vis Pacem Para Bellum. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005.
Suryohadiprojo, Sayidman. Si Vis Pacem Para Bellum. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005.
Tie, Harry. Framing A Strategic Approach for Reserve Component Joint Officer
Management. New York: Rand Cooperation, 2006.
Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2003.
Widjajanto, Andi. dkk, “Dinamika Persenjataan dan Revitalisasi Inudstri
Pertahanan”. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2012. TESIS
Muhammad, “Kontribusi PT Pindad pada Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam Perspektif Ketahanan Nasional; Studi Kasus Pengembangan Divisi Kendaraan Khusus”, Tesis Magister, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2015).
MATERI SEMINAR
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, Jakarta, 19 September 2012.
INTERNET
Andini, Alfani Roosy. “TNI: Konsep Pertahanan Indonesia Defensif Aktif,”
https://nasional.sindonews.com/read/1020196/14/tni-konsep-pertahanan-indonesia-defensif-aktif-1436008187. Diakses 19 Juni 2017.
Anonim, “RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara”.
http://rtegarprisandi.web.ugm.ac.id/downloads/archive/RUU%20KO
MPONEN%20CADANGAN%20PERTAHANAN%20NEGARA.pdf.
Diakses 22 Juni 2017.
Cherry, Kendra. “What Is Habituation?”, https://www.verywell.com/what-is-habituation-2795233. Diakses 19 Juni 2017.
I, B.D. (inisial), “Mulai Tahun 2017, Kemhan Akan Galakan Program Bela
Negara di Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia”,
https://www.kemhan.go.id/2017/01/21/mulai-tahun-2017-kemhan- akan-galakan-program-bela-negara-di-perguruan-tinggi-seluruh-indonesia.html. Diakses 22 Juni 2017.
Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pertahanan. “Kemhan Resmikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bela Negara”.
https://www.kemhan.go.id/2017/02/28/kemhan-resmikan-pusdiklat-bela-negara-2.html. Diakses 22 Juni 2017.
Q, R.F. (inisial), “RUU Komponen Cadangan Terlalu Dipaksakan: Pemerintah
Harus Menjelaskan Dulu Urgensi RUU Tersebut.”
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51fa2ebf434e0/ruu-komponen-cadangan-terlalu-dipaksakan. Diakses 22 Juni 2017.
Riyanto, Joko Arm. “Lintasan Sejarah Ranggal 5 Oktober Sebagai Hari Lahirnya
Tentara Nasional Indonesia (TNI),” WiRA 56 No.40
(September-Oktober 2015).
Schwartz, Tony. “Why Fear Kills Productivity,”
https://dealbook.nytimes.com/2014/12/05/reduce-fear-to-create-a-calmer-productive-workplace/). Diakses 19 Juni 2017.
Schwartz, Tony. “Why Fear Kills Productivity,”
https://dealbook.nytimes.com/2014/12/05/reduce-fear-to-create-a-calmer-productive-workplace/). Diakses 19 Juni 2017.
Y, A.D. (inisial), “RUU Komponen Cadangan Belum Penting: Perang Modern
Lebih Mengutamakan Kecanggihan Teknologi dan Profesionalisme Prajurit.”
PROFIL PENULIS
Rillo Priyo Prambudi adalah seorang sarjana
hukum berdarah Bugis yang lahir di Jakarta, 26
September 1995. Lulus dari Fakultas Hukum
Universitas Indonesia pada Agustus 2017.
Mendalami cabang ilmu hukum dalam kegiatan
ekonomi atau lebih dikenal dengan hukum
dagang. Juga memiliki ketertarikan dengan
hukum perjanjian, hukum pembangunan, dan
hak asasi manusia. Aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan selama berkuliah
baik menjadi fungsionaris organisasi maupun pelaksana tugas berbagai kepanitiaan. Rillo—yang akrab juga disapa Riyo, Baru menyelesaikan masa magang di Institut Hukum Keamanan Nasional dan saat ini bekerja menangani
berkas dan dokumentasi persidangan di sebuah kantor pengacara (litigasi) di
Jakarta. Di waktu senggang, menghabiskan waktu dengan membaca berbagai
jenis buku referensi dan sastra, berolahraga, dan mengeksplorasi berbagai jenis
seni pertunjukkan.
