• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Cedaw dan BDPoA sebagai Kom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemberdayaan Cedaw dan BDPoA sebagai Kom"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

Volume 7, No. 2, Desember 2017

Penanggung Jawab Redaksi Patricia Cindy Andriani

Pemimpin Umum Muhammad Ikram Afif

Wakil Pemimpin Umum Adelia Hanny Rachman

Emir Falah Azhari

Editor

Andhika Danesjvara, S.H., M.Si Hendry Julian Noor, S.H., M.Kn. Heru Susetyo, S.H., LL.M., M.Si Kris Wijoyo Soepandji, S.H., M.P.P.

Pemimpin Redaksi Ailsa Namira Imani

Redaktur Pelaksana Hana Oktaviandri

Staf Redaksi Agnes Kusuma Wardhani

Aisha Adelia

Chrissie Margareta Ginting Fajar Adi Nugroho

(3)

KATA PENGANTAR REDAKSI

Pembangunan merupakan permasalahan yang pasti dipandang oleh tiap masyarakat. Tiap

negara bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Seiring dengan

perkembangan zaman dan teknologi, negara-negara melakukan interaksi antara satu

dengan yang lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan itu. Ketika

sebelumnya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan dilihat sebagai pekerjaan rumah

tiap negara, kini pembangunan telah menjadi suatu ambisi global.

Salah satu bentuk konkrit dari ambisi global ini adalah Sustainable Development Goals, atau SDGs, yang diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB sebagai badan

internasional terkuat memiliki pengaruh besar dalam kebijakan-kebijakan negara di

dalamnya. Terdapat suatu peluang untuk menelusuri dampak SDGs ini terhadap

kebijakan-kebijakan, khususnya dalam ranah hukum. Oleh sebab itu, tim redaksi

memutuskan untuk mengusung tema “Penerapan Sustainable Development Goals dalam Kerangka Kebijakan dan Perundang-undangan” untuk Juris edisi ini.

Akhir kata, besar harapan kami agar masyarakat umum dapat memahami lebih dalam

mengenai Sustainable Development Goals melalui Juris Volume 7, No. 2, Desember 2017. Adapun masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam jurnal ini. Kami akan

sangat senang jika para pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat serta dapat

memberikan masukan demi perbaikan jurnal kami untuk kedepannya.

Selamat membaca,

(4)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

SAMBUTAN DIREKTUR EKSEKUTIF LK2 FHUI 2017

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Suatu kebanggan bagi lembaga kajian

keilmuan dapat memberikan sumbangsih nyata

pada ilmu pengetahuan melalui sebuah karya.

LK2 FHUI senantiasa berkomitmen

mendukung perkembangan ilmu hukum

dengan karya-karya terbaiknya. Juris adalah salah satu karya LK2 FHUI yang mampu

merepresentasikan semangat lembaga ini mewujudkan pola pikir ilmiah dan jiwa keilmuan

pada insan muda. Kreativitas dan aspirasi kritis mahasiswa mengenai suatu isu hukum dapat

dituangkan dalam Juris agar turut memberikan kontribusi bagi masyarakat pembaca.

Juris adalah Jurnal Ilmiah Hukum tahunan yang dikelola oleh LK2 FHUI dan

merupakan salah satu program kerja dari Bidang Literasi dan Penulisan. Juris telah terdaftar

sejak tahun 2011 dan berlangsung hingga sekarang. Setiap tahunnya, LK2 FHUI menerbitkan

dua edisi Juris, yaitu pada bulan Juni dan Desember. Konsistensi ini dipertahankan sebagai

wujud karakteristik lembaga yang responsif pada isu-isu hukum yang tengah berkembang dan

memiliki urgensi untuk dibahas. Tentu, Juris tidak hanya memfasilitasi wadah bagi pemikiran

mahasiswa, melainkan akademisi serta praktisi hukum juga diberikan ruang. Berbagai

persoalan aktual dari dalam dan luar negeri dibahas dari perspektif hukum dan keilmuan lain

yang relevan oleh penulis lokal maupun internasional. Sebagai jurnal hukum mahasiswa

satu-satunya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Juris juga sudah berstandar nasional

dengan ISSN dan dapat digunakan sebagai referensi penulisan karya ilmiah. Manfaat

semacam inilah yang hendak dicapai oleh LK2 FHUI melalui pengembangan dan

pembaharuan Juris dari tahun ke tahun.

LK2 FHUI Periode 2017, dengan amat bangga, mempersembahkan Juris Volume 7

No. 2 Edisi Januari 2018. Setelah tahun lalu, Juris mengangkat tema mengenai kemaritiman

dan perdagangan bebas, maka tahun ini Juris bertemakan “Sustainable Development Goals

dalam Kerangka Kebijakan dan Perundang-undangan”. Tulisan-tulisan yang terdapat dalam

(5)

yaitu: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Para penulis membahas berbagai permasalahan

hukum dari sisi publik maupun privat, mulai dari hukum pidana, hukum internasional publik,

hukum lingkungan hingga hukum dagang. Setiap tulisan mengandung sebuah nilai dan

kontribusi penulis bagi isu pembangunan berkelanjutan yang menjadi perhatiannya melalui

solusi-solusi efektif.

Besar harapan kami Juris mampu menjadi pionir dalam pengembangan jurnal-jurnal

ilmiah mahasiswa di berbagai fakultas hukum di Indonesia. Kehadiran Juris juga diharapkan

mampu memberikan ide-ide solutif yang efektif dalam menyelesaikan sejumlah

permasalahan hukum negeri ini. Setiap gagasan layak mendapat ruang dalam ilmu

pengetahuan. Oleh karena itu, tidak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

jajaran penulis hebat yang telah bersedia menuangkan gagasannya dalam Juris. Tanpa

kehadiran mereka, Juris tidak akan mampu memberikan manfaat yang optimal. Terima kasih

pula kepada panitia Juris Volume 7 No. 2, di bawah kepemimpinan Namira, selaku Pemimpin

Redaksi, dan anggota keluarga Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI 2017 yang telah

bekerja keras menyelesaikan masterpiece ini. Semoga proses 6 bulan yang tidak mudah mampu memberikan hasil yang memuaskan bagi teman-teman. Terakhir, terima kasih kepada

bapak/ibu dosen yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi mitra bestari

(reviewer) Juris. Kami tidak mampu membalas dengan penghargaan yang besar, namun kontribusi bapak/ibu bagi perkembangan ilmu pengetahuan sejatinya sangat berharga.

Semoga Juris dapat menjadi wadah terbaiknya.

Akhir kata, saya mewakili LK2 FHUI Periode 2017 mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah terlibat dalam proses penyusunan Juris hingga mereka yang

senantiasa menunggu terbitnya Juris. Selamat membaca!

Patricia Cindy Andriani

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Keilmuan

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

(6)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

DAFTAR ISI

Pengantar Redaksi ... ii

Sambutan Direktur Eksekutif LK2 FHUI 2017 ... iii

Daftar Isi ... v

Meretas Perdamaian melalui Penguatan Komponen Pertahanan Negara

Rillo Priyo Prambudi ... 1

Pemberdayaan Convention on the Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) dan Beijing Declaration and Platform of Action sebagai Komitmen Implementasi Sustainable Development Goals: Strategi Alternatif Indonesia dalam Memperbaiki Ekonomi Negara Kharisma Bintang Alghazy ... 20

Politik Hukum Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Pertambangan Perspektif Kearifan Lokal Masyarakat Adat yang Berwawasan Lingkungan

Wahyu Nugroho ... 40

Teori Multiplier Effects: Jembatan Pembangunan Wilayah Perbatasan menuju Implementasi Asas Otonomi yang Ideal

(7)

MERETAS PERDAMAIAN MELALUI PENGUATAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

TAKING APART PEACE THROUGH THE EMPOWERMENT OF NATIONAL SECURITY COMPONENT

Rillo Priyo Prambudi1

Abstract

World peace is an aspiration that up until today is still difficult to realize. The

United Nations Development Program has mandated the realization of world

peace and partnership as one of the Sustainable Development Goals which the

international society needs to achieve. In Indonesia, other than stated in its

constitution namely the 1945 Constitution of the State of the Republic of

Indonesia along with all its amendments, the defense of the country becomes one

of the sectors that are given special attention. Many do not know that the defense

of the country is built by three components, namely the main components,

reserves, and supporters. Unfortunately these three components have not quite

executed hand in hand. More effort is required in building the country's defense

through these components in order for Indonesia to become a stronger in defense

and have the capacity to work together in realize the world peace.

