• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Percepatan Pengakuan Tanah Adat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Percepatan Pengakuan Tanah Adat"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HAK

MASYARAKAT ADAT ATAS TANAH DAN HUTAN:

PERAN PEMERINTAH DAERAH

R. Yando Zakaria

Pendiri dan peneliti pada Pusat Kajian Etnografi Hak

Komunitas Adat (PUSTAKA),

(2)
(3)

Konstitusionalitas pengakuan dan penghormatan atas

hak masyarakat adat

Amanat konstitusi

•  II. Dalam territoir Negara

Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen

dan“Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali,

negeri di Minangkabau, dusun dan

marga di Palembang dan

sebagainya. Daerah-daerah itu

mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia

menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah itu akan

mengingati hak-hak asal-usul

daerah tersebut”.

Realisasinya

Aspek Sosial-Budaya:

•  Masih ada sejumlah diskriminasi dalam hal religi, kependudukan, dll. à proyek-proyek pemukiman kembali

Aspek Sosial-Ekonomi & Ekologis:

•  UU No. 5/1960 à Hak Ulayat cq, Hak MHA diakui à Tapi tidak ada instrumen operasionalnya à PP 24/2007, MHA

belum jadi subyek huku; Hak ulayat belum menjadi jenis hak à Permen Agraria No. 5/1999 baru soal penyelesaian konflik; kriiteria MHA bersifat akumulatif

Orde Baru: Membekukan Hak MHA

Aspek Sosial-Politik:

(4)

Hasil Amandemen UUD 1945

Tatanan sosial-politik dan

hukum

Tatanan Sosial-ekonomi & Ulayat Tatanan

sosial-budaya

Pasal 18B ayat (2)

•  Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Pasal 28i ayat (3)

•  Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Pasal 32

Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

•  Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

(5)

Logika Pengakuan Hukum Hak Masyarakat Adat Atas Tanah/Hutan

Hutan adat bukan hutan negara =

+++

Hutan adat bagian dari ulayat MHA =

+++

Ulayat MHA diakui jika MHA ybs ditetapkan dalam Perda =

(6)

Konstelasi pengakuan hak masyarakat adat atas tanah

Permenagraria 5/1999

UU Desa 6/2014

Permendagri 52/2014

Permen LHK 32/2015 PermenATR/

KaBPN 10/2016

(7)

Masalah implementasi kebijakan yang dihadapi

Defenisi masih bersifat generik, tidak dilengkapi contoh-contoh

yang spesifik;

Persyaratan keberadan masyarakat adat yang multi tafsir • Ketentuan pemenuhan kriteria yang bersifat komunlatif • Menggunakan logika penetapan subyek mendahului

pengakuan obyek à menghadapi kendala kuantitas dan kualitas

Mengutamakan masyarakat hukum adat sebagai suatu entitas

yang bersifat publik yang berwajah tunggal ketimbang sebagai entitas sosial budaya yang berwajah beragam

Sangat birokratik, teknokratik, dan sentralistik; mengutamakan

putusan ‘pihak luar’ ketimbang merekognisi realitas sosio-antropologis di tingkat lapangan à self identification

(8)

REALITAS SOSIO-ANTROPOLOGIS

(9)

Tanah Adat Batak Toba (Simbolon, 1998, Simanjuntak &

Situmorang, 2004; dan Kartini Sjahrir-Pandjaitan,

et.al.

, 2017)

Subyek hak

Bius (+/-)

pihak yang mendapatkan hak untuk turut

memanfaatkan dan/atau dapat memilikinya.