Penulis terbuka untuk kitik dan saran, juga akan sangat menyambut baik
peluang-peluang berdiskusi berkenaan dengan artikel ini pada khususnya, dan atau hukum
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
PEMBERDAYAAN CONVENTION ON THE ELIMINATION OF
DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) DAN BEIJING DECLARATION AND PLATFORM OF ACTION SEBAGAI KOMITMEN IMPLEMENTASI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS: STRATEGI
ALTERNATIF INDONESIA DALAM MEMPERBAIKI EKONOMI
NEGARA
THE EMPOWERMENT OF CONVENTION ON THE ELIMINATION OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) AND BEIJING
DECLARATION AND PLATFORM OF ACTION AS THE COMMITMENT OF SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS IMPLEMENTATION:
INDONESIA’S ALTERNATIVE STRATEGY TO FIX ITS ECONOMY
Kharisma Bintang Alghazy1
Abstract
Indonesia has been ratified the Convention on The Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) and accepted Beijing Declaration and Platform of Action (BDPoA) as their guidance for the national policy. Those policies and
regulations also reflecting the Indonesia’s commitment in the enforcement of
Sustainable Development Goals, particularly in the implementation of gender equality. On the other side, a study reveals there is a relation between the enforcement of gender equality with the enhancement of state’s economy. This writings intends to present the progress of gender equality policies in Indonesia and explain the relation between gender equality policies with state’s economy so
that, Indonesia government’s able to utilize this study in order to create an alternative strategy to become the axis of global economy.
Keywords: CEDAW, BDPoA, Sustainable Development Goals, gender equality,
state’s economy.
1 Mahasiswa FHUI Angkatan 2013. Pernah menjadi Wakil Ketua Panitia Simposium Hukum Nasional 2014 dan Ketua Panitia Pengenalan Sistem Akademik (PSAF) FHUI 2016. Sekarang sedang mengemban amanah sebagai Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Vice President of Internal Affairs
Abstrak
Indonesia telah meratifikasi Convention on The Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) dan menerima Beijing Declaration and Platform of Action (BDPoA) sebagai panduan kebijakan negara. Kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan tersebut menunjukkan komitmen Indonesia dalam penerapan
Sustainable Development Goals, terutama implementasi kesetaraan gender. Pada sisi lain, studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penegakkan kesetaraan gender dengan peningkatan ekonomi suatu negara. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan peningkatan kebijakan-kebijakan kesetaraan gender di Indonesia dan menjelaskan hubungan antara kebijakan-kebijakan kesetaraan gender dengan ekonomi negara agar pemerintah Indonesia dapat menggunakan studi ini untuk menciptakan strategi alternatif agar Indonesia menjadi poros ekonomi dunia.