Keywords: Peace, Defense, Reserve Components, Supporter Components

(8)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

Abstrak

Perdamaian dunia adalah sebuah cita-cita yang sampai hari ini masih sulit untuk

dicapai. United Nations Development Program telah memaktubkan perdamaian

dan kemitraan internasional sebagai salah satu dari Sustainable Development

Goals yang perlu dicapai bersama oleh masyarakat dunia. Di Indonesia, selain

dinyatakan dalam konstitusinya, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 beserta seluruh amandemennya, pertahanan negara menjadi

salah satu sektor yang diberi perhatian khusus. Banyak yang belum cukup

mengetahui bahwa pertahanan negara dibangun oleh tiga komponen, yakni

komponen utama, cadangan, dan pendukung. Sayangnya, ketiga komponen ini

belum cukup berjalan secara beriringan. Oleh karena itu, diperlukan usaha lebih

dalam membangun pertahanan negara melalui komponen-komponen tersebut agar

Indonesia dapat menjadi negara yang kuat bertahan dan memiliki kapasitas untuk

bekerja sama dalam mempertahankan dunia.

(9)

I. Pendahuluan

Indonesia adalah sebuah negara hukum yang karenanya memiliki kewajiban untuk

menjamin hak-hak dasar rakyatnya2 dan juga dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 (“UUD 1945”), telah diterakan bahwa Indonesia adalah negara yang

bertujuan untuk antara lain memajukan kesejahteraan umum dan ketertiban

dunia.3 Berbeda dengan tujuan ‘kesejahteraan umum’ yang dapat dengan mudah

divisualisasikan sebagai tujuan negara dan diimplementasikan dalam

program-program pemerintah4, ‘ketertiban dunia’ merupakan sebuah cita-cita bangsa yang

terkesan tidak berkenaan dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan

seolah-olah menjadi tanggung jawab negara sebagai sebuah entitas yang berdiri sendiri

dalam pergaulannya dengan bangsa asing. Padahal sejatinya, tujuan ini disokong

tidak hanya oleh instrumen diplomatik5, namun juga pertahanan dan keamanan

negara.

Kata ‘pertahanan’ berasal dari kata dasar tahan yang menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia memiliki arti keadaan tetap, meskipun mengalami berbagai hal6.

Dengan kata lain, pertahanan adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk

menciptakan keadaan yang stabil dan tidak mudah terpengaruh keadaan. Dengan

begitu, dapat diartikan bahwa Pertahanan Negara adalah sebuah rangkaian usaha

yang dilakukan oleh dan untuk menjaga kestabilan negara. Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2002 tentang memberi arti pertahanan negara

sebagai segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah

2 Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara, Ilmu Negara, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013), hlm. 78-79.

Yang dimaksud hak-hak dasar rakyat dalam hal ini dapat ditinjau dari Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

3 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV, LN No. 14 Tahun 2006, Pembukaan.

4 Seperti subsidi bahan bakar dan pengendalian harga sembilan bahan pokok. 5 Instrumen diplomatik dapat diartikan hubungan Indonesia dengan negara lain.

6 Kamus Besar Bahasa Indonesia, “tahan,” http://kbbi.web.id/tahan, diakses 19 Juni

(10)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari

ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.7

Sifat dari pertahanan negara Indonesia adalah semesta yang penyelenggaraannya

didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan

pada kekuatan sendiri.8 Sifat semesta memiliki arti bahwa upaya pertahanan

negara mengikutsertakan seluruh warga negara, pemanfaatan seluruh sumber daya

nasional, dan seluruh wilayah negara dalam usaha pertahanan negara, sedangkan

yang dimaksud dengan keyakinan pada kekuatan sendiri adalah semangat untuk

mengandalkan pada kekuatan sendiri sebagai modal dasar dengan tidak menutup

kemungkinan bekerja sama dengan negara lain.9 Konsep pertahanan secara

semesta ini juga diterapkan di beberapa negara, seperti Singapura dengan total

defense sertaVietnam dan Cina dengan perang rakyat yang pada intinya mengacu

pada konsep yang sama, yaitu jika perang harus dilakukan, maka semua potensi

nasional dan kekuatan pertahanan akan dilibatkan.10

Selepas masa reformasi, Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik

Indonesia yang tadinya tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

dipisahkan kewenangannya melalui Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 sehingga TNI

ditentukan sebagai kekuatan pertahanan, sedangkan POLRI ditentukan sebagai

kekuatan keamanan. TNI adalah alat negara11 yang bertugas mempertahankan,

melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara,12 sedangkan

POLRI merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban

masyarakat dengan melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, termasuk

7 Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, UU No. 3 Tahun 2002, LN No. 3 Tahun 2002, TLN N0. 4169, Pasal 1 angka 1.

8Ibid., Pasal 2.

9Ibid., Penjelasan Ps. 2.

10 Timbul Siahaan, “Potensi Sumber Daya Nasional Sebagai Pilar Utama dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara,” WiRA 56 No.40 (September-Oktober 2015), hlm. 16.

11 Fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara, yakni bahwa TNI memiliki tanggung jawab

untuk menjadi: (a) penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa; (b) penindak terhadap setiap bentuk ancaman; dan (c) pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. (Indonesia, Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia, No. 34 Tahun 2004, LN No. 127 Tahun 2004, TLN No. 4439, Ps. 6).

(11)

menegakkan hukum.13 Oleh karena itu, rezim pertahanan negara yang tadinya digabungkan dengan keamanan negara saat ini sudah terpisah. Meski demikian,

keduanya tetap menopang fungsi sebagaimana didirikannya waktu dulu, yakni

untuk memberi rasa aman pada masyarakat, baik terhadap ancaman dari dalam

maupun dari luar negeri. Indonesia juga memiliki sebuah kementerian yang

mengurus khusus ihwal pertahanan Indonesia14. Hal ini menunjukkan bahwa

Indonesia sebagai sebuah negara telah menunjukkan kesungguhannya untuk

melindungi segenap bangsa Indonesia yang setidaknya dapat dilihat cerminannya

dari segi kelembagaan perihal pengamanan negara dan masyarakat. Fungsi

pertahanan dan keamanan ini kendati demikian tidak terkurung begitu saja pada

peranan TNI dan Polri, tapi turut pula melibatkan masyarakat sebagai kekuatan

pendukungnya.15 Penerapan dari fungsi ini, khususnya dalam konteks

internasional, tidak melulu soal peperangan dan invasi-invasi yang bersifat

ofensif, namun juga yang bersifat defensif16. Konstruksi ‘peperangan’ defensif

inilah yang sesungguhnya memerlukan banyak sekali peranan masyarakat. Karena

pasca-Perang Dunia II dan pendirian organisasi-organisasi internasional, seperti

Liga Bangsa Bangsa, rezim perang ofensif telah digantikan dengan perang yang

bersifat defensif17. Salah satu negara yang memosisikan dirinya dalam mode

defensif adalah Indonesia. Hal ini berhubungan pula dengan politik luar negeri

13 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002, LN No.2 Tahun 2002, TLN No. 4168, Ps. 14 ayat (1).

14 Yang dimaksud adalah Kementerian Pertahanan yang kewenangannya diatur dalam

Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

15 Hal ini dikenal juga dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta

(Sishakamrata), disebutkan tegas pada Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 – secara historis pelibatan masyarakat ini dipengaruhi oleh semangat juang bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan pada pasa penjajahan, yang tidak hanya melibatkan angkatan bersenjata, tetapi juga rakyat secara keseluruhan.

16 Upaya ofensif dapat dipahami sebagai agresi fisik yang berarti pertemuan senjata dan

peperangan sebagaimana dipahami oleh orang kebanyakan, sedangkan upaya defensif adalah tindakan mempersiapkan diri menghadapi segala serangan dengan pemenuhan kebutuhan penyerangan yang menimbulkan persepsi ‘takut’ pada negara lain dengan kesediaan peranti peperangan—disebut juga dengan efek deterrence. (Sayidman Suryohadiprojo, “Si Vis Pacem Para Bellum,” (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 11).

17 Terutama sejak terjadinya perang dingin antara blok Komunis dan blok Barat,

(12)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

Indonesia yang bebas aktif dalam pergaulan internasional. Tidak adanya

penundukan Indonesia pada blok tertentu menjadikan Indonesia memiliki

kebebasan tersendiri dan menghindari sentimen-sentimen yang disebabkan kiblat

politik dan keberpihakan.