Obyek hak

jampalan (tempat (pengembalaan)

Arena cadangan (Hauma

harajaon, tombak ripe, dll)

Daerah suci (parsombaonan,

(10)

Asal-usul penguasaan tanah:

Tarombo

sebagai sumber sejarah tanah

Pembukan lahan

Lahan huta induk sudah sempit sehingga huta baru perlu didirikan • Adanya tradisi mengajurkan anak laki-laki sudah menikah untuk

hidup mandiri (manjae) dengan keluarganya; dan

Adanya perperangan atau perkelahian antar-saudara sehingga

salah satu pihak harus pindah keluar dari huta à Pengusiran

Pewarisan

Jual- Beli (

ulos tu piso

)

Pemberian

Gadai (

dondon

)

(11)

Masyarakat Minangkabau

Subyek Hak Objek Hak:

Tanah dan SDA lainnya

Jenis hak/kewenangan & ‘pemegang kuasa-nya’

-  Sakalian nego hutan tanah

(sekalian nega tanah dan hutan)

-  Mulai dari batu jo pasie nan

saincek (mulai dari dari batu

dan pasir yang sebutir)

-  Rumpuik nan sahalai (rumput

yang sehelai)

-  Jirek nan sabatang (pohon

jarak yang sebatang)

-  Ka atehnya taambun jantan

(ke atasnya terembun jantan)

-  Ka bawah sampai takasiak

bulan (ke bawahnya hingga

pasir bulan)

-  Pangkek panghulu punyo

ulayat (pangkat penghulu

punya ulayat cq. kuasa) (Dt. Rajo Penghulu, 1997: 209) Terkait dengan keuangan/

pendapatan Pemerintahan

Nagari: Bungo kayu, bungo pasie,

bungo batu, bungo karang à

Zaman Orba: retribusi kayu,

damar, rotan, karet, cengkeh, kulit manis, dsb.

- Panghulu andiko

- Kewenangan untuk mewakili, mengatur

pengelolaan, mengumpulkan/memungut hasil, dan pengelolaan hasil bagi kepentingan

bersama.

Kaum/buah gadang

(genealogis)

- Mamak Kapalo Warih (yang adalah panghulu andiko yang diangkat menjadi ketua panghulu andiko yang ada pada kaum tertentu)

Hindu/Suku dan teritorial)

- ‘Pemerintah nagari’

- KAN (Perda No. 13 Tahun 1983 à masa Orde Baru, pasca UU 5/1979)

- Wali Nagari (Perda Nagari Tahun 2000) à Perda kembali ke nagari

(12)

Pembagian Tanah Adat di Kabupaten

Maluku Tenggara (Matuankotta, 2018)

Petuanan kampung (

Utan, Bilan,

Ohoinuhu

)

Petuanan Marga/ Soa (

rahan faam

atau

buuk faam)

Tanah keluarga pati

Tanah pekarangan/

(13)
(14)

Tantangan masyarakat adat dalam memenuhi ketentuan

peraturan perundang-undangan

Organisasi sosial yang memiliki kewenangan dan kecakapan untuk

mengurus urusan publik (bius dan huta) relatif sudah sejak lama

memudar dan saat ini lebih banyak berfungsi sebagai identitas sosial-budaya saja. Misalnya dalam konteks penyelenggaraan paradotan.

Urusan penguasaan tanah berpusat kepada sistem kekerabatan yang

berpusat pada marga raja bersama marga boru-nya.

Dengan demikian, kapasitas masing-masing unit sosial tersebut untuk

mengakses proses politik legsilasi di parlemen daerah ataupun di ranah eksekutif relatif sangat terbatas.

Ada tata-krama adat yang sulit untuk dilangkahi oleh pejabat negara,

yang bisa berdampak secara sosial-budaya dan juga dukungan politik.

Pemberian otoritas penetapan pada pihak lain rawan menimbulkan

konflik harizontal, padahal sudah tersedia mekanisme internal untuk menentukan keabsahan klaim parapihak dalam komunitas yang

(15)

Dengan demikian,

Pelaksanaan peraturan perundang-undangan terkait

pengakuan hak masyarakat adat atas tanah mengalami

hambatan dari sisi kuantitas (begitu banyaknya subyek hak yang harus diakui), dan dari kualitas (kemampuan masing-masing subyek hak itu mengakses proses-proses politik legislasi dan eksekutif).