Kata kunci: CEDAW, BDPoA, Sustainable Development Goals, kesetaraan
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI I. Pendahuluan
Menjelang pertengahan abad ke-21, banyak lembaga penelitian internasional,
institusi keuangan, dan akademisi yang berani memprediksi masa depan
bahwa Indonesia berpotensi menjadi negara adidaya di Asia serta salah satu
kekuatan ekonomi terbesar di dunia khususnya dalam kurun waktu tahun
2030-2050. Laporan McKinsey Institute menyatakan bahwa kedudukan
Indonesia sekarang sebagai kekuatan ekonomi dunia yang ke-16 dapat
bertransformasi menyaingi negara Tiongkok dan India pada tahun 2030, yang
ditandai dengan adanya perubahan karakter masyarakat Indonesia sejumlah 90
juta jiwa sebagai kelas masyarakat konsumen aktif.2 Prediksi demikian
nampaknya diperkuat oleh hasil konferensi The Ditchley Foundation yang
mengusung tema “Indonesia – the other Asian Giant”. Para akademisi dan praktisi dalam konferensi itu mengamini bahwa performa ekonomi Indonesia
relatif kuat selama beberapa tahun terakhir, mampu mencapai angka
pertumbuhan 6%, di atas rata-rata angka pertumbuhan dunia, meskipun sedang
dilanda resesi global.3 Senada dengan argumentasi di atas, Organisation for
Economic Co-operation and Development (OECD) pun menegaskan bahwa
Indonesia telah mampu meningkatkan roda ekonomi-sosialnya, konsisten
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat, memperbaiki iklim
usaha, mempertahankan kondisi fiskal dalam keadaan yang baik, dan
konsisten mengatasi problema kemiskinan.4
Terlepas dari tantangan terhadap maraknya korupsi, revitalisasi infrastruktur
dan ketergantungan komoditi ekspor terhadap Tiongkok, optimisme
rekonfigurasi posisi Indonesia menjadi negara adidaya dalam tatanan global
masih tercerminkan ke dalam salah satu keuntungan yang dimiliki Indonesia
sekarang yakni, jumlah penduduk dan kebijakan proaktif pemerintah terhadap
2 McKinsey Global Institute, The Archipelago Economy : Unleashing Indonesia’s
Potential, (Washington : McKinsey & Company, 2012), hlm. 1.
3The Ditchley Foundation, Web site“Indonesia – The Other Asian Giant”, www.ditchley.co.uk/conferences/pas-programme/2010-2019/2013/indonesia(diakses pada 26 September 2017).
pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk sebesar 255.461.700 jiwa di
Indonesia secara nyata dapat memperluas kekuatan tenaga kerja dan
menyediakan pangsa pasar untuk kegiatan ekonomi, khususnya sektor
pelayanan dan permintaan domestik menjadi alasan kuatnya performa
ekonomi di Indonesia.5 Di sisi lain, kondisi ekonomi Indonesia yang relatif
membaik sesungguhnya turut terselenggarakan karena berbagai macam
kebijakan dalam dan luar negeri yang diselenggarakan di bawah komando
Presiden Joko Widodo.
Dalam konteks dalam negeri, pemerintah Indonesia telah mengupayakan
berbagai macam kebijakan ekonomi yang dikonstruksikan ke dalam ‘paket
kebijakan ekonomi jilid I sampai jilid XVI’. Kebijakan demikian mengatur
berbagai macam sektor dan faktor strategis yang mempengaruhi kondisi
perekonomian makro di Indonesia, diantaranya tentang sektor
ketenagalistrikan, usaha mikro kecil menengah dan koperasi (UMKMK),
fasilitas kredit rakyat, kemudahan berbisnis dan sistem perdagangan berbasis
elektronik. Dalam konteks kebijakan luar negeri, pemerintah Indonesia telah
menyepakati Perjanjian ASEAN Economic Community (berlaku per 31
Desember 2015) untuk merangsang kebijakan dan perkembangan terhadap
Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sektor usaha demikian merupakan salah
satu tulang punggung strategis bagi roda ekonomi di Indonesia yang mampu
memberikan kontribusi sebesar 60,6% Produk Domestik Bruto (PDB) pada
tahun 2016.6
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, merupakan sebuah kepastian bahwa
kekuatan ekonomi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk dan
faktor kebijakan ekonomi. Keabsahan argumentasi demikian semakin
diperkuat dengan adanya peningkatan PDB seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk sejak tahun 2014. Progresivitas itu pun diikuti dengan angka
kemiskinan yang relatif mengalami penyusutan. Sehingga, dapat dikatakan
5 Mark Henstridge & Maja Jakobsen, Growth in Indonesia : Is it Sustainable ?, (Oxford: Oxford Policy Management, 2013), hlm. 24
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
bahwa tingkat kesejahteraan penduduk di Indonesia secara perlahan-lahan
telah mengalami perbaikan, sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel
berikut ini.
Namun, bilamana diperhatikan lebih dalam, tingkat kesejahteraan yang
membaik dari tahun ke tahun sebenarnya tidak hanya dilatarbelakangi oleh
faktor penduduk dan kebijakan pemerintah. Nyatanya, tindakan pemerintah
yang berorientasi pada terwujudnya negara kesejahteraan (welfare state) juga
sangat dominan dipengaruhi oleh adanya agenda pembangunan global yang
dikonstruksikan ke dalam Sustainable Development Goals (SDGs).