Mode defensif dan politik bebas aktif Indonesia, di sisi lain, dapat dilihat sebagai

tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menyusun strategi pertahanan

sebaik mungkin agar tidak menjadi target okupasi yang mengganggu keamanan

negara dan ketertiban umum. Wilayah yang luas18 dan didukung kenampakan

alam19 serta kondisi geografis yang strategis20 adalah sepersekian dari aset bangsa

yang perlu dipertahankan dari pihak-pihak yang hendak merampasnya dengan apa

pun cara dan bentuknya. Oleh karena itu, perlu ada strategi perlindungan yang

tepat terhadap rencana dan pelaksanaannya.

I. Isi

Pentingnya menjaga pertahanan negara tidak terlepas dari salah satu kebutuhan

manusia yang paling prinsip, yakni rasa aman dan kemampuan untuk menjalankan

aktivitas. Perdamaian, sebagai salah satu cita-cita dunia yang tertuang dalam

Sustainable Development Goals (SDGs) 21, merupakan sebuah bukti bahwa dunia telah menyadari pentingnya berada dalam kondisi tentram tanpa konflik. Oleh

karena itu, perlu dilakukan usaha bersama untuk mencapai kesamaan persepsi

bahwa pengurangan kontak senjata sudah harus dikurangi. Upaya ini bisa pula

dilakukan dengan memastikan kerja sama antarnegara yang berjalan dengan baik

dan setiap negara menunjukkan kesungguhannya dalam upaya mempertahankan

diri, bukan mengupayakan serangan ke negara lain. Kesepahaman dan kesadaran

18 1.990.250 km2 (Central Intellegence Agency, “CIA World Factbook,”

https://www.cia.gov/library/publications/resources/the-world-factbook/geos/id.html, diakses 2

Maret 2017).

19 Yang dimaksud kenampakan alam adalah bentuk Indonesia yang merupakan kepulauan

dengan ditengarai perairan dan kawasan udara yang luas. Sebagai contoh adalah kawasan hutan Indonesia yang sekali waktu pernah dijadikan ‘laboratorium’ penelitian untuk membantu Angkatan Udara Amerika Serikat dalam memetakan operasi serangan gerilya masyarakat lewat media alam. (Guy J. Pauker, The Indonesian Doctrine of Territorial Warfare and Territorial Management,(Santa Monica, California: Rand Corporation,1963), hlm. 61-63).

20 Secara geografis merupakan persilangan antarbenua yang bisa menjadi jalan pintas bagi

(13)

bahwa konflik dapat diredam melalui kerja sama yang baik harus ditumbuhkan

sedemikian rupa. Dua poin terakhir dari SDGs ini dapat dimanifestasikan melalui

penguatan upaya pertahanan negara untuk mengantisipasi ancaman dan

menyelesaikan konflik.

Salah satu upaya mengantisipasi ancaman dan menyelesaikan konflik adalah dari

bagaimana cara manusia menyikapi ancaman dan atau rasa terancam. Rasa

terancam dan kepanikan dapat tersalur dalam bentuk reaksi spontan atau ketika

ancaman dan kepanikan itu berlangsung konstan dan terus-menerus—dalam hal

ini berarti tidak ada perubahan terhadap kondisi senjata di sekitarnya, maka ada

kemungkinan seseorang itu mengalami habituasi22. Meski begitu, tidak setiap

orang dapat melakukan habituasi dengan baik.23 Akan tetap ada kelompok orang

yang terus-menerus mengalami rasa takut dan terancam dalam menjalani

hidupnya. Selain dari dampak psikis yang dialami oleh orang tersebut, rasa

terancam atau takut dapat berakibat pada penurunan produktivitas dari seseorang

dalam melakukan pekerjaannya24 yang dimungkinkan dapat berpengaruh pada

pendapatan negara ketika terjadi secara kumulatif.

Dengan memperluas cakupan berpikir mengenai konteks rasa terancam dan rasa

takut, hari ini, di negara kita pun terjadi hal yang sama. Kekhawatiran akan

ancaman senjata ini, ketika dirasakan oleh sekelompok orang dalam waktu dan

tempat tertentu, dinamakan deterrence (penangkalan). Deterrence adalah sebuah

bentuk rasa takut yang disebabkan kesadaran bahwa kapasitas pertahanan25 yang

kita miliki tidak cukup untuk mengimbangi ‘lawan’ kita. Dengan kata lain,

deterrence dapat dipahami sebagai rasa takut yang ditimbulkan ketidakmampuan

22 Habituasi dapat dipahami sebagai sebuah keadaan dimana respon dari manusia akan berkurang karena sesuatu yang berlangsung secara terus-menerus, (Kendra Cherry, “What Is Habituation?” https://www.verywell.com/what-is-habituation-2795233, diakses 19 Juni 2017)

23Ibid.

24 Hal ini dipengaruhi oleh bagian amygdala pada otak yang mengendalikan otak dalam

keadaan takut dan mempersulit kerja prefrontal cortex sehingga akan timbul kesulitan untuk berpikir dengan benar. (Tony Schwartz, “Why Fear Kills Productivity,”

https://dealbook.nytimes.com/2014/12/05/reduce-fear-to-create-a-calmer-productive-workplace/,

diakses 19 Juni 2017).

25 Pertahanan di sini dimaksudkan pada pertahanan dalam artian luas, bukan sebatas

(14)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

untuk menyaingi.26 Dalam ranah pertahanan, deterrence merupakan terminologi

yang umum digunakan untuk menggambarkan rangsangan untuk

mempertahankan diri yang datang dari potensi lawan.27 Menumbuhkan iklim

deterrence pada negara-negara lain, baik ‘teman’ maupun ‘lawan’, adalah sebuah

bentuk pelaksanaan dari perang defensif28 yang umum dilakukan dengan

meningkatkan kapasitas pertahanan dan penyerangan melalui penyediaan sumber

daya manusia dan penunjang-penunjangnya, seperti senjata dan fasilitas.

Keberhasilan sebuah negara untuk menciptakan sistem pertahanan yang kokoh

tentu akan meningkatkan efek deterrence pada negara-negara lain dan

menjauhkan Indonesia dari bentuk-bentuk serangan yang mengganggu keamanan

nasional.

Salah satu upaya tertua dalam mewujudkan kemampuan untuk menghapus

deterrence di Indonesia dan menciptakan deterrence pada negara lain adalah

dengan mengerahkan Tentara Nasional Indonesia sebagai pihak yang memiliki

peran sebagai alat negara di bidang pertahanan29. Sejarah kelembagaan TNI

berawal dari seruan Presiden Ir. Soekarno yang menginstruksikan prajurit-prajurit

bekas PETA30, Heiho31 dan Pelaut serta pemuda-pemuda lain untuk bergabung ke

Badan Keamanan Rakyat yang kala itu difungsikan untuk menjaga keamanan

rakyat setempat.32 Singkatnya, berdasarkan fungsi keamanan rakyat setempat

tersebut, saat ini TNI telah berkembang sedemikian rupa dari segi fungsi dan

perannya untuk Indonesia. Berkaitan dengan hal itu, telah ada sebuah pengaturan

dalam bentuk Undang-Undang mengenai TNI, yakni Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (“UU TNI”). Dalam

26 Merriam Webster, “Definition of Detterence,” https://www.merriam-webster.com/dictionary/deterrence, diakses 19 Juni 2017.

27 Sebagai contoh adalah bom atom di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 adalah

sebuah pengaplikasian senjata yang menimbulkan deteren pada negara-negara lain yang belum memiliki teknologi bom sekuat Amerika Serikat saat itu.

28 Alfani Roosy Andini, “TNI: Konsep Pertahanan Indonesia Defensif Aktif,”

https://nasional.sindonews.com/read/1020196/14/tni-konsep-pertahanan-indonesia-defensif-aktif-1436008187, diakses 19 Juni 2017.

29 Indonesia, UU TNI, Ps. 5.

30 Pembela Tanah Air, kesatuan militer Indonesia yang dibentuk oleh Jepang. 31 Heiho adalah pasukan yang juga dibentuk Jepang pada masa Perang Dunia II.