Oleh sebab itu perlu dicari terobosan-terobosan hukum

(daerah) yang lebih memudahkan masyarakat adat, karena pada dasarnya hak masyarakat adat atas tanah adalah hak konstitusional yang harus diupayakan pelaksanaannya oleh pemerintah.

Terobosan itu dapat dilakukan melalui penyusunan dan

(16)
(17)

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)

MELAKSANAKAN KEBIJAKAN MENGENAI TATA CARA

PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA (Pasal 63 (3) huruf k)

TUGAS DAN KEWENANGAN PEMERINTAH

MENETAPKAN KEBIJAKAN MENGENAI TATA CARA

PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (Pasal 63 (1) huruf t)

MENETAPKAN KEBIJAKAN MENGENAI TATA CARA PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL, DAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA TINGKAT PROVINSI. (PASAL 63 (2) huruf n)

PEMERINTAH PROVINSI

(18)
(19)

Permenagraria 5/1999

BAB II:

PELAKSANAAN PENGUASAAN TANAH ULAYAT

Pelaksanann hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih

ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat stempat.

Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada

apanbila :

terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan

hukm adatnya sebgai warga bersama suatau persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerpkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari,

terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para

warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan

terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguaasaan

(20)

Permenagraria 5/1999

BAB III:

PENENTUAN MASIH ADANYA HAK ULAYAT DAN PENGATURAN

LEBIH LANJUT MENGENAI TANAH ULAYAT YANG BERSANGKUTAN

Pasal 5

Penelitian dan penentuan masih adanya hak ulayat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan para pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah yang bersangkutan, Lembaga Swadaya

Masyarakat dan instansi-instansi yang mengelola sumber daya alam.

Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang masih ada

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi dan, apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta

mencatatnya dalam daftar tanah.

Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal 5 diatur dengan

(21)

Strategi ke Depan

Reinterpretasi kebijakan Nasional di tingkat daerah

Pemberlakukan Peraturan Daerah tentang Tatacara

Pengakuan Hak Masyarakat Atas Tanah

Proses penyusunan kebijakan di bawah supervisi

KemenATR dan KemenLHK

(22)

Langkah-langkah

Kajian Kerangka Hukum Pendukung di Tingkat Nasional

Studi Etnografi Tanah Adat

Penyusunan Naskah Akademik, dengan Ruang Lingkup

Pengaturan:

Landasan Hukum

Rincian Obyek, Subyek, dan Jenis Hak Atas Tanah Adat • Kelembagaan

Pendanaan

Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Tata

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, dalam konteks pendidikan matematik, proses pengajaran dan pembelajaran matematik yang lebih berkesan dan efektif dapat diwujudkan dengan memberi penekanan terhadap

Sementara kategori sikap kemandirian belajar siswa terhadap Fisika menunjukkan: kategori sikap siswa sangat tidak setuju sebanyak 0 %, kategori sikap siswa tidak

Dalam penelitian ini, untuk mengukur keputusan nasabah dalam memilih produk Tabungan iB Hasanah digunakan Skala Likert , dimana masing-masing pertanyaan diberi skor

f). Konseling konseling tentang pemanfaatan pekarangan g). Konseling tentang gizi seimbang.. Pengukuran berat badan balita gizi kurang untuk mengetahui tingkat perkembangan

Catatan atas Laporan Keuangan Konsolidasian Interim (Unaudited) Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 30 Juni 2007 dan 2006 (Dinyatakan dalam ribuan Rupiah, kecuali dinyatakan

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ada di Desa Kotobaru Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten Kuantan Singingi

Demikian pula sebaliknya, sedangkan Radbruch dalam Notohamidjojo (1975), mengemukakan bahwa ada tiga nilai yang penting, yaitu: 1) Individualwerte , nilai- nilai pribadi

Kebanyakan daripada pesantren tersebut menjadi pusat orientasi (anutan) orang ramai. Sebelum komunikasi berkembang pesat seperti sekarang, institusi ini menjadi pusat