SDGs merupakan bentuk komitmen antarbangsa untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan berdasarkan hak asasi manusia (HAM) dan
kesetaraan, sebagaimana yang telah disepakati dalam sidang pleno keempat
Majelis Umum PBB pada 25 September 2015, menyatakan bahwa:
“They seek to realize the human rights of all and to achieve gender equality and the empowerment of all women and girls. They are integrated and indivisible and balance the three dimensions of sustainable development: the economic, social, and environmental”.9
7 Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Miskin, Presentasi Penduduk Miskin dan Garis
Kemiskinan 1970-2017, Laporan Badan Pusat Statistik, https://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1494(diakses pada 26 September 2017).
8 Badan Pusat Statistik, Produk Domestik Bruto 2014-2017, Laporan Badan Pusat Statistik,,https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/826(diakses pada 26 September 2017).
9 General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 25 September 2015
Senada dengan pernyataan di atas, tidak hanya menekankan pada peningkatan
pertumbuhan ekonomi setiap negara anggota PBB, SDGs memiliki fokus yang
lebih luas yakni, mewujudkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kesetaraan
gender di dalam setiap kebijakan negara-negara dunia. SDGs berusaha
melakukan sinergi antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan
manusia melalui implementasi HAM dan kesetaraan gender. Argumentasi di
atas kemudian menimbulkan pertanyaan fundamental, yaitu bagaimanakah
korelasi antara perwujudan kesetaraan gender dengan pertumbuhan ekonomi?
Semakin responsif kebijakan suatu negara terhadap HAM dan kesetaraan
gender akan berimplikasi pada semakin membaik dan positifnya kelangsungan
roda perekonomian negara tersebut. Namun, bilamana pemerintah abai
terhadap problematika ketidaksetaraan gender, maka dapat berdampak buruk
pada pertumbuhan ekonomi. Argumentasi demikian dibenarkan oleh adanya
studi yang diselenggarakan oleh World Bank dalam Engendering Development
(2000) yang menyatakan bahwa ketidaksetaraan gender akan berdampak pada
kesehatan orang dewasa dan anak-anak, pendidikan, kebebasan, dan yang
paling penting adalah juga akan berdampak pada kelangsungan hidup
masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi.10 Afirmasi terhadap pernyataan
demikian juga disampaikan oleh European Institute for Gender Equality
dalam Economic Benefits of Gender Equality in the European Union (2017)
yang menyampaikan bahwa peningkatan jumlah persediaan tenaga kerja yang
disebabkan oleh tingginya angka kelulusan wanita dengan latar belakang
STEM (science, technology, engineering, and mathematics) akan
mengarahkan pada peningkatan potensi kapasitas produksi ekonomi; semakin
banyak masyarakat (wanita) yang mau dan mampu bekerja, akan
menghasilkan potensi produksi dan output ekonomi yang lebih tinggi.11
Berdasarkan uraian argumentasi di atas, adalah sebuah keharusan bagi Pemerintah
Indonesia sekarang untuk memulai itikad baik menyelenggarakan kebijakan dan
10 World Bank, Engendering Development Through Gender Equality in Rights,
Resources, and Voices, (New York: Oxford University Press, 2001), hlm. 83
11 European Institute for Gender Equality, Economic Benefits of Gender Equality in The
VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI
melahirkan peraturan perundang-undangan yang berperspektif gender. Meskipun
intensi baik telah ditunjukkan oleh pemerintah melalui ratifikasi Convention on
the Elimination of Discrimination against Women (CEDAW) dan penggunaan
Beijing Declaration and Platform of Action (BDPoA) sebagai rujukan dalam
menyusun kebijakan, tetapi ekskalasi keseriusan dan konsistensi dalam
mengimplementasikan kedua instrumen di atas masih perlu diselenggarakan,
sehingga komitmen penyelenggaraan SDGs akan berjalan baik dan negara
kesejahteraan (welfare state) dapat terealisasikan. Negara Indonesia memiliki
potensi yang besar untuk mereposisi kedudukan sebagai salah satu pusat kekuatan
ekonomi global bilamana, pemerintah Indonesia konsisten untuk merealisasikan
kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berpespektif gender. Tulisan
ini berusaha untuk menyampaikan perkembangan upaya pemerintah dalam
memberdayakan kaedah-kaedah CEDAW dan Beijing Declaration and Platform
of Action (BDPoA) serta tantangan yang harus dihadapi pemerintah dalam
mengimplementasikannya. Di sisi lain, penulis juga akan menguraikan tentang
relevansi perbaikan kesetaraan gender melalui kebijakan dan peraturan
perundang-undangan terhadap perbaikan angka pertumbuhan ekonomi yang akan
bermuara pada perbaikan kualitas hidup masyarakat di Indonesia.