(15)

undang tersebut, TNI tidak didefinisikan secara langsung, tapi dibagi ke dalam

empat jati diri33 yang bila disarikan, maka akan memberi definisi bahwa TNI

adalah warga negara Indonesia yang berjuang menegakkan NKRI, bertugas demi

kepentingan negara di atas kepentingan lainnya yang terlatih, terdidik, dan

diperlengkapi secara baik.

Fungsi pokok dari TNI adalah untuk menangkal dan menindak segala bentuk

ancaman terhadap kedaulatan negara, baik dari dalam maupun dari luar negeri,

serta memulihkan kondisi keamanan negara yang terganggu akibat ancaman itu.34

Selain fungsi pokok, TNI juga memiliki tugas pokok, yakni untuk menegakkan

kedaulatan, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa

dan tumpah darah NKRI. Tugas pokok TNI tersebut dilakukan dengan operasi

militer untuk perang atau operasi militer selain perang.35 Pelaksanaan tugas ini terbagi dalam tiga matra, yakni Darat, Laut, dan Udara. Pada pokoknya, tugas

ketiga matra ini terbagi atas empat, yaitu melaksanakan tugas di bidang

pertahanan, menjaga wilayah, membangun dan mengembangkan kekuatan, serta

memberdayakan wilayah. Perbedaan hanya dijumpai pada Angkatan Laut yang

dibebankan tugas diplomasi angkatan laut.36

Sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab sebegitu besarnya dalam

menjaga kedaulatan NKRI, TNI tentunya perlu mendapat dukungan yang cukup

dalam pengembangan diri dan penunjangnya. Untuk memfasilitasi kebutuhan ini,

Kementerian Pertahanan RI selaku elemen negara yang bertanggung jawab

mengurus perihal pertahanan negara melalui Keputusan Menteri Pertahanan No.

58 Tahun 2015 tentang Tata Kerja dan Organisasi Direktorat Jenderal Potensi

Pertahanan telah menentukan arah kebijakan dan standardisasi teknis bidang

untuk potensi pertahanan RI, yang di antaranya termasuk: (i) mendorong

tumbuhnya industri nasional guna mendukung kepentingan pertahanan dalam

memberdayakan industri pertahanan dalam negeri, (ii) pemenuhan Alutsista dan

alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam) dalam rangka mendukung

perekonomian nasional, serta (iii) meningkatkan penguasaan teknologi dalam

33 Indonesia, UU TNI, Ps. 2. 34Ibid., Ps. 6.

(16)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

mendukung pengembangan industri pertahanan dalam negeri.37 Fokus

pemberdayaan mengenai penguatan industri pertahanan dan penguasaan teknologi, menurut hemat penulis, adalah sebuah ‘ruang masuk’ bagi warga negara Indonesia non-TNI untuk turut berjuang bersama pada garis belakang

untuk menjalankan amanat Undang-Undang Dasar38 melalui pengabdian sesuai

dengan profesi39 dan keahlian yang dimiliki, baik itu sebagai teknisi, peneliti, pembuat kebijakan, maupun akademisi.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, selain komponen utama, yakni TNI,

pertahanan negara juga ditopang oleh komponen cadangan dan komponen

pendukung. Komponen cadangan adalah sumber daya nasional yang telah

disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi40 guna memperbesar dan

memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama41, sedangkan komponen

pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen

cadangan.42 Kedua komponen ini, pada prinsipnya, dibangun dari sumber daya

nasional yang terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber

daya buatan.43 Kedua komponen ini disebut juga sebagai komponen Nir-Militer44

yang dalam lingkungan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia merupakan

tanggung jawab dari setidaknya Subdirektorat Penggunaan Komponen Cadangan

dan Pendukung45, Direktorat Pengerahan, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan

37 Timbul Siahaan, “Potensi Sumber Daya Nasional sebagai Pilar Utama Dalam

Penyelenggaraan Pertahanan Negara, WiRA 56, (September-Oktober 2015), hlm. 15.

38 Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara setidaknya

yang sesuai dengan profesinya masing-masing. (Indonesia, UUD 1945, Ps. 30 ayat (3)).

39 Indonesia, UU Pertahanan Negara, Ps. 9 ayat (2) huruf d.

40 Mobilisasi yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah adalah tindakan

pengerahan dan penggunaan secara serentak sumber daya nasional serta sarana dan prasarana nasional sebagai kekuatan pertahanan negara. (Indonesia, Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, Penjelasan Pasal 8 ayat (1)) .

41Ibid., Pasal 1 angka 6. 42Ibid., Pasal 1 angka 7. 43Ibid., Pasal 1 angka 8.

44 Indonesia, Menteri Pertahanan, Peraturan Menteri Pertahanan tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Pertahanan, Nomor PM 16 Tahun 2010, Ps. 1 angka 3.

45 Subdirektorat Penggunaan Komponen Cadangan dan Pendukung biasa juga disingkat

(17)

(Strahan), serta Direktorat Komponen Cadangan46, Direktorat Komponen

Pendukung47, dan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Pothan).

Kemudian dengan menggunakan perluasan atas definisi Komponen Cadangan dan

Komponen Pendukung, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian

Pertahanan juga memiliki andil dalam kedua perihal tersebut, yakni untuk

penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program di bidang penelitian dan

pengembangan pertahanan serta pelaksanaan tugas di bidang penelitian dan

pengembangan pertahanan meliputi strategi, sumber daya, ilmu pengetahuan dan

teknologi, dan alat peralatan pertahanan.48

Meskipun bukan merupakan komponen utama untuk menjalankan fungsi

pertahanan negara, pengembangan kualitas dari komponen cadangan dan

pendukung tidak diabaikan. Pada tahun 2005, perancangan undang-undang

tersendiri mengenai komponen Nir-Militer ini sudah mulai diinisiasi49, namun

Tugas dari Subdirektorat Penggunaan Komponen Cadangan dan Pendukung antara lain untuk menyiapkan bahan perumusan kebijakan; penyusunan standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang kebijakan; pelaksanaan evaluasi kebijakan; pelaksanaan bimbingan dan supervisi teknis serta perjanjian di bidang kebijakan pengerangan dan dukungan administrasi kekuatan komponen cadangan dan pendukung. (Ibid, Ps. 210 huruf a s/d d).

46 Direktorat Komponen Cadangan biasa juga disingkat menjadi Direktorat Komcad

dalam lingkungan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (Ibid, Ps. 509).

Tugas dari Direktorat Komponen Cadangan antara lain untuk menyiapkan bahan perumusan kebijakan; penyusunan standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang kebijakan; pelaksanaan evaluasi kebijakan; pelaksanaan bimbingan dan supervisi teknis serta perjanjian di bidang kebijakan pengerahan dan dukungan administrasi komponen cadangan matra darat, laut, dan udara. (Ibid, Ps. 510 huruf a s/d e).

Direktorat Komponen Cadangan terdiri dari Subdirektorat Matra Darat, Laut, dan Udara (Ibid, Ps. 511), yang pada setiap Subdirektoratnya memiliki seksi Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam dan Buatan, dan Kemampuan. (Ibid, Ps. 514, 520, dan 526).

47 Direktorat Komponen Pendukung biasa juga disingkat menjadi Direktorat Komduk

dalam lingkungan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (Ibid, Ps. 531).

Tugas dari Direktorat Komponen Pendukung antara lain merumuskan kebijakan komponen pendukung; perencanaan standardisasi, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur; pembinaan bimbingan, supervisi, dan perizinan; pengendalian dan evaluasi kebijakan di bidang penataan dan pembinaan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan serta sarana dan prasarana komponen pendukung; serta pelaksanaan administrasi dan kerumahtanggaan Direktorat (Ibid, PaPs.sal 532 huruf a s/d e).

Direktorat Komponen Pendukung terdiri dari Subdirektorat SDM, SDAB, dan Sarana-Prasarana (Ibid, Ps. 536 huruf a s/d c).

48Ibid., Ps. 781.

49 Penulis menemukan dari sebuah alamat url dengan domain dari Universitas Gajah

(18)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

belum mendapat sambutan baik dari masyarakat karena dianggap terlalu

memaksakan serta mengharuskan setiap orang mengikuti wajib militer dan

terdapat sanksi bagi yang tidak turut serta di dalamnya. Pengaturan yang demikian

dianggap telah mencederai hak kebebasan pribadi warga negara50. Selain itu,

dengan mengharuskan setiap orang mengikuti wajib militer, berarti akan ada

pembengkakan Anggaran Pembelian dan Belanja Negara serta bukannya tidak

mungkin terjadi ketidakharmonisan dengan pengaturan mengenai pertahanan

negara lainnya51. Dengan demikian, perlu ditakar lagi apakah pengaturan ini

benar-benar diperlukan atau tidak karena sebuah pengaturan juga harus

memperhatikan kemanfaatan pelaksanaannya secara ekonomis.52

Namun, upaya pertahanan negara tidak berhenti sampai di sana, tidak ada rotan,

akar pun jadi; tidak bisa menerapkan konsep bela negara ke seluruh rakyat,

Kementerian Pertahanan mulai menginisiasi program pengenalan bela negara

kepada pendidikan tinggi. Bekerja sama dengan Kementerian Riset dan

Pendidikan Tinggi, Kementerian Pertahanan akan mengganti kegiatan ospek53

dengan pengenalan bela negara. Program ini dimaksudkan agar para peserta didik

dapat memulai menerapkan nilai-nilai yang ditanamkan pada mereka sehingga

http://rtegarprisandi.web.ugm.ac.id/downloads/archive/RUU%20KOMPONEN%20CADANGAN

%20PERTAHANAN%20NEGARA.pdf, diakses 22 Juni 2017.

50 ADY (inisial), “RUU Komponen Cadangan Belum Penting: Perang Modern Lebih

Mengutamakan Kecanggihan Teknologi dan Profesionalisme Prajurit,” http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51b5bdfd26851/ruu-komponen-cadangan-belum-penting, diakses 22 Juni 2017 .

51 RFQ (inisial), “RUU Komponen Cadangan Terlalu Dipaksakan: Pemerintah Harus

Menjelaskan Dulu Urgensi RUU Tersebut,”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51fa2ebf434e0/ruu-komponen-cadangan-terlalu-dipaksakan, diakses 22 Juni 2017.

52 Penulis menggunakan prinsip pemikiran Richard Posner bahwa hukum harus

menunjang efisiensi secara ekonomi, yang ketika sebuah peraturan atau putusan yang diterapkan malah memakan biaya yang terlalu banyak dalam pelaksanaan dan tidak menghasilkan sesuatu yang konkret yang menguntungkan secara ekonomis, maka dari perspektif ekonomi, peraturan itu telah gagal. Lebih lanjut lihat pada Raymond Wacks, Philosophy of Law: A Very Short Introduction, (New York: Oxford University Press, 2006), hlm. 65-67.

(19)

dapat menimbulkan efek deterence (penangkalan) pada negara-negara lain yang

potensial mengancam kedaulatan negara.54

Kementerian Pertahanan pada tahun ini juga telah mengesahkan berdirinya Pusat

Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Bela Negara55 sebagai sarana bagi calon

Aparatur Sipil Negara, mahasiswa, dan organisasi masyarakat. Di masa

mendatang, diharapkan Pembinaan Kesadaran Bela Negara dapat dikembangkan

secara lebih terpadu, sinergis, dan komprehensif. Sebagaimana dalam program prioritas “Nawa Cita” menuju Indonesia Hebat, Pembinaan Kesadaran Bela Negara menjadi bagian dari revolusi karakter bangsa. Pembangunan Pusdiklat

Bela Negara Badiklat Kemhan sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan

bela negara bagi komponen bangsa merupakan realisasi dari RPJMN 2015-2019

dan sejalan dengan salah satu tujuan pertahanan negara yang tertuang dalam

Kebijakan Pertahanan Negara, yakni terwujudnya warga negara Indonesia yang

memiliki kesadaran bela negara.

Pusdiklat Bela Negara dibangun sejak tahun 2014 di atas lahan seluas 21,33

hektar dengan berbagai fasilitas dan sarana prasarana meliputi kantor, mess/barak

dengan kapasitas 264 orang siswa putra dan 96 orang siswa putri, kelas lapangan,

aula serba guna, montenering, lapangan sepak bola, poliklinik, masjid, rumah

dinas, rumah makan, dan dapur. Upaya-upaya ini tentu akan semakin memperkuat

komponen cadangan pertahanan negara untuk lebih siap menghadapi

ancaman-ancaman bagi kedaulatan bangsa dan wilayah NKRI. Selain komponen cadangan,

tentu komponen pendukung juga perlu dibangun kualitasnya agar dapat

menunjang komponen utama dalam menjalankan fungsi pertahanan negara.

Keberadaan komponen cadangan, dalam konteks pertahanan negara, menjadi hal

yang secara bertahap wajib ada. Perubahan ancaman keamanan saat ini tidak

54 BDI (inisial), Mulai Tahun 2017, Kemhan Akan Galakan Program Bela Negara di Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia,”

https://www.kemhan.go.id/2017/01/21/mulai-tahun-2017-kemhan-akan-galakan-program-bela-negara-di-perguruan-tinggi-seluruh-indonesia.html, diakses

22 Juni 2017.

55 Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pertahanan, “Kemhan Resmikan

(20)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

hanya berdimensi militeristik56 sehingga ketersediaan logistik pertahanan tidak

hanya merujuk pada material persenjataan perang, tapi juga kemampuan

infrastruktur nasional dan industri dasar serta peralatan pendukung dan

transportasi untuk memindahkan tentara serta kemampuan untuk memasok

kembali.57 Beberapa negara bahkan menjadikan komponen cadangan sebagai

perangkat utama, khususnya pada bagian dan atau divisi non-tempur, seperti

Jerman, Korea Selatan, dan Singapura.58

Berkenaan dengan upaya Indonesia dalam memperkuat kapasitas komponen

pendukung pertahanan negara, terdapat pula rancangan undang-undang mengenai

Komponen Pendukung Pertahanan Negara59 yang belum juga disahkan sampai

hari ini. Namun sebagai wujud lain dari komponen pendukung, di lingkungan

Kementerian Pertahanan telah berkembang pengaturan-pengaturan yang

mendukung berkembangnya komponen pendukung, salah satunya adalah

pembaharuan terhadap Undang-Undang Industri Pertahanan yang lebih

mendorong kemandirian industri pertahanan dalam negeri sebagai unsur

pertahanan negara yang harus diberdayakan terlebih dahulu ketimbang

industri-industri luar negeri, khususnya dalam pengadaan alutsista.60

Upaya pemberdayaan ini penting dilakukan dengan menyelesaikan masalah

ketergantungan teknologi dari luar negeri, komponen-komponen, peralatan untuk

produksi, dan produk persenjataan61, tidak lain karena Industri pertahanan

56 Muradi, Organisasi Komponen Cadangan Matra Darat, (makalah pengantar pada Rapat Kajian Organisasi Komponen Cadangan Matra Darat, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, 19 September 2012).

57 Agus Brotosusilo, Revitalisasi Industri Startegis Pertahanan melalui Integrasi Industri

Induk dan Industri-industri Pendukung dengan Pendekatan Cluster Industry System untuk Mewujudkan Kemandirian dan Peningkatan Daya Saing Industri Strategis Pertahanan, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2014), hlm. 1.

58 Harry Tie, Framing A Strategic Approach for Reserve Component Joint Officer

Management, (New York: Rand Cooperation, 2006).

59 Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Rancangan Undang-Undang tentang Komponen

Pendukung Pertahanan Negara, (Jakarta: Perpustakaan & Data Kasus (Pustaka) Bantuan Hukum LBH Jakarta, s.t.), selengkapnya RUU tersebut dapat pula diakses secara online melalui tautan http://rtegarprisandi.web.ugm.ac.id/downloads/archive/RUU%20KOMPONEN%20PENDUKUN

G%20PERTAHANAN%20NEGARA.pdf, diakses 22 Juni 2017.

60 Indonesia, Undang-Undang tentang Industri Pertahanan, UU No. 16 Tahun 2012, LN No. 183 Tahun 2012, TLN No. 5343, Ps. 43 ayat (1).