II. Isi
A. Perkembangan Implementasi CEDAW dan BDPoA dalam Kerangka dan
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia
CEDAW dan Beijing Declaration and Platform of Action (BDPoA)
merupakan 2 (dua) instrumen internasional yang menjadi rujukan utama bagi
pemerintah Indonesia dalam mengaktualisasikan kebijakan kesetaraan gender,
sebagaimana yang terdapat dalam salah satu bagian Sustainable Development
Goals (SDGs). Sebagai salah satu bagian dari komunitas internasional,
Indonesia telah mengakui prinsip-prinsip di dalam CEDAW yang dicerminkan
dalam ratifikasi terhadapnya melalui UU No. 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Wanita. Konsekuensi hukum dari adanya ratifikasi ini adalah adanya
implementasi prinsip-prinsip CEDAW yang harus dilakukan oleh pemerintah
Indonesia. Di sisi lain, prinsip-prinsip dalam Beijing Declaration and
Platform for Action juga telah diakui oleh Indonesia semenjak tahun 1995.
Meskipun deklarasi ini tidak menimbulkan konsekuensi hukum dan tidak
memiliki mekanisme pengawasan sebagaimana yang dimiliki oleh CEDAW,
namun manifesto tersebut memiliki peran penting karena sama-sama
menempatkan isu hak perempuan sebagai intisari perjuangan terhadap
kesetaraan. Hingga kini, usaha untuk mewujudkan kesetaraan gender di
Indonesia cenderung bersinggungan dengan 3 (tiga) permasalahan pokok
yakni, permasalahan di bidang hukum, pendidikan dan kesempatan kerja.
Dalam konteks bidang perlindungan hukum bagi perempuan, kebijakan
pemerintah yang mencerminkan aktualisasi kaeadah-kaedah CEDAW dan
BDPoA diawali dengan adanya pembentukan Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada bulan Juli 1998.
Kebijakan vital dan strategis dalam mendirikan Komnas Perempuan sejatinya
menjadi landasan kuat untuk memulai mengikis perlahan-lahan permasalahan
pemberdayaan terhadap perempuan. Tercatat 29 kebijakan baru pemerintah
untuk menangani pemberdayaan terhadap perempuan, 11 di tingkat nasional,
15 di tingkat daerah, dan 3 di tingkat regional ASEAN, pasca pembentukan
Komnas Perempuan.12 Secara bertahap, kehadiran Komnas Perempuan
sesungguhnya mengubah paradigma pemerintah dalam memposisikan
perempuan sebagai bahan pertimbangan penting dalam membuat kebijakan.
Hal demikian dibuktikan dengan lahirnya peraturan perundang-undangan yang
kemudian menjadi pijakan dasar bagi pemerintah Indonesia dalam
merumuskan kesetaraan gender yakni, Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia yang secara khusus mengatur tentang hak
asasi perempuan dalam Pasal 45.13 Eskalasi keseriusan pemerintah terhadap
kesetaraan gender semakin terlihat dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 9
12 Saparinah Sadli, Berbeda tetapi Setara : Pemikiran tentang Kajian Perempuan, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 269.