61 Muhammad, Kontribusi PT Pindad pada Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan

(21)

merupakan industri yang strategis sehingga harus dilindungi dan dikembangkan

oleh negara. Hal ini dikarenakan industri pertahanan merupakan salah satu pilar

utama kedaulatan negara untuk dapat memenuhi kebutuhan alutsista (weapon

systems), dan dapat memberikan efek tangkal (deterrence effect) bagi Indonesia

dalam interaksi strategis dengan negara-negara lain. Selain itu, industri pertahanan

juga memperkuat posisi tawar (bargaining power) Indonesia dengan

meningkatkan kapasitas produksi Alutsista sehingga akan mengurangi tingkat

ketergantungan pada pasokan luar negeri.62

III. Penutup

Dengan diperkuatnya sektor pertahanan melalui optimalisasi komponen cadangan

dan komponen pendukung, bukannya tidak mungkin Indonesia beberapa tahun ke

depan akan menjadi negara adidaya dalam mempertahankan kedaulatan negaranya

dan dapat menjalankan performa yang prima dalam mendukung perdamaian

dunia. Tentara Nasional Indonesia, sebagai komponen utama pertahanan negara

dengan segudang prestasinya, tentu juga memiliki batasan-batasan tertentu.

Pengandaian situasi yang secara implisit dibuat oleh Undang-Undang Pertahanan

Negara dengan mengatur komponen cadangan menuntut kita sebagai warga

negara untuk siap di segala situasi yang mengancam kedaulatan NKRI. Dengan

meningkatkan kapasitas perorangan dan pendukungnya, maka Indonesia akan

dipandang sebagai negara yang kuat dan siap menghadapi tantangan, baik yang

bersifat militeristik maupun tidak.

Sebatang lidi mudah untuk dipatah, tapi tidak ketika ia bersama dengan lidi-lidi

lainnya. Hendaknya lidi-lidi itu diikat kuat agar tidak tercerai-berai. Kita pun

demikian. Indonesia dan negara-negara lainnya adalah bak lidi-lidi yang memiliki

daya tahan yang berbeda-beda ketika hendak dipatahkan. Namun sekuat-kuatnya

sebatang lidi, pasti ada juga yang dapat membelahnya. Indonesia boleh jadi bukan

lidi yang terkuat atau boleh jadi justru lebih kuat dari yang lainnya. Kita tidak

pernah tahu. Tapi satu yang pasti: ketika semua negara saling memperkuat

(22)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

dirinya, lalu bersatu dengan apik, maka tujuan perdamaian dunia bukannya tidak

(23)

DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.

Indonesia. Undang-Undang Industri Pertahanan, UU No. 16 Tahun 2012, LN

No. 183 No. 183 Tahun 2012, TLN No. 5343.

Indonesia. Undang-Undang Pertahanan Negara, UU No. 3 Tahun 2002, LN No.

3 Tahun 2002, TLN No. 4196.

Indonesia. Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, UU No. 34 Tahun 2004,

LN No. 127. Tahun 2004, TLN No. 4439.

Indonesia. Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, UU No. 34 Tahun 2004,

LN No. 127. Tahun 2004, TLN No. 4439. BUKU

Brotosusilo, Agus. Revitalisasi Industri Startegis Pertahanan Melalui Integrasi

Industri Induk dan Industri-Industri Pendukung Dengan Pendekatan Cluster Industry System Untuk Mewujudkan Kemandirian dan Peningkatan Daya Saing Industri Strategis Pertahanan. Jakarta: Universitas Indonesia, 2014.

Pauker, J Guy. The Indonesia Doctrine of Territorial Warfare and Territorial

Management. Santa Monica, California: Rand Corporation, 1963. Siahaan, Dr. Timbul. “Potensi Sumber Daya Nasional Sebagai Pilar Utama dalam

Penyelenggaraan Pertahanan Negara,” WiRA 56 No.40 (September-Oktober 2015).

Suryohadiprojo, Sayidman. Si Vis Pacem Para Bellum. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2005.

Suryohadiprojo, Sayidman. Si Vis Pacem Para Bellum. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2005.

Tie, Harry. Framing A Strategic Approach for Reserve Component Joint Officer

Management. New York: Rand Cooperation, 2006.

Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2003.

Widjajanto, Andi. dkk, “Dinamika Persenjataan dan Revitalisasi Inudstri

Pertahanan”. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2012. TESIS

Muhammad, “Kontribusi PT Pindad pada Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam Perspektif Ketahanan Nasional; Studi Kasus Pengembangan Divisi Kendaraan Khusus”, Tesis Magister, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2015).

MATERI SEMINAR

(24)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, Jakarta, 19 September 2012.

INTERNET

Andini, Alfani Roosy. “TNI: Konsep Pertahanan Indonesia Defensif Aktif,”

https://nasional.sindonews.com/read/1020196/14/tni-konsep-pertahanan-indonesia-defensif-aktif-1436008187. Diakses 19 Juni 2017.

Anonim, “RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara”.

http://rtegarprisandi.web.ugm.ac.id/downloads/archive/RUU%20KO

MPONEN%20CADANGAN%20PERTAHANAN%20NEGARA.pdf.

Diakses 22 Juni 2017.

Cherry, Kendra. “What Is Habituation?”, https://www.verywell.com/what-is-habituation-2795233. Diakses 19 Juni 2017.

I, B.D. (inisial), “Mulai Tahun 2017, Kemhan Akan Galakan Program Bela

Negara di Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia”,

https://www.kemhan.go.id/2017/01/21/mulai-tahun-2017-kemhan- akan-galakan-program-bela-negara-di-perguruan-tinggi-seluruh-indonesia.html. Diakses 22 Juni 2017.

Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pertahanan. “Kemhan Resmikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bela Negara”.

https://www.kemhan.go.id/2017/02/28/kemhan-resmikan-pusdiklat-bela-negara-2.html. Diakses 22 Juni 2017.

Q, R.F. (inisial), “RUU Komponen Cadangan Terlalu Dipaksakan: Pemerintah

Harus Menjelaskan Dulu Urgensi RUU Tersebut.”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51fa2ebf434e0/ruu-komponen-cadangan-terlalu-dipaksakan. Diakses 22 Juni 2017.

Riyanto, Joko Arm. “Lintasan Sejarah Ranggal 5 Oktober Sebagai Hari Lahirnya

Tentara Nasional Indonesia (TNI),” WiRA 56 No.40

(September-Oktober 2015).

Schwartz, Tony. “Why Fear Kills Productivity,”

https://dealbook.nytimes.com/2014/12/05/reduce-fear-to-create-a-calmer-productive-workplace/). Diakses 19 Juni 2017.

Schwartz, Tony. “Why Fear Kills Productivity,”

https://dealbook.nytimes.com/2014/12/05/reduce-fear-to-create-a-calmer-productive-workplace/). Diakses 19 Juni 2017.

Y, A.D. (inisial), “RUU Komponen Cadangan Belum Penting: Perang Modern

Lebih Mengutamakan Kecanggihan Teknologi dan Profesionalisme Prajurit.”

(25)

PROFIL PENULIS

Rillo Priyo Prambudi adalah seorang sarjana

hukum berdarah Bugis yang lahir di Jakarta, 26

September 1995. Lulus dari Fakultas Hukum

Universitas Indonesia pada Agustus 2017.

Mendalami cabang ilmu hukum dalam kegiatan

ekonomi atau lebih dikenal dengan hukum

dagang. Juga memiliki ketertarikan dengan

hukum perjanjian, hukum pembangunan, dan

hak asasi manusia. Aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan selama berkuliah

baik menjadi fungsionaris organisasi maupun pelaksana tugas berbagai kepanitiaan. Rillo—yang akrab juga disapa Riyo, Baru menyelesaikan masa magang di Institut Hukum Keamanan Nasional dan saat ini bekerja menangani

berkas dan dokumentasi persidangan di sebuah kantor pengacara (litigasi) di

Jakarta. Di waktu senggang, menghabiskan waktu dengan membaca berbagai

jenis buku referensi dan sastra, berolahraga, dan mengeksplorasi berbagai jenis

seni pertunjukkan.

Penulis terbuka untuk kitik dan saran, juga akan sangat menyambut baik

peluang-peluang berdiskusi berkenaan dengan artikel ini pada khususnya, dan atau hukum

(26)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

PEMBERDAYAAN CONVENTION ON THE ELIMINATION OF

DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) DAN BEIJING DECLARATION AND PLATFORM OF ACTION SEBAGAI KOMITMEN IMPLEMENTASI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS: STRATEGI

ALTERNATIF INDONESIA DALAM MEMPERBAIKI EKONOMI

NEGARA

THE EMPOWERMENT OF CONVENTION ON THE ELIMINATION OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) AND BEIJING

DECLARATION AND PLATFORM OF ACTION AS THE COMMITMENT OF SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS IMPLEMENTATION:

INDONESIA’S ALTERNATIVE STRATEGY TO FIX ITS ECONOMY

Kharisma Bintang Alghazy1

Abstract

Indonesia has been ratified the Convention on The Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) and accepted Beijing Declaration and Platform of Action (BDPoA) as their guidance for the national policy. Those policies and

regulations also reflecting the Indonesia’s commitment in the enforcement of

Sustainable Development Goals, particularly in the implementation of gender equality. On the other side, a study reveals there is a relation between the enforcement of gender equality with the enhancement of state’s economy. This writings intends to present the progress of gender equality policies in Indonesia and explain the relation between gender equality policies with state’s economy so

that, Indonesia government’s able to utilize this study in order to create an alternative strategy to become the axis of global economy.

Keywords: CEDAW, BDPoA, Sustainable Development Goals, gender equality,

state’s economy.

1 Mahasiswa FHUI Angkatan 2013. Pernah menjadi Wakil Ketua Panitia Simposium Hukum Nasional 2014 dan Ketua Panitia Pengenalan Sistem Akademik (PSAF) FHUI 2016. Sekarang sedang mengemban amanah sebagai Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Vice President of Internal Affairs

(27)

Abstrak

Indonesia telah meratifikasi Convention on The Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) dan menerima Beijing Declaration and Platform of Action (BDPoA) sebagai panduan kebijakan negara. Kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan tersebut menunjukkan komitmen Indonesia dalam penerapan

Sustainable Development Goals, terutama implementasi kesetaraan gender. Pada sisi lain, studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penegakkan kesetaraan gender dengan peningkatan ekonomi suatu negara. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan peningkatan kebijakan-kebijakan kesetaraan gender di Indonesia dan menjelaskan hubungan antara kebijakan-kebijakan kesetaraan gender dengan ekonomi negara agar pemerintah Indonesia dapat menggunakan studi ini untuk menciptakan strategi alternatif agar Indonesia menjadi poros ekonomi dunia.

Kata kunci: CEDAW, BDPoA, Sustainable Development Goals, kesetaraan

(28)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI I. Pendahuluan

Menjelang pertengahan abad ke-21, banyak lembaga penelitian internasional,

institusi keuangan, dan akademisi yang berani memprediksi masa depan

bahwa Indonesia berpotensi menjadi negara adidaya di Asia serta salah satu

kekuatan ekonomi terbesar di dunia khususnya dalam kurun waktu tahun

2030-2050. Laporan McKinsey Institute menyatakan bahwa kedudukan

Indonesia sekarang sebagai kekuatan ekonomi dunia yang ke-16 dapat

bertransformasi menyaingi negara Tiongkok dan India pada tahun 2030, yang

ditandai dengan adanya perubahan karakter masyarakat Indonesia sejumlah 90

juta jiwa sebagai kelas masyarakat konsumen aktif.2 Prediksi demikian

nampaknya diperkuat oleh hasil konferensi The Ditchley Foundation yang

mengusung tema “Indonesia – the other Asian Giant”. Para akademisi dan praktisi dalam konferensi itu mengamini bahwa performa ekonomi Indonesia

relatif kuat selama beberapa tahun terakhir, mampu mencapai angka

pertumbuhan 6%, di atas rata-rata angka pertumbuhan dunia, meskipun sedang

dilanda resesi global.3 Senada dengan argumentasi di atas, Organisation for

Economic Co-operation and Development (OECD) pun menegaskan bahwa

Indonesia telah mampu meningkatkan roda ekonomi-sosialnya, konsisten

mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat, memperbaiki iklim

usaha, mempertahankan kondisi fiskal dalam keadaan yang baik, dan

konsisten mengatasi problema kemiskinan.4

Terlepas dari tantangan terhadap maraknya korupsi, revitalisasi infrastruktur

dan ketergantungan komoditi ekspor terhadap Tiongkok, optimisme

rekonfigurasi posisi Indonesia menjadi negara adidaya dalam tatanan global

masih tercerminkan ke dalam salah satu keuntungan yang dimiliki Indonesia

sekarang yakni, jumlah penduduk dan kebijakan proaktif pemerintah terhadap

2 McKinsey Global Institute, The Archipelago Economy : Unleashing Indonesia’s

Potential, (Washington : McKinsey & Company, 2012), hlm. 1.

3The Ditchley Foundation, Web site“Indonesia – The Other Asian Giant”, www.ditchley.co.uk/conferences/pas-programme/2010-2019/2013/indonesia(diakses pada 26 September 2017).

(29)

pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk sebesar 255.461.700 jiwa di

Indonesia secara nyata dapat memperluas kekuatan tenaga kerja dan

menyediakan pangsa pasar untuk kegiatan ekonomi, khususnya sektor

pelayanan dan permintaan domestik menjadi alasan kuatnya performa

ekonomi di Indonesia.5 Di sisi lain, kondisi ekonomi Indonesia yang relatif

membaik sesungguhnya turut terselenggarakan karena berbagai macam

kebijakan dalam dan luar negeri yang diselenggarakan di bawah komando

Presiden Joko Widodo.

Dalam konteks dalam negeri, pemerintah Indonesia telah mengupayakan

berbagai macam kebijakan ekonomi yang dikonstruksikan ke dalam ‘paket

kebijakan ekonomi jilid I sampai jilid XVI’. Kebijakan demikian mengatur

berbagai macam sektor dan faktor strategis yang mempengaruhi kondisi

perekonomian makro di Indonesia, diantaranya tentang sektor

ketenagalistrikan, usaha mikro kecil menengah dan koperasi (UMKMK),

fasilitas kredit rakyat, kemudahan berbisnis dan sistem perdagangan berbasis

elektronik. Dalam konteks kebijakan luar negeri, pemerintah Indonesia telah

menyepakati Perjanjian ASEAN Economic Community (berlaku per 31

Desember 2015) untuk merangsang kebijakan dan perkembangan terhadap

Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sektor usaha demikian merupakan salah

satu tulang punggung strategis bagi roda ekonomi di Indonesia yang mampu

memberikan kontribusi sebesar 60,6% Produk Domestik Bruto (PDB) pada

tahun 2016.6

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, merupakan sebuah kepastian bahwa

kekuatan ekonomi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk dan

faktor kebijakan ekonomi. Keabsahan argumentasi demikian semakin

diperkuat dengan adanya peningkatan PDB seiring dengan bertambahnya

jumlah penduduk sejak tahun 2014. Progresivitas itu pun diikuti dengan angka

kemiskinan yang relatif mengalami penyusutan. Sehingga, dapat dikatakan

5 Mark Henstridge & Maja Jakobsen, Growth in Indonesia : Is it Sustainable ?, (Oxford: Oxford Policy Management, 2013), hlm. 24

(30)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

bahwa tingkat kesejahteraan penduduk di Indonesia secara perlahan-lahan

telah mengalami perbaikan, sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel

berikut ini.

Namun, bilamana diperhatikan lebih dalam, tingkat kesejahteraan yang

membaik dari tahun ke tahun sebenarnya tidak hanya dilatarbelakangi oleh

faktor penduduk dan kebijakan pemerintah. Nyatanya, tindakan pemerintah

yang berorientasi pada terwujudnya negara kesejahteraan (welfare state) juga

sangat dominan dipengaruhi oleh adanya agenda pembangunan global yang

dikonstruksikan ke dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

SDGs merupakan bentuk komitmen antarbangsa untuk mewujudkan

pembangunan berkelanjutan berdasarkan hak asasi manusia (HAM) dan

kesetaraan, sebagaimana yang telah disepakati dalam sidang pleno keempat

Majelis Umum PBB pada 25 September 2015, menyatakan bahwa:

“They seek to realize the human rights of all and to achieve gender equality and the empowerment of all women and girls. They are integrated and indivisible and balance the three dimensions of sustainable development: the economic, social, and environmental”.9

7 Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Miskin, Presentasi Penduduk Miskin dan Garis

Kemiskinan 1970-2017, Laporan Badan Pusat Statistik, https://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1494(diakses pada 26 September 2017).

8 Badan Pusat Statistik, Produk Domestik Bruto 2014-2017, Laporan Badan Pusat Statistik,,https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/826(diakses pada 26 September 2017).

9 General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 25 September 2015

(31)

Senada dengan pernyataan di atas, tidak hanya menekankan pada peningkatan

pertumbuhan ekonomi setiap negara anggota PBB, SDGs memiliki fokus yang

lebih luas yakni, mewujudkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kesetaraan

gender di dalam setiap kebijakan negara-negara dunia. SDGs berusaha

melakukan sinergi antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan

manusia melalui implementasi HAM dan kesetaraan gender. Argumentasi di

atas kemudian menimbulkan pertanyaan fundamental, yaitu bagaimanakah

korelasi antara perwujudan kesetaraan gender dengan pertumbuhan ekonomi?

Semakin responsif kebijakan suatu negara terhadap HAM dan kesetaraan

gender akan berimplikasi pada semakin membaik dan positifnya kelangsungan

roda perekonomian negara tersebut. Namun, bilamana pemerintah abai

terhadap problematika ketidaksetaraan gender, maka dapat berdampak buruk

pada pertumbuhan ekonomi. Argumentasi demikian dibenarkan oleh adanya

studi yang diselenggarakan oleh World Bank dalam Engendering Development

(2000) yang menyatakan bahwa ketidaksetaraan gender akan berdampak pada

kesehatan orang dewasa dan anak-anak, pendidikan, kebebasan, dan yang

paling penting adalah juga akan berdampak pada kelangsungan hidup

masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi.10 Afirmasi terhadap pernyataan

demikian juga disampaikan oleh European Institute for Gender Equality

dalam Economic Benefits of Gender Equality in the European Union (2017)

yang menyampaikan bahwa peningkatan jumlah persediaan tenaga kerja yang

disebabkan oleh tingginya angka kelulusan wanita dengan latar belakang

STEM (science, technology, engineering, and mathematics) akan

mengarahkan pada peningkatan potensi kapasitas produksi ekonomi; semakin

banyak masyarakat (wanita) yang mau dan mampu bekerja, akan

menghasilkan potensi produksi dan output ekonomi yang lebih tinggi.11

Berdasarkan uraian argumentasi di atas, adalah sebuah keharusan bagi Pemerintah

Indonesia sekarang untuk memulai itikad baik menyelenggarakan kebijakan dan

10 World Bank, Engendering Development Through Gender Equality in Rights,

Resources, and Voices, (New York: Oxford University Press, 2001), hlm. 83

11 European Institute for Gender Equality, Economic Benefits of Gender Equality in The

(32)

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

melahirkan peraturan perundang-undangan yang berperspektif gender. Meskipun

intensi baik telah ditunjukkan oleh pemerintah melalui ratifikasi Convention on

the Elimination of Discrimination against Women (CEDAW) dan penggunaan

Beijing Declaration and Platform of Action (BDPoA) sebagai rujukan dalam

menyusun kebijakan, tetapi ekskalasi keseriusan dan konsistensi dalam

mengimplementasikan kedua instrumen di atas masih perlu diselenggarakan,

sehingga komitmen penyelenggaraan SDGs akan berjalan baik dan negara

kesejahteraan (welfare state) dapat terealisasikan. Negara Indonesia memiliki

potensi yang besar untuk mereposisi kedudukan sebagai salah satu pusat kekuatan

ekonomi global bilamana, pemerintah Indonesia konsisten untuk merealisasikan

kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berpespektif gender. Tulisan

ini berusaha untuk menyampaikan perkembangan upaya pemerintah dalam

memberdayakan kaedah-kaedah CEDAW dan Beijing Declaration and Platform

of Action (BDPoA) serta tantangan yang harus dihadapi pemerintah dalam

mengimplementasikannya. Di sisi lain, penulis juga akan menguraikan tentang

relevansi perbaikan kesetaraan gender melalui kebijakan dan peraturan

perundang-undangan terhadap perbaikan angka pertumbuhan ekonomi yang akan

bermuara pada perbaikan kualitas hidup masyarakat di Indonesia.

II. Isi

A. Perkembangan Implementasi CEDAW dan BDPoA dalam Kerangka dan

Peraturan Perundang-Undangan Indonesia

CEDAW dan Beijing Declaration and Platform of Action (BDPoA)

merupakan 2 (dua) instrumen internasional yang menjadi rujukan utama bagi

pemerintah Indonesia dalam mengaktualisasikan kebijakan kesetaraan gender,

sebagaimana yang terdapat dalam salah satu bagian Sustainable Development

Goals (SDGs). Sebagai salah satu bagian dari komunitas internasional,

Indonesia telah mengakui prinsip-prinsip di dalam CEDAW yang dicerminkan

dalam ratifikasi terhadapnya melalui UU No. 7 Tahun 1984 tentang

Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

Terhadap Wanita. Konsekuensi hukum dari adanya ratifikasi ini adalah adanya

(33)

implementasi prinsip-prinsip CEDAW yang harus dilakukan oleh pemerintah

Indonesia. Di sisi lain, prinsip-prinsip dalam Beijing Declaration and

Platform for Action juga telah diakui oleh Indonesia semenjak tahun 1995.

Meskipun deklarasi ini tidak menimbulkan konsekuensi hukum dan tidak

memiliki mekanisme pengawasan sebagaimana yang dimiliki oleh CEDAW,

namun manifesto tersebut memiliki peran penting karena sama-sama

menempatkan isu hak perempuan sebagai intisari perjuangan terhadap

kesetaraan. Hingga kini, usaha untuk mewujudkan kesetaraan gender di

Indonesia cenderung bersinggungan dengan 3 (tiga) permasalahan pokok

yakni, permasalahan di bidang hukum, pendidikan dan kesempatan kerja.

Dalam konteks bidang perlindungan hukum bagi perempuan, kebijakan

pemerintah yang mencerminkan aktualisasi kaeadah-kaedah CEDAW dan

BDPoA diawali dengan adanya pembentukan Komisi Nasional Anti

Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada bulan Juli 1998.

Kebijakan vital dan strategis dalam mendirikan Komnas Perempuan sejatinya

menjadi landasan kuat untuk memulai mengikis perlahan-lahan permasalahan

pemberdayaan terhadap perempuan. Tercatat 29 kebijakan baru pemerintah

untuk menangani pemberdayaan terhadap perempuan, 11 di tingkat nasional,

15 di tingkat daerah, dan 3 di tingkat regional ASEAN, pasca pembentukan

Komnas Perempuan.12 Secara bertahap, kehadiran Komnas Perempuan

sesungguhnya mengubah paradigma pemerintah dalam memposisikan

perempuan sebagai bahan pertimbangan penting dalam membuat kebijakan.

Hal demikian dibuktikan dengan lahirnya peraturan perundang-undangan yang

kemudian menjadi pijakan dasar bagi pemerintah Indonesia dalam

merumuskan kesetaraan gender yakni, Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia yang secara khusus mengatur tentang hak

asasi perempuan dalam Pasal 45.13 Eskalasi keseriusan pemerintah terhadap

kesetaraan gender semakin terlihat dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 9

12 Saparinah Sadli, Berbeda tetapi Setara : Pemikiran tentang Kajian Perempuan, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 269.

Gambar

Tabel di atas mencerminkan gambaran tentang kelompok negara dengan
Gambar 4.1. Pola Multiplier Effects dalam Pembagian Kewenangan dan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggambarkan penerapan hukum adat dalam pengelolaan hutan pada sistem Agroforesti Parak yang merupakan salah satu kearifan masyarakat lokal dalam pengelolaan sistem

Masyarakat suku asli memiliki kearifan lokal di dalam pengelolaan sumber daya alamnya seperti perlindungan tempat sakral, melestarikan berbagai adat istiadat

Di Indonesia, khususnya di Jambi, masyarakat adat beserta hukum adat dan kearifan lokal berbasis religius yang mer- eka miliki dapat menjadi solusi konservasi dalam

Strategi Pengelolaan Sumber Daya Alam Melalui Pertanian Terpadu Berbasis Kearifan Lokal dalam Mencapai Kedaulatan Pangan, Studi Kasus: Masyarakat Adat Kasepuhan

Dalam makalah ini yang akan dibahas yaitu salah satu masyarakat adat yang ada di Riau dengan budayanya yang sarat akan hukum adat sebagai wujud kearifan lokal, yaitu masyarakat

Dengan dibatasinya kewenangan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sumber daya pertambangan, maka UU Minerba sebagai dasar hukum pengelolaan pertambangan pun selayaknya

Di Indonesia, khususnya di Jambi, masyarakat adat beserta hukum adat dan kearifan lokal berbasis religius yang mer- eka miliki dapat menjadi solusi konservasi dalam

Masyarakat suku asli memiliki kearifan lokal di dalam pengelolaan sumber daya alamnya seperti perlindungan tempat sakral, melestarikan berbagai adat istiadat